Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang sangat
penting untuk mengukur keberhasilan program berbagai penyebab
kematian maupun program kesehatan ibu dan anak sebab angka kematian
bayi ini berkaitan erat dengan tingkat kesehatan ibu dan anka. Adapun
target angka kematian bayi menurut MDG’s tahun 2015 adalah 23/1000
kelahiran hidup. Salah satu penyebab langsung kematian bayi adalah bayi
berat lahir rendah (BBLR).
BBLR adalah bayi lahir hidup dengan BB < 2500 gr saat lahit.
WHO (1961). Mengganti istilah bayi premature dengan BBLR, karena
disadari tidak semua bayi dengan BB < 2500 gr padawaktu lahir bukan
bayi premature.
Dalam beberapa dasawarsa ini perhatian terhadap janin yang
mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat.
Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian perinatal dan neonatal,
karena masih banyak bayi yang dilahirkan dengan BB rendah.
Anak-anak yang pada saat lahir merupakan BBLR lebih sering
mengalami masalah utama seperi cerebral palsi, retradasi mental,
ketidakmampuan sensori dan kognitif, serta penurunan kemampuan untuk
behasil mengembangkan adaptasi sosial, psikologi dan fisik terhadap
ligkungan yang semakin kompleks maka dari itu dibutuhkan asuhan
kebidanan BBLR yang sesuai dengan standar profesi kebidanan.
(Saifuddin, AB. 2002)

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana angka kejadian BBLR (bayi berat lahir rendah) di
indonesi?
2. Bagaimana pencegahan pada BBLR?
3. Bagaimana penanganan pada BBLR?
4. Bagaimana peran bidan di komunitas pada BBLR?
5. Bagaimana strategi atau pendekatan masyarakat untuk menurunkan
angka kejadian pada BBLR?

1.3 Tujuan Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui angka kejadian BBLR (bayi berat lahir rendah) di
indonesi
2. Untuk mengetahui pencegahan pada BBLR
3. Untuk mengetahui Bagaimana penanganan pada BBLR
4. Untuk menegtahui peran bidan di komunitas pada BBLR
5. Untuk mengetahui strategi atau pendekatan masyarakat untuk
menurunkan angka kejadian pada BBLR

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Angka Kejadian BBLR di Indonesia


World Health Organization (WHO) mendefinisikan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) sebagai bayi yang terlahir dengan berat kurang dari
2500 gram. BBLR masih terus menjadi masalah kesehtan masyarakat yang
signifikan secara global karena efek jangka pendek maupun panjangnya
terhadap kesehatan (WHO, 2014). Pada tahun 2011, 15% bayi diseluruh
dunia (lebih ari 20 juta jiwa), lahir dengan BBLR (UNICEF, 2013).
Sebagian bayi engan BBLR dilahirkan di negara berkembang termasuk
indonesia, khususnya di daerah yang populasinya rentan (WHO,2014).
BBLR bukan hanya penyebab utama kematian perinatal dan penyebab
kesakitan. Studi terbaru menemukan bahwa BBLR juga meningkatkan
risiko untuk pepnyakit tidak menular seperti diabetes dan kardiovaskular
di kemudian hari (WHO, 2014). Begitu seharusnya perhatian dunia
terhadap permasalahan ini hingga World Health Assembly pada tahun
2012 mengesahkan Comprehensive Implementation Plan on Maternal,
Infant and Young Child Nutrition dengan menargetkan 30 % penurunan
BBLR pada tahun 2025 (WHO,2014)
Di indonesia sendiri presentase bblr tahun 2013 mencapai 10,2 %
(balitbangkes dan kemenkes RI, 2013), artinya 1 dari 10 bayi di indonesia
dilahirkan dengan bblr. Jumlah ini masih belum bisa menggambarkan
kejadia bblr yang sesungguhnya, mengingat angka tertsebut didapatkan
dari dokumen atau catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga,
seperti buku kesehatan ibu dan anak dan kartu menuju sehat .sedangkan
jumlah bayi yang tidak memiliki catatan berat badan lahir, jauh lebih
banyak. Hal ini berarti kemungkinan bayi yang terlahir dengan bblr
jumlahnya njauh lebih banyak lagi.
Berdasarkan data riskesdas tahun 2013, kejadian bblr di jawa timur
sendiri tidak jauh berbeda dengan presentase nasional yaitu berada pada

3
kisaran 10% kabupaten nganjuk salah satu kabupaten yang ada di jawa
timur perlu mendapatkan perhatian khusus karena jumlah kematian bayi
dan balita pada tahun 2012 di kabupaten ini menempati peringkat kedua
tertinggi dijawa timur setelah kabupaten jember (dinas kesehatan provensi
jawa timur, 2013). Lebih serius lagi, 46% kematian bayi dan neonatus di
kabupaten nganjuk pada tahun 2013 disebabkan oleh bblr (dinas kesehatan
kabupaten nganjuk, 2013).

2. Pencegahan pada BBLR


Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu
hamil yang diduga beresiko, terutama faktor resiko yang mengarah
melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan
diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan
janin yang dikandung dengan baik.
3. Hendaknnya ibu dapat merencanakan persalinan pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun)
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaataan pelayanan
antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
5. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya
persalinan dengan BBLR. (Sembiring, 2017)

4
3. Penanganan pada BBLR
1. Memepertahankan suhu dengan ketat, bayi berat lahir rendah mudah
mengalami hipotermia. Oleh karena itu, suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penganan bayi berat lahir
rendah harus memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
karena sangat brentan. Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu
dengan mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada bayi dengan berat
lahir rendah belum sempurna oleh karena itu, pemberian nutrisi harus
dib erikan dengan hati-hati.
4. Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus dilakukan secara
ketat karena peningkatan berat badan merupakan salah satu status gizi
atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.
(Syafrudin, 2009)

4. Peran bidan di komunitas pada BBLR


1) Pengetahuan
a. BBLR masih merupakan penyebab utama kematian bayi baru lahir.
Meskipun bidan tidak harus menangani BBLR, tetapi suatu saat
karena suatu keadaan dia harus menolong atau menangani BBLR
mulai dari saat lahir dan seterusnya,sehingga bidan harus dapat
mengenali BBLR.
b. BBLR dapat terjadi karena berbagai sebab sehingga kadang-kadang
akan sulit dilakukan pencegahan.
2) Peran bidan sebagai lini terdepan dalam tatalaksana BBLR:
Beberapa peran bidan dapat tergambar dari uraian dibawah ini:
a. Para bidan yang bertugas di puskesmas, puskesmas pembantu,
rumah bersalin, rumah sakit merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan ibu, diharapkan berperan dalam membantu menurunkan
angka kematian dan kesakitan bayi berat lahir rendah (BBLR).

5
3) Tantangan dan tuntutan masyarakat pada bidan yang memilih
kopetensi profesional sebagai povider dan lini terdepan dalam
pelayanan kesehatan:
Beberapa tantangan dan tuntutan terhadap provesi bidan dalam
memberikan asuhan BBLR terkini antara lain:
a. Kopetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang
dituntut oleh pekerjaan tersebut. (Wibowo, 2008)
b. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan
sebagai provider dan lini terdepan pelayanan kesehatan yang
dituntut memiliki kopetensi profesional dalam menyikapi tuntutan
masyarakat didalam pelayanan kebidanan
c. Kopetensi profesional bidan terkait dengan asuhan persalinan dan
bayi baru lahir, termasuk bayi BBLR.
d. Oleh karena itu pengetahuan, keahlian dan kecakapan seorang
bidan menjadi bagian yang menentukan dalam menekan angka
kematian saat melahirkan
e. Bidan diharapkan dapat mendukung usaha peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, yakni melalui peningkatan kualitas
pelayanan kebidanan (hidayat, A dan Sujiatini, 2010)
f. Peningkatan kualitas pelayanan kebidanan ini hanya dapat dicapai
melalui pelayanan tenaga yang profesional dan berkopeten
g. Bidan dalam memberikan pelayanan kebbidanan kepada
masyarakat haruslah memiliki kopeten.
h. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan bidan dapat
menyebabkan hal-hal yang sering kali menjadi penyebab kematian
bayi, seperti bidan tidak memiliki kemampuan merujuk, terlambat
mengambil keputusan, sehingga penanganan terlambat dilakukan

6
i. Maka kopetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh
yang sangan besar terhadap kualitas pelayanan kebidanan yang
diberikan (Hidayat, A dan Sujiati 2010)
4) Pentingnya kompetensi bidan dalam penanganan BBLR:
Pentingnya tenaga bidan dalam penanganan BBLR , dengan beberapa
alasan sebagai berikut:
a. Dinegara berkembang kelahiran BBLR, masih cukup tinggi
terutama di Indonesia, dengan kisaran data sebagai berikut:
 Insiden di rumah sakit mencapai sekitar 20%
 Di pusat rujukan regional mencapai 20 %
 Sedangkan ditingkat perdesaan tercatat 10,5%
b. Meskipun dibeberapa tempat di Indonesia ada beberapa data BBLR
tidak tinggi, namun tetapi penting juga untuk mengwaspadai
adanya kelahiran BBLR dengan cara melakukan upaya peningkatan
kompetensi tenaga bidan dibidang manajemen BBLR bagi bidan
lini terdepan, seperti bidan dipuskesmas, puskesmas pembantu,
bidan desa dan sebagainya.
c. Dengan demikian para bidan yang ada di puskesmas dan desa
memiliki kemampuan dalam penanganan kasus BBLR secara
profesional, berjalan baik juga pencegahan dan penanganan rujukan
berdasarkan prosedur yang benar.
d. Melalui peningkatan kemampuan dan keterampilan manajeman
BBLR bagi bidan puskesmas atau desa, diharapkan dapat
menambah wawasan dan kopetensiny, terutama dalam menurunkan
angka kematian bayi baru lahir rendah baik tingkat desa,
kecamatan, kabupaten hingga propinsi maupun nasional.
e. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh tenagan bidan
dengan kemampuan yang disesuaikan dengan kopetensi dan
fasilitas yang tersedia. (Saifuddin AB, 2002)

7
5. Strategi atau pendekatan masyarakat untuk menurunkan angka
kejadian pada BBLR
1) Pencegahan perkawinan usia anak
2) Pemberian sosialisasi kesehatan reproduksi baik di sekolah maupun
lembaga msyarakat
3) Meningkatkan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) minimal 4 kali
selama kehamilan.
4) Melakukan orientasi program Perencanaan Persalinan dan Pencegaham
Komplikasi (P4K). (Maternity, 2017)

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang sangat
penting untuk mengukur keberhasilan program berbagai penyebab
kematian maupun program kesehatan ibu dan anak sebab angka kematian
bayi ini berkaitan erat dengan tingkat kesehatan ibu dan anak. Salah satu
penyebab secara langsung langsung kematian bayi adalah bayi berat lahir
rendah (BBLR).
Oleh karena itu untuk menurunkan angka kejadian BBLR
diharapkan bidan melukukan pencegahan dan penangan pada BBLR serta
melaksanakan peran bidan dikomunitas diwilayah sektor kerjanya dan
melakukan startegi atau pendekatan di masyarakat

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat dengan sebaik-baiknya,
namun sebagai manusia penulis selalu tidak lepas dari kesalahan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis sangat diharapkan
untuk menyempurnakan makalah ini, agar penulis dapat memperbaiki
pembuatan makalah penulis diwaktu yang akan datang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDES.

Jakarta: Balitbang Kemenkes RI

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2013. Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Timur Tahun 2012. Surabaya

Maternity, Dianty,DKK. 2017. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta:

Andi

Syafrudin. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC

Sembiring, Julina. 2017. Asuhan Neonatus Bayi Balita Anak Pra Sekolah.

Jakarta. DEEpublish

Saifuddin AB, DKK. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesahatan

Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

WHO, World Health Statistics, 2015: World Health Organization;2014.

10

Anda mungkin juga menyukai