Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang 2.500

gram, tanpa memandang usia kehamilan. BBLR dibedakan menjadi dua bagian yaitu

BBL sangat rendah bila berat badan lahir kurang dari 1.500 gram dan BBLR bila berat

badan lahir antara 1.501-2.499 gram. (Marmi, S.ST, Kukuh Rahardjo, 2012). Berat

badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang

berkontribusi terhadap kematian perinatal da neonatal. Berat badan lahir rendah (BBLR)

di bedakan dalam 2 kategori yaitu : BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari

37 minggu) atau BBLR karena intrauterin growth retardation(IUGR) yaitu bayi cukup

bulan tetapi berat kurang untuk usiannya. Banyak BBLR di negara berkembang dengan

IUGR sebagai akibat ibu dengan status gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita

penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau ketika hamil.

(www.balitbang.depkes.go.id)

Menurut badan kesehatan (WHO), salah satu penyebab kematian bayi adalah bayi

berat lahir rendah (BBLR), persoalan pokok pada BBLR adalah angka kematian

perinatalnya sangat tinggi dibanding angka kematian perinatal pada bayi normal.

Penelitian Puffer (1993) menunjukkan bahwa resiko kematian perinatal bayi dengan

berat badan lahir kurang dari 2.000 gram adalah 10 kali lebih besar, kematian bayi

dengan berat badan antara 2.000 gram sampai 2.399 gram 4 kali lebih besar dibanding

dengan kematian perinatal bayi dengan berat badan normal. Angka kejadian BBLR

dianggap sebagai indikator kesehatan masyarakat karena erat hubunganya dengan angka

kematian, kesakitan dan kejadian gizi kurang di kemudian hari. Menurut WHO, BBLR
merupakan penyebab dasar kematian dari dua pertiga kematian neonatus. Sekitar 16%

dari kelahiran hidup atau 20 juta bayi pertahun dilahirkan dengan berat badan kurang

dari 2.500 gram dan 90% berasal dari Negara berkembang.

Peneliti lainya menyebutkan bahwa dinegara berkembang di perkirakan setiap 10

detik terjadi satu kematian bayi akibat dari penyakit atau infeksi yang berhubungan

dengan BBLR. (Siza, 2002). Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia masih

belum memuaskan, terbukti dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka

Kematian Bayi (AKB). Indikator kesehatan yang berhubungan dengan kesejahteraan

anak adalah Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting untuk

menentukan derajat kesehatan masyarakat dan menilai keberhasilan pembangunan di

bidang kesehatan. Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu

daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah

Multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentan 2,1%- 17,2%, Secara nasional

berdasarkan analisa, Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena

refleks menghisapnya masih lemah.

Berdasarkan estimasi dari Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI).

Pada tahun 1992-1997 yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat badan lahir

rendah yaitu 7,7% untuk perkotaan 6,6%. Dari data tersebut terlihat bahwa selama kurun

waktu tiga tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR di rumah sakit Al-fatah

(Ardiansyah, 2010). Berdasarka servey nasional AKI di Provinsi Jawa Timur, pada lima

tahun terakhir, dari tahun 2007 – 2011, menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

Laporan Kematian Ibu (LKI) kab/kota se-Jatim, menunjukkan AKI Jawa Timur pada

tahun 2009 adalah 90.70 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2010 adalah 101.40 per

100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2011 adalah 104.3 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka tersebut sudah melampaui dari target MDGs sebesar 102 per 100.000 Kelahiran
Hidup. Data yang diperoleh dari BPS Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa AKB

selama sepuluh tahun terakhir ini relatif menunjukkan angka yang menurun. AKB pada

tahun 2011 adalah 29.24 per 1000 kelahiran hidup, menunjukkan angka yang menurun

dari tahun sebelumnya yang sebesar 29.99 per 1.000 kelahiran hidup, namun tersebut

masih jauh dari target MDGs tahun 2015, yaitu sebesar 23 per 1.000 Kelahiran Hidup.

