Anda di halaman 1dari 13

TUGAS APLIKOM MENDELEY

TOPIK GIZI

Dosen Pengampu : Bapak I Made Rai Sudarsono, S.Gz, MPH

Disusun oleh:

NI KOMANG A. SENIARI

(P00313019019)

PRODI D-IV GIZI TINGKAT II A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

PROGRAM STUDI D-IV GIZI

TAHUN 2021
1. ANEMIA

Anemia merupakan defisiensi gizi mikro yang paling sering ditemukan didunia dan
menjadi masalah kesehatan masyarakat pada remaja dan dewasa. Masalah ini terutama
menjangkiti para wanita dalam usia reproduktif dan anak-anak dewasa dikawasan tropis dan
subtropis. Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara sedang
berkembang termasuk Indonesia.(Ahmady et al., 2017)

Kelompok remaja merupakan salah satu kelompok umur yang menjadi salah satu
perhatian utama di bidang kesehatan karena gaya hidup yang unik dan berbeda dengan
kelompok umur lainnya dari generasi sebelumnya. Jumlah remaja di berbagai Negara
berkembang tumbuh dengan pesat dalam lima tahun terakhir ini. Jumlah penduduk usia
remaja (10 -19 tahun) di Indonesia mencapai 22.2 % dari total penduduk Indonesia, yang
terdiri dari 50.9 % laki-laki dan 49.1 % perempuan. Remaja putri merupakan salah satu
kelompok yang rawan menderita anemia. World Health Organisation (WHO) Regional
Office South East Asia Region Organisation (SEARO) menyatakan bahwa 25-40% remaja
putri di Asia Tenggara menjadi penderita anemia defisiensi zat besi tingkat ringan sampai
berat.(Uswatun Hasanah, 2015)

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi nutrien tersering pada anak
di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini
disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita. Diperkirakan 30% populasi dunia
menderita anemia defisiensi besi, kebanyakan dari jumlah tersebut ada di negara
berkembang.(Fitriany & Saputri, 2018)

Anemia merupakan masalah gizi yang paling umum di seluruh dunia, terutama dise-
babkan karena defisiensi besi. Kekurangan zat besi tidak terbatas pada remaja status sosial
ekonomi pedesaan yang rendah tetapi menun- jukkan peningkatan prevalensi di masyarakat
yang makmur dan berkembang. Prevalensi anemia remaja 27% di negara-negara berkem-
bang dan 6% di negara maju. Prevalensi ter-tinggi di kalangan anak-anak dan wanita usia
subur (WUS) khususnya pada wanita hamil. Anemia sangat tinggi (berkisar antara 80-90%)
pada anak-anak prasekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui.(8,9) Di India 55,8% dari
remaja berusia 15-19 tahundilaporkan menja- di anemia.(10) Menurut WHO apabila
prevalensi anemia >40 % termasuk kategori berat.(Suryani et al., 2017)

Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia gizi besi
karena mempunyai kebutuhan zat besi yang tinggi untuk pertumbuhan dan peningkatan
kehilangan akibat menstruasi. Penelitian menunjukan bahwa 27% anak perempuan usia 11-
18 tahun tidak memenuhi kebutuhan zat besinya sedangkan anak laki-laki hanya 4%, hal ini
menunjukan bahwa remaja putri lebih rawan untuk mengalami defisiensi zat gizi. (Sari,
2016)

2. OBESITAS

Obesitas yaitu kegemukan atau kelebihan berat badan yang melampaui berat badan
normal, merupakan salah satu problem kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak yang
cukup besar dari orang-orang tertentu yang mengalaminya, baik dari segi kosmetika, estetika,
yang lebih banyak dikaitkan dengan penampilan seseorang.(Pratiwi, 2017)

3. STUNTING

Stunting adalah keadaan status gizi yang diukur berdasarkan indeks panjang badan
menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan z-score <-2 SD1.
Stunting dipengaruhi oleh kurangnya gizi kronis disebabkan asupan gizi yang kurang dalam
waktu lama.(Adani & Nindya, 2017)

Stunting adalah bentuk dari proses pertumbuhan anak yang terhambat. Sampai saat ini
stunt- ing merupakan salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian. Prevalensi
nasional untuk kurang gizi kronis (stunting) berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 pada anak usia 6—12 tahun sebesar 35.6%, angka ini tergolong
tinggi untuk tingkatan kesehatan masyarakat. Se- mentara untuk tingkat nasional, provinsi
Nusa Teng- gara Timur menempati urutan pertama prevalensi stunting tertinggi yakni
sebesar 58.4%. Dengan de- mikian, masalah gizi kronis (stunting) masih tetap tinggi di
provinsi NTT.(Picauly & Toy, 2013)

Status gizi ibu hamil diduga menjadi salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan
dan perkembangan janin termasuk berat dan panjang bayi saat lahir. Berat dan panjang lahir
menentukan status gizi dan pertumbuhan linier anak di masa mendatang (Schmidt et al.,
2002). Gizi ibu yang buruk sebelum kehamilan maupun pada saat kehamilan, dapat menye-
babkan Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), bayi lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), gangguan pertumbuhan dan perkem- bangan otak bayi serta peningkatan risiko ke-
sakitan dan kematian. BBLR mempunyai dampak buruk terhadap perkembangan kognitif dan
psikomotorik bayi, disamping dampak buruk pada saat pertumbuhannya.(Yongky et al.,
2009)

Prevalensi stunting di Indonesia menempati peringkat kelima terbesar di dunia. Data


Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting dalam
lingkup nasional sebesar 37,2 persen, terdiri dari prevalensi pendek sebesar 18,0 persen dan
sangat pendek sebesar 19,2 persen. Stunting dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat
yang berat bila prevalensi stunting berada pada rentang 30-39 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan masyarakat yang berat dalam kasus
balita stunting.(Setiawan et al., 2018)

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 307/100.000 kelahiran hidup
dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2003). Penyebab kematian ibu
ada 2, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penyebab utama kematian maternal antara
lain perdarahan pasca postpartum, eklampsi, penyakit infeksi, dan plasenta previa yang
semua bersumber pada anemia defisiensi besi.(Mandagi, 2019)

Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang
sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan
normal. Dengan kata lain, kualitas bayi yang dilahirkan sangat bergantung pada keadaan gizi
ibu sebelum dan selama hamil.(Bunga Widita Kartikasari, Mifbakhuddin, 2011)

Pola menyusui tidak optimal yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kurang dari 6
bulan diperki- rakan berkontribusi terhadap 1,4 juta kematian bayi dan 10% angka kesakitan
balita.1 World Health Organiza- tion (WHO) menyarankan agar ibu memberikan ASI
eksklusif kepada bayi sampai 6 bulan.2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui
Kepmenkes RI No. 450/Menkes/SK/IV/Tahun 2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif
pada bayi di Indonesia menetapkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan
menargetkan cakupan ASI eksklusif sebesar 80%. Namun sudah hampir 1 dasawarsa, target
tersebut tetap jauh dari ca- paian. Berbagai penelitian di Indonesia melaporkan persentase
ASI eksklusif 6 bulan masih di bawah 20%.(Fikawati & Syafiq, 2019)

Balita merupakan salah satu kelompok umur yang rawan gizi. Salah satu masalah gizi
yang masih utama pada balita yaitu masalah gizi kronik atau disebut juga stunting. Data
WHO menyebutkan bahwa prevalensi stunting tertinggi berada pada wilayah Afrika dan
Asia. Indonesia termasuk dalam lima besar negara di dunia untuk jumlah stunting pada anak-
anak, sekitar 37,2% anak di Indonesia menderita stunting. Pertumbuhan pada masa ini
penting karena merupakan salah satu indikator kesehatan di masa dewasa .(Sukmawati et al.,
2018)

4. MALNUTRISI

Gizi buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius. Berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah antara lain melalui revitalisasi Posyandu dalam meningkatkan cakupan
penimbangan balita, penyuluhan dan pendampingan, pemberian Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) atau Pemberian Makanan Tambahan (PMT), peningkatan akses dan mutu
pelayanan gizi melalui tata laksana gizi buruk di Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit,
penanggulangan penyakit menular dan pemberdayaan masyarakat melalui Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi).(dr. Ina Hernawati, 2008)

