Anda di halaman 1dari 19

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


F4UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

GENTASIBU

Oleh:
dr. Christian Surya
dr. Grace Niken Samaya
dr. Irene Lampita
dr. Mustika Rinjani
dr. Grace Setiawan

Pendamping:
dr. Danang Zulkifli

PUSKESMAS NGRONGGOT
DINAS KESEHATAN KABUPATEN NGANJUK
2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu masalah pokok kesehatan di negara berkembang adalah
masalah kekurangan gizi. Di negara Indonesia masih banyak dijumpai
kekuarangan gizi bahkan sampai pada kasus gizi buruk. Gizi buruk atau
malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk yang disebabkan
karena kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat
ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan
kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan
asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi
ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan
(Puskel, 2011).
Saat ini gizi buruk tetap menjadi masalah yang cukup signifikan di
seluruh dunia, terutama pada anak-anak. Kemiskinan, bencana alam, masalah
politik dan peperangan dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk dan kelaparan.
Oleh karena itu, penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan
medis dan pelayanan kesehatan saja. Upaya pemerintah dalam menanggulangi
gizi secara khusus mempunyai tujuan untuk meningkatkan cakupan deteksi dini
gizi buruk. Upaya upaya tersebut antara lain: revitalisasi posyandu, revitalisasi
Puskesmas, intervensi gizi kesehatan, promosi keluarga sadar gizi,
pemberdayaan keluarga, advokasi dan pendampingan, revitalisasi Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) (Depkes RI, 2008).
Kabupaten Nganjuk mempunyai program GENTASIBU dalam
meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk. Dalam pelaksanaannya,
GENTASIBU mempromosikan gerakan yang dilakukan oleh masyarakat untuk
mengentaskan gizi buruk. Program GENTASIBU ini diikuti oleh semua
Kecamatan di Kabupaten Nganjuk, termasuk Kecamatan di Ngronggot. Di
Kecamatan Ngronggot ini, kegiatan GENTASIBU diadakan setiap bulan sekali,
pada minggu ketiga di Kantor Kecamatan Ngronggot. Pada kegiatan
GENTASIBU, balita peserta didampingi oleh kader - kader, dalam hal ini adalah
warga yang berada di wilayah tempat tinggal masing masing balita tersebut.
Kegiatan kegiatan yang ada pada program GENTASIBU antara lain adalah hal
pencatatan, penimbangan, pemeriksaan kesehatan dan bimbingan orang tua

2
balita. Sampai saat ini, peran kegiatan GENTASIBU dalam mengentaskan gizi
buruk masih belum diketahui keefektifannya (Bhakti W, 2012).
Dengan adanya kegiatan tersebut, diharapkan, pengentasan balita
dengan gizi buruk yang sudah terdaftar di program GENTASIBU dapat berjalan
dengan baik. Sehingga penurunan angka kejadian gizi buruk di wilayah
Kabupaten Nganjuk, khususnya di Kecamatan Ngronggot ini dapat tercapai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Masih didapatkan kasus gizi buruk di Kecamatan Ngronggot,
Kabupaten Nganjuk.
2. Rendahnya tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat, serta budaya
dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap pola asuh yang salah
dan menjadi salah satu penyebab masih tingginya kasus gizi buruk di
masyarakat di Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk.
3. Peran kegiatan GENTASIBU dalam menangani balita dengan gizi
buruk secara kontinyu dan terevaluasi.

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Program GENTASIBU adalah untuk menurunkan
angka kejadian gizi buruk di Kabupaten Nganjuk.
2. Tujuan Khusus
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menekan angka kejadian
gizi buruk.
Memberikan informasi kepada orang tua balita penderita gizi buruk
tentang bagaimana cara pemberian asupan makanan yang benar.
Mengobati balita gizi buruk jika ada yang sakit.
Memberikan bantuan makanan tambahan dan vitamin guna
menunjang asupan makanan dari balita gizi buruk.

3
1.4 Manfaat
Program GENTASIBU diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut:
1. Angka kejadian gizi buruk di Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk
dapat menurun.
2. Terjadi peningkatan Berat Badan pada balita dengan gizi buruk.
3. Orang tua para balita dengan gizi buruk lebih memahami tentang cara
pemberian asupan makanan pada anaknya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Buruk


2.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat
berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita
sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB
terhadap TB) dan/atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus,
kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor (Medicastore, 2011).
Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi
buruk yaitu dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan
menjadi 6,3% pada tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan
kembali prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan
kembali meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2005. Berdasarkan laporan dari
Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi penurunan kasus gizi buruk yaitu
pada tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian turun menjadi 50.106 kasus
pada tahun 2006 dan 39.080 kasus pada tahun 2007. Penurunan kasus gizi
buruk ini belum dapat dipastikan karena penurunan kasus yang terjadi
kemungkinan juga disebabkan oleh adanya kasus yang tidak terlaporkan
(underreported) (Puskel, 2011).

2.1.2 Etiologi
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai
salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka
tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi buruk dapat disebabkan oleh :
a. Penyebab Langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi buruk.
Adapun penyebab langsung gizi buruk antara lain balita tidak mendapat ASI
eksklusif, atau mendapat makanan selain ASI sebelum umur 6 bulan, balita
disapih sebelum umur 2 tahun, balita tidak mendapat Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) pada umur 6 bulan atau lebih, MP-ASI kurang dan tidak bergizi, balita
menderita sakit dalam waktu lama, seperti diare, campak, TBC, dan lain-lain
(Anonim, 2008) .

5
b. Penyebab tidak langsung
Ada tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan masalah gizi yaitu :
1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah maupun mutu gizinya.
2. Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan masyarakat diharapkan dapat menyediakan waktu,
perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik, baik fisik, mental dan sosial.
3. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin
penyediaan air bersih dan sarana kesehatan dasar (Posyandu) yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan (Anonim, 2008).

2.1.3 Klasifikasi dan Gejala Klinis


Berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk diklasifikasikan menjadi tiga
macam yaitu sebagai berikut (Medicastore, 2011) :
a. Marasmus
o Sangat kurus
o Tampak tulang terbungkus kulit
o Wajah seperti orang tua
o Cengeng dan rewel
o Kulit keriput
o Tulang rusuk terlihat
o Perut cekung
o Sering disertai penyakit infeksi seperti TBC, diare dan lain-lain.
b. Kwashiorkor
o Bengkak yang terdapat di seluruh tubuh
o Wajah sembab dan membulat
o Mata sayu
o Rambut tipis dan kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
dan rontok
o Cengeng, rewel
o Pembesaran hati perut terlihat membesar
o Bercak merah kecoklatan di kulit
o Kulit mudah terkelupas

6
c. Campuran
Gabungan tanda-tanda marasmus dan kwashiorkor : sangat kurus,
rambut jagung dan mudah rontok, perut buncit, punggung kaki bengkak,
cengeng.

2.1.4 Penemuan Gizi Buruk


Penemuan kasus gizi buruk dapat dilakukan dengan penapisan melalui
kegiatan penimbangan seluruh balita secara serentak di Posyandu yang dikenal
dengan istilah Operasi Timbang (Depkes RI, 2008).
Operasi Timbang adalah kegiatan yang dilakukan di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia yang bertujuan untuk menemukan seluruh kasus
gizi buruk secara dini. Sasarannya adalah eluruh balita di wilayah posyandu.
Operasi timbang dilakukan serentak secara rutin pada bulan Agustus setiap
tahun di seluruh posyandu. Namun demikian penimbangan balita yang dilakukan
setiap bulan di posyandu harus tetap dilaksanakan. Pelaksana kegiatan operasi
timbang adalah kader PKK/kader posyandu didampingi tenaga kesehatan
(Depkes RI, 2008).
Langkah-langkah peaksanaan Operasi Timbang adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2008):
a. Kader
- Menyebarkan informasi sehari sebelum pelaksanaan
- Melakukan pendaftaran
- Melakukan penimbangan
- Mencatat hasil penimbangan pada buku bantu/register
- Memplotkan pada KMS/buku KIA
- Melakukan kunjungan ke rumah balita yang tidak hadir (sweeping)
b. Petugas kesehatan
- Melakukan pengukuran tinggi/panjang badan pada balita 2 T dan atau BGM
- Mengambil data dari hasil pencatatan kader
- Menentukan status gizi seluruh balita dengan indeks berat badan menurut
umur (BB/U)
- Bersama kader melakukan kunjungan ke rumah balita yang tidak hadir

