Anda di halaman 1dari 33

STASE KEPERAWATAN KELUARGA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN TUMBUH


KEMBANG PADA ANAK USIA TODDLER DI DUSUN BUNGSING
PAJANGAN BANTUL YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Keluarga

Disusun oleh:
Rahma Defi Safriani
203203057

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XV


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2021
Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta
Telp (0274) 4342000LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN TUMBUH


KEMBANG PADA ANAK USIA TODDLER DI DUSUN BUNGSING
PAJANGAN BANTUL YOGYAKARTA

Disusun oleh:

Rahma Defi Safriani


203203057

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Dewi Utari, S. Kep., Ns., MNS) (Siswanto, S. S. T.)

Mahasiswa

(Rahma Defi Safriani)


LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN TUMBUH
KEMBANG ANAK USIA TODDLER

A. Definisi Keluarga
Keluarga terdiri atas individu yang bergabung bersama oleh ikatan pernikahan,
darah, adopsi atau tinggal didalam suatu rumah yang sama (Friedman, 2014).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Jhonsons dkk, 2010).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri suami istri dan anaknya,
atau ibu dan anaknya (Suprayitno, 2010).

B. Jenis-jenis Keluarga
1. Keluarga Inti
Keluarga yang terbentuk karena pernikahan, peran sebagai orang tua atau
kelahiran yang terdiri atas suami, istri dan anak-anak (biologis, adopsi atau
keduanya). Ada dua variasi yang berkembang pada keluarga inti yakni dual-
earning (kedua pasangan sama-sama memiliki penghasilan) dan keluarga diad
(keluarga tanpa anak). Sedangkan keluarga adopsi dan keluarga asuh adalah
tipelain dari keluarga inti dengan keadaan dan kebutuhan khusus. Pertama
adalah keluarga dual-earning dimana kebanyakan keluarga pada tipe ini baik
keduanya bekerja penuh atau paruh waktu, sebagian besar wanitanya bekerja
dikarenakan kebutuhan ekonomi. Dalam keluarga ini tantangan terbesarnya
adalah mengatur rumah tangga dan pengasuhan anak, memiliki dua pekerjaan
dengan gaji tetap dan hubungan keluarga (Friedman, 2014). Kedua adalah
keluarga diad atau keluarga tanpa anak dimana pasangan suami-istri
menyetujui untuk tidak memiliki anak selama pernikahan. Ada banyak alasan
mengapa keluarga memilih tidak memiliki anak seperti pola persalinan dan
pendidikan serta karir bagi wanita (Friedman, 2014). .
Ketiga adalah keluarga adopsi, adopsi adalah sebuah cara lain untuk
membentuk keluarga. Dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab
sebagai orang tua dari orang tua biologis kepada orang tua adopsi biasanya
menimbulkan keadaan saling menguntungkan bagi orang tua dan anak. Orang
tua adopsi mampu memberikan asuhan dan kasih sayang pada anak adopsi
dan anak adopsi diberi sebuah keluarga yang sangat menginginkan mereka
(Friedman, 2014).
2. Extended Family
Extented family diartikan sebagai yang secara lebih jelas keluarga yang
didalamnya tinggal seorang dengan minimal salah satu orang tua dan
seseorang diluar anggota inti baik memiliki hubungan kekerabatan maupun
tidak. Extended family juga diartikan sebagai keluarga dengan pasangan yang
terbagi pengaturan rumah tangga dan pengaturan keuangan dengan orang tua,
kakak/adik, dan keluarga dekat lainnya (Friedman, 2014).
3. Keluarga Orang Tua Tunggal
Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan ibu atau ayah sebagai
kepala keluarga. Sedangkan keluarga orang tua tunggal adalah keluarga
dengan kepala keluarga duda/janda yang bercerai, ditelantarkan atau berpisah.
Keluarga orang tua tunggal non tradisional adalah keluarga yang tidak
menikah (Friedman, 2014).
4. Keluarga Orang Tua Tiri
Adanya perceraian dan menikah lagi akan membuat keluarga tipe baru yaitu
keluarga orang tua tiri atau keluarga campuran. Biasanya keluarga tipe ini
terdiri dari ibu, anak kandung ibu tersebut dan ayah tiri. Keluarga ini juga
dapat dibentuk dengan atau tanpa anak dan biasanya pada keluarga seperti ini
akan mengalami proses penyatuan yang kompleks dan penuh dengan stress
(Friedman, 2014).
5. Keluarga Binuklir
Keluarga binuklir adalah keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu
anak merupakan anggota sebuah system keluarga yang terdiri atas dua rumah
tangga inti, maternal dan paternal dengan keragaman dalam hal tingkat
kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap rumah tangga. Dengan
adanya gerakan kesataraan gender, peningkatan partisipasi ayah dalam
kegiatan sebagai orang tua, peningkatan kesadaran akan kehilangan akan
kehilangan hak pengasuhan anak serta akibat negative pada anak apabila tidak
ada kontak dengan ayah mereka maka muncul beragam cara untuk terlibat
secara aktif. Bentuk menjadi orang tua bersama yang aktif yang paling bahas
bersama adalah hak asuh bersama dimana kedua orang tua memiliki hak dan
kewajiban yang sama atas anak dibawah usia tanpa memandang dengan siapa
anak tinggl (Friendman, 2014).
6. Cohabiting Family
Cohabiting family atau tinggal serumah tanpa status pernikahan dulunya
hanya dilakukan oleh orang yang sangat kaya, orang yang bekerja didunia
hiburan dan juga orang yang sangat miskin. Namun, cohabiting family non
tradisional lebih diterima oleh kaum muda sebagai massa sebelum dan
diantara pernikahan (Friedman, 2014).
7. Keluarga Homoseksual
Keluarga homoseksual adalah dua atau lebih individu yang berbagi orientasi
seksual yang sama (misal pasangan) atau minimal ada satu orang homoseksual
yang memelihara anak. Keluarga homoseksual sangat berbeda dalam hal
bentuk dan komposisinya. Pertama-tama, mereka adalah keluarga yang
terbentuk dari kekasih, teman, anak kandung dan adopsi, kerabat sedarah,
anak tiri bahkan mantan kekasih. Selain itu, keluarga tidak perlu tinggal dalam
rumah tangga yang sama sehingga tidak ada bentuk keluarga normative atau
seragam dalam keluarga homoseksual. Biasanya keluarga homoseksual adalah
pasangan dengan jenis kelamin yang sama tetapi keluarga tersebut dikepalai
oleh orang tua tunggal yang homoseksual atau berbagai figure orang tua
(Friedman, 2014).
8. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri
Banyaknya jumlah individu yang tinggal sendiri meningkat maka akan
membuat keluarga dengan tipe lain yang tidak sesuai definisi literature
mengenai keluarga tetapi biasanya individu yang tinggal sendiri memiliki
sebuah extended family, saudara kandung atau anak-anak yang mereka kenali
sebagai keluarganya. Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian
dari beberapa bentuk jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak
terdiri dari atas kerabat, maka jaringan ini dapat terdiri atas teman-teman
seperti mereka yang sama-sama tinggal dirumah pensiunan, rumah jompo atau
hidup bertetangga (Friedman, 2014).

C. Peran Keluarga
Peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu peran formal atau
terbuka dan peran informal atau tertutup. Sementara peran formal adalah peran
eksplisit dalam keluarga seperti ayah-suami, peran informal bersifat implisit sering
tidak tampak pada permukaannya dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional
anggota keluarga. Terdapat keterbatasan jumlah posisi yang ditentukan sebagai
posisi normative dalam keluarga inti klasik dengan dua orang tua. Posisi ini
disebut sebagai posisi formal dan berpasangan serta terdiri atas ayah-suami, istri-
ibu, anak laki-laki-saudara laki-laki, anak perempuan-saudara perempuan
(Friedman, 2014).
Dalam extended family ada posisi yang lebih berpasangan, dan dalam keluarga
orang tua tunggal terdapat lebih sedikit posisi yang berpasangan. Masing-masing
posisi normative kelompok keluarga dihubungkan dengan peran terkait. Suami-
ayah diharapkan untuk mengambil peran kepemimpinan dalam pengelolaan
rumah. Pada keluarga orang tua tunggal ibu sering kali mengemban tanggung
jawab peran normative baik sebagai ibu maupun ayah. Pada keluarga dengan
orang tua tiri, suami akan sering memainkan suami-ayah, tapi karena anak-anak
tersebut bukan anak biologisnya, peran ayah menjadi peran pura-pura ayah (peran
tersebut kurang terkrisalisasi) (Friedman, 2014).
Sedangkan masing-masing posisi keluarga formal adalah peran terkait atau
sekelompok perilaku yang kurang lebih homogen. Keluarga membagi peran
kepada anggota keluarganya dengan cara yang serupa dengan cara masyarakat
membagi peran yaitu berdasarkan seberapa penting performa peran terhadap
berfungsinya system tersebut. Beberapa peran membutuhkan keterampilan atau
kemampuan khusus, peran yang lain yang kurang kompleks dan dapat diberikan
kepada mereka yang kurang terampil atau jumlah kekuasaannya paling sedikit.
Ketika terdapat sedikit orang dalam keluarga, jumlah orang untuk memenuhi peran
formal terbatas maka akan terdapat lebih banyak tuntutan dan kesempatan bagi
anggota keluarga untuk memainkan beberapa peran pada waktu yang berbeda. Jika
seorang anggota meninggalkan rumah atau menjadi tidak mampu memenuhi
sebuah peran, orang lain akan memenuhi peran tersebut guna mempertahankan
fungsinya (Friedman, 2014).
1. Peran dan Hubungan Pernikahan
Ada 8 peran dasar yang menyusun posisi social suami-ayah dan istri-ibu yaitu
sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh anak, rekresional, peran pertemanan
(memelihara kebutuhan afektif pasangan), dan peran seksual. Peran orang tua
dan peran pernikahan berbada, peran pernikahan berfokus pada interaksi suami-
istri sedangkan peran orang tua berfokus pada interaksi orang tua-anak dan
tanggung jawab orang tua. Meskipun terdapat pemisahan ini performa peran
pernikahan tentu akan berpengaruh pada peran orang tua dan sebaliknya.
Mempertahankan hubungan pernikahan pernikahan yang memuaskan
diidentifikasi sebagai salah satu tugas perkembangan keluarga yang penting
seiring dengan perjalanan selama siklus hidup. (Friedman, 2014).
2. Peran Pria dan Wanita dalam Keluarga
Peran laki-laki atau ayah didalam keluarga adalah sebagai pengawas moral,
pencari nafkah yang jauh dan model peran jenis kelamin. Peran pengawas
moral adalah mengeluarkan kepemimpinan moral dalam keluarga. Pencari
nafkah yang jauh maksudnya tidak terlibat dengan pengasuhan anak. Peran
ayah juga disebut sebagai peran penyokong ibu atau peran sekunder. Dalam
peran ayah, ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keayahan yaitu
perasaan tidak aman, persepsi mengenai peran, harapan budaya dan tuntutan
pekerjaan (Friedman, 2014).
Sedangkan peran perempuan atau ibu didalam keluarga adalah sebagai
pemelihara hubungan didalam keluarga, pemelihara komunikasi didalam
keluarga, pengurus rumah tangga, pengasuh anak, terapeutik dan peran seksual.
Perempaun yang bekerja maka akan merubah peran mereka dalam keluarga dan
akan mempengaruhi peran perilaku pasangan mereka. Pada keluarga dengan
wanita yang bekerja maka laki-laki atau suami dalam keluarga tersebut juga
berbagi peran seperti mengasuh anak dan mengurus rumah. Peningkatan
keterlibatan suami yang memiliki istri bekerja khususnya tampak melalui
keterlibatan dalam pengasuhan anak. Dalam sebuah studi, identitas dan harapan
peran-jenis kelamin lebih penting daripada status sosioekonomi, siklus
kehidupan, pendidikan atau pekerjaan dalam menentukan kualitas pernikahan.
Pada keluarga dengan orang tua tunggal akibat perceraian bagaimana orang tua
tetap menjalankan perannya meskipun tidak lagi tinggal dan bersama si anak
sehingga anak tidak merasa kehilangan salah satu peran orang tua (Friedman,
2014).
3. Peran Kakek-nenek dalam Keluarga
Peran kakek-nenek dapat diidentifikasi sebagai (1) sekedar ada disana (hanya
hadir), (2) bertindak sebagai penjaga nasional atau pengawas keluarga (ada
untuk melindungi dan memberikan asuhan jika diperlukan), (3) menjadi pelerai
(negosiator antara orang tua dan anak), (4) menjadi peran aktif dalam kontruksi
social riwayat keluarga (membuat hubungan antara masa lalu, masa sekarang
dan masa depan keluarga) (Friedman, 2014).

D. Dukungan Keluarga
Menurut Kyzar et al (2012) ada 4 tipe dukungan keluarga yaitu :
1. Dukungan Emosional
Keluarga membantu meningkatkan fungsi psikologis dalam menurunkan stress
dan meningkatkan perasaan positif.
2. Dukungan Fisik
Keluarga membantu meningkatkan kesehatan fisik (pemeriksaan kesehatan,
nutrisi) atau kemampuan aktivitas sehari-hari dari keluarga yang memiliki
keterbatasan fisik.
3. Dukungan Material (Instrumental)
Keluarga membantu meningkatkan dukungan akses finansial yang adekuat dan
memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan (transportasi ke dokter).
4. Dukungan Informasi
Keluarga membantu meningkatkan pengetahuan dari lisan atau tertulis yang ada
di media online, media massa atau video yang dapat meningkatkan pembuatan
keputusan.

E. Hubungan Keluarga dengan Proses Penyakit


Status sehat atau sakit anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi. Suatu
penyakit dalam keluarga mempengaruhi keseluruhan keluarga dan interaksinya.
Sementara itu keluarga pada gilirannya mempengaruhi perjalanan penyakit dan
status kesehatan anggotanya. Oleh karenanya, pengaruh status sehat-sakit terhadap
keluarga dan dampak status sehat-sakit keluarga saling terkait (Friedman, 2014).
Keluarga adalah sumber utama konsep sehat-sakit dan perilaku sehat dimana
keluarga cenderung rerlibat dalam pengambilan keputusan dan proses terapi pada
setiap tahapan sehat-sakit anggota keluarga, keadaan sejahtera (promosi kesehatan
dan strategi pencegahan yang diajarkan) hingga tahap diagnosis, terapi dan
pemulihan. Proses menjadi “pasien” dan penerima layanan kesehatan terdiri atas
serangkaian keputusan dan peristiwa yang melibatkan interaksi sejumlah individu
termasuk keluarga, teman dan penyedia layanan kesehatan professional. Selain itu,
peran yang dimainkan keluarga berbeda-beda setiap saat tergantung pada
kesehatan individu, tipe masalah dan tingkat perhatian serta keterlibatan keluarga.
Ada 6 tahap interaksi keluarga dengan sehat-sakit, yaitu :
1. Tahap 1: Upaya Keluarga dalam Promosi Kesehatan
Keluarga berperan penting dalam semua bentuk promosi kesehatan dan
penurunan risiko. Promosi kesehatan didalam keluarga harus menggunakan
strategi dimana setiap anggota keluarga merubah gaya hidup menjadi lebih
baik. Selain itu, didalam keluarga, anggota keluarga belajar mengenai status
kesehatan dan citra tubuhnya seperti menghentikan kebiasaan merokok dan
mulai membiasakan diri untuk berolahraga (Friedman, 2014).
Namun, keluarga juga dapat menjadi sumber penyakit bagi anggota keluarga
lainnya. Ketidakteraturan social keluarga sering kali berakibat negative
terhadap kesehatan anggota keluarganya dimana biasanya terjadi pada keluarga
dengan masalah kesehatan khusus seperti gangguan jiwa, TBC, dan penyakit
kronis (Friedman, 2014). Dalam tahapan ini ada 3 faktor dalam keluarga yang
menjelaskan hubungan sebab-akibat antara keluarga dan penyakit yaitu
hubungan pernikahan, kedudukan sebagai orang tua dan system dukungan
social keluarga dimana suami-istri yang berasal dari keluarga yang baik dan
tradisional memiliki nilai kesehatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pasangan yang menikah dari keluarga yang bercerai dan mengalami ketegangan
emosional (Friedman, 2014).
2. Tahap 2: Penilaian Keluarga terhadap Gejala
Tahap ini dimulai ketika suatu gejala individu dikenali, ditafsirkan terkait
dengan keparahannya, kemungkinan penyebab dan makna atau artinya, dan
dirasakan mengganggu oleh individu yang mengalami gejala tersebut dan
keluarganya. Keluarga berperan sebagai titik tumpu acuan guna mengkaji
perilaku kesehatan dan batasan dasar sehat-sakit, keluarga dapat mempengaruhi
persepsi individu (Friedman, 2014).
3. Tahap 3: Mencari Perawatan
Tahap pencarian perawatan dimulai ketika keluarga memutuskan bahwa
anggota keluarga yang sakit benar-benar sakit dan membutuhkan pertolongan.
Keluarga akan mulai mencari pengobatan, informasi, saran dan validasi
professional dari keluarga besar, teman, tetangga, pihak nonprofessional lainnya
dan internet. Keputusan menyangkut apakah penyakit anggota keluarga
sebaiknya ditangani dirumah atau klinik atau rumah sakit cenderung
dinegosiasikan didalam keluarga (Friedman, 2014).
4. Tahap 4: Merujuk dan Mendapatkan Perawatan
Tahap ini dimulai saat dilakukan kontak dengan pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan professional atau pengobatan tradisonal. Keluarga berfungsi sebagai
lembaga yang membantu dalam menentukan tempat terapi harus diberikan dan
oleh siapa. Keluarga bertindak sebagai agen perujukan kesehatan utama dan
akan merujuk anggota lainnya ke jenis layanan atau praktisi yang dinilai sesuai
dimana keluarga dengan perekonomian berada lebih sering merujuk pada
dokter dan dokter spesialis sebagai perawatan utama, keluarga miskin memilih
ruang gawat darurat sebagai perawatan utama dan keluarga kelas menengah
yang memiliki asuransi kesehatan terdapat peningkatan dalam pemanfaatan
kelompok praktik yang dibayar dimuka dan system pengelolaan perawatan
lainnya (Friedman, 2014).
Jenis pelayanan kesehatan yang dicari sangat beragam dari mulai pengobatan
tradisional, tabib non ortodoks, praktisi kesehatan holistic, superspesialis,
perawat praktisi, dokter umum, dan ahli terapi individu dan keluarga semuanya
harus dipertimbangkan sebagai kemungkinan sumber pelayanan kesehatan
sekaligus bagaimana keluarga menentukan klinik atau penyedia layanan mana
yang harus dihubungi terlebih dahulu (Friedman, 2014).
5. Tahap 5: Respons Akut Pasien dan Keluarga terhadap Penyakit
Ketika pasien menerima asuhan dari praktisi kesehatan, pasien menyerahkan
hak dan keputusan tertentu dan diharapkan menerima peran sebagai pasien
ditandai dengan ketergantungan pada saran professional kesehatan, kemauan
untuk menaati saran pelayanan kesehatan dan berupaya untuk pulih. Peran
pasien tersebut disebut sebagai “peran si sakit” dimana jika peran ini dijalankan
dirumah akan dipengaruhi oleh latar belakang social budaya dan keunikan
keluarga. Beberapa keluarga membebaskan individu yang sakit dari semua
kewajiban dan memberikan bantuan secara penuh. Namun adapula keluarga
yang mengahrapkan tidak banyak perubahan perilaku pada individu yang sakit
sehingga mereka berharap yang sakit tetap melakukan tugas seperti biasanya
(Friedman, 2014).
Dengan demikian, unit keluarga berperan penting dalam menentukan perilaku
peran anggotanya yang sakit. Keluarga juga merupakan lembaga penentu dalam
memutuskan tempat pengobatan. Upaya yang dilakukan oleh professional
kesehatan untuk menangani penyakit dan mempromosikan kesehatan yang baik
sering kali bertentangan dengan nilai dan sikap keluarga terhadap pengobatan
dan apa yang penting bagi keluarga (Friedman, 2014).
Selama tahap akut, keluarga harus menyesuaikan diri dengan penyakit,
diagnosis dan pengobatan anggota keluarganya yang sakit. Penyakit yang serius
atau mengancam jiwa dapat mengakibatkan krisis keluarga yaitu keluarga
mengalami ketidakteraturan sebagai respon terhadap stressor kesehatan yang
besar (Friedman, 2014).
6. Tahap 6: Adaptasi terhadap Penyakit dan Pemulihan
Adanya penyakit yang serius dan kronik pada salah satu anggota keluarga
biasanya mempunyai dampak besar pada system keluarga terutama pada
struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga. Keluarga merupakan penyedia
pelayanan kesehatan utama bagi pasien yang mengalami penyakit kronis
(Friedman, 2014). Hal yang penting adalah apakah pasien dapat mengemban
kembali tanggung jawab perannya yang terdahulu (sebelum sakit) atau pasien
mampu untuk menciptakan sebuah peran baru yang dapat dilakukan dalam
keluarga baik karena sifat penyakit pasien serius maupun karena anggota
keluarga yang sakit adalah anggota keluarga yang penting dan penyokong
fungsi keluarga sehingga dampaknya terhadap keluarga menjadi lebih besar.
Keluarga kemudian menunjukkan sebuah peran pendukung yang penting
selama periode pemulihan dan rehabilitasi pasien. Jika dukungan tidak tersedia,
keberhasilan pemulihan atau rehabilitasi menurun secara signifikan (Friedman,
2014).

F. Pengaruh Sehat-Sakit dalam Keluarga


Keluarga merupakan lembaga penentu dalam memutuskan tempat pengobatan dan
oleh siapa, promosi kesehatan dan penurunan risiko serta memberikan dukungan
selama proses rehabilitasi atau pemulihan. Keluarga dapat meningkatkan derajat
kesehatan masing-masing anggota keluarganya dengan merubah gaya hidup.
Selain itu, keluarga dapat menjadi sumber penyakit bagi anggotanya yang lain jika
mereka tidak memahami penyakit dan cenderung abai pada setiap keluhan anggota
keluarganya (Friedman, 2014).

G. Tahap Perkembangan Keluarga Dewasa


1. Pengertian
Dewasa pertengahan merupakan usia sekitar 35-40 tahun & berakhir sekitar 60-
65 tahun (Schaie & Willis,1996 dlm Psikologi Perkembangan). Dewasa
Pertengahan adalah masa – menyesuaikan diri & kesedaran bahawa ia bukan
lagi muda & masa depannya tidak lagi dipenuhi dengan kemungkinan-
kemungkinan yg tidak terhadapi, hasilnya membawa satu masa krisis, (Craig,
1976). Usia dewasa tengah (Middle adulthood) disebut sebagai periode
perkembangan yang dimulai kira-kira 35-45 tahun hingga memasuki usia 60an
tahun. (Santrock, 1995)
a. Keluarga dewasa pertengahan merupakan salah satu tahap usia pertengahan
bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini
biasanya dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir
pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian.
Biasanya pasangan suami istri dalam usia pertengahan merupakan sebuah
keluarga inti meskipun masih berinteraksi dengan orangtua mereka yang
lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga asal mereka dan juga
anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya.
b. Pasangan Postparental  (pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan
rumah) biasanya tidak terisolasi lagi saat ini, semakin banyak pasangan usia
pertengahan hidup hingga menghabiskan seluruh masa hidupnya dan
menghabiskan sebagian masa hidupnya dalam fase postparental, dengan
hubungan ikatan keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang
biasa(Troll, 1971, dalam Friedman, 1988, hal 130).
c. Dari definisi tentang keluarga usia dewasa pertengahan diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa keluarga usia dewasa pertengahan adalah keluarga yang
usianya 40-60 tahun, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan didalam
keluarga.
2. Karakteristik keluarga dewasa pertengahan
Tahun pertengahan meliputi perubahan-perubahan pada penyesuaian
perkawinan (seringkali lebih baik), pada distribusi kekuasaan antara suami dan
istri (lebih merata), dan pada peran (diferensi peran perkawinan meningkat)
(Leslie dan Korman, 1989, dalam Friedman 1988, hal 130).
Pada tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat, karena masalah-masalah
penuaan, hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri mereka bahwa
mereka gagal menjadi membesarkan anak dan usaha kerja. Selanjutnya, tidak
jelas apa yang terjadi dengan kepuasan perkawinan dan keluarga melewati
siklus-siklus kehidupan berkeluarga. Beberapa studi tentang kepuasan
perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan menurun tajam
setelah perkawinan berlangsung dan terus menurun hingga tahun pertengahan
(Leslie dan Korman, 1989, dalam Friedman 1988, hal 130).
3. Masalah yang biasa ditemukan oleh keluarga dewasa pertengahan
Menurut fridman (1998, hal 132) pada fase ini, masalah kesehatan yang dapat
terjadi pada keluarga dewasa pertengahan yaitu :
a. Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang tidak cukup, kegiatan waktu
luang dan tidur yang kurang, nutrisi yang tidak baik, program olahraga
yangtidak teratur, pengurangan berat badan hingga berat badan yang
optimum, berhenti merokok, berhenti atau mengurangi penggunaan alkohol,
pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
b.  Masalah-masalah hubungan perkawinan.
c.  Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan cucu, dan orang tua
yang berusian lanjut.
d.  Masalah yang berhubungan dengan perawatan: membantu perawatan orang
tua yang lanjut usia atau tidak mampu merawat diri.
4. Tugas Perkembangan
a. Usia dewasa pertengahan yang merupakan usia rata-rata dimana para orang
tua melepaskan anak mereka yang terakhir ditandai sebagai masa kehidupan
yang “terperangkap” yaitu terperangkap antara tuntutan kaum kaum muda
dan terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang bersaing dan
keterlibatan keluarga, dimana seringkali tampaknya tidak mungkin
memenuhi tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut.
Tugas perkembangan keluarga dewasa menurut Fridman (1998, hal 131)
yang penting pada fase ini adalah:
1) Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
Dalam masa ini upaya untuk melaksanakan gaya hidup sehat menjadi
lebih menonjol bagi pasangan, meskipun kenyataanya bahwa mungkin
mereka telah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya merusak diri
selama 45-64 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang, karena “lebih
baik sekarang daripada tidak pernah” adalah selalu benar, agaknya terlalu
terlambat untuk mengembalikan begitu banyak perubahan-
perubahanfisiologis yang telah terjadi, seperti tekanan darah tinggi akibat
kurangnya olahraga, stress yang berkepanjangan, menurunnya kapasitas
vital akibat merokok.
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya hidup
mereka adalah karena adanya perasaan rentan terhadap penyakit yang
dibangkitkan bila seorang teman atau anggota keluarga mengalami
serangan jantung, stroke, atau kanker. Selain takut, keyakinan bahwa
pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang sehat merupakan
cara-cara yang efektif untuk mengurangi kerentanan terhadap berbagai
penyakit juga merupakan kekuatan pendorong yang ampuh. Penyakit hati,
kanker dan stroke merupakan dua pertiga dari semua penyebab kematian
antara usia 46 hingga 64 tahun dan sebagai penyebab kamatian urutan ke
empat.
2) Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti
dengan para orangtua lansia dan anak-anak.
Dengan menerima dan menyambut cucu-cucu mereka kedalam keluarga
dan meningkatkan hubungan antargenerasi, tugas perkembangan ini
mendatangkan penghargaan yang tinggi (Duvall, 1977 dalam friedman ,
1988, hal 131). Tugas perkembangan ini memungkinkan pasangan usia
pertengahan terus merasa seperti sebuah keluarga dan mendatangkan
kebahagiaan yang berasal dari posisi sebagai kakek-nenek tanpa
tanggungjawab sebagai orang tua selama 24 jam. Karena umur harapan
hidup meningkat, menjadi seorang kakek-nenek secara khusus terjadi
pada tahap siklus kehidupan ini (Sprey dan Matthews, 1982, dalam
Friedman, 1988, hal 132). Kakek nenek memberikan dukungan besar
kepada anak dan cucu mereka pada saat-saat krisis dan membantu anak-
anak mereka melalui pemberian dorongan dan dukungan(Bengston dan
Robertson, 1985, dalam Friendman, 1988, hal 132).
Peran yang lebih probelamatik adalah yang berhubungan dengan dan
membantu orang tua lansia dan kadang-kadang anggota keluarga besar
lain yang lebih tua. Delapan puluh enam persen pasangan usia
pertengahan minimal memiliki satu orang tua masih hidup(hagestad,
1988, dalam Friedman, 1988, hal 132). Jadi, tanggung jawab memberi
perawatan bagi orang tua lansia yang lemah dan sakit-sakitan merupakan
pengalaman yang tidak asing. Banyak wanita yang merasa berada dalam
“himpitan generasi” dalam upaya mereka mengimbangi kebutuhan-
kebutuhan orang tua mereka yang berusia lanju, anak-anak, dan cucu-
cucu mereka. Berbagai peran antargenerasi kelihatannya lebih bersifat
ekslusif dikalangan minoritas seperti keluarga-keluarga Asia dan Amerika
Latin.
3) Memperkokoh hubungan perkawinan
Sekarang perkembangan tersebut benar-benar sendirian setelah bertahun-
bertahun dikelilingi oleh anggota keluarga dan hubungan-hubungan.
Meskipun muncul sebagai sambutan kelegahan, bagi kebanyak pasangan
merupakan pengalaman yang menyulitkan untuk berhubungan satu sama
lain sebagai pasangan menikah dari pada sebagai orang tua. Wright dan
Leahey (1984, dalam Friedman, 1988, hal 132) melukiskan tugas
perkembangan ini sebagai “reinvestasi identitas pasangan dengan
perkembangan keinginan independen yang terjadi secara bersamaan.
Keseimbangan dependensi-indepedensi antara pasangan perlu diuji
kembali, seperti keinginan independen lebih besar dan juga perhatian satu
sama lain yang penuh arti.
Tugas – tugas perkembagan itu tadi pada dasarnya merupakan tuntutan
atau harapan sosio – kultural dimana manusia itu hidup dalam masyarakat
kita sejak dulu hingga kini tetap memiliki harapan sesuai diatas bagian
penentu sebagai orang dewasa pertengahan. Khusus mengenai hidup
berkeluarga dalam masa dewasa pertengahan terdapat dua hal pokok yang
mendorong terciptanya hubungan  hidup berkeluarga. kebutuhan individu
pada suatu pihak dan tugas perkembangan pada lain pihak. Pemanduan
antara keduanya menimbulkan energi yang membangkitkan gerak bagi
individu orang dewasa untuk bersatu dalam satu jalinan hubungan
berkeluarga.

H. KONSEP PERKEMBANGAN ANAK


1. Definisi
Kembang/perkembangan adalah proses pematangan/ maturasi fungsi organ
tubuh termasuk berkembangnya kemampuan mental intelegensiaserta
perlakuan anak. Pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah tertib dan
teratur, proses yang dapat diprediksi dari embrio dan berlanjut sampai
meninggal. Perkembangan adalah kualitatif atau aspek yang dapat diobservasi
dari perubahan progresif pada individual. Kemampuan (progres) melalui fase
tertentu dari pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh keturunan dan
factor lingkungan.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2000). Dengan demikian, aspek
perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari
masing-masing bagian tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung
untuk memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan
anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda di
sekelilingnya serta kematangan dan sosial anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang
lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang
perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.
Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola
koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin
pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan
pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga
mengalami perkembangan yang tidak sama. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi
oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi,
akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami
perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola
koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri yang dimiliki anak.
Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat
kita lihat pada saat bayi anak menangis.Salah satu pola koping yang dimiliki
anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan
keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga
mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku
social pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang
lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah
mulai menunjukkan terbentuknya perilaku social yang seiring dengan
perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat berubah sesuai
dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain
dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).
2. JenisTumbuh Kembang
a. Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam bentuk besar dan fungsi
organism individu.
b. Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi
dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik
seperti berbicara,bermain,berhitung dan membaca.
c. Tumbuh kembang social emosional bergantung kemampuan bayi untuk
membentuk ikatan batin,berkasih sayang, menangani kegelisahan akibat
suatu frustasi dan mengelola rangsangan agresif.
3. Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia
a. Neonatus (lahir – 28 hari)
Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk
dikembangkan sesuai keinginan.
b. Bayi (1 bulan – 1 tahun)
1) Bayi usia 1-3 bulan :
a) Mengangkat kepala
b) Mengikuti obyek dengan mata
c) Melihat dengan tersenyum
d) Bereaksi terhadap suara atau bunyi
e) Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan
kontak
f) Menahan barang yang dipegangnya
g) Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
2) Bayi usia 3-6 bulan :
a) Mengangkat kepala sampai 90°
b) Mengangkat dada dengan bertopang tangan
c) Belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau diluar
jangkauannya
d) Menaruh benda-benda di mulutnya,
e) Berusaha memperluas lapang pandang
f) Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain
g) Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang
3) Bayi 6-9 bulan :
a) Duduk tanpa dibantu
b) Tengkurap dan berbalik sendiri
c) Merangkak meraih benda atau mendekati seseorang
d) Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
e) Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
f) Bergembira dengan melempar benda-benda
g) Mengeluarkan kata-kata tanpa arti
h) Mengenal muka anggota keluarga dan takut pada orang lain
i) Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan
4) Bayi 9-12 bulan :
a) Berdiri sendiri tanpa dibantu
b) Berjalan dengan dituntun
c) Menirukan suara
d) Mengulang bunyi yang didengarnya
e) Belajar menyatakan satu atau dua kata
f) Mengerti perintah sederhana atau larangan
g) Minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya
h) Ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya
i) Berpartisipasi dalam permainan
c. Toodler (1-3 tahun)
Peningkatan kemampuan psikososial dan perkembangan motorik.
1) Anak usia 12-18 bulan:
a) Mulai mampu berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling
rumah
b) Menyusun 2 atau 3 kotak
c) Dapat mengatakan 5-10 kata
d) Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing
2) Anak usia 18-24 bulan:
a) Mampu naik turun tangga
b) Menyusun 6 kotak
c) Menunjuk mata dan hidungnya
d) Menyusun dua kata
e) Belajar makan sendiri
f) Menggambar garis di kertas atau pasir
g) Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil
h) Menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar
i) Memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan
mereka
3) Anak usia 2-3 tahun:
a) Anak belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki
b) Membuat jembatan dengan 3 kotak
c) Mampu menyusun kalimat
d) Mempergunakan kata-kata saya
e) Bertanya
f) Mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya
g) Menggambar lingkaran
h) Bermain dengan anak lain
i) Menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya
d. Pre sekolah (3-6 tahun)
Dunia pre sekolah berkembang. Selama bermain, anak mencoba pengalaman
baru dan peran sosial. Pertumbuhan fisik lebih lambat.
1) Anak usia 3-4 tahun:
a) Berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga
b) Berjalan pada jari kaki
c) Belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri
d) Menggambar garis silang
e) Menggambar orang (hanya kepala dan badan)
f) Mengenal 2 atau 3 warna
g) Bicara dengan baik
h) Bertanya bagaimana anak dilahirkan
i) Mendengarkan cerita-cerita
j) Bermain dengan anak lain
k) Menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya
l) Dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana.
2) Anak usia 4-5 tahun:
a) Mampu melompat dan menari
b) Menggambar orang terdiri dari kepala, lengan dan badan
c) Dapat menghitung jari-jarinya
d) Mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita
e) Minat kepada kata baru dan artinya
f) Memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya
g) Membedakan besar dan kecil
h) Menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa.
3) Anak usia 6 tahun:
a) Ketangkasan meningkat
b) Melompat tali
c) Bermain sepeda
d) Menguraikan objek-objek dengan gambar
e) Mengetahui kanan dan kiri
f) Memperlihatkan tempertantrum
g) Mungkin menentang dan tidak sopan
e. Usia sekolah (6-12 tahun)
Kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku anak. Perkembangan fisik,
kognitif dan sosial meningkat. Anak meningkatkan kemampuan komunikasi.
1) Anak usia 6-7 tahun :
a) Membaca seperti mesin
b) Mengulangi tiga angka mengurut ke belakang
c) Membaca waktu untuk seperempat jam
d) Anak wanita bermain dengan wanita
e) Anak laki-laki bermain dengan laki-laki
f) Cemas terhadap kegagalan
g) Kadang malu atau sedih
h) Peningkatan minat pada bidang spiritual
2) Anak usia 8-9 tahun:
a) Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
b) Menggunakan alat-alat seperti palu
c) Peralatan rumah tangga
d) Keterampilan lebih individual
e) Ingin terlibat dalam segala sesuatu
f) Menyukai kelompok dan mode
g) Mencari teman secara aktif
3) Anak usia 10-12 tahun:
a) Pertambahan tinggi badan lambat
b) Pertambahan berat badan cepat
c) Perubahan tubuh yang berhubungan dengan pubertas mungkin tampak
d) Mampu melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian
sendiri
e) Memasak, menggergaji, mengecat
f) Menggambar, senang menulis surat atau catatan tertentu
g) Membaca untuk kesenangan atau tujuan tertentu
h) Teman sebaya dan orang tua penting
i) Mulai tertarik dengan lawan jenis
j) Sangat tertarik pada bacaan, ilmu pengetahuan.
f. Remaja (12-18/20 tahun)
1) Konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan biologi
2) Mencoba nilai-nilai yang berlaku
3) Pertambahan maksimum pada tinggi,berat badan
4) Stres meningkat terutama saat terjadi konflik
5) Anak wanita mulai mendapat haid, tampak lebih gemuk
6) Berbicara lama di telepon, suasana hati berubah-ubah (emosi labil),
kesukaan seksual mulai terlihat
7) Menyesuaikan diri dengan standar kelompok
8) Anak laki-laki lebih menyukai olahraga, anak wanita suka bicara tentang
pakaian, make-up
9) Hubungan anak-orang tua mencapai titik terendah, mulai melepaskan diri
dari orang tua
10) Takut ditolak oleh teman sebaya
11) Pada akhir masa remaja : mencapai maturitas fisik, mengejar karir,
identitas seksual terbentuk, lebih nyaman dengan diri sendiri, kelompok
sebaya kurang begitu penting, emosi lebih terkontrol, membentuk
hubungan yang menetap.
g. Dewasa muda (20-40 tahun)
1) Gaya hidup personal berkembang.
2) Membina hubungan dengan orang lain
3) Ada komitmen dan kompetensi
4) Membuat keputusan tentang karir, pernikahan dan peran sebagai orang tua
5) Individu berusaha mencapai dan menguasai dunia, kebiasaan berpikir
rasional meningkat
6) pengalaman pendidikan, pengalaman hidup dan kesempatan dalam
pekerjaan meningkat.
h. Dewasa menengah (40-65 tahun)
1) Gaya hidup mulai berubah karena perubahan-perubahan yang lain, seperti
anak meninggalkan rumah
2) anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan mulai meninggalkan rumah
3) dapat terjadi perubahan fisik seperti muncul rambut uban, garis lipatan
pada muka, dan lain-lain
4) waktu untuk bersama lebih banyak
5) Istri menopause, pria ingin merasakan kehidupan seks dengan cara
menikah lagi (dangerous age).
i. Dewasa tua
1) Young-old (tua-muda), 65-74 tahun : beradaptasi dengan masa pensiun
(penurunan penghasilan), beradaptasi dengan perubahan fisik, dapat
berkembang penyakit kronik.
2) Middle-old (tua-menengah), 75-84 tahun : diperlukan adaptasi terhadap
penurunan kecepatan dalam pergerakan, kemampuan sensori dan
peningkatan ketergantungan terhadap orang lain.
3) Old-old (tua-tua), 85 tahun keatas : terjadi peningkatan gangguan kesehatan
fisik.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


a. Faktor Genetik
b. Faktor herediter konstitusional
c. Faktor lingkungan
Lingkungan ini meliputi aspek fisikobiopsikososial yang dapat berupa:
Orang tua : hidup rukun dan harmonis, persiaan jasmani, mental, social yang
matang pada saat membina keluarga, mempunyai tingkat ekonomi/
kesejahteraan yang cukup, cukup waktu untuk memperhatikan, membimbing
dan mendidik anak
1) Pelayanan KIA dan KB yang cukup untuk perlindungan kesehatan Ibu dan
Anak dengan jaringan dan fasilitas yang memadai dalam tenaga, peralatan,
anggaran dan mencakup seluruh populasi.
2) Di daerah perkotaan maupun pedesaan diciptakan keadaan yang cukup baik
dalam segi-segi : kesehatan, geografis, demografis, social ekonomi.
3) Pendidikan di rumah, sekolah, diluar sekolah dan rumah untuk pembinaan
perkembangan emosi, social, moral, etika, tanggung jawab, pengetahuan,
ketrampilan dan kepribadian.
5. Masalah yang Sering Terjadi pada Tahap Tumbuh Kembang
a. Masalah pada anak-anak dari sejak lahir sampai usia 5 tahun.
1) Sindroma Down
2) Kerdil
3) Autis
4) Gangguan perkembangan bicara
b. Masalah utama anak usia sekolah dan remaja
1) Penyesuaian diri di sekolah
2) Bentuk tulang belakang yang abnormal
3) Penyalahgunaan obat/substansi
c. Masalah pada usia pertengahan orang dewasa
1) Diabetes
2) Cacat fisik tubuh
3) Osteoporosis
d. Masalah utama pada manula
1) Kerusakan penglihatan
2) Kerusakan pendengaran
6. Tugas Keluarga Sesuai dengan Tumbuh Kembang
a. Keluarga pemula
1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan
2) Menghububgkan jaringan persaudaraan secara harminis
3) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orangtua
b. Keluarga sedang mengasuh anak
1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap.
2) Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
4) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orang tua dan kakek nenek
c. Keluarga dengan anak usia prasekolah
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan
2) Mensosialisasikan anak
3) Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain
4) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
d. Keluarga dengan anak usia sekolah
1) Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prastasi
sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang
sehat
2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga

e. Keluarga dengan anak remaja


1) Mengembangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja
menjadi dewasa dan semakin mandiri
2) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
3) Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak
f. Keluarga melepaskan anak dewasa muda
1) Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga
baru didapatkan melalui perkawinan anak-anak
2) Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan
3) Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun
istri
g. Orangtua usia pertengahan
1) Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan
2) Mempertahankan hubungan – hubungan yang memuaskan dan penuh
arti dengan para orangtua lansia dan anak-anak
3) Memperkokoh hubungan perkawinan
h. Keluarga lansia
1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
3) Mempertahankan hubungan perkawinan
4) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
5) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
6) Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan
integrasi hidup)

7. Skrining Dan Pengawasan Tumbuh Kembang


Pengawasan tumbuh kembang anak dilakukan secara kontinue dengan
pencatatan yang baik dimulai sejak dalam kandungan (Ante Natal Care)
secara teratur dan pengawasan terutama anak balita.
a. Untuk pertumbuhan anak dengan pengukuran BB dan TB
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).
b. Untuk perkembangan anak dengan menggunakan DDST (Denver
Development Screening Test).
Sedangkan tahap-tahap penilaian perkembangan anak yaitu :
1. Anamnesis
2. Skrining gangguan perkembangan anak
3. Evaluasi penglihatan dan pendengaran anak
4. Evaluasi bicara dan bahasa anak dan pemeriksaan fisik
8. Teori Perkembangan Menurut Sigmund Freud
a. Fase Oral : 0 – 1 tahun
Keuntungan :
1) Kepuasaan/kebahagian terletak pada mulut
2) Mengisap,menelan,memainkan bibir,makan,kenyang dan tidur.
Kerugian :
1) Menggigit, mengeluarkan air liur, marah, menangis jika tidak
terpenuhi.
b. Fase Anal : 1 – 3 tahun
Keuntungan :
1) Belajar mengontrol pengeluran BAB dan BAK,senang melakukan
sendiri
Kerugian :
1) Jika tidak dapat melakukan dengan baik.

c. Fase Phalic : 3 – 6 tahun


1) Dekat dengan orang tua lawan jenis
2) Bersaing dengan orang tua sejenis
d. Fase latent : 6 – 12 tahun
1) Orientasi social keluar rumah
2) Pertumbuhan intelektual dan social
3) Banyak teman dan punya group
4) Impuls agresivitas lebih terkontrol
e. Fase genital
1) Pemustan seksual pada genital
2) Penentuan identitas
3) Belajar tidak tergantung pada orang tua
4) Bertanggung jawab pada diri sendiri
5) Intim dengan lawan jenis.
Keuntungan : bergroup
Kerugian : konflik diri,ambivalen.
DAFTAR PUSTAKA
Andaryani, R. 2011. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Bulecheckm G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013. Nursing
Interventions Classifications (NIC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure :
Elsevier.
Friedman, M. M. 2014. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
Herdman, T.H. 2018. Nanda-l Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta : EGC.
Jhonson., & Lenny. 2010. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.
Maryam, R. S. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome
Classifications (NOC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure : Elsevier.
Sulistyo, A. 2012. Keperawatan Keluarga. Jakarta : Graha Ilmu.
Suprayitno. 2010. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktek. Jakarta :
EGC.
Havighurst, Robert J. (2008). Human Development and Education. New York
: Longmans Green and Co.
Helms, D. B & Turner, J.S. (2003) Exploring Child Behavior. New York :
Holt Rinehartand Winston.
Hurlock, Elizabeth, B. (1978). Child Development, Sixth Edition. New York :
Mc. Graw Hill, Inc.
Kartono, Kartini. (1986). Psikologi Anak. Bandung : Alumni.
Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA,
Wm, C.Brown
Solehuddin, M. (1997). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Remaja. Bandung :
FIP UPI
Syaodih, Ernawulan. (2007). Bimbingan Anak Remaja. Jakarta: Dikti Depdiknas
Yusuf, L N, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai