Anda di halaman 1dari 3

A. Contoh atau upaya pananggulangan masalah gizi dan kesehatan secara preventif.

Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumberdaya manusia telah dibuktikan diberbagai


penelitian. gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas kehidupan
berikutnya, olehkarenaituizi merupakan salah satu penentu utama kualitas Sumber Daya
Manusia. Kasus gizi kurang  pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan fisik tetapi
juga mempengaruhi kecerdasan dan produktifitas dimasa dewasa. Kasus gizi buruk
dikategorikan menjadi 4 sesuai dengan tingkatannya yaitu sangat kurus, marasmus (balita
yang kekurangan makanan yang mengandung sumber energi), kwashiorkor (balita yang
kekurangan makanan yang mengandung protein), dan marasmus-kwashiorkor.(gabungan
keduanya)
Seperti daerah-daerah lain di Indonesia, yang mana masih ditemukan kasus balita gizi
buruk, di Kabupaten Bogor pada tahun 2017periode bulan Januari – Oktober telah
ditemukan41 kasus baru gizi buruk. Kasus gizi buruk pada sasarankelompok rawanbalita
hampir merata di semua kecamatan. Mayoritas kasus yang sering dijumpai adalah yang
sangat kurus, belum sampai jatuh pada kondisi marasmus dan kwashiorkor. Kalaupun ada
hanya beberapa kasus. Hampir 30% dengan penyakit bawaan (hydrocepalus,jantung
bawaan) dan penyakit penyerta seperti diare, ISPA,pnemonia, meningitis. Gizi buruk
dapat disebabkan langsung oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit (infeksi
maupun penyakit bawaan). Jika penyebab langsung adalah penyakit, maka dapat diatasi
dengan pelayanan kesehatan melalui pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, disamping
lingkungan yang mendukung dan pola asuh/perawatan ibu dan bayi yang baik. Sebagai
contoh jika seorang balita terkena infeksi penyakit TBC (tuberculosis) akibat dari kontak
langsung dengan salah seorang anggota keluarga yang menderita penyakit TBC,
makaakhirnya dapatjatuh kedalam keadaan gizi buruk, jika tidak ditangani atau diobati
dengan baik.
Penyebab lain adalah asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi balita,
perawatan pada balita yang tidak baik karena perilaku atau pendidikan orangtua yang
kurang. Keadaan yang sering ditemui dilapangan adalah balita gizi buruk dengan
penyakit infeksi karena daya tahan tubuhnya menurun sehingga penyakit mudah
menyerang(dampak sekunder). Balita akan segera pulih setelah diobati penyakit
infeksinya, akan tetapi pemulihan akan sulit apabila ketersediaan makanan di rumah
tangga kurang, hal ini dapat disebabkan karena orangtuanya tidak mempunyai pekerjaan.
Jadi jelas bahwa masalah gizi buruk dapat disebabkan oleh berbagai faktor, penyebab
mendasarnya adalah kondisi sosial ekonomi keluarga. Apabila dilihat dari kondisi sosial
ekonomi, pada umumnya penderita gizi buruk berasal dari keluarga miskin karena
pekerjaan orangtua pada umumnya tidak tetap/ pendapatan yang rendah dengan tingkat
pendidikan rendah dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan yang sangat kurang.
Posyandu sebagai salah satu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) memiliki
fungsi dan peran penting dalam pelayanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
Balita di Masyarakat, akan tetapi belum termanfaatkan secara optimal.
Rendahnya kesadaran ibu untuk datang ke posyandu secara rutin, pada kegiatan
penimbangan balitamengakibatkan kondisi berat badan balitanya tidak dapat dipantau.
Oleh karena itu perlu adanya peran keluarga, kader, tokoh masyarakat dalam
penggerakan ibu-ibu dengan sasaran balita ini agar dapat secara rutin
datangkeposyanduuntukmelakukan penimbangan. Dengan demikian secara dini akan
dapat diketahui apabila berat badan balita mengalami penurunan dan segera dapat
ditangani sesuai dengan kondisi balita itu sendiri.
Upaya Pencegahandan Penanganan Gizi Buruk
Upaya dalam pencegahan dan penanganan balita gizi buruk adalah melalui :
Upaya Pencegahan (preventif), yaitu :
1. Kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB)di Kabupaten Bogor secara serentak di
seluruh Posyandu. Kegiatan BPB adalah kegiatan penimbangan yang dilakukan dua
kali dalam setahun (Pebruari dan Agustus). Pada kegiatan BPB tersebut, seluruh
balita yang ditimbang dan diukur tinggi badan/panjang badannya untuk ditentukan
status gizinya. Kegiatan tersebut merupakan upaya pemantauan status gizi balita yang
merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini terhadap munculnya kasus balita
kurang gizi.
2. Disrtibusi kapsul vitamin A bagi bayi (6 – 11 bulan) dan anak balita (12 – 59 bulan)
yang berfungsi untuk sistem penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit.
3.  Pemantauan garam beriodium pada masyarakat di tingkat Rumah Tangga, bertujuan
untuk mengurangi penggunaan garam “bodoh” di tingkat mayarakat dengan garam
beryodium dengan kandungan antara 30-80 ppm.
4. Sebagai kewaspadaan dini terhadap munculnya kasus gizi buruk dilakukan
pemantauan terhadap balita yang berada dibawah garis merah (BGM) dan balita yang
dua kali ditimbang di posyandu tidak naik berat badannya (2T). Bagi kelompok balita
BGM dan 2T dari keluarga miskin sebagai prioritas pemberian MP-ASI.
5.  Konseling/pelayanan konsultasi di klinik gizi puskesmas, secara terintegratif antar
program.
6. Penyuluhan di media cetak elektronik dan media massa.
7.  Peningkatan pengetahuan masyarakat dan pemahaman keluarga tentang makanan
bergizi dengan melakukan pembinaan keluarga mandiri sadar gizi (KADARZI).
Pemberian ASI eksklusif pada bayi 0 – 6 bulan sebagai salah satu indikator kadarzi,
diharapkan dapat menekan munculnya kasus gizi buruk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bayi 0 – 6 bulan diberi ASI eksklusif segera dapat menekan
kematian bayi sebesar 22%.
8.  Pembentukan Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI)
Upaya Penanganan (kuratif), yaitu :
1. Pemberian PMT-P bagi balita gizi buruk sesuai tatalaksana gizi buruk, rujukan dan
pelacakan kasus, pemberian MP-ASI bagi baduta dari keluarga miskin, pemberian
PMT-P bagi ibu hamil KEK (Kurang Energi Kronis).
2. Dibentuknya Center Klinik Gizi sebagai upaya pendekatan pelayanan terhadap kasus
gizi buruk untuk menanggulangi kasus gizi buruk yang ditemukan agar tidak jatuh
pada kondisi yang lebih parah yang dapat mengakibatkan biaya perawatan yang lebih
tinggi/ mahal. Diharapkan Center Klinik Gizi ini dapat berfungsi sebagai sarana
rujukan bagi kasus gizi buruk agar mendapatkan penanganan sesuai tatalaksana gizi
buruk. Saatinidi Kabupaten Bogor sudahada 26 CenterKlinikGizi yang tersebar di
26kecamatan.
3. Pelayanan komprehensif dan terkoordinasi dengan Rumah Sakit dalam
penatalaksanan kasus Gizi Buruk.
Upaya Lain
Upaya komprehensif dan sinergi dengan seluruh sektor terkait, seperti Dinas Sosial,
Dinas Tenaga kerja, Dinas Pendidikan, BPPKB, BPMPD, TP-PKK perlu dilakukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut, misalnya dengan mengaktifkan kembali Dewan
Ketahanan Panganyang sudah terbentuk sejak tahun 2005, yang seyogyanya dapat
melakukan pemantauan dan pemetaan kondisi pola konsumsi masyarakat dan
ketersediaan pangan melalui kegiatan survei kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).
Melalui Dinas Ketahanan Pangan diharapkan dapat menyediakan informasi situasi
pangan dan gizi dan penyebabnya di tingkat wilayah bagi perumusan
kebijakan,perencanaan program dan evaluasi, serta dapat dilakukan tindakan pencegahan
segera sehingga keadaan yang lebih buruk dapat dicegah.
Sumber :
https://www.koranindonews.com/2018/01/06/upaya-penanganan-kasus-gizi-buruk-pada-
balita-di-kabupaten-bogor/

Anda mungkin juga menyukai