CI Klinik : CI Akademik:
Ns. Ummi Khadijah, S.Kep Ns. Monalisa, S.Kep, M.Kep
Ns. Musniwati, S.Kep, M.Kep Ns. Netha Damayantie, S,Kep, M.Kep
Ns. Halimah, M.Kep, Sp.Kep.An
Ernawati, S.Kp, M.Kep
Disusun Oleh Kelompok 2:
1. Diah Ayu Anjani (PO71202220013)
2. Dwi Kartika Maharani (PO71202220038)
3. Joapridiansah (PO71202220033)
4. Lastri Maranatha Samosir (PO71202220030)
5. Pooja Putri (PO71202220072)
6. Rizki Devita Roshella (PO71202220045)
7. Septiany Permatasari (PO71202220047)
8. Siti Karina (PO71202220075)
9. Tania Gita Uli (PO71202220055)
10. Vina Febriyola (PO71202220052)
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gizi buruk (malnutrisi) merupakan keadaan patologis yang diakibatkan
karena tidak terpenuhinya kebutuhan gizi pada tubuh. gizi buruk adalah kondisi
dimana tubuh kekurangan nutrisi seperti potein, karbohidrat, lemak dan vitamin
pada balita (Septikasari, 2018).
Gizi Buruk mengganggu tumbuh kembang anak dan juga dapat
menimbulkan beberapa penyakit seperti penurunan tingkat kecerdasan pada anak,
terganggunya mental anak dan bahkan akibat dari hal ini yang paling buruk adalah
bisa mengakibatkan terjadinya kematian (Widayani, Kartasurya, & Fatimah, 2016).
Beberapa penyebab gizi buruk pada anak adalah penyebab langsung,
penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. Penyebab langsung gizi buruk
yaitu asupan gizi kurang dan terjadi karena adanya infeksi. Untuk kurang asupan
gizi dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah asupan makanan yang di konsumsi
atau makanan yang tidak memenuhi gizi yang dibutuhkan. Sedangkan infeksi
menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak dapat menyerap
zat-zat makanan secara baik. Dan penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu tidak
cukup pangan, pola asuh yang kurang, dan sanitasi kesehatan dasar yang tidak
memadai. Untuk penyebab mendasar gizi buruk yaitu terjadinya krisis ekonomi dan
sosial termasuk bencana alam, yang berpengaruh pada kesediaan pangan, pola asuh
keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang memadai, yang akhrinya
menimbulkan masalah pada status gizi balita (Septikasari, 2018).
Masalah gizi pada anak menjadi masalah yang sangat diperhatikan
dibeberapa negara, salah satunya Negara Indonesia. World Health Organization
(WHO) tahun 2017 menyampaikan 50% dari kematian anak dan bayi diakibatkan
karena gizi buruk (Harcida, Habilu & Lestari, 2018). Indonesia menjadi salah satu
dari lima besar negara yang mengalami gizi buruk. Satu dari tiga anak setara 37,2%
anak di Indonesia mengalami gizi buruk, sehingga terdapat 9,5 juta anak dibawah
lima tahun mengalami kurang gizi (Harcidar, Sabilu & Lestari, 2018).
Bedasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan
Tahun 2018 menunjukan 17,7% bayi usia di bawah 5 tahun masih mengalami
masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas anak sebesar 3,9% dan yang menderita gizi
buruk sebesar 13,8% (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan hasil studi status gizi indinesia (SSGI 2021), prevalensi
stunting menunjukkan penurunan dari 27,7% di tahun 2019 menjadi 24,4%. Namun,
prevalensi underweight mengalami peningkatan dari 16,3% menjadi 17%. Apabila
ditinjau menurut standar WHO, hanya Provinsi Bali yang mempunyai status gizi
berkategori baik dengan prevalensi stunting di bawah 20% (10,9%) dan wasting di
bawah 5% (3%).
Pendidikan orang tua, faktor budaya dan kemiskinan merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi gizi buruk (Indiyani, 2013). Pola asuh juga merupakan faktor
penyebab masalah status gizi. Pola asuh anak merupakan praktik pengasuhan yang
diterapkan pada balita dan pemeliharaan kesehatan. pola pengasuhan anak berupa
sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak,
cara memberikan makan maupun pengetahuan tentang jenis makanan yang harus
diberikan sesuai umur dan kebutuhan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Pada
waktu anak belum dilepas sendiri maka segala kebutuhan anak tergantung kepada
orang tuanya. Tahun pertama kehidupan anak merupakan dasar untuk menentukan
kebiasaan pola asuh dan di tahun berikutnya termasuk kebiasaan makan
(Munawaroh, 2015).
Pola asuh gizi merupakan perubahan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh
lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya
berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental. Pola asuh
yang baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan
perkembangan pada balita sehingga akan menurunkan angka kejadian gangguan
gizi. Memberikan perawatan dan perlindungan terhadap anak agar menjadi nyaman,
meningkatkan nafsu makan, terhindar dari cidera dan penyakit yang akan
menghambat pertumbuhan harus dipahami oleh seorang ibu. Apabila pengasuh anak
baik maka status gizi anak juga akan baik, peran ibu dalam merawat sehari- hari
mempunyai kontribusi yang besar dalam pertumbuhan anak karena dengan pola
asuh yang baik maka akan terawat dengan baik dan gizi pada balita terpenuhi.
Sebagai orang tua pengasuh harus mampu menjaga agar masa balita ini tidak terjadi
hal-hal yang dapat menyebabkan balita menjadi terhambat pertumbuhannya
(Munawaroh 2015).
Data SSGI 2021 diambil pada 514 kabupaten/kota se-Indonesia dengan
jumlah blok sensus sebanyak 14.889 dan total 153.228 balita yang sudah
diintegrasikan dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Pengambilan
data dilakukan oleh enumerator terlatih dan memperhatikan protokol kesehatan
yang ketat dengan sasaran rumah tangga dengan anak balita. Langkah-langkah yang
dilakukan untuk memastikan protokol kesehatan diantaranya menggunakan
pencatatan elektronik, memastikan alat pengukuran dibersihkan dan diberikan
disinfektan sebelum digunakan, menggunakan alat pelindung diri seperti masker
dan apron, serta langkah-langkah lainnya. Selain enumerator, terdapat 61 orang
pendamping teknis yang terbagi dalam 5 koordinator wilayah untuk memastikan
aspek ilmiah, etik, dan penerapan protokol kesehatan dari kegiatan pengambilan
data. Data ini kemudian diolah menjadi capaian di tingkat nasional, provinsi, hingga
kabupaten/kota.
Berdasarkan data pada 2 tahun terakhir di ruang anak RSUD raden mattaher
ditemukan masalah gizi buruk mengalami peningkatan. Pada tahun 2020 sebanyak 5
orang anak mengalami masalah gizi buruk dengan komplikasi. Pada tahun 2021
sebanyak 6 orang anak, dan pada tahun 2022 ditemukan sebanyak 7 orang memiliki
masalah gizi buruk dengan komplikasi. (Ruang Anak RSUD Mattaher, 2022)
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah adalah
“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada An. R dengan gizi buruk di RSUD Raden
Mattaher?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan Pada An. R di RSUD Raden Mattaher Kota
Jambi Tahun 2022.
2. Tujuan Kusus
a. Melakukan pengkajian pada An R dengan gizi buruk.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan An R.
c. Memberikan intervensi keperawatan pada An R dengan gizi buruk.
d. Melakukan implementasi keperawatan An R dengan gizi buruk.
e. Melakukan evaluasi dan pendokumentasian asuhan keperawatan An R
dengan gizi buruk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gizi Buruk merupakan kondisi dimana seseorang tidak memiliki nutrien
yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau kekurangan asupan makanan.
Secara sederhana kondisi ini terjadia kibat kekurangan zat gizi secara terus
menerus dan menumpuk dalam derajat ketidakseimbangan yang absolute dan
bersif atimmaterial. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya
defisiensi atau defisit energi dan protein dan sering disebut dengan KKP
(kekurangan Kalori Protein). (Wong dalam Lastanto, 2015).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi.Status gizi buruk adalah kondisi dimana seseorang
dinyatakan kekurangan nutrisi, tubuh kekurangan makanan ketika kebutuhan
normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien
tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar dari pada yang didapat.Nutrisi
yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori(Almatsier dalam
Hidayat, 2010).
Malnutrisi (gizi buruk) adalah keadaan asupan gizi yang adekuat atau
berlebihan (Dwijayanthi,2011).
L. Implementasi
M. Evaluasi
1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan baik dan berat badan
klien berada dalam batas normal
2. Klien dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar
usia.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
3. Tidak ada gangguan integritas kulit
4. Keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si anak secara
etiologi dan terapi – terapinya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
ANAMNESIS
a. Identitas Klien :
Hasil pengkajian yang dilakukan pada An. R adalah seorang pasien dengan
diagnose Dermatitis + Infeksi Sekunder An.R Berusia 6 tahun dengan jenis kelamin
perempuan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Pasien tinggal bersama keluarga di
Desa Sebrang Kota Jambi.
b. Keluhan Utama :
Saat dilakukan pengkajian pada ibu An.R, pasien dibawa keluarga ke IGD Rumah
Sakit Raden Mattaher Jambi dengan keluhan lemas, demam 5 hari disertai mual
muntah dan disekujur badan penuh luka memerah.
C. Diagnosa Keperawatan
nutrien (D.0019).
(D. 0106)
(D.0129)
Defisit perawatan diri 13/10/2022 S: pasien mengatakan gatal pada area rambut
berhubungan dengan 14.00 O: Klien tampak mengaruk bagian kepalanya
kelemahan Rambut klien tampak kotor
Rambut klien terlihat kering
Kulit rambut tedapat ketombe
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Memantau kerontokan rambut
Melihat kebersihan kulit kepala dan
rambut
Melakukan cuci rambut menggunakan
air hangat
Deficit kurang 13/10/2022 S: Ibu mengatakan tidak tau tentang penyakit yang
pengetahuan 14.00 diderita anaknya
berhubungan dengan O: Ibu terlihat bingung saat ditanya tentang
ketidaktahuan penyakit anaknya
menemukan sumber Ibu tampak tidak mengetahui informasi tentang
informasi penyakitnya
Ibu tidak kooperatif
Ibu tidak mengetahui tentang imunisasi
A: masalah Belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Menggali maslah kesehatan
individu,keluarga dan masyarakat
Menggali inisiatif individu,keluarga
dan masyarakat
Edukasi mengenai bimbingan untuk
betanggung jawab untuk
mengembangkan masalah kesehatan
secara mandiri
Edukasi manfaat pelayanan kesehatan
terdekat
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Hasil pengkajian yang dilakukan pada An.R adalah seorang pasien dengan diagnose
gizi buruk. An.R berusia 6 tahun, jenis kelamin perempuan anak ke 3 dari 3
bersaudara, pasien tinggal di desa sebrang kota jambi.
b. Keluhan utama
Saat dilakukan pengkajian pada pasien An.R keluhan utama yang disampaikan orang
tuanya yaitu mual, muntah, demam, batuk , pilek dan dibadan penuh luka sejak ±1
bulan ini.
c. Riwayat Kesehatan dahulu
Pada tinjauan kasus saat dilakukan pengkajian klien terdapat penyakit atau kelainan
sejak lahir yaitu Harlequeen Baby Syndrome. An. R sebelumnya juga pernah dirawat
di rumah sakit.
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Pada pengkajian Riwayat Kesehatan keluarga tidak terdapat Riwayat penyakit
keluarga yang sama dengan An.R , dan juga tidak ada Riwayat penyakit turunan.
e. Riwayat kelahiran
An.R merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, lahir spontan dengan kelahiran kurang
bulan dan memiliki kelainan yaitu harlequeen baby syndrome.
f. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada An.R didapatkan data tanda vital suhu : 36,4°C, nadi :
101/menit, Rr: 21x/ menit. Berat Badan: 8 kg, tinggi badan: 98 cm. hasil anamnesa
diketahui bahwa pasien mengalami gizi buruk, ibu mengeluh anaknya terlihat lemas,
berat badan turun , bibir kering dan CRT >3.
Menurut santoso (2009) anak yang mengalami gizi buruk memiliki tanda dan gejala
seperti turgor kulit kembali lambat, mukosa bibir kering, bising usus meningkat, CRT
>3 detik, konjungtiva anemis, adanya tarikan dinding dada, perut cekung dan anak
terlihat pucat.
Hasil penelitian Kusuma (2015) Saat melakukan pemeriksaan fisik didapatkan turgor
kulit jelek, mukosa bibir kering, berat badan anak 13 kg tinggi badan110 kg, CRT > 3
detik, konjugtiva anemis, perut cekung dananak pucat.
Asumsi hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan pada kasus An.R sesuai dengan teori
dan yang ada dimana klien dengan gizi buruk mengalami turgor kulit kembali lambat,
mukosa bibir yang kering, konjugtiva anemis, penurunan berat badan, bising usus
meningkat, perut cekung dan anak pucat. Anak dengan mual muntah terus menerus,
mengakibatkan kekurangan cairan elektrolit dan mengalami tanda gejala seperti
diatas yang mengakibatkan gizi buruk.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan berdasarkan SDKI yaitu :
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan, perawat hanya menegakkan tiga diagnosa
utama saja. Diagnosa yang diangkat untuk An.R yaitu
1) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
2) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan defisiensi stimulasi
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi
4) Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan imunitas
5) Deficit perawatan diri berhubungan dengan
6) Deficit pengetahuan berhubungan dengan
Berdasarkan kasus ditemukan diagnosa utama yang diangkat untuk An.R yaitu,
deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan ditandai
dengan ibunya mengatakan anak tidak memiliki nafsu makan, ibu mengatakan makanan
yang dihabiskan hanya ½ porsi, ibu mengatakan anaknya mual , muntah setelah makan,
Anak tampak lesu, Berat badan anak saat pengkajian 8 kg, tinggi badan anak 798cm,
status gizi anak BB/PB <-3SD (gizi buruk).
Berdasarkan kasus ditemukan bahwa berat badan an.R 8 kg dengan tinggi badan
98 cm. untuk perkembangan emosional anak(kemandirian), anak belum mampu mandi
sendiri, ataupun mengenakan sepatu sendiri, dalam perkembangan sosial ibu mengatakan
anaknya juga lumayan sulit untuk berinteraksi sesama temannya.
Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi
saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, dan jumlah
atau diensi pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif
sehingga dapat diukur dengan satuan berat (gram, kg) satuan Panjang (cm,m), umur
tulang, dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh).
Perkembangan (development) adalah pertumbuhna kemampuan struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel
jaringan, organ dan system organ(Chamidah, 2012)
Intervensi dan implementasi yang akan diakukan untuk defisit nutrisi :1) monitor berat
badan pasien setiap hari merupakan pemantauan utama dalam kasus malnutrisi sebagai
indicator dari keseimbangan asupan intake dan pengeluaran. Pada stuudi kasus ini,
penulis melakukan pengukuran berat badan setiap hari dalam setiap kunjungan. Pada
kunjungan hari pertama tanggal 8 oktober 2022 Menilai status gizi ( menghitung
antropometri) IMT/U = <-3 SD = gizi buruk Mengukur dan menimbang berat badan
setiap pagi BB = 8kg TB: 96 cm Memantau asupan makanan perhari Intake : 300cc
Output : 500cc Melakukan oral hygiene sebelum makan Melanjutkan delegasi dari ahli
gizi tentang diet susu 5x100 cc/ hr via oral Memantau frekuensi mual muntah Muntah : 5
kali Mual (+), Menurut Purwaningrum & Wardani 11 (2013), anak yang makannya tidak
cukup baik maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang
penyakit. Anak yang sakit maka berat badannya akan menjadi turun sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi anak tersebut. Didukung dengan teori Welasasih &
Wirjatmadi (2012), bahwa jenis makanan sangat menentukan status gizi seorang anak.
Dikatakan makanan tersebut berkualitas baik jika menu harian memberikan komposisi
menu yang bergizi, berimbang dan bervariasi sesuai dengan kebutuhannya. Adanya menu
yang memadai, baik secara kualitas dan kuantitas akan sangat menunjang tumbuh
kembangnya
Diagnose gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan defisiensi stimulus
Intervensi dan implementasi yang kami lakukan terhadap diagnose ini adalah
Memberikan penyuluhan Pendidikan kesehatan tentang gizi seimbang kemudian
Mengevaluasi pengetahuan setelah diberikan Pendidikan kesehatan lalu Memberikan
stimulus mengenai kognitif, motoric, sosial, psikomotor (belajar menulis, berkomunikasi
dan belajar berhitung serta menyusun puzzle). Menurut jurnal dijelaskan bahwa Metode
bermain puzzle dapat melatih koordinasi otot-otot kecil pada tangan untuk memegang
dan meletakkan potongan gambar sehingga dapat mempengaruhi motorik halus anak.
Menurut Susilaningrum (2013), Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan pergerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan otot. Andriana, (2011) menyatakan bahwa manfaat
puzzle Melatih keterampilan motorik halus, keterampilan motorik halus (fine motor skill)
berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan otot- otot kecilnya khususnya tangan
dan jari-jari tangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode bermain puzzle
yang diberikan pada anak pra sekolah yang mengalami perkembangan suspect,
memberikan pengaruh meningkatkan perkembangan motorik halus anak pra sekolah.
(Maghfuroh, 2018)
Diagnose gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi
Intervensi dan impelementasi yang diberikan mengenai diagnose ini adalah Melakukan
tindakan aseptik sebelum penggunaan analgetik Cuci tangan 5 langkah Melakukan
perawatan luka dengan cairan Nacl Mengangkat sel kulit mati Memberikan pelembab
(Vaseline) pada daerah yang kering Mengoleskan salep analgetik (daryantul) pada daerah
yang basah Mengamati tanda-tanda infeksi
Luka basah, pus (+) Beresiko infeksi (+) menurut jurnal dijelaskan bahwa Kondisi kulit
kering merupakan salah satu masalah kulit yang dapat dialami oleh semua orang. Kondisi
kulit kering bagi sebagian orang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman bahkan dapat
menyebabkan terjadinya penyakit, seperti dermatitis atopik yang merupakan salah satu
penyakit akibat adanya peradangan pada kulit. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya kulit kering, diantaranya iklim, genetik, dan lingkungan. Salah satu, solusi
untuk mengatasi kondisi kulit kering adalah penggunaan produk pelembab. Pelembab
merupakan salah satu produk komersial yang banyak tersedia di pasaran. Formulasi
pelembab dapat bersifat sebagai humektan, oklusif, dan emolien. Masing-masing
memiliki mekanisme kerja dan bahan yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut perlu
adanya suatu kajian mengenai perkembangan pelembab, mekanisme dari setiap sifat
pelembab, dan bahan-bahan yang dapat berfungsi sebagai pelembab. (Butarbutar &
Chaerunisaa, 2020)
Diagnose nyeri kronis berhubungan dengan gangguan imunitas
Intervensi dan implementasi yang diberikan mengenai diagnose ini adalah Memantau
skala nyeri P : sakit karena luka di seluruh tubuh Q : nyeri terasa panas, kemerahan R :
penyebaran seluruh tubuh S: skala nyeri 6 T : nyeri terus timbul Melihat respons nyeri
non verbal meringis dan merintih Mengamati faktor yang memperberat dan meringankan
nyeri Anjurkan tidur teratur Memberikan teknik non farmakologi teknik distraksi
Menggambar, diajak bercerita dan Menonton You Tube Mengamati efek samping
penggunaan analgetic Tidak ada efek samping analgetik menurut jurnal, dijelaskan
bahwa Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan untuk merawat
luka agar tidak terjadi infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka. Tindakan
perawatan luka terutama pada anak-anak akan menimbulkan respon nyeri. Metode
hipnosis yaitu Hypnoparenting menjadi alternatif untuk menurunkan nyeri yang
dirasakan oleh anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan
efektifitas teknik Hypnoparenting dibandingkan dengan teknik bercerita terhadap
perubahan skala nyeri pada anak usia sekolah yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bandung. Teknik pengumpulan data yaitu observasi skala nyeri
menggunakan Numeric Pain Rating Scale, kuesioner, buku cerita. Hasil penelitian
diperoleh bahwa pada kelompok Hypnoparenting dan teknik bercerita kedua nya
mempunyai pengaruh terhadap perubahan skala nyeri pada anak yang dilakukan perwatan
luka. Kesimpulan tidak terdapat perbedaan baik secara statistik maupun secara praktis
antara teknik Hypnoparenting dengan teknik bercerita pada anak yang dilakukan
perawatan luka. Saran dalam penelitian ini yaitu agar tindakan Hypnoparenting dan
teknik bercerita sebagai salah satu prosedur dalam mengurangi nyeri pada anak yang
dilakukan perawatan luka. (Yuliassyahadah, 2021)
Diagnose deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Intervensi dan impelemntasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnose ini adalah Melihat
kebersihan kulit kepala dan rambut Melakukan cuci rambut menggunakan air hangat
terdapat Rambut bersih, ketombe berkurang, lesi berkurang menurut jurnal Kebutuhan
personal hygiene pada pasien yang harus terpenuhi selama di rumah sakit adalah mandi
dan berpakaian, menggosok gigi, mencuci rambut, membersihkan kuku, toileting, dan
membersihkan perineum. Salah satu dampak fisik yang terjadi apabila tidak dilakukan
personal hygiene adalah dermatitis yang parah. Upaya pertama dan yang paling utama
agar seseorang dalam keadaan sehat adalah dengan menjaga kebersihan diri sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian Andriani (2016) disarankan agar perawat dapat
meningkatkan pelaksanaan personal hygiene dengan memberikan edukasi dan informasi
kepada keluarga pasien. Upaya yang dilakukan terhadap klien dengan deficit perawatan
diri sesuai dengan tugas perawat dalam aktivitas perawatan diri personal hygiene, yaitu
dengan fungsi-fungsi tertentu seperti mandi, toileting, kebersihan secara umum (Aggriana
T.W 2010). Berdasarkan hasil penelitian Amino (2019) tentang pengaruh aktivitas
mandiri, dapat disimpulkan bahwa aktivitas mandiri : personal hygiene dapat
mempengaruhi peningkatan kesehatan seseorang.
Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan sumber
informasi
Intervensi dan impelemtasi yang sesuai adalah Edukasi mengenai bimbingan untuk
bertanggung jawab untuk mengembangkan masalah kesehatan secara mandiri Edukasi
manfaat pelayanan kesehatan terdekat menurut jurnal Masalah gizi buruk sering terjadi
pada kelompok balita. Salah satu faktor yang memengaruhi status gizi balita adalah
perilaku ibu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana masih dijumpai ibu balita
yang belum pernah memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sehingga berdampak
buruk bagi balitanya. Tema yang didapatkan pada penelitian ini ada empat yaitu
pengetahuan ibu tentang gizi buruk, sikap ibu dalam mencari pelayanan kesehatan, peran
serta keluarga dalam mencari pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan yang tersedia.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulakan bahwa kurangnya pengetahuan ibu
tentang masalah kesehatan disebabkan karena pendidikan ibu yang rendah. Selama ini ibu
tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan alasan jarak rumah sangat jauh, ongkos
terlalu mahal, petugas kesehatan tidak ada ditugaskan disana dan kesibukan ibu bekerja
diladang. Sikap ibu datang ke tempat pelayanan kesehatan selama ini pada saat anak
sakit. Disarankan kepada pihak puskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang
kesehatan dan menempatkan seorang petugas kesehatan di daerah tersebut sehingga
masyarakat yang disana agar lebih aktif datang berkunjung ke pelayanan kesehatan.
(Purba, 2019). Menurut Supariasa (2012; h.18), status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam
bentuk variabel tertentu. Status gizi balita sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
seorang ibu karena ibu memiliki keterikatan yang lebih dengan anaknya. Ia lebih sering
bersama dengan anaknya dibandingkan dengan anggota keluarga sehingga ibu tahu persis
kebutuhan gizi balita. Ibu dengan tingkat pengetahuan yang baik akan menghasilkan anak
berstatus gizi baik juga karena pemahaman dan pengetahuan ibu telahd iaplikasikan
dalam perilaku pemberian makanan bergizi bagi balita. Tingkat pengetahuan ibu tentang
gizi balita sangat mempengaruhi keadaan gizi balita tersebut karena ibu adalah seorang
yang paling besar keterikatannya terhadap anak. Kebersamaan ibu dengan anaknya lebih
besar dibandingkan dengan anggota keluarga yang lain sehingga lebih mengerti segala
kebutuhan yang dibutuhkan anak. Pengetahuan yang dimiliki ibu menjadi kunci utama
kebutuhan gizi balita terpenuhi. Pengetahuan yang didasari dengan pemahaman yang
baik dapat menumbuhkan perilaku baru yang baik pula. Pengetahuan ibu tentang
kebutuhan gizi yang dipahami dengan baik akan diiringi dengan perilaku pemberian
makanan bergizi bagi balita. Pengetahuan bisa didapat dari informasi berbagai media
seperti TV, radio atau surat kabar seperti halnya dalam penelitian ini. ibu mendapatkan
informasi tentang kebutuhan gizi balita dari penyuluhan yang diberikan puskesmas setiap
pelaksanaan program posyandu .Informasi ini meningkatkan pengetahuan yang diiringi
dengan perilaku baru dalam pemberian makanan bergizi bagi balita sehingga status gizi
pun menjadi baik. Pendapat ini didukung oleh teori menurut Simanulang (2010) bahwa
informasi juga akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun
seseorang memiliki penddikan rendah tetapi jika ia mendapatkan info yang baik dari
berbagai media seperti TV, radio atau surat kabar makalah itu akan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang. Hal ini menunjukan bahwa meskipun pengetahuan bukan
merupakan faktor langsung mempengaruhi gizi anak, namun pengetahuan gizi ini
memiliki peran yang penting. Karena dengan memiliki pengetahuan yang cukup
khususnya tentang kesehatan anak, maka seorang ibu akan dapat mengetahui berbagai
macam gangguan kesehatan yang mungkin akan timbul sehingga dapat dicari
pemecahannya (Notoadmodjo, 2003).
4. Evaluasi Keperawatan