Anda di halaman 1dari 23

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)


DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
TAHUN 2015

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :
YULIA KAROLENA
(13041067)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HANGTUAH PEKANBARU
TAHUN 2014/2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (usia
kehamilan). Umumnya bayi yang normal berat badannya mencapai 2500
gram pada usia kehamilan sekitar 38 minggu, bayi yang BBLR hingga saat
ini masih merupakan masalah diseluruh dunia karena merupakan penyebab
kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir (Manuaba DKK, 2010).
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam
menentukan derajat kesehatan anak, karena merupakan cerminan dari
status kesehatan anak. Saat ini Penyebab kematian bayi baru lahir atau
neonatal (0-28 hari) didunia adalah asfiksia neonatorum (49-60%), infeksi
(24-34%) prematuritas (15-20%), tvrauma persalinan (2-7%) dan cacat
bawakan (1-3%). Jika dibandingkan dengan Negara tetangga di Asia
Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filifina AKB (angka
kematian bayi) dinegara Indonesia lebih tinggi. Kelahiran BBLR terus
meningkat pertahunnya di negara maju seperti Amerika Serikat,
sedangkan di Indonesia kelahiran BBLR justru diikuti oleh kematian bayi
(Manuaba, 2011).
Menurut Sistriani (2008) beberapa faktor resiko yang
mempengaruhi BBLR ditinjau dari faktor ibu, kehamilan, dan faktor janin.
Faktor ibu meliputi gizi saat hamil kurang, umur ibu (<20 tahun dan > 35
tahun), jarak kehamilan terlalu dekat, dan penyakit menahun. Faktor
kehamilan seperti hidramnion dan kehamilan ganda. Faktor janin yang
mempengaruhi BBLR seperti cacat bawaan dan infeksi dalam rahim.
Faktor-faktor resiko lainnya yang mempengaruhi kejadian BBLR antara
lain Paritas, status ekonomi, Pendidikan, dan Pekerjaan ibu.
Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, Angka BBLR
sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari penurunan target BBLR yang

2
ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat
2010 yakni maksimal 7%. Menurut SDKI 2002-2003, sekitar 57%
kematian bayi terjadi pada bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya
disebabkan oleh gangguan perinatal dan bayi berat lahir rendah. Menurut
perkiraan, setiap tahunnya sekitar 400.000 bayi lahir dengan berat badan
rendah (Rati, 2012).
Kejadian BBLR dipropinsi Riau pada tahun 2008 menunjukan
angka 9,14 %. Sementara itu data BBLR dikota Pekanbaru semakin
meningkat hal ini dapat diketahui dari tahun 2010 jumlah BBLR Mencapai
12,2% dan pada tahun 2011 jumlah BBLR telah mencapai 14,7% dan
tahun 2012 tercatat 16,3% (Depkes, RI, 2013)
Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau, Didapatkan kasus BBLR pada tahun 2011 tercatat 99 kasus (6,1% )
dari 1632 kelahiran bayi dan pada tahun 2012 kasus BBLR menjadi
108(6,9%) dari 1547 kelahiran bayi, tahun 2013 tercatat 97 kasus(7,6%)
dari 1268 kelahiran bayi, Sedangkan pada tahun 2014 kasus dengan
peringkat nomor empat dari sepuluh penyakit neonatus, Pada periode
bulan januari hingga desember tercatat 111 (8,3%) dari 1330 kelahiran
bayi.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
tentang ‘’faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir
rendah (BBLR) di RSUD Arifin achmad Provinsi Riau tahun 2015’’.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah : ”Faktor-faktor apakah yang
berhubungan dengan kejadian bayi berat badan lahir rendah (BBLR) di
RSUD Arifin achmad Pekanbaru Riau 2015 ?”

3
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian bayi berat badan lahir rendah (BBLR) di RSUD Arifin achmad
Pekanbaru Riau 2015.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan faktor umur ibu dengan kejadian bayi
berat lahir rendah (BBLR) di RSUD Arifin achmad tahun 2015.
b. Diketahuinya hubungan faktor paritas ibu dengan kejadian bayi
berat lahir rendah (BBLR) di RSUD Arifin achmad tahun 2015.
c. Diketahuinya hubungan faktor kehamilan kembar dengan kejadian
bayi berat lahir rendah (BBLR) di RSUD Arifin achmad tahun
2015.
d. Diketahuinya hubungan faktor jarak kehamilan dengan kejadian
bayi berat lahir rendah(BBLR) di RSUD Arifin achmad tahun
2015.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi STIKes Hang Tuah pekanbaru


Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk peningkatan dan
memperluas wawasan mahasiswa khususnya Program Studi Diploma III
Kebidanan STIKes Hang Tuah pekanbaru tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR).
b. Bagi RSUD Arifin Achmad
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) dan
dapat memberikan konseling pada ibu.

4
c. Bagi Peneliti
Dapat mengembangkan penelitian yang telah ada ini dengan
memperluas variabel yang akan diteliti dan metode penelitian yang
berbeda serta tempat penelitian yang berbeda.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian bayi berat badan lahir rendah (BBLR).


Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia kehamilan dan ini
merupakan salah satu faktor kontibusi terhadap kematian bayi khususnya
pada masa perinatal. selain itu BBLR dapat mengalami gangguan mental dan
fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan
perawatan yang tinggi. bayi BBLR hingga saat ini masih merupakan
penyebab kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir (Proverawati &
Ismawati 2012).
Menurut Wahyuni (2011), bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah
bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500gram. BBLR dapat dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Prematuritas murni
yaitu bayi yang lahir di usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan
atau disebut neonatus kurang bulan-sesuai dengan masa kehamilan.
b. Dismaturitas
yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa kehamilan. dismatur dapat terjadi pada peterm, aterm,
posterem.

2. Klasifikasi bayi berat badan lahir rendah (BBLR).


Menurut Proverawati dan Ismawati (2012) berkaitan dengan
penangananya dan harapan hidupnya, bayi berat badan lahir rendah
dibedakan dalam :
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) Berat lahir 1500-2500 gram.

6
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) Berat lahir <1500 gram.

3. Diagnosis bayi berat badan lahir rendah (BBLR).


a. Sebelum bayi lahir
a) Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematums dan lahir mati.
b) Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tua nya kehamilan.
c) Pergerakan jadi yang pertama (quickening) terjadi lebih
lambat,gerakan janin lebih lambat waluapun kehamilannya sudah
agak lanjut.
d) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai dengan yg
seharusnya.
e) Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramion atau bisa pula
dengan hidramion : hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut
dengan toksemia gravidarum atau pendarahan antepartum
b. Setelah bayi lahir
a) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin
b) Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37minggu.
c) Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi
pertumbuhan intra uterin.
d) Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya, karena itu sangat peka terhadap gangguan pernapasan,
infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan sebagainya.

4. Prognosis bayi berat badan lahir rendah (BBLR).


Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat
ringannya masalah perinatal, misalnya masalah gestasi (makin muda masa
gestasi makin rendah berat bayi makin tinggi angka kematian), Asfiksia/
iskemia otak, Sindrom gangguan pernapasan dan Prognosis ini juga
tergantung juga keadaan sosial ekonomi, Pendidikan orang tua dan
perawatan pada saat Kehamilan, Persalinan dan Postnatal (pengaturan susu

7
lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan
pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain-lain)
(Pantiawati, 2010).

5. Ciri-ciri bayi berat badan lahir rendah (BBLR).

Menurut Proverawati dan Ismawati (2012), bayi baru lahir (BBLR)


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37minggu.


b. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500gram.
c. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46cm, lingkar kepala sama
dengan atau kurang dari 33cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari
30cm.
d. Rambut lanugo masih banyak.
e. Jaringan lemak subkutan tipis ato kurang.

6. Komplikasi bayi berat badan lahir rendah (BBLR).


Menurut Wahyuni (2011), komplikasi langsung yang dapat terjadi
pada bayi berat lahir rendah antara lain :
a. Hipotermia
b. Hipoglikemia
c. Gangguan cairan atau elektrolit
d. Hiperbilirubinemia
e. Sindroma gawat nafas
f. Paten diktus arteriosus
g. Infeksi
h. Pendarahan intraventikuler
i. Apnea of prematurity
j. Anemia

8
Menurut Pantiawati (2011), Masalah jangka panjang yang mungkin
timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah(BBLR) antara lain :

1. Gangguan perkembangan
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan penglihatan
4. Gangguan pendengaran atau penyakit paru kronis
5. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
6. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan( Pantiawati, 2011)

7. Penanganan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).


Menurut wahyuni ( 2011) penanganan bayi baru lahir (BBLR)
yaitu sebagai berikut :
a. Mempertahankan suhu dengan dengan ketat BBLR mudah
mengalami hipotermia oleh sebab itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat BBLR sangat rentan akan infeksi ,
perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci
tangan sebelum memegang bayi.
c. Pengawasan nutrisi/ASI Refleks menelan BBLR belum sempurna
,oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
d. Penimbang ketat Perubahan berat badan mencerminkan kondisi
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan tahan tubuh,oleh sebab
itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.

Kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg/hari atau


100-120 cal/kg/hari. Pemberian dilakukan secara bertahap sesuai
kemampuan bayi untuk sesegra mungkin mencukupi kebutuhan
cairan/kalori (Pantiawati, 2010).

9
8. Upaya bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
Menurut Dewi (2010), untuk mencegah terjadinya BBLR dapat
dilakukan beberapa upaya sebagai berikut:
a. Upayakan agar melakukan asuhan antenatal yg baik, segera
melakukan konsultasi merujuk menderita bila terdapat kelainan.
b. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah
terjadinya persalinan dengan BBLR.
c. Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana.
d. Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm
atau tirah baring bila terjadi keadaan yg menyimpang dari partus
normal kehamilan.
e. Tingkatkan kerja sama dengan dukun beranak terutama yg
mendapat kepercayaan dari masyarakat.
9. Faktor-faktor penyebab bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
Macam-macam faktor resiko penyebab BBLR dalam penelitian ini
adalah:
1) Faktor Ibu
a. Umur
Menurut Munuaba(2006), usia reproduksi wanita yang baik
adalah ketika wanita berusia antara 20-35 tahun, sementara itu
menurut Prawiroraharjo(2006), dalam kurun reproduksi sehat
dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun. kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di <20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi
dari pada kematian maternal yang teradi pada usia 20-29 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali pada usia >30-35
tahun.
Usia dapat mempengaruhi kejadian BBLR karena pada usia
<20 tahun Kurangnya matangnya alat reproduksi untuk hamil
sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan
dan perkembangan janin, Sedangkan BBLR yang terjadi pada

10
usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat
reproduksi, Kelainan kromosom, dan penyakit kronis. Ibu-ibu
yang terlalu muda sering kali secara emosional dan fisik belum
matang, Ibu yang masih muda masih tergantung pada orang
lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda
berusia kurang dari 20 tahun. Sedangkan pada ibu yang sudah
tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi
badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga
dapat mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan
kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia
diluar usia 20 sampai 35 tahun (Munuaba, 2006).

b. Jarak kehamilan
Jarak kehamilan yang baik untuk melangsungkan
kehamilan dan persalinan adalah sekitar 3 hingga 5 tahun.
Sedangkan jarak kehamilan yang kurang dari 3 tahun
merupakan jarak kehamilan yang terlalu dekat. Jarak kehamilan
yang terlalu dekat ini tentunya akan berdampak pada sistem
organ reproduksi. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh para
ahli,bahwa ibu hamil dan ibu bersalin dengan jarak anak yang
terlalu dekat lebih cendrung mengalami komplikasi baik dalam
kehamilan maupun persalinan. Jarak kehamilan kurang dari 2
tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan pendarahan pada saat persalinan karena
keadaan rahim belum pulih dengan baik ( Munuaba, 2006).
Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat
berdekatan (dibawa 2 tahun) akan mengalami peningkatan
resiko terhadap terjadinya pendarahan pada trimester III,
termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban
pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah. Jarak kehamilan(birth spacing) berdampak terhadap

11
kesiapan ibu untuk hamil lagi yang ditunjukan oleh status gizi
sebelum hamil. Status gizi ibu sebelum hamil menjadi faktor
penentu penambahan berat badan selama hamil, jarak kelahiran
yang pendek dan status gizi ibu yang kurang memadai bisa
menyebabkan terjadinya kegagalan tumbuh janin saat dalam
kandungan dan kelahiran bayi dengan BBLR. Bayi BBLR
karena IUGR ( inta uterin growth rederlation) Memiliki
kemampuan yang lebih mudah terkena infeksi ,lebih mudah
dan lebih lama sakit. Dan sakit yang diderita biasanya lebih
berat, serta mempunyai keterbatasan kemampuan intelektual.
Rendanya berat badan bayi lahir menyebabkan kondisi yang
tidak menguntungkan pada pertumbuhan,perkembangan dan
gaya hidup serta perkembangan penyakit lain saat dewasa.
Sementara itu ibu yang sering hamil mempunyai peluang besar
terjadinya maternal deleption zat-zat gizi terutama persediaan
mineral tubuh yang dapat menyebabkan penuaan dini,
osteoporosis, dan anemia sehingga mempengaruhi kinerja dan
produktivitas kerja ( Manuaba, 2006).

c. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh
seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir meninggal. Seorang
ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak
memperhatikan kebutuhan nutrisinya karena selama hamil zat-
zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya.
Paritas yang beresiko melahirkan BBLR adalah paritas 0 yaitu
bila ibu pertama kali hamil dan mempengaruhi kondisi
kejiwaan serta janin yng dikandungnya, dan paritas lebih dari 4
dapat berpengaruh pada kehamilan berikutnya kondisi ibu

12
belum pulih jika hamil kembali. Paritas yang aman ditinjau dari
sudut kematian maternal adalah paritas 1-4 (Sistriani, 2008).
Paritas ibu diklasifikasikan menjadi primipara (ibu yang
melahirkan anak pertama), multipara (ibu yang melahirkan
anak kedua dan ketiga), dan grandemultipara (ibu yang
melahirkan anak keempat atau lebih). Ibu dengan paritas lebih
dari empat anak beresiko 2,4 kali lebih besar untuk melahirkan
BBLR karena setiap proses kehamilan dan persalinan
menyebabkan trauma fisik dan psikis, semakin banyak trauma
yang ditinggalkan menyebabkan penyulit pada kehamilan dan
persalinan berikutnya. Kehamilan grandemultipara (paritas
tinggi) menyebabkan kemunduran daya lentur (elastisitas)
jaringan yang sudah berulang kali direngangkan oleh
kehamilan sehingga cenderung untuk timbul kelainan letak
ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin
sehingga melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).Hal ini
dapat mempengaruhi suplai gizi dari ibu ke janin dan semakin
tinggi paritas maka resiko nuntuk melahirkan BBLR semakin
tinggi (Asiyah, 2010).
Menurut Forney A dan E.W.Whitenhorne, paritas yang
aman untuk tidak terajdinya komplikasi pada saat persalinan
yaitu dengan jumlah melahirkan 1-3 kali (Manuaba, 1998).
Berdasarkan penelitian Hidayah, N (2002) terdapat hubungan
besar resiko paritas ibu dengan kejadian komplikasi persalinan.

2) Faktor janin
Kehamilan ganda
Menurut manuaba 2006 Prematur, Hidramnion, Kehamilan
kembar/ganda (gameli), kelainan kromosom.

13
Sedangkan Kehamilan kembar/ganda ialah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Kehamilan tersebut selalu menarik
perhatian wanita itu sendiri,dokter dan masyarakat. Bahaya
bagi ibu tidak begitu besar,tetapi wanita dengan kehamilan
kembar memerlukan perhatian dan pengawasan khusus bila
diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu janin
(Manuaba,2006).
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan
daripada janin pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan
yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan
janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah
itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena regangan yang
berlebihan sehingga menyebabkan peredaran darah plasenta
mengurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar
rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada kehamilan tunggal
(Prawirohardjo, 2007).
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak
sama, dapat berbeda antara 50-1000 gram, karena pembagian
darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada
kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga melewati
batas toleransi dan sering terjadi partus prematurus. Kebutuhan
ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah,
yang akan menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi l

3) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh diantaranya
tempat tinggal didataran tinggi, Radiasi, Sosial ekonomi

14
10. Penyakit-Penyakit Yang Berhubungan Dengan bayi berat badan lahir
rendah (BBLR).
Menurut Hasan, et al (1997), penyakit-penyakit yang ada
hubungannya dengan BBLR yaitu:
a. Sindrom gangguan pernafasan idiopatik
Disebut juga penyakit membrane hialin karena pada stadium
terakhir akan terbentuk mem bran hialin yang melapisi alveolus paru.
b. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada bayi premature karena reflex menelan dan
batuk belum sempurna.
c. Perdarahan intraventrikular
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral biasanya disebabkan
oleh karena anoksia otak.
d. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiperbilirubinemia
dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena faktor kematangan
hepar sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk
belum sempurna.
e. Hipoglikemia
Keadaan ini dapat terjadi pada kira-kira 15 persen pada bayi
dengan berat lahir rendah. Karena itu, pemeriksaan secara teratur
terhadap kadar glukosa bayi harus dilakukan hingga dapat diberikan
makanan. Jika terdeteksi, dapat diberikan glukosa melalui infuse
intravena (6-9 mg/kg/menit).
f. Hipotermia
Hipotermia dapat terjadi karena terbatasnya kemampuan untuk
mempertahankan suhu panas karena pertumbuhan otot-otot yang
belum memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak
subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak
memadai, belum matangnya system saraf pengatur suhu tubuh, rasio

15
luas permukaan tubuh relative lebih besar dibandingkan berat badan
sehingga mudah kehilangan panas.

11. Penatalaksanaan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).


Jones (1994) mengemukakan bahwa tujuan penatalaksanaannya
adalah:
a. Memberikan suatu lingkungan yang sedapat mungkin mendekati
lingkungan intra-uteri.
b. Mencegah infeksi
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
d. Mendeteksi dan merawat kemungkinan komplikasi metabolic dan
komplikasi lainnya.
Perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah harus dilakukan
oleh ahli neonatologi, dengan fasilitas yang ada di uni perawatan neonatus
intensif. Lingkungan terbaik bagi bayi kecil adalah di sebuah ruang
perawatan bayi dengan suhu dipertahankan tidak kurang dari 24°C, atau
jika bayi sangat kecil dimasukkan ke dalam incubator dengan suhu
dipertahankan 26-32°C, dengan kelembaban 65-75 persen. Oksigen
diberikan melalui kotak kepala (head box) atau masuk ke dalam incubator
secara terkontrol. Infeksi dikontrol dengan perhatian khusus untuk
mencegah penularan infeksi dari pengunjung dan staf yang bertugas, dan
hal-hal lain ke kamar perawatan bayi. Mencuci tangan sebelum memegang
bayi merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting.

C. Kerangka Konsep
Dari kerangka teori di atas, maka kerangka konsep yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :

16
Variabel independen variabel dependen

Faktor-faktor yang berhubungan


dengan kejadian BBLR

1. Umur BBLR
2. Paritas
3. Kehamilan ganda
4. Jarak kehamilan

Skema 1.1
Kerangka konsep

D. Hipotesa

1. Ada hubungan umur ibu dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR)
di RSUD Arifin achmad provinsi riau tahun 2015.
2. Ada hubungan paritas ibu dengan dengan kejadian bayi berat lahir rendah
(BBLR) di RSUD Arifin achmad profinsi riau tahun 2015
3. Ada hubungan kehamilan kembar dengan kejadian bayi berat lahir rendah
(BBLR) di RSUD Arifin achmad profinsi riau tahun 2015.
4. Ada hubungan jarak kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah
(BBLR) di RSUD Arifin achmad profinsi riau tahun 2015.

17
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian yang
akan digunakan adalah cross sectional yaitu dimana semua objek yang
diteliti akan diamati pada waktu yang bersamaan (Suyanto & Salamah,
2009).

B. Lokasi dan waktu penelitian


1. Lokasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Arifin achmad Propinsi
Riau.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai
November 2015
C. Populasi dan sampel penelitian
1. Populasi
Populasi adalah seluruh bayi yang lahir di RSUD Arifin achmad
Provinsi Riau.
2. Besar sampel
Sampel adalah sebagian dari objek yang akan diteliti,dalam
pengambilan sampel digunakan rumus Setiawan & saryono(2011) sebagai
berikut :

n= N

1+N(d)2

18
Keterangan :
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : tingkat kesalahan yang dapat ditorerir(0,1)

n= 1330

1+ 1130 (0,1)2

n= 1130

1 + 1330 + (0,01)2

n = 93,00

jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 93 orang.


Teknik pengambilan sampel secara simple rondom sampling
dengan sistem cabut undian yaitu pengambilan sampel sedemikian rupa
sehingga setiap unit dasar memiliki kesempatan yang sama untuk diambil
sebagai sampel. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah bayi
yang lahir di RSUD Arifin achmad Propinsi Riau tahun 2014 dengan data
lengkap.

D. Alat pengumpulan data


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar cheklist sebagai
alat pengumpulan data.

E. Prosedur pengumpulan data


Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan data sekunder yaitu pengumpulan data yang
didapatkan secara tidak langsung melalui catatan rekam medik yang akan

19
diteliti. Setelah data terkumpul maka data diolah dengan menggunakan
program komputerisasi. Analisi data penelitian menghasilkan informasi
yang benar.ada beberapa tahap dalam kegiatan analisis data,sehingga
diperoleh informasi yang valid yaitu :
1. Editing
Data yang sudah dikumpulkan diperiksa kembali untuk
mengetahui kelengkapan dan kesalahan serta melihat konsistensi
jawaban.
2. Coding
Setelah data masuk diperiksa setiap jawaban yang
dikonversi kedalam angka-angka atau kode-kode sehingga
memudahkan dalam pengelolaan data,selanjutnya diberi skoring
sesuai dengan kategori datadan jumlah item pertanyaan,
kemudian dilakukan penjumlahan skor responden setiap variabel.
3. Entri data
Memasukan kode jawaban pada program pengolahan data,
dengan menggunakan program komputerisasi.
4. Cleaning
Sebelum analisa data-data yang sudah dimasukkan kode
perlu dilakukan pengecekkan, kalau ditemukan kesalahan dalam
memasukan kode dapat diperbaiki

F. Defenisi Operasional
Defenisi Operasional merupakan suatu cara untuk mempermudah
pengumpulan data dan menghindari perbedaan interprestasi serta
membatasi ruang lingkup variabel. Variabel yang dimasukan dalam
defenisi operasional adalah variabel kunci/penting yang dapat di ukur
secara operasional dan dapat dipertanggungjawabkan (Setiawan &
Saryono , 2010).
Untuk mengetahui defenisi operasional dan penelitian ini,dapat
dilihat pada tabel 3.1

20
Variabel Defenisi Alat Skala Hasil ukur
operasional ukur ukur
BBLR Bayi baru Lembar Nominal 1. BBLR, jika berat bayi <
Check list
lahir dengan 2500 gr
Tidak
berat badan < normal 2. Tidak BBLR, jika berat
2500 grm bayi ≥2500 gr.
Umur Umur yang Lembar
Nominal
dimiliki ibu checlist 0. Beresiko, jika umur ibu < 20 dan
(responden) > 35 tahun.
yang diperoleh 1.Tidak beresiko, jika umur ibu 20-
dari status pada 35 tahun.
saat bersalin di
RSUD Arifin
achmad pada
thn 2014
Paritas Jumlah anak Lembar nominal
yang dilahirkan checlist
ibu baik yang 0. Beresiko 0 - >4
lahir hidup
1. Tidak beresiko 1- 4
maupun mati
yang terdapat di
RSUD Arifin
achmad
jarak Jarak umur Lembar Nominal 0. Beresiko < 3 tahun
kehamilan anak ibu setiap checlist 1.Tidak beresiko ≥ 3th
kelahiran
Kehamilan Ibu yang Lembar Nominal 0.beresiko>1
ganda mengalami checlist 1.Tidak beresiko<2
kehamilan
kembar atau
lebih

21
Tabel 3.1 Defenisi operasional

G. Analisa Data
Rencana analisa data dalam penelitian ini menggunakan dua analisa
yaitu sebagai berikut :
1. Univariat
Analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis
univariat,dimana dilakukan pada tiap-tiap variabel hasil penelitian,
menghitung persentase hasil penelitian untuk mengetahui hasil yang
nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur pembahasan dan
kesimpulan ( Riwidikdo,2008 ).
2. Bivariat
Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara variabel
independen dan dependen,penulis menggunakan uji perbedaan uji chi
square dengan sistem komputerisasi. Dengan dasar pengambilan
keputusan yaitu dengan membandingkan nilai Pvalue dengan nilai

0,05,sebagai berikut :
a. Jika Pvalue >0, 05, maka Ho ditolak artinya tidak ada
hubungan.
b. Jika Pvalue < 0,05, maka Ha gagal ditolak artinya ada
hubungan.

22
No No responden Usia Jarak Paritas Keham
ibu kehamila ilan
n gameli
<20- 20- >3th >3th 0-4 1-4 <1 >1
>35 35

23

Anda mungkin juga menyukai