Keadaan gizi yang baik merupakan syarat utama kesehatan dan berdampak terhadap
kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk menurut World Health Organization (WHO)
ditentukan berdasarkan indikator antropometri berat badan menurut tinggi atau panjang
badan (BB/TB) dengan z-skor BB/TB <-3 SD dan ada atau tidaknya odema.(Oktavia et al.,
2017)

Persoalan gizi dalam pembangunan kependudukan masih merupakan persoalan yang


dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.1,2 Oleh karena itu,
persoalan ini menjadi salah satu butir penting yang menjadi kesepakatan global dalam
Milleneum Development Goals (MDGs). Setiap negara secara bertahap harus mampu
menguranggi jumlah balita yang bergizi buruk atau gizi kurang sehingga mencapai 15 persen
pada tahun 2015.(Saputra & Nurrizka, 2013)

Pada tahun 2010, sebanyak 103 juta anak berusia di bawah lima tahun di negara
berkembang mengalami underweight atau berat badan terlalu rendah.3 Prevalensi balita yang
mengalami masalah gizi berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di Indonesia pada tahun
2010 meliputi kasus gizi kurang 13,0% dan gizi buruk 4,9%. Prevalensi di Sumatera Barat
menunjukkan kasus gizi kurang 14,4% dan gizi buruk 2,8%.4 Data tersebut memperlihatkan
bahwa jumlah balita dengan status gizi kurang di Sumatera Barat masih tinggi di atas
persentase rata-rata Indonesia. Berdasarkan hasil pemantauan status gizi Dinas Kesehatan
Kota Padang pada tahun 2011, didapatkan prevalensi balita gizi kurang dengan indikator
BB/U sebesar 10,6% dan balita gizi buruk 1,7%.(Rosari et al., 2013)

Gizi buruk merupakan masalah yang masih menjadi perhatian utama hingga saat ini,
terutama di negara-negara berkembang. Tercatat sekitar sepertiga dari populasi balita yang
ada di negara-negara berkembang mengalami masalah gizi buruk. Jika dapat bertahan hingga
dewasa, mereka akan beresiko mengalami perkembangan kognitif yang buruk dan
produktivitas yang rendah (Smith dan Haddad, 2000). Yang lebih buruk, gizi buruk dapat
menyebabkan kematian. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat anak- anak ialah
generasi penerus bangsa.(Ramadani et al., 2013)

Penelitian yang dilakukan oleh Malik (2008) juga menyatakan bahwa kondisi gigi yang
berdesakan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya gingivitis. Sisa makanan yang
tersangkut pada gigi yang berjejal mengakibatkan sulitnya saliva membersihkan sisa makan
tersebut. Apabila penyikatan gigi tidak dilakukan dengan baik dan benar maka sisa makanan
tersebut mengakibatkan terjadinya penmpikan plak yang berlebihan yang bila dibiarkan
terlalu lama akan menyebabkan terjadinya gingivitis. Hal ini diperkuat oleh penelitian Hartati
(2011) yang menyatakan bahwa dari total 38 responden ibu hamil yang mengalami gingivitis,
sebesar 15,8% memiliki susunan gigi tidak teratur (crowding). (Nataris & Santik, 2017)

Pada hakekatnya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah dengan meningkatkan


kualitas manusia. Gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang diperlukan untuk
menghasilkan manusia yang berkualitas. Upaya meningkatkan SDM seharusnya dimulai
sedini mungkin sejak janin dalam kandungan. Bila keadaan kesehatan dan status gizi ibu
hamil baik, maka besar peluang janin yang dikandungnya akan baik dan keselamatan ibu
sewaktu melahirkan akan terjamin (Mawaddah dan Hardinsyah, 2008). Sesuai dengan yang
diungkapkan Kartikasari et al (2011), bahwa status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada
masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup
bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain, kualitas bayi yang dilahirkansangat
bergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.(Muhamad et al., 2017)

5. KVA

Vitamin A merupakan salah satu gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan
dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (essensial),
berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit . Hasil kajian berbagai studi menyatakan bahwa vitamin A merupakan zat gizi yang
essensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting dan konsumsi makanan kita
cenderung belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari luar.
(Tecnológico, 2018)

Vitamin A, vitamin C, dan zink berfungsi untuk pemeliharaan kesehatan dan


kelangsungan hidup melalui sistem imunitas. Kekurangan vitamin A, vitamin C, dan zink
dapat meningkatkan risiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran
pernapasan, diare, dan demam. Di samping itu, meningkatnya penyakit infeksi dapat
menyebabkan keterlambatan pertumbuhan. Kekurangan vitamin A pada populasi dapat
dilakukan pemeriksaan secara biokimia dengan pemeriksaan serum retinol darah. Indikator
defi siensi vitamin A antara lain dapat dilihat dari konsentrasi retinol. Anak- anak
kekurangan vitamin A berisiko terhadap penyakit pernapasan dan meningkatkan keparahan
penyakit diare. Berdasarkan pertimbangan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pengaruh suplementasi vitamin A dan asupan zat gizi dengan serum
retinol dan morbiditas anak usia 1-3 tahun di Jawa Tengah.(Elvandari et al., 2017)
Vitamin A memberikan manfaat untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan,
sangat berguna bagi tumbuh kembang manusia, berperan terhadap sistim kekebalan tubuh,
mempertahankan tubuh terhadap infeksi seperti campak, diare, dan ISPA Kekurangan
vitamin A dapat meyebabkan gangguan seperti xerofthalmia, kerusakan kornea, buta senja,
dan kebutaan pada anak-anak, meningkatkan keparahan penyakit menular, dan risiko
kematian. (Maryani, 2019)

6. KEK PADA IBU HAMIL

Salah satu indikator tercukupinya kebutuhan zat gizi ibu hamil dapat diketahui dari
bertambahnya berat badan ibu setiap bulan. Status gizi yang memadai dan asupan makanan
yang baik selama prakonsepsi dan kehamilan telah diakui sebagai kontributor utama untuk
hasil kelahiran yang sehat. Status nutrisi pada wanita hamil, sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin saat dalam kandungan. Status nutrisi yang rendah
berkaitan dengan masalah kekurangan gizi. Sebagai negara berkembang masalah kekurangan
gizi masih menjadi masalah utama di masyarakat Indonesia. (Pastuty et al., 2018)

Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh cukup tidaknya konsumsi energi, protein dan zat
gizi lain, serta penyakit infeksi, kondisi sosial, pengetahuan, dan faktor daya beli keluarga
(Manoe, 2008). Faktor-faktor lain yang memengaruhi status gizi ibu hamil yaitu keadaan
sosioekonomi, fasilitas kesehatan, gizi ibu, jarak kelahiran, paritas, usia kehamilan pertama,
serta faktor budaya keluarga, seperti pola asuh, pola makan, frekuensi makan, dan musim.
Keadaan ekonomi sangat berpengaruh pada konsumsi pangan dan daya beli keluarga, karena
rendahnya daya beli mengakibatkan pemberian makanan kurang, akibatnya ibu mengalami
defisiensi gizi.(Anggraini, 2016)

Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita


mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun.
Risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita
mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK
bilamana LILA <23,5 cm.(Stephanie & Kartika, 2016)

Ibu hamil yang menderita KEK dapat menyebabkan keguguran, cacat bawaan, kematian
neonatal, bayi lahir mati dan berat bayi lahir rendah (BBLR).5 Data Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Semarang tahun 2015 menunjukkan angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2014
sebanyak 142 kasus dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 158 kasus. Salah satu penyebab
kematian bayi yaitu BBLR dengan persentase tertinggi dari tahun 2012 hingga tahun 2015.
(Duren, 2018)

7. GAKY

Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam derajat kesehatan
masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab
kematian terkait dengan gangguan selama masa kehamilan sehingga hal ini menjadi masalah
yang besar di Indonesia menurut Survey Data Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 disebutkan bahwa angka kematian ibu. Di Indonesia mencapai 228 per 100.000 dari
jumlah kelahiran hidup.(Laila, 2017)

