Anda di halaman 1dari 20

TUGAS UAS

PEMBERIAN GIZI YANG SESUAI


PADA ANAK AUTIS

Di Susun Oleh
Nama : Sariyati (NPM. 20168400014)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


KUSUMA NEGARA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan cermin peradaban dunia.
Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat
dilihat dari kualitas hidup anak. Semula perhatian lebih ditujukan kepada daya
hidup anak (child Survival) dibanding kualitas hidup anak (quality of life) yang
bersifat lebih integral dan komprehensif . Pemenuhan gizi yang baik akan
menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu sehat, cerdas,
dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif. Namun saat ini masalah gizi
masih merupakan masalah kesehatan dunia yang paling serius dan merupakan
kontributor utama kematian anak. Ini semua disebabkan oleh kenyataan bahwa
masalah gizi merupakan faktor dasar dari berbagai masalah kesehatan terutama
pada bayi dan anak-anak. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas anak, gizi
harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor penyebab autis dan gejala anak yang mengalami autis?
2. Bagaimana kebutuhan gizi untuk anak autis?
3. Bagaimana kebutuhan gizi untuk anak ADHD?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor penyebab autis dan gejala anak yang mengalami
autis.
2. Untuk mengetahui kebutuhan gizi anak yang mengalami autis.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab ADHD dan gejala anak yang mengalami
ADHD.
4. Untuk mengetahui kebutuhan gizi anak yang mengalami ADHD.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Jumlah Autis


Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukan
pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Pada
umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian
yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan
situasi atau tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon
terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan
anak lain dan sebagainya). Autisme adalah perkembangan kekacauan otak dan
gangguan pervasif yang ditandai dengan terganggunya interaksi sosial,
keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa,
perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, gangguan dalam perasaan
sensoris, serta tingkah laku yang berulang-ulang (Saputra, 2012).

B. Faktor Penyebab dan Gejala Autis

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari autis. Para
ilmuan masih mencoba memahami bagaimana dan mengapa autis dapat terjadi.
Sebagian ilmuan berpendapat autisme terjadi karena faktor genetika dan autis
terjadi karena adanya problem kompleks. Sementara Zulaika (2009) menjelaskan
beberapa studi lain menduga autism timbul karena berbagai penyebab,antara lain :
1. Genetis
Alergi banyak diakibatkan oleh protein, dan protein erat kaitannya dengan
gen dalam DNA manusia. Jadi memang erat kaitannya dengan keturunan, adanya
gen yang menyimpang akan mengakibatkan produksi protein yang aneh yang
menjadi benda yang asing, yang akan ditolak oleh tubuh, kondisi mana disebut
alergi. Akan tetapi telah diketahui bahwa alergi turunan tidak selalu berkembang
menjadi autoimun. Pada pasien autis biasanya terjadi autoimun. Yang dimaksud
dengan autoimun adalah seseorang memproduksi kekebalan baru yang
dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri. Sayangnya jenis kekebalan yang
timbul justru merugikan tubuhnya sendiri.
Penderita autis menghasilkan kekebalan justru terhadap zat-zat gizi yang
bermanfaat dan penting untuk tubuh dan kemudian menghancurkanya sendiri
sehingga tubuhnya kekurangan zat gizi esensial. Zat gizi yang diperlukan tidak
lagi dapat diserap dan dicerna oleh tubuh, dan bahkan dimanfaatkan oleh beberapa
jenis jamur yang merugikan di lambung.
2. Akibat pemberian vaksin tertentu
Dalam preparasi vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella) digunakan
senyawa pengaktifan vaksin, yaitu thimerosal. Thimerosal mengandung merkuri.
Banyak ilmuwan menduga teknik imunisasi MMR justru menjadi sumber infeksi
otak sehingga meningkatkan terjadinya autisme. Oleh karena itu, hindarkan diri
dari vaksin-vaksin yang masih menggunakan thimerosal atau merkuri sebagai
pengawetnya, seperti vaksin MMR.
3. Terpapar racun dari lingkungan
Keracunan logam berat, seperti timbal (Pb), merkuri/raksa (Hg), cadmium
(Cd), dan Stibium (Sb). Kontaminasi logam ini dapat berasal dari polusi udara
atau jika mengkonsumsi ikan dari perairan yang sudah tercemar. Logam berat
dapat menyebabkan enzim DPP-4 tidak berfungsi. Enzim ini berfungsi sebagai
pemecah gluten dan kasein. Hal inilah yang dapat menyebabkan gluten dan kasein
tidak tercerna dengan baik dalam usus.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks
berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.
Gejalanya tampak sebelum usia 3 tahun, bahkan autisme infantile gejalanya sudah
ada sejak bayi. Autisme merupakan kesulitan perkembangan otak yang kompleks
dan mempengaruhi banyak fungsi. Tingkah laku anak yang menderita gangguan
autis menurut Zulaika (2009) biasanya ditunjukkan dengan gejala sebagai berikut.
1. Bermasalah dalam berinteraksi, bermain, dan berhubungan dengan orang lain.
2. Perilaku menghindar dari eye contact serta tidak pernah perduli pada orang-
orang yang ada di sekelilingnya.
3. Tidak pernah benar-benar memperhatikan suatu objek, pada saat dia
memerlukan objek tersebut.
4. Suka melakukan gerakan-gerakan aneh seperti mengepakkan tangan seperti
burung, berputar-putar, atau mengetuk-ngetuk sesuatu.
5. Terjadinya kelambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya.
6. Lebih suka bermain dengan satu mainan, hanya itu saja, atau selalu
mengulang-ulang kegiatan yang sama setiap harinya.
7. Tidak mampu menggunakan atau memahami bahasa.
8. Tampak cuek, dan tidak peduli sama sekali dengan segala sesuatu yang ada di
sekelilingnya.
Zulaika menambahkan gejala autis berbeda-beda pada setiap tahapan umur
anak. Gejala yang timbul pada setiap rentangan umur ditandai dengan sebagai
berukut.
1. Usia 0-1 tahun
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive, cepat terganggu atau terusik
c. Gerakan tangan terlalu berlebihan terutama saat mandi
d. Tidak “babbling” (mengoceh)
e. Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
f. Tidak ada kontak mata di atas 3 bulan
2. Usia 1-2 tahun
a. Kaku bila digendong
b. Tidak mau bermain permainan sederhana
c. Tidak mengeluarkan kata-kata
d. Memperhatikan tangannya sendiri
3. Usia 2-3 tahun
a. Tidak tertarik bersosialisasi dengan anak lain
b. Melihat orang sebagai benda mati
c. Kontak mata terbatas
d. Tertarik dengan benda tertentu
4. Usia 3-4 tahun
a. Sering terdapat ekolalia (membeo)
b. Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
c. Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
d. Menyakiti diri sendiri, misal membenturkan kepala
e. Tentramen agresif
C. Kebutuhan Gizi Penderita Autis

Pada anak autisme terdapat beberapa jenis makanan yang tidak boleh
dikonsumsi, hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada sistem pencernaan
anak. Makanan yang mengandung zat-zat gizi tinggi tidak selamanya dapat
dicerna dan diterima oleh anak penyandang autisme dimana gangguan saluran
cerna yang dialami oleh anak autisme antara lain seperti alergi makanan,
intoleransi makanan, intoleransi gluten, intoleransi casein dan sebagainya. Oleh
karena itu anak autisme memerlukan diet khusus sebagai terapi penyembuhan dan
menghindari masalah kekurangan gizi yang berdampak pada pertumbuhannya
secara fisik dan perkembangannya.
1. Faktor penyebab gangguan makan pada anak autisme
Terdapat berbagai macam faktor dapat yang menyebabkan gangguan
makan pada autisme, antisipasi secara dini dapat dilakukan untuk menghindari
hal-hal yang dapat memperparah kondisi pada anak autisme. Menurut Ginting
(2004), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya gangguan
makan pada autisme antaralain sebagai berikut.
a. Gangguan pencernaan protein gluten dan kasein
Gluten adalah protein tepung terigu dan kasein adalah protein susu. Anak
dengan gangguan autisme sering mengalami gangguan mencerna gluten dan
kasein. Menurut P. Deufemia, anak dengan gangguan autisme banyak mengalami
leaky guts (kebocoran usus). Pada usus yang normal sejumlah kecil peptida dapat
juga merembes ke aliran darah, tetapi sistem imun tubuh dapat segera
mengatasinya. Peptida berasal dari gluten (gluteomorphin) dan peptida kasein
(caseomorphin) yang tidak tercerna sempurna, bersama aliran darah masuk ke
otak lalu ke reseptor “opioid”. Peningkatan aktivitas opioid akan menyebabkan
gangguan susunan saraf pusat dan dapat berpengaruh terhadap persepsi, emosi,
perilaku dan sensitivitas. Opioid adalah zat yang bekerjanya mirip morphine dan
secara alami dikenal sebagai “beta endorphin”.

Endorphin adalah penekan/pengurang rasa sakit yang secara alami


diproduksi oleh tubuh. Pada anak dengan gangguan autisme, kadang-kadang
endorphin bekerja terlalu jauh dalam menekan rasa sakit sehingga anak akan tahan
terhadap rasa sakit yang berlebihan. Menurut ilmuwan Christopher Gillberg, pada
anak autisme, kadar zat semacam endorphin pada otak meningkat sehingga dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi otak. Dari beberapa penelitian pemberian
diet tanpa gluten dan kasein ternyata memberikan respon yang baik terhadap 81%
anak autisme.
b. Infeksi Jamur/yeast
Dalam usus terdapat berbagai jenis mikroorganisme misalnya bakteri dan
jamur, yang hidup berdampingan tanpa mengganggu kesehatan. Yeast yang
dimaksud di sini adalah sejenis jamur, berupa organisme bersel tunggal yang
hidup pada permukaan buah, sayuran, butir/bulir, kulit, dan usus. Candida albican
adalah sejenis yeast yang hidup dalam saluran cerna, yang dalam keadaan normal
tidak mengganggu kesehatan. Apabila keseimbangan dengan mikroorganisme lain
terganggu, maka salah satu akan tumbuh berlebihan dan dapat menyebabkan
penyakit. Pemberian antibiotika seperti amoxicillin, ampicillin, tetracycline,
keflex yang terlalu lama dan sering akan menyebabkan bakteri baik (lactobacillus)
akan ikut terbunuh sehingga akan mengganggu kesehatan. Antibiotik tidak
membunuh candida, akibatnya jamur akan tumbuh subur dan dapat mengeluarkan
racun yang melemahkan sistem imun tubuh sehingga mudah terjadi infeksi.
c. Alergi terhadap makanan
Intoleransi makanan merupakan reaksi negatif terhadap makanan dan
menimbulkan beberapa gejala, namun tidak melibatkan sistem imun tubuh.
Intoleransi makanan disebabkan kekurangan enzim untuk mencerna zat tertentu
dalam makanan. Misalnya toleransi susu dapat diakibatkan kekurangan enzim
laktase yaitu enzim yang memecah laktosa (gula susu). Makanan yang sering
menimbulkan reaksi intoleransi adalah susu, telur, gandum, dan kacang-kacangan,
serupa dengan makanan yang dapat menyebabkan masalah pada anak autisme.
Untuk mendiagnosa alergi dan intoleransi makanan tertentu, orangtua sering
mengalami kesulitan karena reaksi dapat terjadi segera atau sampai 72 jam setelah
makan.
d. Keracunan logam berat
Logam berat merupakan racun keras terhadap susunan saraf pusat,
terutama pada anak karena metabolismenya lebih cepat. Keracunan logam berat
juga dapat menyebabkan masalah pada sistem organ tubuh. Misalnya, keracunan
merkuri dapat menyebabkan gangguan keseimbangan sel-sel imun dalam tubuh,
mengganggu respon imun terhadap makanan, dan dapat mengakibatkan
kekurangan seng dan selenium.

2. Penanganan gangguan makanan pada autis


Melakukan koreksi diet dan makanan dapat memberikan perbaikan yang
sangat signifikan dari penyakit autisme ini. Sebagaimana diketahui gejala dari
autisme sangat beragam, demikian juga pemicu dari penyakit ini, oleh karena itu
pedoman diet bagi anak autisme juga sangat bervariasi dan bersifat individu.
Terapi diet harus disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak. Berikut
beberapa contoh diet untuk anak autisme menurut Zulaika (2009).
a. Diet tanpa gluten dan kasein
Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam gandum/terigu,
havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung
terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang
sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang
serius/memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan
karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung
gluten. Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet khusus biasanya dapat
dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan
menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok
dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.
Makanan yang dihindari adalah:
1) Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang
dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake,
biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.

2) Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat
dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu
sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca
label pada kemasannya.
3) Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju,
mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.
4) Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet,
nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga
tidak
dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan
tempe menggunakan fermentasi ragi.
5) Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Makanan yang dianjurkan adalah:
1) Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya
beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena,
bihun, soun, dan sebagainya.
2) Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya
susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang,
kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede,
kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya.
3) Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung,
tomat, wortel, timun, dan sebagainya.
4) Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu,
jeruk, semangka, dan sebagainya.
b. Diet Anti-yeast/ragi/jamur
Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya
dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan
jamur. Makanan yang perlu dihindari adalah :
1) Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang menggunakan
gula dan yeast.

2) Semua jenis keju.


3) Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet, dan
lain-lain.
4) Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah, mustard,
monosodium glutamate, macam-macam kecap, macam-macam acar (timun,
bawang, zaitun) atau makanan yang menggunakan cuka, mayonnaise, atau
salad dressing.
5) Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur
merang, dan lain-lain.
6) Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma, pisang, prune, dan
lain-lain.
7) Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan semua
minuman yang manis.
8) Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan
cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam lemari es.
Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu,
untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan
gejala, berarti dapat dikonsumsi. Makanan yang dianjurkan adalah :
1) Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong,
jagung, dan tales. Roti atau biscuit dapat diberikan bila dibuat dari tepaung
yang bukan tepung terigu.
2) Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain
yang segar.
3) Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almod, mete,
kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong, dan lainnya). Namun, kacang
tanah tidak dianjurkan karena sering berjamur.
4) Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli, kol,
kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat,
buncis, kacang panjang, kangkung, tomat, dan lain-lain.
5) Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.

c. Diet untuk alergi dan inteloransi makanan

Anak autisme umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering


menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, coklat, gandum/terigu, dan
bisa lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi
makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang
diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan. Misalnya, jika
anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus
dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan
bertambahnya umur anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu,
sedikit demi sedikit.

D. Faktor Penyebab ADHD dan Gejala Anak yang Mengalami ADHD


Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak.
1. Faktor neurologik
Faktor neurologik ini disebabkan oleh bayi yang lahir dengan berat badan
rendah, ibu yang terlalu muda, dan juga kekurangan vitamin atau zat besi /timbel
saat kehamilan dapat menyebabkan kerusakan pada otak janin. Terjadinya
perkembangan otak yang lambat, otak anak penderita ADHD memiliki ukuran
yang lebih kecil daripada otak anak normal, selisih berkisar antara 5-10%. Faktor
neurologic mengakibatkan berkurangnya neurotransmiter di otak sehingga
menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru timbulnya stimulus yang
berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam
perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Kekurangan asupan zat besi menjadi penyebab kerusakan otak janin, karena
fungsi salah satu dari zat besi adalah penyuplai transmiter di otak dan tubuh.
Selain itu terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang
bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara
proses konsentrasi.

2. Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet
memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Hiperaktivitas
anak dapat diasosiasikan dengan rendahnya kadar besi dan zinc dalam plasma
dan tingginya kadar alumunium, atau kadmium. Pemberian pewarna makanan
menyebabkan penurunan kadar zinc pada anak yang mengalami hiperaktivitas,
diketahui bahwa tartrazine dapat menyebabkan peningkatan overaktivitas, agresif,
aktivitas kekerasan, kesulitan berbicara, koordinasi yang parah, dan asma. Di
samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu
yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga
dapat melahirkan calon anak hiperaktif.

3. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga
dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara
yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada
anak kembar
4. Faktor psikososial dan lingkungan
Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru
antara orang tua dengan anaknya. Anak hiperaktif dan impulsif lebih banyak pada
keluarga tanpa ayah. Selain itu, racun atau limbah pada lingkungan sekitar bisa
menyebabkan hiperaktif terutama keracunan timah hitam (banyak terdapat pada
asap knalpot berwarna hitam kendaraan bermotor yang menggunakan solar)
(Vithynaidu, 2013).
Menurut Widhata (2008) dalam Hazarika (2013) seseorang dapat
dikategorikan sebagai Inattention, Hiperaktifitas, dan Impulsif Jika ia memenuhi
kriteria dibawah ini:

1. Inattention:
a. Tidak teliti atau sering ceroboh dalam menyelesaikan tugas sekolah,
pekerjaan atau kegiatan lainnya.
b. Sulit mempertahankan konsentrasi untuk menyelesaikan tugas atau
permainan.
c. Sering tidak mendengarkan pada saat diajak berbicara.
d. Cenderung tidak mengikuti instruksi dalam menyelaesaikan tugas sekolah
atau pekerjaan.
e. Mengalami masalah dalam mengatur atau mengorganisasi tugas atau
kegiatan.
f. Tidak menyukai atau cenderung menghindar tugas yang memerlukan
kemampuan mental dan konsentrasi yang panjang.
g. Sering kehilangan barang ± barang atau peralatan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas. Misalnya, buku, pensil, penghapus dan lain ± lain.
h. Mudah terpecah konsentrasinya.
i. Pelupa.

2. Hiperaktifitas:
a. Tidak dapat duduk dengan tenang.
b. Sering meninggalkan bangku tanpa alasan yang jelas.
c. Berlari, memanjat tidak pada tempatnya (pada usia dewasa, lebih
ditunjukkan dengan sikap gelisah).
d. Kesulitan dalam menikmati kegiatan atau permainan yang tenang dan
membawa relaksasi.
e. Berkeinginan untuk selalu bergerak aktif.
f. Cerewet, suka berbicara kadang tidak sesuai dengan konteks.
3. Impulsif:
a. Sering memberikan jawaban sebelum pertanyaan yang ditanyakan selesai.
b. Mengalami masalah dalam menunggu giliran
c. Sering memotong pembicaraan orang lain atau menyerobot.

Sedangkan menurut Tanner (2007) dalam Hazarika (2013) ada tiga tanda
utama anak yang menderita ADHD, yaitu:

1. Innatention. Ketidak mampuan memusatkan perhatian pada beberapa hal


seperti membaca, menyimak pelajaran, atau melakukan permainan. Seseorang
yang menderita ADHD akan mudah sekali teralih perhatiannya karena bunyi
bunyian, gerakan, bau bauan atau pikiran, tetapi dapat memusatkan perhatian
dengan baik jika ada yang menarik minatnya.
2. Hiperaktif. Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya berbicara
terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur.
3. Impulsif. Bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke
jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara
tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.
Setiap anak yang seringkali bertindak seperti contoh-contoh diatas selama
lebih dari enam bulan berturut-turut, dibandingkan dengan anak seusianya, dapat
didiagnosa menderita ADHD. Gejala ini biasanya muncul sebelum si anak berusia
enam tahun.

Ciri yang paling mudah dikenal bagi anak hiperaktif adalah anak
akan selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, selain itu yang bersangkutan
sangat jarang untuk berdiam selama kurang 5 hingga 10 menit guna melakukan
suatu tugas kegiatan yang diberikan gurunya (Delphie, 2006).

E. Kebutuhan Gizi untuk Anak ADHD


1. Kebutuhan Nutrisi Anak ADHD
Nutrisi yang harus diberikan kepada penderita hiperaktif adalah:
1. Essential Fatty Acid (EFAs)
DHA asam lemak omega 3 adalah kunci utama untuk mencegah ADHD
berkembang di dalam otak. Hasil peneltian menunjukkan bahwa setiap anak
dengan learning disorder, termasuk tingkat perhatian yang menurun dan juga
berlaku hiperaktif adalah salah satu akibat dari penurunan EFA.
Untuk meningkatkan kadar EFA, sebaiknya perbayak konsumsi ikan, biji-
bijian, dan juga kacang-kacangan yang merupakan sumber EFA yang baik.

2. Vitamin B Kompleks
Vitamin B ini dibutuhkan untuk meningkatkan aktifitas saraf dan sangat
baik untuk menurunkan stres, dan keduanya ini banyak sekali ditemui pada anak-
anak yang menderita ADHD. Meskipun hampir seluruh vitamin B ini adalah baik,
tapi ada dua jenis yang memiliki potensial efek sehingga harus Anda sikapi dalam
mengkonsumsinya. Seperti vitamin B3 atau yang sering dikenal dengan niacin.
Niacin ini dapat menyebabkan iritasi kulit, yang sangat berpengaruh pada
kerusakan hati. Tingginya dosis vitamin B6 juga dapat menyebabkan kurang
sensitif. Sumber vitamin B adalah ragi, hati, gandum utuh baik dari sereal atau
roti, nasi, kacang-kacangan, telur, susu, ikan, buah-buahan, daging, sayuran hijau
dan juga kedelai.
3. Protein
Protein penyumbang energi terbaik untuk tubuh. Hal ini juga sangat baik
untuk anak-anak dengan ADHD, dengan mengkonsumsi sedikit porsi protein
sehari mampu mengganti energi yang telah mereka keluarkan seharian.
Menyajikan makanan berprotein dengan memberikan menu sarapan setangkup
roti gandum dengan isian keju dan juga telur. Atau berikan yoghurt low-fat tawar
dicampur dengan pisang sebagai perasa manisnya.
4. Kalsium dan Magnesium
Kalsium yang terkandung dalam susu selain baik untuk pertumbuhan
tulang juga sangat baik melapisi membran sel dan melindungi jaringan syaraf. Hal
ini sangat baik dalam mempengaruhi tingkah laku penderita. Magnesium juga
memberikan efek menenangkan pada sistem saraf, memabantu menjaga otot dan
fungsi saraf. Susu dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium. Sayuran hijau
seperti brokoli, dan gandum utuh yang terkandung dalam sereal juga menjadi
sumber tambahan. Sedangkan bayam, kacang-kacangan, dan makanan yang
berasal dari biji-bijian kaya akan magnesium.

5. Mineral Penting dalam Tubuh


Mineral merupakan salah satu mikronutrient yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh setiap hari, meskipun dengan jumlah yang tidak terlalu besar. ‘Trace
Mineral’ dapat membantu ADHD anak-anak termasuk zat besi dan zinc. Studi
telah membuktikan bahwa anak-anak dengan ADHD memiliki kadar zinc yang
lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak memiliki ADHD

2. Diet untuk Anak Hiperaktif (ADHD)


Dalam kasus ADHD, memasukkan makanan tertentu yang biasa dimakan
setiap bisa saja akan memperburuk atau bahkan meringankan gejala. Juga,
menghilangkan makanan tertentu dari makanan sehari-hari juga bisa
meningkatkan gejalanya. Kekurangan gizi bisa berkontribusi buruk untuk gejala
ADHD. Jadi, sangat penting untuk mengetahui gizi apa yang kurang pada
penderita. Dokter biasanya akan membantu dengan memberikan suplemen
vitamin dan mineral. Hal ini sangat umum bagi anak-anak yang menderita
kekurangan gizi, karena merekabiasanya akan sulit makan atau rewel, dan
seringksli tidak menyukai mengkonsumsi diet yang seimbang.
ADHD Diet Untuk Anak ini adalah diet pribadi, dan mungkin bisa sama
atau berbeda dalam kasus individu yang berbeda. Penting untuk mendapatkan diet
yang telah diresepkan oleh dokter pada kasus ADHD untuk setiap
individu. Berikut hal yang mencakup diet ADHD:
1. Makanan Tinggi Protein
Diet untuk ADHD harus kaya protein. Diet semacam ini baik untuk otak,
dan otomatis menjadi pilihan yang baik untuk ADHD. Protein harus dimasukkan
dalam menu sarapan dan setelah pulang sekolah, termasuk dalam sarapan dan
jajanan sekolah yang mencakup telur, daging, keju dan kacang-kacangan.

2. Pengurangan asupan karbohidrat sederhana


Karbohidrat sederhana adalah kalori, termasuk makanan seperti permen,
sirup jagung, tepung putih, roti putih, beras putih, kentang yang dikupas dan gula,
perlu dihilangkan dari diet ADHD. Hal ini akan membantu untuk mengurangi
hiperaktivitas pada penderita.
3. Meningkatkan asupan Karbohidrat Kompleks
Sementara menghilangkan asupan karbohidrat sederhana, diet ADHD
harus meningkatkan jumlah asupan karbohidrat kompleks, karena nutrisi ini akan
dicerna secara perlahan-lahan sehingga membuat perut kenyang untuk waktu yang
lama.
Hal ini untuk mencegah ngemil di antara waktu makan, dan
menghindarkan dari makanan olahan dan junk food yang dapat memperburuk
gejala ADHD. Sertakan lebih banyak sayuran dan buah-buahan, seperti buah pir,
jeruk keprok, jeruk, buah kiwi, apel dan jeruk dalam diet penderita. Karbohidrat
kompleks di malam hari juga dapat membantu penderita supaya mudah tertidur.
4. Makanan kaya asam lemak Omega-3
Sertakan ikan laut yang mengandung omega 3, seperti ikan tuna, salmon,
serta makanan seperti kacang kenari dan minyak zaitun dalam makanan sehari-
hari.
Makanan yang harus dihindari:
1. Makanan yang mengandung zat aditif. Jangan mengkonsumsi makanan
apapun dengan aditif, karena penelitian telah membuktikan bahwa bahan
pewarna buatan, pengawet dan perisa dapat dalam makanan olahan dapat
meningkatkan gejala hiperaktif pada anak-anak dengan ADHD.
2. Selain itu, aspartam dan MSG juga harus dihilangkan dari diet ADHD.
3. Gula dan makanan manis bisa membuat beberapa anak menjadi hiperaktif.
Meskipun tidak ada bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa gula dan
makanan manis dapat menyebabkan ADHD, namun membuang makanan ini
dari daftar diet akan membantu menghilangkan gejala.
4. Kafein. Kafein menyerap mineral daari dalam tulang, disaat tubuh sedang
kekurangan mineral. Kopi, teh dan minuman berkafein lainnya mengandung
asam dan kadarnya lebih rendah dari pH dalam tubuh, sehingga membuat
tubuh bekerja lebih keras untuk menyeimbangkan kadar pH dalam tubuh. Hal
ini menyebabkan anak-anak yang mengidap ADHD yang mungkin
mengkonsumsi terlalu banyak kafein-seringkali terdapat dalam cokelat,
minuman soda, makanan manis lain-kemungkinan kehilangan banyak mineral
dalam tubuh yang menyebabkan berkurangnya fungsi syaraf dalam tubuh.
5. Garam, beberapa makanan ringan tidak hanya dengan rasa manis, tapi juga
rasa asin padahal sodium yang terkandung dalam makanan asin adalah salah
satu zat yang dihindari untuk kasus anak dengan ADHD tinggi.
Di banyak kasus telah diketahui kalau sodium dapat menyebabkan darah
tinggi bagi orang dewasa. Tapi ini tidak menutup kemungkinan membawa
pengaruh terhadap anak-anak dengan ADHD
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor penyebab autis antara lain: genetis, akibat pemberian vaksin tertentu,
terpapar racun dari lingkungan. Sedangkan gejala anak autis dapat dibedakan
berdasarkan rentang rentang usianya yaitu usia 0-1 tahun, usia 1-2 tahun, usia
2-3 tahun, usia 3-4 tahun. Gejala autis yang terjadi pada anak berbeda-beda
sesuai rentang usianya.
2. Faktor penyebab gangguan makan pada anak autisme yaitu:
a. Gangguan pencernaan protein gluten dan kasein
b. Infeksi Jamur/yeast
c. Alergi terhadap makanan
d. Keracunan logam berat
3. Penanganan gangguan makanan pada autis yakni dengan melakukan diet tanpa
gluten dan kasein.
4. Faktor penyebab hiperaktif pada anak yaitu faktor neurologic, faktor toksik,
faktor genetik, faktor psikososial dan lingkungan
5. Kebutuhan nutrisi anak ADHD diantaranya yakni: Essential Fatty Acid
(EFAs), vitamin B kompleks, protein, kalsium dan magnesium, mineral
penting dalam tubuh
6. Diet untuk anak hiperaktif (ADHD) meliputi memperbanyak konsumsi
makanan tinggi protein, pengurangan asupan karbohidrat sederhana,
meningkatkan asupan karbohidrat kompleks, makanan kaya asam lemak
Omega-3
7. Makanan yang harus dihindari: makanan yang mengandung zat aditif, MSG,
gula, kafein, garam.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, R.R. 2013. Persepsi Orang Tua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
(AKB). (online) (http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu), diakses
tanggal 13 Maret 2014.

Mashabi, N.A. 2009. Hubungan Antara pengetahuan gizi ibu dengan pola makan
anak autis. Makara, Kesehatan, Vol. 13, No. 2, Desember 2009: 84-8.

Zulaika, S. 2009. Autisme dan Peran Pangan. (online)


(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/148/jtptunimus-gdl-sitizulaik-7384-
3-babii.pdf), diakses tanggal 13 Maret 2014.

Ginting, S.A., Ariani, A., Sembiring, T.. 2004. Terapi Diet pada Autisme. Jurnal
Sari Pediatri. Vol. 6, No. 1, Juni 2004: 47-51.
) diakses 16 Maret 2014.

Vithynaidu. 2013. Faktor Penyebab Anak Hiperaktif. (Online). Diakses 18 Maret


2014.

Yuli. 2014. Diet dan Makanan yang Baik Untuk Anak Hiperaktif (ADHD).
(Online). (http://www.carakhasiatmanfaat.com/artikel/diet-dan-makanan-
yang-baik-untuk-anak-hiperaktif-adhd.html#sthash.Hsugx3sZ.dpuf)
diakses 18 Maret 2014

Dwi. 2010. Nutrisi yang Baik dan Buruk untuk Penderita ADHD. (Online).
(http://duiieii.blogspot.com/2010/03/nutrisi-yang-baik-untuk-penderita-
adhd.html) diakses 18 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai