Anda di halaman 1dari 24

BAB 11.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang stunting

1. Definisi

Stunting didefinisikan sebagai tinggi badan menurut umur usia di bawah -2

standar median kurva pertumbuhan anak WHO (WHO,2010). Stunting merupakan

kondisi kronis buruknya pertumbuhan linear seorang anak yang merupakan

akumulasi dampak berbagai faktor seperti buruknya gizi dan kesehatan sebelum dan

setelah kelahiran anak tersebut (El Taguri et al., (2008, WHO 2010)). Hal yang sama

juga menurut Schmidt (2014) yang menyatakan bahwa stunting merupakan dapak

dari kurang gizi yang terjadi dalam periode waktu yang ama yang pada akhirnya

menyebabkan penghambatan pertumbuhan liner (Schmidt, 2014).

Menurut Dr. Meta Hanindita, Sp.A. (2018), Stunting (pendek berdasarkan

umur) adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2SD)

berdasarkan umur dan tabel status gizi WHO child Growth Standart. Stunting dapat

terjadi sejak Janin masih berada dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia

dua tahun. Batita perempuan mencapai 50% tinggi badan dewasanya pada usia 18

bulan, sedangkan batita laki-laki pada usia dua tahun. Stunting terjadi karena anak

mengalami masalah nutrisi, berat badannya akan sulit naik. Lama-kelamaan tinggi

badannya pun akan berkompensasi dengan tidak naik.


Menurut Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes. dkk(2018). Stunting atau pendek

merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-59

bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama

kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Balita dikatakan pendek jika

nilai z-score-nya panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut

umur (TB/U) kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD

(severaly stunted) . balita stunted akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,

menjadi lebih rentan terhadap penyakit, dan di masa depan dapat beresiko

menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya, secara luas, stunting akan dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan.

2. Etiologi

Stunting disebabkan oleh factor multidimensi, diantaranya praktik pengasuhan

gizi yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan

gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta ibu melahirkan. Intervensi yang paling

menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting perlu dilakukan pada 1.000

hari pertama kehidupan(HPK) dari anak balita. Peluang intervensi kunci yang terbukti

efektif di antaranya adalah intervensi yang terkait praktik-praktik pemberian makanan

anak dan pemenuhan gizi ibu. Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes. dkk(2018).
3. Epidemiologi

Menurut Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH.(2017).Diperkiakan dari 171 juta

anak stunting di seluruh dunia, 167 juta anak (98%) hidup di negara berkembang (de

Onis et al., 2011). UNICEF menyatakan bahwa pada 2011, 1 dari 4 anak balita

mengaami stunting (UNICEF, 2013. Selanjutnya, diprediksi akan ada 127 juta anak

di bawah 5 tahun yang stunting pada tahun 2025 nanti jika tren sekarang berlanjut

(WHO,2012).WHO memiliki target global untuk menurunkan angka stunting balita

sebesar 40% pada tahun 2025. Namun kondisi saat ini menunjukkan bahwa target

penurunan yang dicapai hanya sebesar 26% (de Onis et al., 2013).

Di Indonesia, saat ini stunting yang besar merupakan masalah kesehatan

dengan prevalensi nasional 37,2% (Riskesdas,2013). Dari 10 orang anak sekitar 3-4

orang anak balita mengalami stunting (Zahraini,2013). Indonesia adalah salah satu

dari 3 negara dengan prevalensi stunting tertinggi di Asia Tenggara. Penurunan angka

kejadia stunting di Indonesia tidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan

Myanmar, Kamboja, dan Vietnam. Bahkan pada 2013 prevalensi stunting di

Indonesia justru mengalami peningkatan. Berdasarkan data dikemukakan pada 2014,

lebih dari 9 juta anak di Indonesia mengalami stunting (Chaparro, Oot & Sethuraman,

2014.
4. Dampak

Stunting pada masa anak-anak berdampak pada tinggi badan yang pendek dan

penurunan pendapatan saat dewasa, rendahnya angka masuk sekolah, dan penurunan

berat lahir keturunannya kelak (Victoria et al., 2008). World Bank pada 2006 juga

menyatakan bahwa stunting yang merupakan malnutrisi kronis yang terjadi di dalam

rahim dan yang merupakan malnutrisi kronis yang terjadi di dalam rahim dan selama

dua tahun pertama kehidupan anak dapat mengakibatkan rendahnya intelijensi dan

turunnya kapasitas fisik yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas,

perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan perpanjangan kemiskinan. Selain itu stunting

juga dapat berdampak pada sistem kekebalan tubuh yang lemah dan kerentanan

terhadap penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker serta

gangguan reproduksi maternal di masa dewasa (Dewey & Begum, 2011).

5. Intervensi

Menurut Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes. dkk(2018).Pencegahan stunting

dilakukan melalui intervensi gizi spesifik yang dilakukan yang ditunjukan dalam

1000 hari pertama kehidupan (HPK). Intervensi gizi spesifik untuk mengatasi

permasalahan gizi pada ibu hami, ibu menyusui 0-6 bulan, ibu menyusui 7-23 bulan,

anak usia 0-6 bulan , dan anak usia 7-23 bulan. Permasalahan gizi ini bisa diatasi

ketika mereka memahami masalahnya dan mengetahui cara mengatasinya sesuai

dengan kondisi masing-masing. Pemberian konseling gizi kepada individu dan


keluarga dapat membantu untuk mengenali masalah kesehatan terkait gizi,

memahami penyebab terjadinya masalah gizi, dan membantu individu serta keluarga

memecahkan masalahnya sehingga terjadi perubahan perilaku untuk dapat

menerapkan perubahan perilaku makan yang telah disepakati bersama.

Intervensi untuk menurunkan angka kejadian stunting seharusnya dimulai

sebelum kelahiran melalui perinatal care dan gizi ibu, kemudian intervensi tersebut

dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. (UNICEF,2012). Pencegahan kurang gizi

pada ibu dan anak merupakan intervensi jangka panjang yang dapat memberi dampak

baik pada generasi sekarang dan generasi selanjutnya (Victoria et a., 2008).

Pada saat hamil, status gizi ibu perlu mendapat perhatian lebih, hal ini dapat

dilakukan melalui ANC. Ibu hamil harus mendapatkan gizi yang baik, apabila

kondisinya sangat kurus atau mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) perlu

diberikan makanan tambahan. Pada saat kelahiran, bayi harus langsung diberi Inisiasi

Menyusui Dini(IMD) dan setelah itu diteruskan dengan pemberian ASI Ekslusif

sampai dengan usia 6 bulan. Mulai usia 6 bulan, bayi dapat muai diberi makanan

pendamping ASI dapat terus dilakukan sampai anak berusia 2 tahun. Selain itu, bayi

dan anak juga diharapkan memperoleh kapsul vitamin A, taburia, dan imunisasi dasar

lengkap (Zahraini,2013).
Fikawati, Syafiq & Karima (2015). Menyatakan bahwa pertumbuhan bayi

diberikan ASI Eksklusif kurang optimal bila status gizi atau asupan energinya kurang

selama sedang menyusui.

DAFTAR PUSTAKA

Sandra fikawati, dkk (2017). Gizi Anak dan Remaja. Depok

PERSAGI(Persatuan Ahli Gizi Indonesia)., Dr. Rita Ramayulis, dkk.(2018). Stop

Stunting dengan Konseling Gizi.Jakarta


B. Jarak kelahiran

Terkadang kehamilan menghabiskan cadangan gizi tertentu dalam tubuh

seperti kalsium dan zat besi. Untuk mengisi cadangan tersebut agar tidak terjadi

kekurangan gizi diperlukan waktu yang cukup di antaranya kehamilan. Akan tetapi,

jika kehamilan sangat dekat dengan kelahiran sebelumnya, cadangan bisa habis dan

memerlukan kalori dan zat gizi tambahan. Lamanya waktu yang dibutuhkan di antara

kehamilan untuk memperbaiki kekurangan cadangan tersebut bergantung pada status

gizi secara keseluruhan dan kualitas asupan makanan, (Brock, 2005).

Apabila seseorang wanita mempunyai jarak kehamilan 2 tahun atau lebih

mereka akan mempunyai status besi yang cukup untuk kehamilan berikutnya.

Kehamilan yang berulang dalam waktu yang singkat menyebabkan cadangan zat besi

yang belum pulih, akhirnya terkuras untuk keperuan Janin yang dikandung.

(Bowman, dkk., 2001). Selain itu, jarak kehamilan yang kurang dari 2 tahun, rahim

dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik sehingga akan berdampak pada

pertumbuhan janin yang kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau

pendarahan, (Depkes RI; Depdagri; Tim Penggerak PKK; dan WHO, 1999).

Hasil peneitian Aminah (2002) membuktikan, bahwa jarak kehamilan kurang

dari 2 tahun mempunyai resiko 21.36 kali untuk mengalami anemia dibandingkan

yang melahirkan dengan jarak ≥ 2 tahun. Demikian pula dengan hasil penelitian
Irwansyah (2005) di Samarinda, menemukan ibu hamil berisiko mengalami anemia

sebesar 8,33 kali yang mempunyai jarak kelahiran kurang dari 2 tahun.

Perbedaan jarak kelahiran akan memberi pengaruh terhadap ukuran bayi. Bayi

yang lahir dengan jarak yang sangat dekat dengan anak sebelumnya cenderung

memiliki berat badan yang rendah (low birth). Hal ini terjadi karena kondisi

kesehatan ibu yang lemah. Setelah melahirkan anak pertama, fit dan sehat kembali.

Tetapi karena tak mampu menjaga jarak kelahiran dengan anak sebelumnya dan

harus mengandung janin (bayi) lagi, maka kondisi kesehatan fisik ibu semakin

lemah. Dengan demikian bila ibu tersebut mengandung lagi akan menyebabkan

kelahiran bayi yang akan memiliki berat badan rendah.

a. Menjaga Jarak Kehamilan Bagi Ibu dan Anak

Kini anak pertama anda telah memasuki usia satu tahun, tak heran jika anda

menginginkan kehadiran anak kedua dalam jarak yang dekat dengan anak pertama,

diharapkan kehadiran anak kedua dapat menjalin hubungan dekat dengan anak

pertama anda. Namun sebenarnya jarak antara anak pertama dengan kedua yang

terlalu dekat tidak disarankan dikarenakan akan berpengaruh pada fisik dan psikologi

anak dan ibu.

Jarak kehamilan yang dianjurkan pada ibu hami yang ideal dihitung dari sejak

ibu persalinan hingga akan memasuki masa hamil selanjutnya yaitu 2-5 tahun. Hal

ini didasarkan karena beberapa pertimbangan yang akan berpengaruh pada ibu dan
anak. Apalagi bagi anda yang mmengalami operasi sesar pada persalinan

sebelumnya, pemulihan pasca operasi sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu

jarak kehamilan yang terlalu dekat akan menimbulkan risiko masalah pada janin

yang di kandung.

Berikut adalah maanfat menjaga jarak kehamian yang ideal bagi ibu dan anak:

1. Pemulihan persalinan bagi kesehatan ibu

Dengan minimal waktu dua tahun memungkinkan ibu melakukan persiapan

kehamilan. Dalam mempersiapkan kehamilan selanjutnya ibu harus mempersiapkan

kesehatan yang sempat mengalami penurunan setelah merawat bayi sebeumnya,

selain itu ibu harus mengalami beberapa pemulihan khusus seperti pada ibu hamil

yang melakukan operasi sesar sebelumnya sebaiknya berkonsultasi pada doktek

ketika akan memasuki kehamilan selanjutnya. Tak kalah penting dalam mengontrol

kesehatan ibu hamil yang berisiko di kehamilan seperti hipertensi, diabetes, dan lain-

lain.

2. Menjaga kesehatan bayi

Menjaga jarak kehamilan ideal (2-5 tahun) akan membuat potensi yang baik

untuk kehamilan selanjutnya salah satunya adalah menhindari anak lahir dengan

berat badan yang rendah dan juga mengindari kelainan pada janin. Selain itu dua

tahun memungkinkan untuk mempersiapkan air susu ibu. Dengan persiapan ASI

maka akan berpengaruh positif bagi kesehatan dan kecerdasan, sedangkan bagi anda
yang merencanakan kehamilan terlalu dekat maka akan berdampak pada kurangnya

nutrisi dari ASI pada anak pertama atau anak selanjutnya.

3. Menghindari risiko nutritional deficiencies

Dengan merencanakan kehamilan pada jarak yang ideal maka akan mengurangi

risiko nutritional deficiencies atau kurang gizi teruatama kekurangan zat besi. Hal ini

akan membantu anda dalam mengurangi risiko stress pada saat hamil. Bahkan hal ini

pula disebabkankarena kondisi ibu yang merencanakan kehamilan terlalu cepat belum

pulih dari kondisi sebelumnya sehingga belum dapat maksimal dalam pembentukan

cadangan makanan bagi janin dan sendirinya.

4. Manfaat dalam menjaga hubungan antara anak dan ibu

Perhitungan yang tidak kalah penting dalam mempersiapkan jarak kehamilan yang

ideal adalah factor psikologis anak dan orangtua.

DAFTAR PUSTAKA

Koes Irianto. (2014). Panduan Lengkap Biologi Reproduksi Manusia Human

Reproductive Biology.Bandung
C. Penyakit infeski (Diare)

1. Definisi

Diare atau garstroenteritis akut adalah buang air dalam bentuk cair hingga

lebih dari 3x dalam sehari, dan belangsung seama dua hari atau lebih. Diare adalah

salah satu gangguan perut yang sering dialami oleh anak, terutama bayi dan balita.

WHO menyebutkan bahwa diare menjadi penyebab utama nomor satu kematian

balita di seuruh dunia. Sedangkan di Indonesia, diare menjadi pembunuh balita

nomor dua setelah ISPA(infeksi Saluran Penapasan Akut).

Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Buangan besar

yang tidak normal dan bentuk tinja yang cair dengan frekuensi yang lebih banyak

dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3x buang air sedangkan

neonates dikatakan diare balita yang sudah lebih dari 4x buang air besar.

Menurut A. Azis Aimul Hidayat (2008). Diare merupakan suatu keadaan

pengeluaran tinjak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang

terjadi berupa peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa

lender darah, seperti lebih dari 3x kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4x/hari.
2. Etiologi

a. infeksi

Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk

kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak

sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga

terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan

gangguan fungsi intestinal daam absorpsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri

juga akan menyebabkan system transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga sel

mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

a. Enternal yaitu infeksi yang terjadi dalam sauran percernaan yang merupakan

penyebab utama terjadinya diare yang meliputi:

infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella Campylobacter, Yersinia,

Aeromonas, dan sebagainya.

Infeksi virus Enterovirus (virus ECHO) Coxsaekre, Polomyeitis, Adenovirus,

Rotavirus, Astrovirus, dan sebagainya.

Infeksi parasit cacing: (Ascaris Irichiuris, Oxyuris, Strongylodies) Protozoa

(Entamoeba Histolytica, Giardia Lambia, Trochomonas hominis), jamur (Candida

Albicans)
b. Parental yaitu infeksi dibagaian tubuh lain diluar alat pencernaan. Misalnya OMA

(Otitis Media Akut). Tobngsilofatringitis, Bronkopneumia, Ensefalitis, dan

sebagainya.

b. Malabsorbsi

Merupakan kegagalan melakukan malabsorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotic

meningkat dan kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus

yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

a. Karbohidrat : disakarida (Intoleransi Laktosa, Maltose dan Sukrosa).Monosakarida

pada anak dan bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.

b. Lemak

c. Protein

3. Makanan

misalnya makanan yang sudah basi, beracun, dan makanan yang menimbulkan

alergi atau dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik

dan dapat terjadi peningkatan peristaltic usus yang akhirnya menyebabkan penurunan

kesempatan untuk meyerap makanan.

4. Psikologis, misalnya rasa takut atau cemas. Dapat mempengharui terjadinya

peningkatan peristaltic usus yang dapat mempengaharui proses penyerapan makanan.


Selain beberapa factor tersebut, kesehatan lingkungan, tingkat pendidikan,

pekerjaan orang tua, usia anak, asupan gizi, dan social ekonomi juga berpotensi

sebagai penyebab diare.(Fida dan Maya (2012).

Faktor

Infeksi Kuman masuk dan Toksin dalam Hipersekresi


berkembang dalam dindin usus halus air elektrolit
usus. (isi rongga)
usus
malabsorpsi Tekanan osmotik Pergeseran air meningkat
Isi rongga usus
meningkat dan elektrolit ke menigkat
rongga usus

Makanan Toksin tidak dapat Hiperperistaltik Kemampuan


diabsorpsi absorpsi
menurun

Psikologis Hiperperistaltik Kemampuan


absorpsi menurun

Diare

c. Pathogenesis

Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan timbulnya diare adalah :


1. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat gizi yang dapat diserap oleh tubuh akan

menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan

akan merangsang usus untuk mengeluarkan isis dari usus sehingga timbul diare.

2. Gangguan Sekresi

Akibat rangsangan tertentu, misalnya oleh toksin pada dinding usus yang akan

menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit yang berlebihan ke dalam rongga

usus, sehingga akan terjadi peningkatan-peningkatan isi dari rongga usus yang akan

merangsang pengeluaran isi dari rongga usus sehingga timbul diare.

3. Gangguan Molititas Usus

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi usus untuk

meyerap makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare. Tetapi apabila terjadi

keadaan yang sebaliknya yaitu penurunan dari peristaltic usus akan dapat

menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan didalam rongga usus sehingga

akan meyebabkan diare juga.

Pathogenesis Diare Akut

1. Maksudnya jasad jenik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil

melewati rintangan asam lambung.


2. Jasad renik tersebut akan berkembang biar (multiplikasi) di dalam usus halus.

3. dari jasar renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik)

4. Akibat toksin tersebut yang akan terjadi hipertensi yang selanjutnya akan

menimbulkan diare.

d. Komplikasi

1. Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan eektrolit yang dibagi menjadi :

a. dehidrasi ringan apabila <5% BB

b. Dehidrasi sedang apabila <5% BB – 10% BB

c. Dehidrasi berat apabila <10% BB – 15% BB

Renjatan hipovoemik akibat menurunnya volume darah, apabila penurunan volume

darah mencapai 15% BB – 25% BB akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

3. Hipokalemia dengan gejala yang muncu adalah materismus, hipotoni otot, emah,

braddikardia, perubahan pada pemeriksaan EXG.

4. Hipoglikemia

5.Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enizim laktosa karena krsh

vill mukosa usus halus.

6. Kejang.
7.Manutrisi energy protein karena selain diare dan muntah, biasanya penderita

mengalami kelaparan.

3. Manifestasi klinis terhadap Diare

Diare membuat anak kehilangan banyak cairan dan elektrolit dalam tubuhnya.

Jika caoran yang hilang tersebut tidak segera diganti, mereka akan mengalami

dehidrasi yang terbagi atas dehidrasi ringan, sedang dan berat.

Adapun berat atau ringannya diare dapat dicermati dari jenis dehidrasi, yang tanda-

tandanya adalah sebagai berikut:

- Tanda anak dengan dehidrasi ringan dan sedang : rewel, gelisah, terlihat sangat

haus sehingga jika diberi minuman akan dihabiskan dengan segera, mata terlihat

cekung, elastisitas kulit berkurang yang ditandai dengan lamanya waktu yang

diperlukan bagi kulit untuk kembai ke keadaan sebelumnya jika dilakukan tes

cubitan dikulit perut.

- Tanda anak dengan dehidrasi berat : terlihat sangat lesu atau lemah, mata tampak

sangat cekung, kesadaran berkurang atau bahkan tidak sadar, dibutuhkan waktu

yang sangat lama bagi kulit untuk kembali ke posisi semula saat dilakukan tes
cubitan dikulit perut. Khusus pada bayi yang mengalami dehidrasi berat, ubun-

ubun kepalanya jika diraba terasa cekung.

Diare memiliki banyak jenis. Berikut ini berbagi jenis diare dan tanda-tandanya.

- Diare cair akut

Lazim terjadi yang ditandai oleh BAB lebih dari tiga kali sehari dengan

berlangsung kurang dari dua minggu.

- Diare persisten

Jika diare berlangsung lama, melebihi dua minggu.

- Disentri

Jenis diare yang mana keluarnya tinja disertai darah atau lender.

- Kolera

Diare yang ditandai bentuk tinja seperti air cucian beras (putih keruh),

mengeluarkan bau busuk, berjumlah banyak dan sering, sehingga bayi atau balita

rentan mengalami dehidrasi berat.

- Diare terkait antibiotic

Diare yang merupakan efek dari ketidakcocokan terhadap antibiotic tertentu.

- Diare gizi buruk

Segala jenis diare yang disertai kondisi gizi buruk pada bayi dan balita,
e. Faktor Risiko Diare

Ketika seseorang anak mengalami diare dan muntah secara terus-menerus,

awalnya ia merasa haus karena telah terjadi dehidrasi (kekurangan cairan tubuh)

ringan, sehingga bibirnya terlihat kering. Selain itu, kulitnya menjadi keriput, serta

mata dan ubun-ubunnya cekung (pada anak yang berumur kurang dari 18 bulan).

Biasanya, dampak paling fatal dari dehidrasi ialah shock.

Apabila dehidrasi tidak mendapatkan penanganan yang tepat, maka bisa semakin

bertambah berat, sehingga menimbulkan gejala-gejala, seperti anak dehidrasi berat,

napasnya terasa sesak, bahkan bisa tidak sadarkan diri.

f. Penatalaksanaan Diare

Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, anak yang menderita diare,

perumbuhannya bisa terganggu, karena kurangnya asupan gizi. Bahkan, diare

dapat berakibat kematian bila dehidrasi tidak ditangani dengan baik. Sebenarnya,

sebagian besar diare bisa sembuh sendiri (self limiting disease), asalkan dicegah

terjadinya dehidrasi yang merupakan penyebab kematian.

Untuk menghindari akibat yang fatal, orang tua dan ahli kesehatan harus

melakukan pengobatan yang tepat dan akurat. Ada beberapa Prisip pengobatan

terhadap diare. Di antaranya ialah sebagai berikut :


1) Pemberian cairan (rehirdasi awal dan rumat)

ketika seorang anak mengalami diare, banyak cairan yang keluar dari

tubuhnya. Oleh karena itu, diperlukan penggantian cairan yan hiang atau yang

disebut rehidrasi. Pemberian cairan ini melalui mulut (diminum) maupun

infuse (jika anak mengalami dehidrasi berat).

2) Memberi Asupan Gizi yang Baik

Saat anak menderita diare, banyak zat yang dibutuhkan oeh tubuh dikeluarkan

bersama tinja. Oleh karena itu, makanan dan asupan nutrisi yang memadai

harus tetap diberikan agar anak memiliki energy yang cukup, sehingga dapat

membantu pemulihan kesehatannya.

3) Pemberian Obat-obatan seperlunya

Pemberian obat secara berlebihan bukanlah cara yang tepat daam mengatasi

diare yang diderita oleh anak. Bahkan, hal itu dapat mengakibatkan diare

kronis. Sebab, sebagian besar diare bisa disembuhkan tanpa pemberian

antibiotic dan antidiare.

Jumlah cairan yang diberikan tanpa dehidrasi adalah 100 ml/kg/BB/hr

sebanyak 1x setiap 2 jam. Diberikan 20% dalam 4 jam 1 dan sisanya adlibitum.

Jika setiap kali diare dan umur anak < 2th dibeikan ½ gelas

< 2-6 th diberikan 1 gelas


Anak besar diberikan 400 cc (2 gelas)

Pada dehidrasi dan diarenya 4x sehari maka diberikan cairan 25-100 ml/kgBB dalam

sehari atau setiap jam 2x.

Oralit diberikan pada kasus dehidrasi ringan-berat ± 100 ml/kg/BB/4-6 jam.

Beberapa cara membuat caairan RT:

1. LGG

2. Gula pasir 1 sendok the munjung.

3. Garam dapur halus ½ sendok teh + air masak/air the hangat 1 gelas.

4. Air tajin (21 + 5 gr garam)

a. cara tradisonal

3 liter air + 100 gr atau 6 sendok makan munjung beras dimasak selama 45’-60’.

Setelah masak air tajin (2L + 5gr garam)

b. Cara biasa

2 liter air + tepung beras 100 gr + 5 gr garam dimasak hingga mendidih dan akan

didapat air tajin.

Selain hal tersebut ASI tetap di berikan.


g. Pencegahan diare

Menurut Fida dan Maya (2012). Biasanya, diare menyebar dan menginfekksi

anak melalui empat factor, yaitu food, feces, fy dan finger. Oleh karena itu, untuk

mencegah agar penyakit ini tidak menyebar dan menular, cara yang paling

praktis adalah memutus rantai penularan tersebut. Faktor kebersihan menjadi

factor yang penting untuk menghindarkan anak dari penyakit diare.

Menurut Dr. Eiyta Ardinasari (2016). Diare dapat dicegah denan cara:

a. mencuci tangan memakai sabun dengan benar pada lima waktu penting,

yaitu :

- sebelum makan.

- setelah buang air besar.

- sebeum memegang bayi.

- setelah menceboki anak.

- sebelum menyiapkan makanan.

b. Meminum air yang sehat atau air yang telah diolah, seperti direbus, melalui

pemanasan dengan sinar matahari, atau proses klorinasi.

c. Mengelola sampah dengan baik agar makanan tidak tercemar.


6. Landasan Teori/Kerangka Konsep

Jarak Kehamilan Penyakit Infeksi


Diare

STUNTING
7. Hipotesis Penelitian

Hₒ : Tidak ada hubungan antara jarak kehamilan dan penyakit infeksi diare pada anak
2-5 Tahun di wilayah kerja Puskesmas Kotabangun Timur Desa Kotabangun
Kota Kotamobagu.

Hₐ: Ada hubungan antara jarak kehamilan dan penyakit infeksi diare pada anak 2-5
Tahun di wilayah kerja Puskesmas Kotabangun Timur Desa Kotabangun Kota
Kotamobagu.

Anda mungkin juga menyukai