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu penyakit dari
kekurangan gizi yang diakibatkan kurangnya pengkonsumsian yodium yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas manusia, karena dapat menurunkan
Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar. Hal ini didukung dari penelitian
Mutalazimah (2000:57) yang menunjukkan bahwa di daerah endemis GAKY di Desa Kriyan
Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman tidak ditemukan siswa yang mempunyai IQ di
atas rata-rata dan superior. Kekurangan yodium juga berakibat pada tinggi badan anak usia
sekolah dasar.(Hariyanti & Indrawati, 2013)

Rendahnya status gizi masyarakat yang dialami oleh banyak negara berkembang
termasuk Indonesia merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat dan
kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY) merupakan masalah serius karena diperkirakan pada saat ini terdapat sekitar 42 juta
penduduk Indonesia tinggal di daerah yang lingkungannya miskin yodium.(Patuti et al.,
2010)
DAFTAR PUSTAKA

Adani, F. Y., & Nindya, T. S. (2017). Perbedaan Asupan Energi, Protein, Zink, dan
Perkembangan pada Balita Stunting dan non Stunting. Amerta Nutrition, 1(2), 46.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1i2.6225

Ahmady, A., Hapzah, H., & Mariana, D. (2017). Penyuluhan Gizi Dan Pemberian Tablet Besi
Terhadap Pengetahuan Dan Kadar Hemoglobin Siswi Sekolah Menengah Atas Negeri Di
Mamuju. Jurnal Kesehatan Manarang, 2(1), 15. https://doi.org/10.33490/jkm.v2i1.8

Anggraini, Y. (2016). Pengaruh Demografi dan Sosioekonomi pada Kejadian Kekurangan


Energi Kronik Ibu Hamil di Kota Metro Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan, 4(2), 401–
408.

Bunga Widita Kartikasari, Mifbakhuddin, D. N. M. (2011). Hubungan Pendidikan, paritas, dan


Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Bangetayu
Kecamatan Genuk Kota Semarang Tahun 2011. Jurnal Unimus, 3, 2.

dr. Ina Hernawati, M. (2008). Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk. 1–30.

Duren, K. P. (2018). PENGARUH EDUKASI GIZI TERHADAP PENGETAHUAN DAN


PRAKTIK CALON IBU DALAM PENCEGAHAN KURANG ENERGI KRONIK IBU
HAMIL (Studi pada Pengantin Baru Wanita di Wilayah Kerja Puskesmas Duren,
Bandungan, Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(5), 370–377.

Elvandari, M., Briawan, D., & Tanziha, I. (2017). Suplementasi vitamin A dan asupan zat gizi
dengan serum retinol dan morbiditas anak 1-3 tahun. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 13(4),
179. https://doi.org/10.22146/ijcn.17938

Fikawati & Syafiq. (2019). Status Gizi Ibu dan Persepsi Ketidakcukupan Air Susu Ibu Maternal
Nutritional Status and Breast Milk Insufficiency Perception. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 6(6), 249–254.

Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia Defisiensi Besi. Jurnal. Kesehatan Masyarakat,
4(1202005126), 1–30.
Hariyanti, W., & Indrawati, V. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian GAKY pada
Anak Usia Sekolah Dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi. Ejournal Boga, 2(1),
150–158.

Laila, R. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekurangan Energi Kronik (Kek)
Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Belimbing Padang Factors Related To Chronic Energy
Deficiency (Ced) To Pregnant Woman in Belimbing Health Centre Padang. Jurnal
Kesehatan Medika Saintika, 8(1), 35–46. laila_sitiazzahra@yahoo.co.id

Mandagi, I. V. (2019). Hubungan tingkat pengetahuan anemia dengan kejadian anemia pada
ibu hamil. 2(April), 31–39. https://doi.org/10.31227/osf.io/pd53t

Maryani, D. (2019). Suplementasi Vitamin A bagi Ibu Post Partum dan Bayi. Oksitosin,
Kebidanan, VI(1), 9–15.

Muhamad, Z., Hamalding, H., Ahmad, H., Kesehatan, I., Muhammadiyah, U., Kesehatan, F.,
Universitas, M., Timur, I., Tinggi, S., Kesehatan, I., & Makassar, Y. (2017). PULUBALA
KABUPATEN GORONTALO Analysis of Dietary Pattern on Pregnant Mother ’ s with
Chronic Energy Defisiency ( CED ) in Health Centre Of Pulubala Gorontalo District.
Jurnal Edu Health, 1, 48–57.

Nataris, A. S., & Santik, Y. D. P. (2017). Faktor Kejadian Gingivitis pada Ibu Hamil. Higeia
Journal of Public Health, 1(3), 117–128.

Oktavia, S., Widajanti, L., & Aruben, R. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Gizi Buruk Pada Balita Di Kota Semarang Tahun 2017 (Studi Di Rumah Pemulihan
Gizi Banyumanik Kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(3), 186–
192.

Pastuty, R., Km, R., Herawati, T., Kemenkes, P., & Kebidanan, P. J. (2018). Efektifitas Program
Pemberian Makanan Tambahan-Pemulihan Pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronik Di Kota
Palembang Effectiveness the Recovery Program of Food Suplement Towards Pregnancy
Women With Chronic Energy Deficiency in Palembang City. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 9(3), 179–188.
Patuti, N., Sudargo, T., & Wachid, D. N. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian GAKY pada anak sekolah dasar di pinggiran pantai Kota Palu Provinsi Sulawesi
Tengah. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 7(1), 17. https://doi.org/10.22146/ijcn.17611

Picauly, I., & Toy, S. M. (2013). Analisis Determinan Dan Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi
Belajar Anak Sekolah Di Kupang Dan Sumba Timur, Ntt. Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(1),
55. https://doi.org/10.25182/jgp.2013.8.1.55-62

Pratiwi, A. dan kk. (2017). Hubungan Gaya Hidup Dengan Obesitas Pada Remaja Smp Sederjat.
Jurnal Ilmiah Keperawatan, Vol 3(No 2), 1–8. lifestyle

Ramadani, I. R., Rahmawati, R., & Hoyyi, A. (2013). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
gizi buruk balita di Jawa Tengah dengan model Spatial Durbin Model. Jurnal Gaussian,
2(4), 333–342.

Rosari, A., Rini, E. A., & Masrul, M. (2013). Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
2(3), 11. https://doi.org/10.25077/jka.v2i3.138

Saputra, W., & Nurrizka, R. H. (2013). Demographic Factors and the Risk of Malnutrition and
Nutrition for Less at Three Different Communities in West Sumatra. Makara Journal of
Health Research, 16(2). https://doi.org/10.7454/msk.v16i2.1636

Sari, D. (2016). Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri di Wilayah Kabupaten Banyumas. Jurnal
Kesmas Indonesia, 8(1), 16–31.
http://jos.unsoed.ac.id/index.php/kesmasindo/article/view/138/127

Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 275.
https://doi.org/10.25077/jka.v7.i2.p275-284.2018

Stephanie, P., & Kartika, S. (2016). Gambaran Kejadian Kurang Energi Kronik Dan Pola Makan
Wanita Usia Subur Di Desa Pesinggahan Kecamatan Dawan Klungkung Bali 2014. E-
Jurnal Medika Udayana, 5(6), 1–6.
Sukmawati, Hendrayati, Chaerunnimah, & Nurhumaira. (2018). Status Gizi Ibu Saat Hamil,
Berat Badan Lahir Bayi dengan Stunting Pada Balita. Media Gizi Pangan, 25, 18–25.

Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2017). Analisis Pola Makan Dan Anemia Gizi Besi Pada
Remaja Putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 11.
https://doi.org/10.24893/jkma.v10i1.157

Tecnológico, T. Y. (2018). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指


標に関する共分散構造分析 Title. 2(1), 1–26.

Uswatun Hasanah. (2015). Hubungan Anemia Defisiensi Zat Gizi Besi dengan Hasil Belajar
Biokimia Mahasiswa Biologi FMIPA UNIMED Tahun 2014. Jurnal Keluarga Sehat
Sejahtera, 13(25), 29–36.

Yongky, Y., Hardinsyah, H., Gulardi, G., & Marhamah, M. (2009). Status Gizi Awal Kehamilan
Dan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Kaitannya Dengan Bblr. Jurnal Gizi Dan
Pangan, 4(1), 8. https://doi.org/10.25182/jgp.2009.4.1.8-12

Anda mungkin juga menyukai