Anda di halaman 1dari 6

Makalah : Hari : Kamis

MK.Program Gizi Masyarakat Tanggal : 20 September 2018

ASUHAN PENANGGULANGAN MASALAH


GIZI PADA BALITA

Disusun oleh:

Kelompok 12

Kelas 2.B

Hasana Husna (P031713411051)

Wulan Puspita Ramadhani (P031713411080)

Dosen Pengajar :

Hesti Atasasih, SP, MKM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN RIAU

D3 GIZI TK. 1B

2017/2018
ASUHAN PENANGGULANGAN MASALAH GIZI PADA BALITA

Masalah gizi pada hakikatnya merupakan masalah kesehatan masyarakat yang


penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan
pelayanaan kesehatan saja. Penyebab dari masalah gizi multifaktor sehingga harus
melibatkan berbagai sektor yang terkait. Masalah gizi muncul diakibatkan masalah
ketahanan pangan ditingkat rumah tangga yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh
makanan untuk semua anggota keluarga, serta bagaimana keluarga mengolah, menyajikan
serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga agar mendapatkan gizi seimbang.
Balita merupakan salah satu golongan atau kelompok penduduk yang rawan
terhadap kekurangan gizi. Masa balita merupakan periode emas pertumbuhan fisik,
mental dan emosional anak. Kebutuhan akan asah, asih, dan asuh yang memadai pada
usia ini akan meningkatkan kelangsungan hidup anak dan mengoptimalkan kualitas anak
sebagai generasi penerus.
Berikut asuhan penanggulangan masalah gizi pada balita :
1. Asuhan Gizi Penanggulangan Gizi Kurang
Gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan
pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
gizi, menu seimbang dan kesehatan(Almatsier, 2010).
Balita merupakan salah satu golongan atau kelompok penduduk yang rawan terhadap
kekurangan gizi, masalah gizi masih didominasi oleh keadaan kurang gizi seperti anemia
besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan kekurangan energi protein
(KEP) (Febry & Marendra, 2008). Dampak yang terjadi apabila gizi balita tidak terpenuhi
akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang balita selanjutnya, menghambat
perkembangan kognitif, dan meningkatkan resiko kematian balita(Sedioetama,2009).
Balita yang kekurangan gizi tidak mampu membentuk antibodi (daya tahan) terhadap
penyakit infeksi sebagai akibatnya anak-anak sering kali terkena penyakit sehingga
mengganggu pertumbuhannya (Adriani & Wirjaatmadi, 2012).
World Health Organization (WHO) 2013, menyatakan bahwa sekitar 17%, atau 98
juta anak di bawah usia lima tahun di negara-negara berkembang menderita gizi kurang.
Melihat kasus tersebut, maka saat ini pemerintah mengadakan program penanganan atau
pemulihan rawat jalan untuk anak gizi kurang. Program tersebut adalah Community
Feeding Center (CFC) atau Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM). CFC adalah
bentuk kegiatan pemberian makanan tambahan berupa makanan pendamping ASI lokal
yang berbasis komunitas. Pelaksanaan program CFC difokuskan pada anak balita gizi
kurang dengan umur 6-59 bulan dan keluarga dari anak balita gizi kurang.
Berdasarkan hasil observasi dari sebuah jurnal yang kami baca mengenai program
CFC, ibu menyuapi anak balitanya disertai dengan diberikan pengarahan oleh petugas
tentang gizi makanan apa saja yang baik untuk dikonsumsi. Setelah program selesai,
petugas memberikan uang transportasi kepada ibu untuk masing-masing anak balitanya.
Hal ini diharapkan dalam pemberian PMT Lokal tidak saja memiliki dampak terhadap
perbaikan gizi sasaran, tetapi juga memberikan kontribusi kepada perbaikan pendapatan
masyarakat.
Program CFC penanganan anak balita gizi kurang dilaksanakan agar dapat
menjangkau sebanyak mungkin kasus gizi kurang yang sangat membutuhkan perawatan.
Perencanaan ini dapat terlaksana dengan baik ditunjang dari segi jumlah tenaga kesehatan
yang memadai untuk mengoptimalkan pelaksanaan program CFC, anggaran dana yang
cukup serta fasilitas untuk menunjang keberhasilan program terpenuhi.

2. Asuhan Gizi Penanggulangan Gizi Buruk


Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang ataupun balita dinyatakan
kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar
ratarata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat, dan kalori. Gizi buruk
(severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat sejak
dahulu. Adanya gizi buruk akan memiliki dampak kelainan pada anak secara luas,
pemahaman tentang gangguan perkembangan anak dapat diamati oleh orang-orang yang
memberikan asuhan, namun rendahnya tingkat pendidikan mereka mungkin berakibat
pada lambatnya deteksi dini. Keterlambatan deteksi gangguan gizi dan perkembangan
anak akan berpengaruh pada kehidupan anak sejak usia prasekolah.
Salah satu program pemerintah untuk menurunkan kasus gizi buruk yang tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu menurunkan
angka gizi buruk dari 8,5% menjadi 5%, dan gizi buruk perlu mendapat perawatan 100%
merupakan salah satu indikator keluaran Rencana strategi Kementerian Kesehatan. Ruang
lingkup penanggulangan balita gizi buruk dari tingkat Kabupaten, Kota dan Kecamatan
sampai tingkat rumah tangga meliputi prosedur penjaringan kasus balita gizi buruk,
prosedur pelayanan balita gizi buruk puskesmas, prosedur pelacakan balita gizi buruk,
prosedur pelayanan balita gizi buruk di rumah tangga, prosedur koordinasi lintas sektoral
dalam upaya penanggulangan gizi buruk. Sebagai unit pelaksana penanggulangan gizi
buruk di Puskesmas dilakukan oleh petugas gizi yang ditetapkan oleh dinas kesehatan
kota/kabupaten dan pelatihan.
Menurut Depkes, tindakan yang harus dilakukan di puskesmas yaitu pemberian
penyuluhan dan konseling tentang diet KEP, pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1
kali setiap minggu. Evaluasi BB setiap minggu, peragaan cara menyiapkan makanan,
melakukan pencatatan dan pelaporan perkembangan BB dan kemajuan asupan makanan.
Laporkan segera balita gizi buruk ke Dinas Kesehatan Kota tembusan ke Propinsi dalam
24 jam.

3. Asuhan Gizi Penanganan gangguan pertumbuhan


Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia menunjukkan bahwa gangguan
pertumbuhan balita paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh
tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit
infeksi.
Gangguan pertumbuhan terdiri dari gangguan pertumbuhan di atas normal dan
gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS
(Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan
anak. Bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami
obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah normal
kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit kronis, atau kelainan
hormonal.
Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala menggambarkan
isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal
dapat dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun
hanya merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal
dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya
merupakan variasi normal.
Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan
untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan penglihatan
yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat,
gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat
katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. Sedangkan ketulian pada anak
dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural.
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang
anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah
lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna.
Asuhan penaganan cepat dari gangguan pertumbuhan ini harus dilakukan, prioritas
tenaga dalam evaluasi gangguan pertumbuhan berupa pantauan pada pertumbuhan ,
asupan gizi, pola makan, interaksi, dan karakteristik anak.
Pemantauan ini biasanya dilakukan di rumah sakit, tapi masih bisa mungkin dilakukan di
lingkungan rumah asal pola makan dan pencernaannya tercatat dengan baik sebagai
bahan untuk dikonsultasikan pada teanga kesehatan. Pemantauan pada zat yang keluar
masuk dalam tubuh anak akan terus dilakukan sampai mencapai tingkat normal, dan perlu
bantuan untuk menjaga kestabilan pertumbuhan fisik dan mental. Ahli gizi dan dokter
spesialis lainnya mungkin dapat membantu anak. Beberapa anak yang mengalami
gangguan pertumbuhan juga tidak dapat menyerap ASI secara sempurna. Namun, tenaga
kesehatan akan mengevaluasi dulu mengenai cara ibu menyusui maupun serapan ASInya.
Biasanya, setelah yakin bahwa bayi benar-benar tidak dapat menyerap ASI, ahli gizi
akan memberikan resep berupa susu formula khusus dengan dosis tertentu yang sesuai
dengan kondisi pencernaannya. Sehingga orang tua tidak perlu khawatir jika disarankan
untuk berhenti ASI dalam sementara waktu. Kesabaran dan ketelatenan orang tua dalam
merawat anak yang mengalami gangguan pertumbuhan berperan sangat penting untuk
kesembuhannya.
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, A. 2015. Gangguan Gizi Balita di Desa Mekargalih Kecamatan Jatinangor -


Sumedang: Masalah Kesehatan Masyarakat, Volume 1. JSK : 1-8

Herman, Abd. 2016. Evaluasi Program Penanganan Gizi Kurang Melalui Asuhan
Community Feeding Center (Cfc) Pada Anak Balita Di Puskesmas Birobuli
Kecamatan Palu Selatan Kota Palu, Volume 7. Jurnal Preventif, : 1- 64

Ismail, Z, dkk, 2016. Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk Di


Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Sorong Provinsi Papua Barat,
Volume 04. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia : 1-7

Anda mungkin juga menyukai