Anda di halaman 1dari 10

PEDOMAN KERJA

TIM STUNTING DAN WASTING

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH SINDUADI


2022/2023
PEDOMAN KERJA
TIM STUNTING DAN WASTING RUMAH SAKIT
TAHUN 2022/2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita
disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya
infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang
tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila
panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional
yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dan beberapa dokumen lainnya.
Wasting adalah kondisi yang menggambarkan apakah berat badan anak
sesuai terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indikator yang di
gunakan adalah berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) atau berat badan
menurut panjang badan (BB/PB). Wasting adalah bila balita berada dalam
kategori gizi kurang (wasted) atau gizi buruk. Kondisi gizi buruk biasanya
disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja terjadi
(akut) maupun yang telah lama terjadi (kronis) (PMK No 2 tahun 2020).
Penurunan stunting serta wasting penting dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya
tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga
tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan
produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan
terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit
kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah gizi
diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB)
setiap tahunnya.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018
menemukan 30,8% mengalami stunting. Walaupun prevalensi stunting menurun
dari angka 37,2% pada tahun 2013, namun angka stunting tetap tinggi dan masih
ada 2 (dua) provinsi dengan prevalensi di atas 40% (Bappenas, 2018)

Target penurunan prevalensi stunting di Indonesia diselaraskan dengan


target global, yaitu target World Health Assembly (WHA) untuk menurunkan
prevalensi stunting sebanyak 40% pada tahun 2025 dari kondisi tahun 2013.
Selain itu, target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development
Goals (TPB/SDGs) adalah menghapuskan semua bentuk kekurangan gizi pada
tahun 2030. Untuk itu, diperlukan upaya percepatan penurunan stunting dari
kondisi saat ini agar prevalensi stunting balita turun menjadi 22% pada tahun
2025. (Buku strategi percepatan penurunan stunting 2021-2024)
Penurunan prevalensi stunting dan wasting di tingkat rumah sakit
merupakan salah satu dari lima program nasional yang ada di Rumah sakit TK. II
03.05.01 Dustira Untuk itu diharapkan rumah sakit dapat melaksanakan peran
nya dalam rangka penurunan prevalensi stunting dan wasting ini.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan penurunan prevalensi stunting dan wasting di Rumah
Khusus Bedah Sinduadi terdiri dari:

1. Program kerja di dalam rumah sakit


Program kerja di dalam rumah sakit adalah kegiatan dalam upaya
penurunan stunting dan wasting yang dilakukan di lingkungan internal
rumah sakit. Program ini merupakan intervensi spesifik (berkaitan langsung
dengan sasaran/balita stunting).
2. Program kerja di luar rumah sakit
Program kerja di luar rumah sakit adalah kegiatan dalam upaya penurunan
stunting dan wasting yang dilakukan diluar rumah sakit yaitu di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di sekitar rumah sakit. Kegiatan berupa
pendampingan klinis dan management serta penguatan jejaring rujukan.
3. Sasaran
a. Tenaga kesehatan
b. Kelompok rawan gizi yaitu ibu hamil, bayi, Balita. ( baik di
Rumah sakit maupun luar rumah sakit)
c. FKTP

C. Batasan Operasional

Untuk membantu lebih mengarahkan pemahaman tentang isi pedoman ini,


perlu dibuat batasan istilah penting yang terkait dengan kerangka pelayanan gizi
rumah sakit. Batasan operasional di bawah ini merupakan batasan istilah, baik
bersumber dari buku pedoman yang lama maupun dari sumber –sumber lain yang
dipandang sesuai dengan kerangka konsep pelayanan yang terurai dalam pedoman
ini.

1. Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat


kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang
atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
2. Wasting adalah kondisi yang menggambarkan apakah berat badan anak sesuai
terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indicator yang di gunakan
adalah berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) atau berat badan menurut
panjang badan (BB/PB). Wasting adalah bila balita berada dalam kategori gizi
kurang (wasted) atau gizi buruk. Kondisi gizi buruk biasanya disebabkan oleh
penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja terjadi (akut) maupun
yang telah lama terjadi (kronis) (PMK No 2 tahun 2020).
3. Bayi adalah umur 0 hari sampai 29 hari

4. Balita adalah Bayi diatas dua tahun

5. Intervensi spesifik adalah kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya


stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan
kesehatan lingkungan. Intervensi spesifik ini umumnya diberikan oleh sektor
kesehatan.
6. Intervensi sensitive adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab
tidak langsung terjadinya Stunting. Kegiatan yang dalam penurunan stunting
wasting dapat melalui Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi,
peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan, Peningkatan kesadaran,
komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; serta Peningkatan akses pangan
bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian
Kesehatan
7. Percepatan penurunan stunting adalah setiap upaya yang mencakup Intervensi
Spesifik dan lntervensi Sensitif yang dilaksanakan secara konvergen,
holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di
pusat dan daerah.
8. Status gizi buruk Keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi sangat
kurus disertai atau tidak edema pada kedua punggung kaki, berat badan
menurut Panjang badan atau tinggi badan kurang dari -3 standar deviasi
9. Status gizi kurang adalah Keadaan gizi Balita yang ditandai dengan kondisi
kurus, berat badan menurut Panjang badan atau tinggi badan kurang dari (-2) –
(-3) standar deviasi
10. ASI (Air Susu Ibu) adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi
bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna
makanan padat. Air susu ibu diproduksi karena pengaruh hormon prolaktin
dan oksitosin setelah kelahiran

11. ASI Eksklusif adalah Pemberian ASI saja tanpa makanan atau minuman
tambahan kepada bayi hingga berusia 6 bulan
12. MP-ASI adalah Makanan Pendamping Air Susu Ibu yaitu makanan tambahan
yang mudah dikonsumsi yang diberikan pada bayi selain ASI ketika ASI tidak
dapat mencukupi kebutuhan gizi anak untuk tumbuh kembang optimal.
MPASI diberikan pada anak pas berumur 6 bulan dengan tetap memberikan
ASI
13. PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
14. 1000 HPK adalah Seribu Hari Pertama Kehidupan adalah fase kehidupan yang
dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan (270 hari) sampai
dengan anak berusia 2 tahun (730 hari). Pada periode inilah organ-organ vital ;
otak, hati, jantung, ginjal, tulang, tangan atau lengan, kaki dan organ tubuh
lainnya mulai terbentuk dan terus berkembang
15. IMD (Inisiasi Menyusu Dini) proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan
untuk mendapatkan ASI pertama kali (kolostrum),bayi dibiarkan mencari
putting susu ibunya sendiri
16. Pemberian makanan Tambahan bagi Bayi dan Anak (PMBA) adalah Kegiatan
ini ditujukan pada anak usia 7-23 bulan meliputi promosi pemberian ASI
lanjut dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) serta konseling konsumsi
makanan beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA) dengan mengacu pada
Pedoman Gizi Seimbang yang diterbitkan oleh Kemenkes tahun 2014
17. FKTP adalah fasilitas kesehatan tingkat pertama yang terdiri dari puskesmas,
praktik dokter, klinik pratama.
18. Lokus adalah lokasi khusus dalam melaksanakan intervensi stunting
19. Pencatatan dan pelaporan gizi dilakukan secara manual.
20. Penatalaksanaan gizi buruk adalah Prosedur atau mekanisme pelayanan gizi
yang dilakukan guna mendukung tata laksana tindakan perawatan pada anak
gizi buruk akut mengacu pada pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk yang
diterbitkan oleh Kemenkes tahun 2003
21. Manajemen terpadu Balita sakit (MTBS) adalah Suatu pendekatan mengenai
penanganan terpadu / komprehensif pada Balita sakit yang bertujuan untuk
mengurangi kematian, beratnya penyakit dan kecacatan, serta meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak.

D. Landasan Hukum

Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam upaya penurunan prevalensi


stunting dan wasting gizi di rumah sakit diperlukan peraturan perundang-
undangan pendukung (legal aspect).

Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai berikut


:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit;

3. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
di Lingkungan Departemen Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11/MENKES/PER/II/2017 tentang Keselamatan Pasien;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit;
8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,

9. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis


Pangan dan Gizi,
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia NO 72 tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting
11. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
12. Setwapres- Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode
2018- 2024
BAB II

STANDAR KETENAGAAN TIM STUNTING DAN WASTING RUMAH SAKIT

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Ketua tim
Tenaga medis (dokter spesialis anak ) adalah ketua tim stunting dan wasting di
rumah sakit yang bertugas mengkoordinasikan ;
a. Tugas pokok dan fungsi ketua Tim,meliputi :
1) Menyusun perencanaan program kerja tim
2) Sebagai pusat informasi rujukan program kerja tim
3) Koordinator kebijakan tim di rumah sakit
4) Koordinator pelaksanaan program kerja tim
5) Menyusun rencana evaluasi program kerja tim
6) Melakukan pengawasan program kerja tim
7) Pengendalian, monitoring dan evaluasi di dalam kerja tim
b. Ketua tim dipimpin oleh seorang tenaga medis (dokter)
2. Anggota
Anggota yang dimaksud adalah seluruh tenaga kesehatan yang tergabung di
dalam tim stunting dan wasting dari berbagai profesi yang berbeda yaitu dari
keperawatan, gizi, farmasi, bidan dan promotor kesehatan.
a. Tugas dan fungsi dari anggota tim meliputi,
1) Berkoordinasi dengan penanggung jawab dan ketua tim tentang
perencanaan program kerja
2) Bersama-sama dengan ketua tim menyusun rencana kerja
3) Bersama sama dengan ketua tim membahas rencana teknis pelaksanaan
kegiatan
4) Berkoordinasi dengan FKTP
5) Melaksanakan semua program kerja yang sudah di buat
6) Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan intervensi
7) Mendokumentasikan kegiatan intervensi
8) Melaporkan hasil kegiatan kepada ketua tim dan penanggungjawab
b. Anggota tim kerja adalah seluruh tenaga kesehatan yang tergabung di
dalam tim stunting dan wasting dari berbagai profesi yang berbeda yaitu
dari keperawatan, gizi, farmasi, bidan dan humas.

B. Distribusi Ketenagaan

Tim stunting dan wasting terdiri dari beberapa tenaga kesehatan dari disiplin
keilmuan yang berbeda. Adapun distribusi tim stunting dapat di lihat pada tabel di
bawah ini :

NO NAMA PROFESI JABATAN


DALAM
TIM
1 Dr. dr Ekawaty L H , Sp. A (K) Dokter Anak Ketua
2 Puji rahayu, A.Md.Keb Bidan sekertaris
3 Atkah Kumalasari, A.Md.Keb Bidan Anggota
4 Anggota
5 Apt Puteri Negeriana S. Farm. Farmasi Anggota
6 Khusniyatur Rosyidah Ahli Gizi Anggota
7 Dayita Asri S.Gz Humart/PKRS Anggota
BAB III
PENUTUP

Penurunan prevalensi stunting dan wasting di tingkat rumah sakit merupakan


salah satu dari lima program nasional yang ada di Rumah sakit Untuk itu
diharapkan rumah sakit dapat melaksanakan peran nya dalam rangka penurunan
prevalensi stunting dan wasting ini.
Pedoman kerja tim stunting Rumah sakit ini bertujuan untuk memberikan
acuan yang jelas dan profesional dalam mengelola dan melaksanakan program
kerja yang tepat. Selain itu, pedoman kerja tim stunting ini akan bermanfaat bagi
program nasional penurunan prevalensi stunting dan wasting.

Ditetapkan di : Yogyakarta
Pada : 01 Desember 2022
Direktur Rumah Sakit Khusus Bedah
Sinduadi

dr. Marshal Soekarno, MPH

Anda mungkin juga menyukai