Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
Gizi buruk (malnutrisi) merupakan keadaan patologis yang
diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan gizi pada tubuh.
(Septikasari, 2018). Gizi kurang atau gizi buruk adalah kondisi dimana
tubuh kekurangan nutrisi seperti potein, karbohidrat, lemak, dan vitamin
pada balita (Septikasari, 2018). gizi kurang mengganggu tumbuh kembang
anak dan juga dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti penurunan
tingkat kecerdasan pada anak, terganggunya mental anak dan bahkan akibat
dari hal ini yang paling buruk adalah bisa mengakibatkan terjadinya
kematian (Widayani, Kartasurya, & Fatimah, 2016).
Beberapa penyebab gizi buruk pada anak adalah penyebab langsung,
penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. Penyebab langsung gizi
buruk yaitu asupan gizi kurang dan terjadi karena adanya infeksi. Untuk
kurang asupan gizi dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah asupan
makanan yang di konsumsi atau makanan yang tidak memenuhi gizi yang
dibutuhkan. Sedangkan infeksi menyebabkan rusaknya beberapa fungsi
organ tubuh sehingga tidak dapat menyerap zat-zat makanan secara baik.
Dan penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu tidak cukup pangan, pola
asuh yang kurang, dan sanitasi kesehatan dasar yang tidak memadai. Untuk
penyebab mendasar gizi buruk yaitu terjadinya krisis ekonomi dan sosial
termasuk bencana alam, yang berpengaruh pada kesediaan pangan, pola
asuh keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang memadai, yang
akhrinya menimbulkan masalah pada status gizi balita (Septikasari, 2018).
Masalah gizi pada balita menjadi masalah yang sangat diperhatikan
dibeberapa negara, salah satunya Negara Indonesia. World Health
Organization (WHO) tahun 2017 menyampaikan 50% dari kematian anak
dan bayi diakibatkan karena gizi buruk (Harcida, Habilu & Lestari , 2018).
Indonesia menjadi salah satu dari lima besar negara yang mengalami gizi
buruk. Satu dari tiga anak setara 37,2% anak di Indonesia mengalami gizi
buruk, sehingga terdapat 9,5 juta anak dibawah lima tahun mengalami
kurang gizi (Harcidar, Sabilu & Lestari, 2018).
Bedasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian
Kesehatan Tahun 2018 menunjukan 17,7% bayi usia di bawah 5 tahun
masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita sebesar
3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8% (Kemenkes, 2018).
Dinas Kesehatan DIY pada tahun 2017 menyampaikan prevelensi tertinggi
pada wilayah Kulon Progo sebesar 12,33%, selanjutnya Yogyakarta 8,40%,
Bantul 8,04%, Gunungkidul 7,34%, dan terendah Sleman sebesar 7,33%
prevelensi gizi buruk selama tiga tahun terakhir masih berkisar pada angka 8
menunjukan upaya yang dilakukan belum berhasil dengan maksimal
(Dinkes, 2017).
Pendidikan orang tua, faktor budaya dan kemiskinan merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi gizi buruk (Indiyani, 2013). pola asuh juga
merupakan faktor penyebab masalah status gizi. Pola asuh anak merupakan
praktek pengasuhan yang diterapkan pada balita dan pemeliharaan
kesehatan. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau
pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, cara memberikan
makan maupun pengetahuan tentang jenis makanan yang harus diberikan
sesuai umur dan kebutuhan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Pada
waktu anak belum di lepas sendiri maka segala kebutuhan anak tergantung
kepada orangtuanya. Tahun pertama kehidupan anak merupakan dasar untuk
menentukan kebiasaan pola asuh dan di tahun berikutnya termasuk
kebiasaan makan (Supariasa et al, 2002).
Menurut Soekirman (2000), pola asuh gizi merupakan perubahan
sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan,
kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan
keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental. Pola asuh yang baik dari
ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan
perkembangan pada balita sehingga akan menurunkan angka kejadian
gangguan gizi. Memberikan perawatan dan perlindungan terhadap anak agar
menjadi nyaman, meningkatkan nafsu makan, terhindar dari cedera dan
penyakit yang akan menghambat pertumbuhan harus dipahami oleh oleh
seorang ibu. Apabila pengasuh anak baik maka status gizi anak juga akan
baik, peran ibu dalam merawat sehari-hari mempunyai kontribusi yang
besar dalam pertumbuhan anak karena dengan pola asuh yang baik maka
akan terawat dengan baik dan gizi pada balita terpenuhi (Munawaroh,
2015).
Masa balita merupakan masa emas dimana bisa menjadi penentu
untuk masa depan. Masa balita merupakan periode untuk perkembangan
otak dan kecerdasan yang pesat. Sebagai orang tua pengasuh harus mampu
menjaga agar masa balita ini tidak terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan
balita menjadi terhambat pertumbuhan dan perkembangannya (Wake, et, al,
2007; Attorp, et al, 2014).

Anda mungkin juga menyukai