Anda di halaman 1dari 3

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di

bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong
stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau
tinggi anak seumurnya(TNP2K, 2019)

Penyebab stunting diantaranya adalah(Tumilowicz, Beal and Neufeld, 2018) :

1. Pemenuhan nutrisi yang kurang pada masa pra konsepsi, kehamilan dan laktasi
Kebutuhan gizi untuk ibu hamil mengalami peningkatan dibandingkan dengan ketika tidak hamil.
Bila kebutuhan energi perempuan sebelum hamil sekitar 1.900 kkal/hari untuk usia 19—29
tahun dan 1.800 kkal untuk usia 30—49 tahun, maka kebutuhan ini akan bertambah sekitar 180
kkal/hari pada trimester I dan 300 kkal/hari pada trimester II dan III. Demikian juga dengan
kebutuhan protein, lemak, vitamin dan mineral, akan meningkat selama kehamilan. Berikut
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata (AKG, 2004) yang dianjurkan (per orang per hari) bagi
ibu hamil usia 19—29 tahun dengan BB/TB 52 kg/156 cm dan ibu hamil usia 30—49 tahun
dengan BB/TB 55 kg/156 cm.(Pritasari, Damayanti and Nugraheni, 2017)
Janin tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh ibunya dan
dari simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh ibunya. Selama hamil atau menyusui seorang
ibu harus menambah jumlah dan jenis makanan yang dimakan untuk mencukupi kebutuhan
pertumbuhan bayi dan kebutuhan ibu yang sedang mengandung bayinya serta untuk
memproduksi ASI. Bila makanan ibu sehari-hari tidak cukup mengandung zat gizi yang
dibutuhkan, maka janin atau bayi akan mengambil persediaan yang ada didalam tubuh ibunya,
seperti sel lemak ibu sebagai sumber kalori; zat besi dari simpanan di dalam tubuh ibu sebagai
sumber zat besi janin/bayi. Demikian juga beberapa zat gizi tertentu tidak disimpan di dalam
tubuh seperti vitamin C dan vitamin B yang banyak terdapat di dalam sayuran dan buahbuahan.
Sehubungan dengan hal itu, ibu harus mempunyai status gizi yang baik sebelum hamil dan
mengonsumsi makanan yang beranekaragam baik proporsi maupun jumlahnya(Rahayu, 2018)
2. Tinggi badan ibu yang kurang
Tinggi badan ibu yang kurang 4.78 kali lebih berisiko untuk memiliki keturunan stunting (OR
4.78;95% CI 1.5 to 15.28; P =0.04). hal ini diduga karena adanya genetika dan lingkungan
tumbuh yang dihuni ibu, seperti hygiene, intake pemenuhan nutrisi, dan kesehatan reproduksi.
Ibu dengan tinggi badan yang kurang cenderung mengalami anatomi tubuh yg kurang optimal
dan system metabolism yang mempengaruhi pertumbuhan janin, seperti rendahnya kadar
glukosa atau KEK. Hal ini memicu IGR yang menjadi factor utama terjadinya stunting setelah
lahir. (Manggala et al., 2018)
Banyak penelitian menyimpulkan bahwa tinggi badan orang tua sangat mempengaruhi kejadian
stunting pada anak. Salah satunya adalah penelitian di kota Semarang pada tahun 2011
menyimpulkan bahwa Ibu pendek (< 150 cm) merupakan faktor risiko stunting pada anak 1-2 th.
Ibu yang tubuhnya pendek mempunyai risiko untuk memiliki anak stunting 2,34 kali dibanding
ibu yang tinggi badannya normal. Ayah pendek (< 162 cm) merupakan faktor risiko stunting
pada anak 1-2 th. Ayah pendek berisiko mempunyai anak stunting 2,88 kali lebih besar
dibanding ayah yang tinggi badannya normal(Candra, 2020)
3. Infeksi
WHO menyatakan infeksi pada system pencernaan (diare, kebiasaan hidup yang tidak sehat)
infeksi pernafasan. Malaria dan penurunan nafsu makan dikarenakan infeksi dan inflamasi. Dari
segala kemungkinan diatas, hanya infeksi saluran pernafasan dan diare yang memiliki bukti
literasi dan terbukti memiliki pengaruh pada terjadinya anak stunting. (Tumilowicz, Beal and
Neufeld, 2018)
4. IUGR dan kelahiran preterm
Stunting sering terjadi sejak dalam kandungan dan terus berlanjut hingga kehidupan 2 tahun
pasca lahir. Pada masa di kandungan, WHO menjelaskan bahwa pertumbuhan dalam lahir
memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi stunting anak pasca lahir. (Onis and Branca,
2016)
5. Jarak antar kelahiran yang pendek
Jarak kelahiran mempengaruhi pola asuh orangtua terhadap anaknya. Jarak kelahiran dekat
membuat orangtua cenderung lebih kerepotan sehinga kurang optimal dalam merawat anak.
Hal ini disebabkan karena anak yang lebih tua belum mandiri dan masih memerlukan perhatian
yang sangat besar. Apalagi pada keluarga dengan status ekonomi kurang yang tidak mempunyai
pembantu atau pengasuh anak. Perawatan anak sepenuhnya hanya dilakukan oleh ibu seorang
diri, padahal ibu juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang lain. Akibatnya
asupan makanan anak kurang diperhatikan. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun juga
menyebabkan salah satu anak, biasanya yang lebih tua tidak mendapatkan ASI yang cukup
karena ASI lebih diutamakan untuk adiknya. Akibat tidak memperoleh ASI dan kurangya asupan
makanan, anak akan menderita malnutrisi yang bisa menyebabkan stunting. Untuk mengatasi
hal ini program Keluarga Berencana harus kembali digalakkan. Setelah melahirkan, ibu atau ayah
harus dihimbau supaya secepat mungkin 19 menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan. Banyak orangtua yang enggan menggunakan kontrasepsi segera setelah kelahiran
anaknya, sehingga terjadi kehamilan yang sering tidak disadari sampai kehamilan tersebut sudah
menginjak usia beberapa bulan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat, selain kurang baik untuk
anak yang baru dilahirkan juga kurang baik untuk ibu. Kesehatan ibu dapat terganggu karena
kondisi fisik yang belum sempurna setelah melahirkan sekaligus harus merawat bayi yang
membutuhkan waktu dan perhatian sangat besar. Ibu hamil yang tidak sehat akan
menyebabkan gangguan pada janin yang dikandungnya. Gangguan pada janin dalam kandungan
juga akan mengganggu pertumbuhan sehingga timbullah stunting. (Candra, 2020)
A. Media Promosi Audiovisual
Media audio visual merupakan media yang terdiri dari penayangan gambar yang terdapat
suara sehingga dapat dilihat dan didengar oleh penggunanya. Salah satu media audio visual
adalah video, video dapat dilihat dan didengar oleh penggunanya dan dapat diakses kapan saja.
Berdasarkan penelitian video efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan terjadi perbedaan
pengetahuan sebelum dan sesudah penayangan video. Salah satu video yang terbukti efetif untuk
promosi kesehatan adalah video animasi.
Video animasi adalah sekumpulan gambar bergerak yang dibuat sedemikian rupa dengan
memberikan efek suara dan gambar yang menarik. Video animasi dapat digunakan sebagai
media pembelajaran. Kelompok posbindu lansia yang diberikan pendidikan kesehatan tentang
hipertensi menggunakan media video efektif meningkatkan pengetahuan mereka, dibuktikan
dengan adanya perbedaan hasil yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan(Luthfiani, 2021)

Candra, A. (2020) EPIDEMIOLOGI STUNTING.


Luthfiani, R. dkk (2021) ‘PENGARUH PENYULUHAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VIDEO TERHADAP
PENGETAHUAN PRA LANSIA MENGENAI HIPERTENSI’, Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia, 17(2), pp.
329–338.
Manggala, A. K. et al. (2018) ‘Risk factors of stunting in children aged 24-59 months’, 58(5), pp. 205–212.
Onis, M. De and Branca, F. (2016) ‘Review Article Childhood stunting : a global perspective’, 12, pp. 12–
26. doi: 10.1111/mcn.12231.
Pritasari, Damayanti, D. and Nugraheni (2017) Gizi dalam daur kehidupan.
Rahayu, A. (2018) STUDY GUIDE - STUNTING DAN UPAYA PENCEGAHANNYA.
TNP2K (2019) STRATEGI NASIONAL PERCEPATAN PENCEGAHAN ANAK KERDIL (STUNTING).
Tumilowicz, A., Beal, T. and Neufeld, L. M. (2018) ‘A review of child stunting determinants in Indonesia’,
(October 2017), pp. 1–10. doi: 10.1111/mcn.12617.

Anda mungkin juga menyukai