Oleh:
Kelompok 10 Kelas B
JAKARTA
MEI 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55
tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium)
ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old(70-75 tahun), old(75-80
tahun), dan very old( > 80 tahun) (Efendi, 2009)
4
2.6.5 Kebutuhan Gizi Pada Lansia
Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas
biologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan
memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun.
Kalori
Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per
hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang.
Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan
harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan
senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan
pencernaan dan penyerapannya kurang efisien). Beberapa penelitian
merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan
sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik
diantaranya adalah pangan hewani dan kacang-kacangan.
5
Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori
yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40%
dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis
(penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari
konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly
unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak
jenuh.
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau
konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat
makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat
yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh.
Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara
komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat
menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat
diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula
sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari
kacang-kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan
sumber serat.
6
paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang
menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan
anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk
membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya
dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat.
Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan
tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine),
membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi
kerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.
Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk lansia yang sehat, menu sehari-hari
hendaknya :
7
Susunan makanan sehari-hari untuk manula hendaknya tidak terlalu
banyak menyimpang dari kebiasaan makanan, serta disesuaikan dengan
keadaan psikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan dan menu makanannya disesuaikan dengan ketersediaan dan
kebiasaan makan tiap daerah.
- Umur
- Jenis kelamin
- Aktivitas/kegiatan fisik dan mental
- Postur tubuh
- Pekerjaan
- Iklim/suhu udara
- Kondisi fisik tertentu
- Lingkungan
8
Pola susunan makanan untuk manula dalam sehari
a. Malnutrisi Umum
Malnutrisi umum dapat diartikan sebagai diet tidak mengandung beberapa
nutrien dalam jumlah yang memadai. Keadaan ini disebabkan oleh
ketidakacuhan secara umum yang disebabkan oleh berbagai keadaan.
b. Defisiensi nutrien tertentu
Defisiensi ini terjadi bila suatu makanan atau kelompok makanan tertentu tidak
ada dalam diet, seperti Vitamin C, Vitamin D, asam folat dan besi.
c. Obesitas
9
Besarnya permasalahan ini akan meningkat bilamana masukan energi tidak
dikurangi saat aktivitas jasmaniah semakin menurun. Obesitas yang ekstrem
jarang terjadi begitu seseorang masuk usia pensiun. Obesitas biasanya
disebabkan oleh kebiasaan makan yang jelek sejak usia muda.
10
BAB III
ANALISIS RESEP
11
Penulisan Ulang Resep:
R/ Curcuma No. X
S 1 dd 1
R/ Rovital No. X
S 1 dd 1
12
3.1.1. Kajian Administratif
Berdasarkan pengkajian resep yang dilakukan, didapatkan hasil pengkajian
administratif resep sebagai berikut:
No. Keterangan Ada Tidak
1. Nama dokter
2. SIP dokter
3. Alamat dokter
4. Tanggal penulisan resep (inscriptio)
5. Tanda /paraf dokter (subscriptio)
6. Nama pasien
7. Umur
8. Jenis kelamin pasien
9. Berat badan pasien
10. Tinggi badan pasien
11. Tanda resep diawal penulisan resep (R/)
13
3.1.2. Kajian Farmasetik
Berdasarkan pengkajian resep yang dilakukan, didapatkan hasil pengkajian
kesesuaian farmasetik resep sebagai berikut:
No. Keterangan Ada Tidak
1. Nama Obat
2. Bentuk sediaan
3. Kekuatan sediaan
4. Dosis
5. Jumlah obat
6. Aturan pakai
7. Stabilitas
8. Kompatibilitas
14
Aturan pakai 1x sehari 1 tab Tepat
Cara penggunaan Digunakan pada malam hari Tepat
Duplikasi Indikasi - -
Alergi dan RTOD - -
Kontraindikasi - -
Interaksi Obat - -
Rovital
Kriteria Dalam Resep Keterangan
Ketepatan Indikasi Suplemen Tepat (Suplemen)
Ketepatan Dosis 1 x sehari Tepat (DR DL geriatri)
Aturan pakai 1xsehari 1 tablet Tepat
Cara penggunaan Digunakan pada malam hari Tepat
Duplikasi Indikasi - -
Alergi dan RTOD - -
Kontraindikasi - -
Interaksi Obat - -
1. Curcuma tablet
Dosis lazim dewasa (DL) curcuma tablet : 1-2 kali 200 mg/hari
Dosis dalam resep : 1 kali perhari (200mg)
Kesimpulan: dosis sesuai DL
Dapus : Iso vol 46 hal 488/ mims vol 14 hal 297
2. Rovital
Komposisi :
Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, dan Vitamin B12
Dosis lazim dewasa (DL) rovital tablet : 1-2 tablet/hari
15
Dosis dalam resep : 1 tablet/hari
Kesimpulan : dosis sesuai DL
Dapus : iso vol 46 hal 583
Dosis Rovital dalam resep sesuai dengan dosis lazim Rovital menurut
literatur (DR DL).
Berdasarkan perhitungan dosis, penggunaan dosis curcuma dan rovital dalam
resep sesuai dengan interval dosis lazim geriatrik.
Perhitungan :
1. Curcuma tab
HNA
100 tab = Rp. 46.000,-
1 tab = Rp. 46.000,- / 100 tab
= Rp. 460,-
HJA
Rp. 460,- x 10 tab x 1.1 x 1.3 = Rp. 6.578 = 6.600
(ISO hal 488)
2. Rovital tab
HNA Rp. 35.090,- / 10 tab
1 tabletnya = Rp 3.509
HJA = 3.509 x 10 x 1.1 x 1.3 = Rp 50.178 = 50.200
(medicationstore.com)
1. Harga Resep
Harga Resep = (Harga Curcuma + Harga Rovital tab + Biaya Pelayanan
Non-Racik
= (Rp 6.600 + Rp 50.200) + Rp 1000
16
Harga Resep = Rp 57.800
Jadi, jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk menebus resep tersebut
adalah sebesar Rp 57.800
1. Penyiapan Obat
Pada saat penyiapan obat, seorang apoteker harus mengetahui petunjuk
pemakaian suatu obat, yang meliputi dosis, waktu pemakaian dan lama
pemakaian suatu obat sehingga pengobatan dapat efektif. Selain itu informasi ini
juga bermanfaat pada penyiapan etiket untuk obat yang akan diserahkan. Berikut
adalah langkah-langkah dalam penyiapan obat:
a. Menyiapkan Curcuma sebanyak 10 tablet dan Rovital sebanyak 10 tablet.
b. Memberikan etiket pada masing-masing sediaan agar dapat dengan jelas
dibaca.
Dalam memberikan etiket, jenis etiket yang digunakan harus diperhatikan.
Etiket putih digunakan untuk obat yang melewati sistem pencernaan, sedangkan
17
etiket biru digunakan untuk pemakaian luar tubuh tidak melewati sistem
pencernaan. Curcuma tablet dan Rovital tablet merupakan sediaan tablet
multivitamin untuk pemakaian secara oral sehingga etiket yang digunakan adalah
etiket berwarna putih.
Etiket Curcuma
Apotek
Jl. Bhakti Husada Lingkar Barat Bengkulu 11255
Tlp. 12345
APA : Fitri Pratiwi S.Farm., Apt
SIPA : 956754010
Etiket Rovital
Apotek
Jl. Bhakti Husada Lingkar Barat Bengkulu 11255
Tlp. .....
APA : Fitri Pratiwi S.Farm., Apt
SIPA : 956754010
18
2. Penyerahan Obat
Dalam penyerahan obat, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh
seorang Apoteker agar pengobatan yang diterima pasien dapat menjadi lebih
efektif. Langkah-langkah tersebut antara lain:
a. Mengontrol kesesuaian nomor R/ pada masing-masing etiket, nama pasien,
nama dokter
b. Memanggil nama pasien sesuai yang tertera pada etiket dan meminta pasien
untuk menyerahkan nomor resep yang sama dengan yang terdapat di R/
c. Memberikan informasi tentang, khasiat, efek samping obat, penggunaan obat,
dan cara penyimpanan.
Khasiat obat
19
Penyimpanan Obat
Simpan ditempat yang sejuk dan kering, terlindung dari cahaya, dan
jauhkan dari jangkauan anak-anak.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pada skrining resep, penulisan resep masih belum memenuhi syarat administratif
(berat badan, dan tinggi badan pasien) dan kesesuaian farmasetik (dosis, bentuk
sediaan, stabilitas dan kompatibilatas).
2. Pada analisis DRP, tidak terdapat resep dikatakan rasional
3. Pada resep diberikan dua jenis obat terdiri dari Curcuma tablet sebagai suplemen,
dan Rovital tablet sebagai multivitamin yang diberikan pada pasien geriatri.
4.2. Saran
Dalam kegiatan skrining resep, bila ditemukan adanya ketidaksesuaian dari
hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis agar terapi obat
yang diterima pasien efektif dan aman untuk digunakan sehingga tujuan terapi pada
pasien tercapai.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ferry Efendi. (2009). Psikologi Pada Lansia. Diambil pada tanggal 20 mei 2016,
http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/psikologi-lansia
ISFI. (2010). Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia Volume 46 2011 s/d 2012.
Jakarta: PT ISFI Penerbitan
ISFI. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
Komite Penyusun IONI BPOM. (2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia
(IONI) Cetakan Pertama. Jakarta: BPOM RI, KOPERPOM dan CV Sagung
Seto. Halaman 244 & 261.
Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian No. 35 Tahun
2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Jakarta: Menkes
RI.
World Health Organization (WHO), (2009), Classification of Geriatric.
22