7
2.1.5 Penentuan Status Gizi Buruk
Penentuan status gizi pada balita sangat penting untuk menegakkan
diagnosis gizi buruk. Hal ini perlu dilakukan secara berkala terhadap balita.
Sasaranya adalah seluruh balita 2T dan atau BGM di wilayah posyandu.
Kegiatan ini langsung dilakukan setelah pelaksanaan penimbangan balita
(Anonim, 2008).
Adapun langkah-langkah penentuan balita gizi buruk adalah sebagai
berikut (Anonim, 2008) :
1. Melakukan konfirmasi seluruh balita BGM dan 2T yang ditemukan dalam
operasi timbang dengan :
- Memeriksa tanda-tanda klinis marasmus, kwasiorkor, dan marasmik
kwasiorkor.
- Apabila tidak ditemukan tanda-tanda klinis, dilakukan pengukuran TB
dengan microtoise dan PB dengan alat ukur panjang badan (length
board). Untuk menentukan status gizi digunakan standar WHO-
NCHS. Jika hasilnya <-3 SD ditetapkan sebagai gizi buruk.
2. Tanda-Tanda Klinis Balita Gizi Buruk.
a. Marasmus:
- Anak sangat kurus - Wajah seperti orang tua
- Cengeng dan rewel - Rambut tipis, jarang dan kusam
- Kulit keriput - Tulang iga tampak jelas
- Pantat kendur dan keriput - Perut cekung
b. Kwashiorkor :
- Wajah bulat dan sembab
- Cengeng dan rewel
- Rambut tipis, jarang, kusan, warna rambut jagung dan bila dicabut
tidak sakit.
- Kedua punggung kaki bengkak
- Bercak merah kehitaman di tungkai atau di pantat
c. Marasmik-kwasiorkor :
- Anak sangat kurus, wajah seperti orang tua atau bulat & sembab
- Cengeng dan rewel
- Tidak bereaksi terhadap rangsangan, apatis
- Rambut tipis, jarang, kusan, warna rambut jagung dan bila dicabut
tidak sakit.
- Kulit keriput

8
- Tulang iga tampak jelas (iga gambang)
- Pantat kendur dan keriput
- Perut cekung atau buncit, bengkak pada punggung kaki yang
berisi cairan (edema) dan bila ditekan lama kembali
- Bercak kehitaman di tungkai dan pantat

2.1.6 Perawatan balita Gizi Buruk


Perawatan balita gizi buruk dengan menerapkan 10 Langkah Tata
Laksana Balita Gizi Buruk meliputi : fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi dan
tindak lanjut (Depkes RI, 2008).
1. Fase Stabilisasi diberikan makanan formula 75 (F75) dengan asupan
gizi 80 -100 Kkal /kg BB/hari dan protein 1 1,5 gr/kg BB/hari
2. Fase Transisi diberikan makanan formula 100 (F100) dengan asupan
gizi 100 150 Kkal /kg BB/hari dan protein 2 3 gr/kg BB/hr. Perubahan
dari F75 menjadi F100.
3. Fase Rehabilitasi diberikan makanan formula 135 (F135) dengan nilai
gizi 150- 220 Kkal/kg BB/hari dan protein 3 4 gr/kg BB/hr.
4. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan
sembuh, bila BB/TB atau BB/PB -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan
memenuhi kriteria sbb:
o Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan,
o Ada perbaikan kondisi mental,
o Anak sudah dapat tersenyum,
o Duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya,
o Suhu tubuh berkisar antara 36,5 37,7C
o Tidak muntah atau diare,
o Tidak ada edema,
o Terdapat kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu
berturut-turut.

2.1.7 Tindak Lanjut Pemulihan Gizi


Tindak lanjut pemulihan status gizi diberikan kepada anak BGM dan 2T
yang tidak perlu dirawat, anak gizi buruk pasca perawatan dan yang tidak mau
dirawat, dengan ketentuan sebagai berikut (Depkes RI, 2008):
o Anak 2 T dan atau BGM tanpa perawatan.
a. Diberi MP-ASI/PMT sesuai umur selama 90 hari

9
- Diberikan MP-ASI. Bubur diberikan kepada bayi usia 6 11 bulan.
- MP-ASI biskuit diberikan kepada anak umur 12 -24 bulan.
- Anak umur 25 -59 bulan diberikan PMT. Pemberian MP-ASI/PMT
bertujuan agar anak tidak jatuh pada kondisi gizi buruk.
b. Konseling gizi
o Anak gizi buruk pasca perawatan dan yang tidak mau dirawat.
Anak gizi buruk yang telah pulang dari Puskesmas Perawatan atau
Rumah Sakit, baik yang sembuh maupun pulang paksa akan mendapat
pendampingan dan pemberian:
a. Makanan formula 100 (F100)/Formula modifikasi selama 30 hari,
kemudian dilanjutkan dengan PMT/MP-ASI selama 90 hari.
b. Konseling gizi

2.1.8 Pendampingan Pasca Perawatan


Adapun langkah-langkah pedampingan pasca perawatan balita dengan
gizi buruk yang dilakukan kader dan atau petugas kesehatan adalah sebagai
berikut (Depkes RI, 2008) :
- Membuat jadwal untuk kunjungan ke rumah keluarga sasaran, dengan
mempertimbangkan jauh dekatnya sasaran, berat ringannya masalah dll.
- Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran berdasarkan rencana yang telah
disusun dan sesuai kesepakatan dengan keluarga sasaran.
- Memberikan konseling dengan membawa buku nasehat gizi, KMS/buku KIA,
formulir pencatatan.
- Memberikan makanan Formula 100/Formula modifikasi, MP-ASI dan PMT.
- Membantu sasaran menyiapkan makanan Formula 100/Formula modifikasi,
MP-ASI/ PMT.
- Memberikan kapsul Vitamin A kepada balita yang belum mendapat kapsul
Vitamin A pada bulan Februari atau Agustus. Memberikan KMS/buku KIA bagi
yang belum memiliki.
- Mendorong keluarga untuk membawa balita secara rutin ke posyandu.
- Kunjungan pendampingan dilakukan secara berkelanjutan.

10
2.2 Gentasibu
Kabupaten Nganjuk memiliki program andalan yang patut menjadi
acuan bagi daerah lain untuk jenis bidang yang sama, yakni Gerakan
Pengentasan Gizi Buruk atau yang lebih dikenal dengan sebutan GENTASIBU.
Program GENTASIBU merupakan sebuah gerakan yang dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat untuk mengentaskan gizi buruk (berat badan sangat
kurang). Program yang menitikberatkan pada kebersamaan seluruh komponen
masyarakat ini mulai dikenalkan pada masyarakat sejak 3 Juni 2009 yang
diprakarsai oleh Dra. Ita Triwibawati, Ak., Msi, Ketua Tim Penggerak PKK
Kabupaten Nganjuk (Bhakti W, 2012). Kegiatan GENTASIBU ini diikuti oleh
semua Kecamatan di Kabupaten Nganjuk, termasuk Kecamatan Ngronggot.
Sasaran dari program ini adalah semua balita atau anak-anak yang berumur 0
sampai 5 tahun di Kabupaten Nganjuk.
Selama ini kader posyandu lebih sering menjadi pelaksana kegiatan
saja, bukan sebagai pengelola posyandu, karena merekalah yang paling
memahami kondisi masyarakat di wilayahnya. Di samping itu, kader dianjurkan
untuk menekankan perhatian permasalahan gizi masyarakat, khusunya pada ibu
hamil, ibu menyusui, bayi dan balita. Hal ini dikarenakan banyak ditemukannya
kasus kemunduran gizi di masyarakat terutama masyarakat miskin. Hal yang
dapat dilakukan oleh kader dalam berpartisipasi menurunkan angka gizi buruk di
masyarakat yaitu : penimbangan balita dan pencatatan hasil timbangan,
penyuluhan atas dasar hasil penimbangan, memberikan penyuluhan pedoman
pemberian makan balita, dan melakukan kunjungan rumah untuk memantau
kesehatan balita. Di Kecamatan Ngronggot dalam program GENTASIBU, di
samping kader bertugas mendampingi penderita gizi buruk, kader juga bertugas
sebagai penggerak masyarakat untuk datang menimbang Berat Badan dan
mengukur Tinggi Badan, menilai nafsu makan dan asupan makan balita. Selain
itu juga menanyakan dan menganjurkan orang tua untuk tidak merokok, serta
membimbing orang tua balita mengenali masalah dan memecahkannya (Bhakti
W, 2012).

11
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

3.1 Petugas
Petugas yang hadir dalam kegiatan GENTASIBU di Balai Desa
Ngronggot ini adalah dokter Internship Puskesmas Ngronggot periode Februari
2015 Juni 2015, Bapak Dwi dari Puskesmas Ngronggot, serta para kader
GENTASIBU di wilayah Kecamatan Ngronggot.

3.2 Lokasi
Kegiatan GENTASIBU ini bertempat di Balai Desa Ngronggot,
Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk.

3.3 Waktu
Kegiatan GENTASIBU ini dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 dan
1 April 2015 pada pukul 09.00-11.00

3.4 Peserta
Kegiatan GENTASIBU ini diikuti oleh semua balita dengan gizi buruk
yang berasal dari semua desa di wilayah Kecamatan Ngronggot, Kabupaten
Nganjuk yang sudah rutin mengikuti GENTASIBU setiap bulannya.

3.5 Metode
Metode kegiatan sebagai berikut:
1. Orang tua balita yang hadir mengisi daftar hadir terlebih dahulu.
2. Penimbangan Berat Badan serta pengukuran Tinggi Badan dan Lingkar
Lengan Atas, yang dilakukan oleh petugas kesehatan, kemudian dicatat.
3. Pemeriksaan dan konsultasi dokter.
4. Pemberian obat bagi balita yang sakit, serta Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) kepada semua peserta yang hadir. PMT yang
diberikan dapat berupa: Susu dan MPASI seperti biskuit, vitamin, serta
mineral mix. Selain itu dibagikan uang transport sebesar Rp 10.000,00
kepada masing masing orang tua balita dan kader.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kegiatan GENTASIBU ini dilaksanakan pada tanggal 2 Maret dan 1 April
2015 pada pukul 09.00 11.00 WIB, bertempat di Balai Desa Ngronggot,
Kecamatan Ngronggot Kabupaten Nganjuk. Peserta yang hadir merupakan balita
dengan gizi buruk yang berasal dari semua desa di wilayah Kecamatan
Ngronggot.
Pelaksanaan Kegiatan sebagai berikut:
1. Orang tua balita yang hadir mengisi daftar hadir terlebih dahulu.
2. Penimbangan Berat Badan serta pengukuran Tinggi Badan dan Lingkar
Lengan Atas, yang dilakukan oleh petugas kesehatan, kemudian dicatat.
3. Pemeriksaan dan konsultasi dokter.
4. Pemberian obat bagi balita yang sakit, serta Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) kepada semua peserta yang hadir. PMT yang
diberikan dapat berupa: Susu dan MPASI seperti biskuit, vitamin, serta
mineral mix. Selain itu dibagikan uang transport sebesar Rp. 10.000,00
kepada masing masing orang tua balita dan kader

Tabel Peserta Gentasibu se - Kecamatan Ngronggot pada 2 Maret 2015

BB TB LLA
No Nama Anak Umur (Bulan)
(kg) (cm) (cm)

1 Dwi Febri S 23 6.4 65.3 12.4

2 Suci Andayani 45 8 78.4 12

3 Airizal Zakaria 39 9.6 83.5 13.2

4 Daarul Aska 48 9.4 83.1 13

5 Naila Jazila 46 9.5 95 13

6 Agus Ramadan 53 11.5 95 14

7 Aulia 49 11.3 93 14.1

8 Anis Nur 61 9.8 90.7 12.3

9 Kamelia 48 10 90.8 12.7

13
Tabel Peserta Gentasibu se - Kecamatan Ngronggot pada 1 April 2015

BB TB LLA
No Nama Anak Umur (bulan)
(kg) (cm) (cm)

1 Dwi Febri S 24 6.4 66.1 12


2 Suci Andayani 46 8 79.2 11.5
3 Airizal Zakaria 40 9.7 84.9 13.5
4 Daarul Aska 49 9.7 84.3 13.1
5 Naila Jazila 47 9.6 93.6 12.9
6 Agus Ramadan 53 11.5 95 14
7 Aulia 50 11 93 13.8
8 Anis Nur 62 9.8 91.8 12.2
9 Kamelia 49 10.1 91.2 13.1
10 M. Rafli 48 10.6 87 12.9
11 Novita Triana 50 10.4 93.6 12.9
12 Nur Alif 6 66.4 11.6

Balita - balita tersebut berasal dari berbagai desa di wilayah Kecamatan


Ngronggot, yang sudah rutin mengikuti kegiatan GENTASIBU tiap bulannya. Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah dan identitas penderita gizi buruk tetap.
Hal ini menunjukkan tidak ada penambahan kasus baru gizi buruk. Tingkat
kehadiran pada bulan Maret sebesar 69.23%, dan kehadiran bulan April sebesar
92.3% dari seluruh peserta GENTASIBU. Hal ini menunjukkan perhatian dan
antusiasme orang tua dan kader GENTASIBU cukup bagus.

4.2 Pembahasan
Kegiatan diawali dengan pengisian daftar hadir, kemudian dilanjutkan
dengan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pengukuran
lingkar lengan atas oleh petugas kesehatan dari Puskesmas Ngronggot terhadap
seluruh balita yang hadir, dan dilakukan secara berurutan sesuai daftar hadir.
Setelah itu satu persatu balita dibawa untuk berkonsultasi dengan dokter, yaitu
dokter penanggung-jawab program GENTASIBU serta dibantu oleh dokter
Internship Puskesmas Ngronggot, tentang apa saja yang dikeluhkan oleh balita
dan orang tuanya. Misalnya, dalam hal keluhan sakit seperti batuk, pilek, juga
tentang nafsu makan balita dan pola makan sehari - hari. Selain itu juga
dilakukan pemeriksaan fisik terhadap balita tersebut. Jika ada balita yang sakit,

14
dokter internship memberikan resep kepada orang tua balita tersebut, kemudian
orang tua bias mengambil obat di Puskesmas. Setelah kegiatan konsultasi dan
pemeriksaan oleh dokter, dilanjutkan dengan kegiatan pemberian makanan
tambahan dan uang transport kepada kader dan orang tua balita yang hadir.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat sembilan balita
dengan gizi buruk pada bulan Maret dan dua belas balita dengan gizi buruk pada
bulan April yang sudah rutin mengikuti program GENTASIBU setiap bulannya.
Jumlah dan identitas penderita gizi buruk tetap, hal ini menunjukkan tidak ada
penambahan kasus baru gizi buruk, hal ini juga ditunjang dari program posyandu
balita, tidak didapatkan berat badan balita di bawah garis merah pada bulan
Maret April.
Tingkat kehadiran peserta GENTASIBU bulan Maret sebesar 69.23%
dan sebesar 92,3% pada bulan April dari seluruh peserta (hanya 1 peserta yang
tidak hadir), begitupula dengan kehadiran kader. Hal ini menunjukkan perhatian
yang sangat besar dari para kader GENTASIBU. Satu orang kader bertanggung
jawab terhadap satu orang peserta GENTASIBU untuk memudahkan
pengawasan dan pengontrolan terhadap peserta. Program satu kader satu
peserta ini bisa dikatakan sukses karena sebagian besar peserta GENTASIBU
mengalami kenaikan berat badan dari bulan Maret- April 2015 dalam hal ini
peran orang tua dan kader sangat besar.
Kenaikan berat badan balita tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti banyaknya makanan yang dikonsumsi, jenis makanan yang dimakan,
banyaknya aktivitas serta ada tidaknya penyakit pada balita tersebut (Anonim,
2008). Banyaknya makanan yang dikonsumsi berhubungan dengan nafsu makan
anak. Sebagian besar orang tua balita tersebut mengeluh anak nafsu makannya
menurun atau sulit makan. Selain itu ada pula yang mengeluh anak tidak suka
makanan jenis tertentu, dan ada yang mengeluh anak tidak mau minum susu.
Hal ini membutuhkan perhatian dan usaha lebih dari orang tua untuk membujuk
anak agar mau makan makanan yang sehat dan bergizi, sesuai umur anak
tersebut.
Sebaliknya, ada juga orang tua yang mengatakan bahwa anak nafsu
makan baik, dan makan banyak, tetapi berat badannya tidak juga bertambah.
Untuk kasus seperti ini, pertambahan berat badan kemungkinan dipengaruhi oleh
aktivitas anak. Jika anak sangat aktif, kalori yang dikeluarkan juga banyak,
sehingga kemungkinan asupan masih kurang untuk mengganti kalori yang hilang
tersebut. Selain faktor tersebut, adanya penyakit tertentu juga menetukan

15
pertambahan berat badan. Orang tua perlu cermat mengamati apakah anak
sering sakit, sering mengalami batuk pilek, panas, diare atau penyakit lainnya.
Jadi bisa saja terjadi seorang anak asupan banyak, akan tetapi sering sakit,
sehingga berat badannya tidak bertambah.
Pada tabel bulan Maret-April, dapat dilihat bahwa selain mengalami
penambahan berat badan, sebagian besar balita juga mengalami penambahan
tinggi badan. Tetapi sebagian besar lingkar lengan atas tetap tidak mengalami
peningkatan, bahkan ada yang mengalami penurunan. Hal ini bisa disebabkan
karena peningkatan tinggi badan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan berat
badan yang signifikan sehingga lingkar lengan atas tidak mengalami peningkatan
yang signifikan.
Secara umum program GENTASIBU di kecamatan Ngronggot dapat
dikatakan berhasil dengan beberapa indicator tersebut. Perlu dilakukan
pengawasan untuk kontiyuitas program agar anka kejadian balita gizi buruk di
kabupaten Nganjuk khususnya di kecamatan Ngronggot dapat ditekan.

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan GENTASIBU ini adalah sebagai berikut:
Kegiatan GENTASIBU di kecamatan Ngronggot sudah berjalan efektif
dan tepat sasaran sehingga dapat menekan angka kejadian gizi buruk.
Program satu kader satu peserta GENATSIBU meningkatkan peran
orang tua dalam mengikuti kegiatan GENTASIBU.
Kegiatan GENTASIBU juga dapat menjadi sarana mengobati balita gizi
buruk jika ada yang sakit.

5.2 Saran
Adapun saran dari penulis diantaranya adalah:
Kegiatan GENTASIBU terus dilaksanakan dan dilakukan pengawasan
secara rutin.
Para kader dan orang terus diberikan bimbingan dan motivasi khusunya
dalam penanganan gizi buruk
Perlu diberikan reward bagi kader dan orang tua yang berhasil
meningkatkan berat badan balitanya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2000. Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi. (online)

www.depkes.go.id

Kemenkes. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. (online)

www.depkes.go.id

Litbang. 2010. Riset Kesehatan Dasar. (online) www.litbang.depkes.go.id

Nency. 2006. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. (online)

http://10.ppi.jepang.org/article.php?.id=113

Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai