Oleh :
Cynthia
140100111
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
penyuluhan ini dengan judul “ STUNTING PADA ANAK “.
Penulisan penyuluhan ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa penulisan penyuluhan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
sebagai koreksi dalam penulisan penyuluhan selanjutnya. Kiranya penyuluhan ini
bermanfaat. Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan..................................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka.........................................................................................3
Daftar Pustaka........................................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini
dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang
dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO tahun
2010.1
2
menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu, pola pemberian makan
kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi pada anak. Selain
disebabkan oleh lingkungan, perawakan pendek juga dapat disebabkan oleh faktor
genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian besar perawakan pendek disebabkan
oleh malnutrisi.3
Awal kehamilan sampai anak berusia dua tahun (periode 1000 Hari Pertama
Kehidupan) merupakan periode kritis terjadinya gangguan pertumbuhan, termasuk
perawakan pendek. Pada periode seribu hari pertama kehidupan ini, sangat penting
untuk dilakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara berkala dan
tentu saja pemenuhan kebutuhan dasar anak yaitu nutrisi, kasih sayang, dan
stimulasi.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.3 Klasifikasi Bullying
a) Physical Bullying
Bullying yang bersifat fisik dimana terjadi kontak fisik antara pelaku
bullying dengan korban. Jenis ini merupakan bullying yang paling mudah
diidentifikasi karena dapat dilihat oleh mata. Contohnya adalah memukul,
menarik baju, menendang dan lain-lain.
b) Emotional bullying
Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata
atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying
ini terjadi diam - diam dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contoh-
contohnya antara lain mencibir, mengucilkan, memandang sinis,
memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan
umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggem atau
email, memandang yang merendahkan.
c) Verbal bullying
Verbal bullying memiliki kesamaan dengan emotional bullying, dimana
akan menimbulkan gangguan secara emosional terhadap korban. Jenis
bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra
pendengaran kita. Contoh bullying verbal antara lain membentak,
meledek, mencela, memaki-maki, menghina, menjuluki, meneriaki,
mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.
d) Cyber bullying
Bullying jenis ini merupakan tindakan yang paling banyak terjadi diera
modernisasi. Cyber bullying melibatkan internet sebagai bullying.
4
Bullying ini dapat melalui pesan singkat via email, website maupun media
sosial.
a. Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah antara lain orang
tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang
penuh stress, agresi, dan permusuhan.9 Anak akan mempelajari perilaku bullying
ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka,seperti
terjadinya perceraian orang tua, orang tua perasaan yang tidak stabil dan pikirannya,
orang tua yang saling mencaci maki, menghina, bertengkar dihadapan anak-
anaknya, bermusuhan dan tidak pernah akur, memicu terjadinya depresi dan stress
bagi anak. Seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola
komunikasi negatif seperti sarcasm (sindirian tajam) akan cenderung meniru
kebiasaan tersebut dalam kesehariannya dan kemudian menirunya terhadap
temantemannya.10 Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap
perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan
diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat
meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan
perilaku bullying.9
b. Sekolah
Kecenderungan pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan bullying
menjadikan siswa yang menjadi pelaku bullying semakin mendapatkan penguatan
terhadap perilaku tersebut. Selain itu, bullying dapat terjadi di sekolah jika
pengawasan dan bimbingan etika dari para guru rendah, sekolah dengan
kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang
tidak konsisten, hukuman yang tidak bermanfaat sehingga tidak mengembangkan
5
rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah. Dalam penelitian
oleh Adair, 79% kasus bullying di sekolah tidak dilaporkan ke guru atau orang
tua.9,10
6
bakat istimewa, keterbatasan kemampuan tertentu, misalnya attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD), gangguan belajar, retardasi mental, dan lainnya.
Umumnya anak atau remaja yang pencemas, mudah gugup, selalu merasa tidak
aman, pemalu pendiam, memiliki cacat fisik atau mental, masalah tingkah laku atau
gangguan perkembangan neurologis.11
3. Bully-victim
Pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga menjadi korban perilaku
agresif. Bullying termasuk tindakan yang disengaja oleh pelaku pada korbannya,
yang dimaksudkan untuk menggangu seorang yang lebih lemah. Faktor individu
dimana kurangnya pengetahuan menjadi salah satu penyebab timbulnya perilaku
bullying, Semakin baik tingkat pengetahuan remaja tentang bullying maka akan
dapat meminimalkan atau menghilangkan perilaku bullying.
7
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center
Sanders (2009) menunjukan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa
percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat
agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras,
mudah marah dan impulsif. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk
mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Dengan
melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan
terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying
ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak
dan perilaku kriminal lainnya.
8
1. Peran orangtua
Pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying, para orangtua diharapkan
mampu untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak dini. Ajarkan
anak untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain dan menyadarkan sang
anak bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Peran orangtua di rumah harus mampu menciptakan komunikasi
yang baik dengan anak-anak dan membekali anak dengan pemahaman agama yang
cukup dan menanamkan akhlakul karimah yang selalu dilaksanakan di lingkungan
rumah, karena anak akan selalu meniru perilaku orangtua. Pemberian teladan
kepada anak akan lebih baik dari memberi nasihat.9
2. Peran guru
Dengan dilaksanakannya bimbingan dan konseling di sekolah diharapkan para
guru mampu mencapai:9
a) Pengembangan keharmonisan di dalam melaksanakan proses belajar
mengajar.
b) Keselarasan kerjasama dengan para siswa, terutama dengan mereka yang
memiliki masalah pribadi.
c) Kerjasama yang lebih intensif dengan orangtua siswa dan masyarakat luas
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
9
1. Ni’mah, Khoirun dan Nadhiroh, S Rahayu. 2015. Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting pada Balita. Media Gizi Indonesia. Vol. 10, No 1 1
januari-juni 2015: hlm 13-19
2. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pusat Data dan Informasi :Situasi Balita
Pendek.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia .2016. Mencegah Anak Berperawakan pendek,
diakses pada tanggal 23 Agustus 2018 dari
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mencegah-anak-
berperawakan-pendek
4. Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan
Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo.
5. Gorea RK. Bullying in schools: epidemiology and prevention.Int J Eth Trauma
Victimology 2016; 2(2):6-9
6. Dan Olweus, “In the handbook of bullying in Schools: An international
perspective”, Pp. 9-33. Edited by Jimerson, S. R., Swearer, S. M., and
Espelage, D. L. New York: Routledge, (2010), hal. 11.
7. Coloroso, B. (2007). Stop Bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta
8. Soori H, M Rezapour, S Khodakarim. Epidemiological pattern of bullying among
school children in mazandaran province iran. J Child Adolesc Behav. 2014;
2(3):1-5
9. Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan
Pada Anak. Jakarta: Grasindo.
10. Lestari WS. Analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik.
Science Education Journal. 2016; 3(2): 147-157
11. Surilena. Perilaku bullying (perundungan) pada anak dan remaja. CDK.
2016;43(1):35-8
10