Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting
1. Pengertian
Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan kurang jika
dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang
> - 2 SD median standar pertumbuhan anak dari Word Health Organization (WHO).8
Menurut WHO anak yang mengalami stunting tidak pernah mencapai ketinggian
maksimal. Stunting dapat mulai terjadi dari 1000 HPK dan berkaitan dengan banyak
faktor, seperti status sosial ekonomi, asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit
menular, dan lingkungan.15
2. Dampak Stunting
Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Dampak yang ditimbulkan stunting
dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.8
a. Dampak jangka pendek
1) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
2) Perkembangan kognitif, motorik dan verbal pada anak tidak optimal
3) Peningkatan biaya kesehatan
b. Dampak jangka panjang
1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
umurnya)
2) Meningkatkan risiko obesitas dan penyakit lainnya
3) Menurunkan kesehatan reproduksi
4) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah
5) Produktivitas dan kapasitas kerja tidak optimal

3. Faktor Penyebab Stunting


Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi sosial ekonomi, status gizi ibu, kesakitan pada bayi, dan kurangnya
asupan gizi pada balita.8
a. Status gizi ibu
Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum hamil dan saat kehamilan serta setelah
persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting.8 WHO
merekomendasikan dilakukannya pendidikan nutrisi dan meningkatkan asupan
energi dan protein harian untuk ibu hamil pada ibu hamil yang mengalami
kekurangan gizi, hal ini untuk mencehag risiko berat badan lahir rendah.15
Menurut peraturan menteri kesehatan masa seblum hamil, masa hamil, persalinan
dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, pelayanan
kesehatan seksual, faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil adalah terlalu
muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat jarak kelahiran, usia
ibu terlalu muda (dibawag 20 tahun) berisiko melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah (BBLR).8
b. Kondisi sosial ekonomi dan lingkungan
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal berkaitan dengan terjadinya
stunting.8 Menurut WHO 66% anak yang mengalami stunting di dunia, hidup di
negara-negara berpenghasilan menengah kebawah.16 Kondisi sosial ekonomi erat
kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi, pelayanan
kesehatan untuk ibu hamil dan balita, dan tingkat pendidikan. Ibu dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah cendrung memiliki anak yang stunting.8 Menurut
Mustamin, dkk (2015) ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan
kejadian stunting.17
Sanitasi dan keamanan pangan yang tidak baik dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit infeksi misalnya diare dan cacingan yang dapat mengganggu penyerapan
nutrisi pada proses pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat
menyebabkan berat badan turun. Jika kondisi ini berlangsung dalam waktu yang
cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses
penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting. Studi yang dilakukan di
Bangladesh, Brazil, Guinea, Bissau, Ghana dan Peru menunjukkan peristiwa diare
dalam 24 bulan pertama kehidupan meningkatkan risiko stunting pada usia 24
bulan.18
c. Asupan gizi
Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
termasuk risiko stunting. Tidak terlaksananya Inisiasi Menyusui Dini (IMD),
gagalnya pemebrian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat
menjadi salah satu faktor terjadinya stunting.8 Hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian makan pendamping ASI (MPASI) adalah kuantitas, kualitas, dan
keamanan pangangan yang diberikan.18
Asupan zat gizi pada balita sangat penting dalam mendukung pertumbuhannya,
sesuai dengan grafik pertumbuhan agar tidak terjadi gagal tumbuh (growth faltering)
yang dapat menyebabkan stunting.8
4. Upaya Pencegahan Stunting
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SGDs) yang
termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan
dan segala bentuk malnutrisi pata tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target
yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.8
Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian stunting yaitu:18
a. Meningkatkan pemberian ASI optimal
Merupakan kunci untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak yang sehat. IMD dan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memberikan
perlindungan terhadap infeksi gastrointestinal yang dapat menyebabkan kekurangan
nutrisi sehingga menyebabkan stunting. Menyusui selama 2 tahun berkontribusi
secara signifikan terhadap asupan nutrisi utama yang kurang dalam diet pemberian
makanan pendamping berkualitas rendah di daerah sumber daya yang buruk.
b. Intervensi yang paling efektif untuk mencegah stunting selama pemberian MPASI
adalah meningkatkan kualitas makanan anak-anak. Rumah tangga yang mampu
menyediakan makanan pendamping dengan diet beragam dapat meningkatkan
asupan nutrisi dan mengurangi stunting.
Pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan
program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga, upaya yang dilakukan untuk
menurunkan prevalensi stunting diantaranya sebagai berikut:8
a. Ibu hamil dan bersalin
1) Intervensi pada 1000 HPK
2) Mengupayakan jaminan mutu antenatal care (ANC) terpadu
3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan
4) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein dan
makronutrien (TKPM)
5) Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular
6) Pemberantasan kecacingan
7) Meningkatkan transformasi KMS ke buku KIA
8) Menyelenggarakan konseling IMD dan ASI eksklusif
9) Penyuluhan dan pelayanan KB
b. Balita
1) Pemantauan pertumbuhan
2) Menyelenggarakan kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita
3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak
4) Memberikan pelayanan kesehatan optimal
c. Anak usia sekolah
1) Melakukan revitaslisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
2) Menguatkan kelembagaan tim pembina UKS
3) Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
4) Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba
d. Remaja
1) Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidu bersih dan sehat (PHBS), pola gizi
seimbang, tidak merokok, dan tidak narkoba
2) Pendidikan kesehatan reproduksi
e. Dewasa muda
1) Penyuluhan dan pelayanan KB
2) Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular
3) Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok, dan
tidak mengkonsumsi narkoba.
5. 1000 Hari Pertama Kehidupan
a. Pengertian
Seribu hari pertama kehidupan adalah periode seribu hari mulai sejak terjadinya
konsepsi hingga anak berumur 2 tahun. Seribu terdiri dari 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari kehidupan pertama sejak bayi dilahirkan. Periode ini disebut
periode emas (golden period) atau disebut juga sebagai waktu yang kritis, yang jika
tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan yang bersifat permanen
(window ofopportunity).19
Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan
mental dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang
tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada
rendahnya produktivitas ekonomi.19
b. Faktor penyebab masalah gizi pada 1000 HPK
Masalah kekurangan gizi 1000 HPK diawali dengan perlambatan atau retardasi
pertumbuhan janinyang dikenal dengan intra uterine growth retardation (IUGR).
Dinegara berkembang kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada
lahirnya anak yang IUGR dan BBLR.
Faktor penyebab langsung adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi
prinsip gizi seimbang dan penyakit infeksi yang terkait dengan tingginya kejadian
penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan. Penyebab tidak langsung
ketersediaan pangan di keluarga, pola asuh dan sanitasi lingkungan serta pelayanan
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai