STUNTING DI INDONESIA
Dosen Pengampuh:
Abd. Majid HR. Lagu, SKM.,M.Kes
Oleh Kelompok 2:
A. Pengertian Stunting
Stunting merupakan masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan
banyaknya kasus gizi kurang. Salah satu dampak keadaan status gizi adalah malnutrisi.
stunting ialah keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa
lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. (Sutarto, Mayasari, &
Indriyani, 2018). Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut
umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada
buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya. (Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2018). Stunting adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru nampak
setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted)
adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study)
2006. Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Secara global, sekitar 1 dari 4 anak
mengalami stunting (UNICEF, 2013).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010, Balita yang
dikatakan pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan
panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan
standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006. Anak balita
dikatakan stunting apabila memiliki nilai z-score kurang dari -2SD/standar deviasi
(stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted). Stunting dapat menimbulkan beberapa
dampak buruk lainnya. Dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolism dalam tubuh.
Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah
sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung
dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (Kemenkes RI, 2016).
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah
gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8
juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%.
Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di
Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di
Asia Tengah (0,9%).
Dibawah ini merupakan tabel hasil riskesdas 2018 terkait dengan stunting (Gambar 1.1)
B. Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat
dilakukan antara lain dengan cara :
D. Manajemen Solusi
Berdasarkan kajian literature yang kami lakukan, diperoleh beberapa manajemen solusi
yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah stunting di Indonesia:
1. Peningkatan pemahaman dapat tercapai melalui pemberian infromasi kesehatan dengan
model pendekatan yang tepat salah satunya pendidikan kesehatan. Tingkat pemahaman
keluarga yang baik, akan mempengaruhi sikap dan tindakan keluarga dalam upaya
pencegahan masalah kesehatan, sehingga masalah kesehatan dapat teratasi dan terjadi
peningkatan derajat kesehatan pada keluarga. Pengetahuan keluarga tentang nutrisi
memiliki peranan penting dalam keluarga melakukan manajemen nutrisi pada balita dengan
stunting. Hal tersebut akan mempengaruhi perilaku keluarga dalam memilih jenis makanan
dan kuantitas makanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan asupan nutrisi balita
stunting. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Friedman (2010), yang menyatakan
bahwa jika keluarga memiliki tingkat pengetahuan yang baik, maka akan mensukseskan
keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya meliputi:
a. keluarga mampu mengenal masalah kesehatan tentang stunting,
b. keluarga mampu memutuskan tindakan perawatan yaitu pemberian nutrisi yang tepat
pada balita stunting,
c. keluarga mampu melakukan modifikasi jenis nutrisi yang diberikan pada balita
stunting,
d. dan keluarga mampu memanfaatkan sumber daya di lingkungan guna menunjang
pelaksanaan tindakan perawatan pada balita stunting
2. kader posyandu sangat berpengaruh dalam membentuk pengetahuan ibu yang baik terkait
stunting. Kader posyandu juga merupakan penggerak utama seluruh kegiatan yang
dilaksanakan di posyandu. Keberadaan kader penting dan strategis, ketika pelayanan yang
diberikan mendapat simpati dari masyarakat akan menimbulkan implikasi positif terhadap
kepedulian dan partisipasi masyarakat. Salah satu permasalahan posyandu yang paling
mendasar adalah rendahnya tingkat pengetahuan kader baik dari sisi akademis maupun
teknis, karena itu untuk dapat memberikan pelayanan optimal di posyandu, diperlukan
penyesuaian pengetahuan dan keterampilan kader, sehingga mampu melaksanakan kegiatan
posyandu sesuai norma, standar, prosedur dan kriteria pegembangan posyandu. Kader perlu
mendapatkan bekal pengetahuan dan keterampilan yang benar dalam melakukan
penimbangan, pelayanan dan konseling atau penyuluhan gizi. Penguatan peran kader
posyandu sebagai garda terdepan menjadi salah satu kunci utama penanganan stunting.
3. Intervensi untuk menurunkan anak pendek (stunting) harus dimulai secara tepat sebelum
kelahiran, dengan pelayanan pranatal dan gizi ibu, dan berlanjut hingga usia dua tahun.
Proses untuk menjadi seorang anak bertubuh pendek – yang disebut kegagalan pertumbuhan
(growth faltering) - dimulai dalam rahim, hingga usia dua tahun. Pada saat anak melewati
usia dua tahun, sudah terlambat untuk memperbaiki kerusakan pada tahun-tahun awal. Oleh
karena itu, status kesehatan dan gizi ibu merupakan penentu penting stunting pada anak-
anak. Pemantauan dan deteksi stunting anak usia dini merupakan hal yang wajib dilakukan
sedini mungkin.
E. Kesimpulan
Untuk mencegah masalah stunting dibutuhkan upaya yang bersifat holistik dan saling
terintegrasi. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 harus disikapi dengan koordinasi yang
kuat di tingkat pusat dan aturan main dan teknis yang jelas di tingkat provinsi, kabupaten/kota,
hingga pelaksana ujung tombak. Diseminasi informasi dan advokasi perlu dilakukan oleh unit
teknis kepada stake holders lintas sektor dan pemangku kepentingan lain pada tingkatan yang
sama. Untuk jajaran struktural kebawahnya perlu dilakukan knowledge transfer dan edukasi
agar mampu menjelaskan dan melakukan pemberdayaan dalam meningkatkan status gizi
masyarakat.
Selanjutnya, perlu penguatan sistem agar 1000 HPK dapat menjadi bagian dari budaya
dan kehidupan sosial di masyarakat (misal: ibu merasa malu bila tidak memberikan ASI secara
eksklusif kepada bayinya). Selanjutnya, informasi mengenai ASI eksklusif, untung-ruginya
menyusui bayi sendiri hingga menjadi donor ASI dapat dikembangkan melalui kelas ibu hamil.
Dengan demikian, motivasi ibu untuk menyusui bayinya muncul karena kesadaran, bukan
karena dipaksa.
Pengetahuan ibu sebelum kehamilan atau sebelum menjadi pengantin (calon
pengantin) merupakan target strategis yang paling memungkinkan untuk memberikan daya
ungkit. Kursus singkat menjelang perkawinan harus dijadikan prasyarat untuk memperoleh
surat nikah. Intervensi ini dapat menjadi bekal ibu sebelum hamil agar menjaga kehamilannya
sejak dini, dimana tumbuh kembang kognitif janin terbentuk pada trimester pertama
kehamilan. Status gizi dan kesehatan ibu hamil yang optimal akan melahirkan bayi yang sehat.
Bayi yang lahir sehat dan dirawat dengan benar melalui pemberian ASI eksklusif, pola asuh
sehat dengan memberikan imunisasi yang lengkap, mendapatkan makanan pendamping ASI
(MPASI) yang berkualitas dengan kuantitas yang cukup dan periode yang tepat.
Generasi yang tumbuh optimal alias tidak stunting memiliki tingkat kecerdasan yang
lebih baik, akan memberikan daya saing yang baik dibidang pembangunan dan ekonomi.
Disamping itu, pertumbuhan optimal dapat mengurangi beban terhadap risiko penyakit
degeneratif sebagai dampak sisa yang terbawa dari dalam kandungan. Penyakit degeneratif
seperti diabetes, hipertensi, jantung, ginjal merupakan penyakit yang membutuhkan biaya
pengobatan tinggi. Dengan demikian, bila pertumbuhan stunting dapat dicegah, maka
diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik, tanpa dibebani oleh biaya-biaya pengobatan
terhadap penyakit degeneratif.
DAFTAR PUSTAKA
Bank, W. (2014). Better Growth through Improved Sanitation and Hygiene Practices.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). CEGAH STUNTING ITU PENTING.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. (2018). PEDOMAN PELAKSANAAN
INTERVENSI PENURUNAN STUNTING TERINTEGRASI DI KABUPATEN/ KOTA. Jakarta.
Mitra, M. (2015). Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah Terjadinya
Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). Jurnal Kesehatann Komunitas, 254-261.
Nisa, L. S. (2018). KEBIJAKAN PENANGGULANGAN STUNTING DI INDONESIA. Jurnal
Kebijakan Pembangunan, 173-179.
Sutarto, Mayasari, D., & Indriyani, R. (2018). Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya.
AGROMEDICINE UNILA, 540-545.
Yuliani, E., Immawanti, I., Yunding, J., Irfan, I., Haerianti, M. and Nurpadila, N., 2018. PELATIHAN
KADER KESEHATAN DETEKSI DINI STUNTING PADA BALITA DI DESA BETTENG:
Health Cadre Training About Early Detection Of Stunting Toddler In Betteng Village. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Kesehatan, 4(2), pp.41-46.
Wicaksono, K.E. and Alfianto, A.G., 2020. DAMPAK POSITIF PENDIDIKAN KESEHATAN
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DALAM MANAJEMEN NUTRISI
BALITA STUNTING. In Conference on Innovation and Application of Science and Technology
(CIASTECH) (Vol. 3, No. 1, pp. 981-986).
Himawaty, A., 2020. Pemberdayaan Kader dan Ibu Baduta untuk Mencegah Stunting di Desa Pilangsari
Kabupaten Bojonegoro. IKESMA, 16(2), pp.77-86.