Medical Record RSUD Gambiran Kota Kediri BBLR pada tahun 2010 mencapai

337 kasus dengan berat badan lahir (<2.500) gram, tahun 2011 mencapai 363 kasus

dengan berat badan lahir (<2.500) gram, dan pada tahun 2012, angka kejadian BBLR

berjumlah 336 dari 1.888 kelahiran hidup, dan 46 bayi yang tercatat meninggal dunia

dengan berat badan lahir (<2.500) gram.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan dengan BBLR antara lain

kemiskinan merupakan akar dari masalah yang menimbulkan kondisi kurang gizi pada

kaum perempuan selain ketersediaan pangan dan konsumsi makanan yang kurang

jumlahnya maupun nilai gizinya menimbulkan kurang energi kronik (KEK) dan anemia.

Kondisi tersebut lazim didapatkan pada kaum ibu di desa yang sudah sejak kecil

menderita kurang kalori dan protein (KKP) dan anemia. Nilai budaya setempat

seringkali belum menempatkan kaum perempuan dalam kesetaraan gender, sehingga

pembagian makanan dalam keluarga tidak mendapat prioritas.

Beban pekerjaan yang berat pada perempuan desa menambah buruknya gizi dan

kesehatan kaum perempuan. Kondisi tersebut seorang perempuan memasuki masa

kehamilan yang menambah buruk kesehatan dan gizinya. Kelahiran yang terlalu muda,

terlalu rapat, terlalu banyak dan terlalu tua menambah buruknya kondisi kesehatan dan

gizi ibu hamil yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya BBLR

(Mitayani, 2009).
Penyuluhan harus diberikan pada ibu dan keluarga pada saat masa kehamilan

terutama tentang nutrisi yang baik saat kehamilan, pola hidup yang sehat dan deteksi dini

atas kehamilan dengan resiko tinggi. Dari berbagai upaya baik peningkatan pelayanan

dari petugas kesehatan maupun dari pihak ibu beserta keluarga, hal ini akan membantu

mencegah dan mengurangi kelahiran bayi dengan resiko tinggi terutama bayi dengan

BBLR.

Tingginya angka kematian bayi baru lahir dengan resiko tinggi, terutama pada

bayi dengan BBLR, merupakan tanggung jawab tenaga kesehatan untuk memfasilitasi

proses adaptasi bayi dengan BBLR pada masa transisi karena adanya masalah pada jam –

jam pertama kehidupan luar rahim. Dengan mengetahui masalah – masalah potensial

yang akan terjadi pada bayi dengan BBLR, maka akan membantu tenaga kesehatan

mengetahui tindakan apa yang harus segera dilakukan, seperti ; penanganan bayi BBLR

dengan menggunakan metode kanguru (PMK), merujuk bayi BBLR ke rujukan yang

lebih lengkap fasilitasnya. Melihat tingginya angka kesakitan dan kematian pada bayi

dengan BBLR, Maka peneliti tertarik untuk membahas dan mempelajari lebih dalam

tentang penyakit berat badan lahir rendah pada bayi baru lahir.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari dan mempraktikkan asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosa Berat Badan Lahir Rendah di RSUD 45 Kuningan.

2. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu :

a. Pengkajian dan analisa data prioritas klien untuk kasus BBLR

b. Merumuskan diagnosa atau masalah keperawatan dari kasus BBLR


c. Melakukan rencana asuhan keperawatan untuk kasus BBLR

d. Menyusunsegera implementasi (dependen, independen, interdependen) kasus

BBLR

e. Mengevaluasi efektifitas asuhan yang diberikan dan memperbaiki tindakan yang

dipandang perlu diperbaiki dengan kasus BBLR

C. Manfaat

Hasil studi kasus dapat dimanfaatkan oleh institusi maupun profesi dalam upaya

penyempurnaan asuhan keperawatan pada kasus Berat Badan Lahir Rendah.

1. Pendidikan

Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan penyempurnaan

penanganan kasus Berat Badan Lahir Rendah.

2. Perawat

Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi keperawatan dalam

asuhan keperawatan pada kasus Berat Badan Lahir Rendah.

3. Penulis

Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan asuhan

keperawatan di Rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai