KESEHATAN
OPINI MENGENAI ISU KESEHATAN
Disusun Oleh :
Nama: Devina Farry Armadani
NIM : 101911133143
Kelas : IKM D 2019
Isu kesehatan di Indonesia yang marak terjadi dan menjadi salah satu fokus
pemerintah akhir-akhir ini adalah masalah stunting. Di berbagai daerah kerap
ditemukan masalah stunting dengan presentase yang cukup besar. Masalah ini
merupakan masalah yang serius bagi negara kita mengingat status gizi balita
merupakan salah satu indikator keberhasilan kesehatan untuk mencapai MDG’s.
Tentunya upaya-upaya pencegahan dan penanganan perlu diberikan sebab apabila
tidak ditangani dengan serius maka hal ini akan menyebabkan dampak yang sangat
berpengaruh di masa yang akan datang. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan
dalam benak kita masing-masing yang penting untuk dijawab dan diselesaikan
bersama. Apa faktor yang menyebabkan stunting bisa terjadi pada anak usia balita?
Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan terhadap kasus ini ?
Faktor ekonomi ternyata juga ikut andil dalam terjadinya stunting seperti
pada penelitian Cherkley yang menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan linier
(stunting) sering terjadi pada balita miskin di Peru dimana rata-rata anak yang
berusia 24 bulan, tinggi badannya lebih pendek 2,5 sentimeter dari standar
internasional (Kusumawati et al., 2013). Selain faktor tersebut, stunting juga
disebabkan oleh infeksi yang berhubungan dengan defisiensi gizi baik mikronutrien
dan makronutrien. Protein, vitamin A, zinc, zat besi, iodin, kalsium, fosfor sangat
penting bagi pertumbuhan anak di usia balitanya. Sedangkan, rata-rata asupan zat
gizi tersebut sangat rendah pada anak stunting. Ini yang harus kita cegah bersama
karena makanan yang dikonsumsi sehari-hari harus memberikan semua zat gizi
yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Energi yang masuk melalui makanan
harus seimbang dengan kebutuhan energinya. Balita yang mendapatkan asupan gizi
cukup tetapi sering mengalami infeksi seperti diare, artinya ia pun menderita
kekurangan gizi. Infeksi mudah menyerang salah satu faktornya adalah karena
balita yang tidak cukup makan sehingga imunitas atau daya tahan tubuhnya
menurun. Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 bertekad menurunkan prevalensi gizi kurang 18,4 menjadi
15% dan menurukan prevalensi balita pendek dan sangat pendek dari 36,8 %
menjadi 32% (Sulistianingsih & Ari Madi Yanti, 2015). Hal tersebut memberikan
sedikit angin segar bagi masyarakat untuk segera meningkatkan kualitas hidup
sehat sebagai upaya dan langkah yang diberikan pemerintah. Sehingga seharusnya
tidak ada lagi anak yang asupan gizinya kurang.