Anda di halaman 1dari 4

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BIDAN DITINJAU DARI

ASPEK HUKUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Berpikir Kritis

Dosen Pengampu : Sri Sumarni, M.Mid.

Disusun oleh :
SUDARNI, S.Tr.Keb.
NIM. P1337424821615

KELAS KERJASAMA IBI KOTA MAGELANG


PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021
Bidan memiliki peran strategis dalam dinamika pelayanan kesehatan di Indonesia.
Bidan menjadi ujung tombak bagi pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang memiliki tujuan jangka Panjang mempersiapkan generasi penerus bangsa
yang unggul, dan cerdas. Oleh karena itu, saya setuju akan adanya pengembangan
Pendidikan bidan. Mengapa? Hal ini dapat ditinjaudari aspek profesi yang saya
telaah menggunakan Teknik Analisa SWOT
1. Strength (Kekuatan)
Pengembangan Pendidikan bidan telah diatur sedemikian rupa oleh
regulasi standar profesi bidan yaitu dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 320 tahun 2020 tentang Standar Profesi Bidan.
Dalam Keputusan ini terdapat penjelasan mengenai Pengembangan Diri
dan Profesionalitas yang harus dicapai dan ditempuh bidan maupun
lulusan bidan. Hal ini dilakukan melalui pengembangan diri dan
profesionalitas bidan yang dilakukan melalui Pendidikan berkelanjutan.
Pendidikan berkelanjutan menjadi sebuah sub kompetensi area ketiga yang
harus mampu dicapai oleh bidan. Selain itu, Pendidikan berkelanjutan
menjadi salah satu kemampuan yang dipersyaratkan dalam KMK ini,
tentunya Pendidikan berkelanjutan tidak hanya berlaku bagi Pendidikan
formal semata, melainkan melalui pengembangan kompetensi berupa
pelatihan, seminar, workshop dan lain sebagainya. Dilihat dari terbitnya
aturan ini, maka Pemerintah sejatinya mengharapkan agar bidan terus
mengembangkan dirinya melalui kegiatan Pendidikan yang berkelanjutan
agar bidan-bidan menjadi lebih kompeten dan profesinal dalam
memberikan pelayanan kebidanan di masyarakat. 1
2. Weakness (Kelemahan)
Kelemahan dari Pendidikan Bidan yang berkelanjutan diantaranya adalah
ada beberapa wilayah maupun daerah di Indonesia yang belum memiliki
fasilitas Pendidikan yang layak bagi penyelenggaraan Pendidikan formal
bidan, dalam hal ini saya akan mengambil contoh yaitu penyelenggaraan
Pendidikan Profesi Bidan. Dalam Surat Keputusan Kepala Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
nomor 394 tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Studi
Profesi Bidan memaparkan adanya syarat dan standarisasi sarana dan
prasarana Institusi Pendidikan dalam mempersiapkan dan menyajikan
kurikulum Pendidikan profesi bidan. Hal ini dilakukan tentunya agar
lulusan Pendidikan profesi bidan mendapatkan Pendidikan yang
berkualitas, dan output maksimal sesuai visi dan misi institusi, namun
ibarat pedang bermata dua, hal ini lantas menjadi sebuah hole/weakness
bagi institusi penyelenggara Pendidikan di wilayah tertentu dalam
memenuhi persyaratan penyelenggaraan Pendidikan dikarenakan berbagai
factor. Salah satu syaratnya yakni pendanaan. Bagi institusi penyelenggara
Pendidikan yang memiliki hambatan atau masalah pada pendanaan, maka
penyelenggraan Pendidikan profesi bidan boleh jadi belum dapat
terealisasikan dikarenakan pendanaan yang dialokasikan harus dapat
mengakomodasi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat. 2
3. Opportunities (Peluang)
a. Adanya pengangkatan dan penempatan PTT dilakukan untuk dokter
dan bidan. Penempatan bidan PTT hanya dapat dilakukan untuk
ditempatkan sebagai bidan di desa dengan kriteria biasa, terpencil, atau
sangat terpencil. Bidan PTT ditugaskan selama tiga tahun dan dapat
diangkat kembali atau diperpanjang paling banyak dua kali masa
penugasan. Ini menjadi pemacu semangat bahwa bidan harus
mengembangkan dirinya melalui Pendidikan berkelanjutan
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
mengamanatkan bahwa tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi
minimal Diploma III kecuali tenaga medis. Pengadaan tenaga
kesehatan ini dilakukan melalui pendidikan tinggi bidang kesehatan
yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang bermutu,
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan profesi.
Penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan harus
memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan penyelenggaraan
upaya kesehatan dan dinamika kesempatan kerja baik di dalam
maupun di luar negeri, keseimbangan antara kemampuan produksi
tenaga kesehatan dan sumber daya yang tersedia, dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam rangka memenuhi kualifikasi
pendidikan minimal Diploma III bagi tenaga kesehatan, Kementerian
Kesehatan mengadakan program percepatan pendidikan tenaga
kesehatan melalui program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).
Program studi dalam Program Percepatan Pendidikan Tenaga
Kesehatan pada tahun 2020 terdiri dari 8 program studi Diploma III
bidang kesehatan yaitu Keperawatan, Kebidanan, Keperawatan Gigi,
Farmasi, Sanitasi, Teknologi Laboratorium Medis, Gizi, dan Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan. Penyelenggara RPL adalah perguruan
tinggi kesehatan yang ditunjuk oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi pada tahun 2018 sesuai dengan Kepmenristekdikti
Nomor 181/M/KPT/2018 baik Poltekkes Kemenkes maupun perguruan
tinggi kesehatan milik swasta dengan jumlah total 496 program studi
yang pelaksanaannya dilakukan di seluruh Poltekkes Kemenkes dan 50
PTN/PTS lainnya. Masa studi RPL terdiri dari 2- 3 semester. 3
4. Threat (Ancaman)
Ancaman bagi pengembangan Pendidikan bidan yang berkelanjutan adalah
adanya COVID-19 yang mempengaruhi pembelajaran tatap muka yang
harus digantikan dengan pembelajaran online yang memiliki banyak
kendala, diantaranya adalah jaringan internet yang tidak stabil,
terganggunya pembelajaran berbasis praktik dan penguatan skill
kompetensi peserta didik yang seharusnya diasah oleh pengajar sebelum
peserta didik terjun ke lahan praktik. 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI


KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA nomor 320 tahun 2020. 1–90
(2020).
2. Kesehatan, K. et al. Pedoman penyelenggaraan program studi profesi
bidan. (2019).
3. KEMENKES RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia (2021).
4. Estiningtyas, Q. & Adnani, S. Progress and challenges of midwifery
education in Indonesia. 4–5 (2021) doi:10.18332/ejm/120070.

Anda mungkin juga menyukai