Anda di halaman 1dari 20

ASMA BRONKIAL

1. Definisi Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasann yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan.1 Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.

2.

Epidemiologi Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi

masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Pre!alensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan pre!alensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk pre!alensi asma bronkial sebesar "-1"# pada populasi umum dengan pre!alensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. $i %ndonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar &-'#.& $ua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan "*# pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma

bronkial atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi %g+ sebagai respon terhadap alergen. Pre!alensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 1*#. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. $ata pada penelitian saudara kembar mono,igot dan di,igot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar -*-.*#.&

3.

Patogenesis Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel.

Pada asma terjadi mekanisme hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran mikro!askuler, dan mekanisme saraf. /iperresponsif bronkus adalah respon bronkus yang berlebihan akibat berbagai rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respon bronkus biasanya mengikuti paparan alergen, infeksi !irus pada saluran nafas atas, atau paparan bahan kimia. /iperesponsif bronkus dihubungkan dengan proses inflamasi saluran napas. Pemeriksaan histopatologi pada penderita asma didapatkan infiltrasi sel radang, kerusakan epitel bronkus, dan produksi sekret yang sangat kental. 0eskipun ada beberapa bentuk rangsangan, untuk terjadinya respon inflamasi pada asma mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil dan limfosit 1 disertai pelepasan epitel bronkus.2 3erusakan sel epitel saluran napas dapat disebabkan oleh karena basic protein yang dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari bermacam-macam sel inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa. Sel epitel sendiri juga mengeluarkan mediator. 3erusakan pada epitel bronkus merupakan kunci terjadinya hiperresponsif bronkus, ini mungkin dapat menerangkan berbagai mekanisme hiperresponsif bronkus oleh karena paparan o,on, infeksi !irus, dan alergen. 3erusakan epitel mempunyai peranan terhadap terjadinya hiperresponsif bronkus melalui cara pelepasan epitel yang menyebabkan hilangnya pertahanan, sehingga bila terinhalasi, bahan iritan akan langsung mengenai submukosa yang

seharusnya terlindungi. Pelepasan epitel bronkus meningkatkan kepekaan otot polos bronkus terhadap bahan spasmogen.2 0ekanisme kebocoran mikro!askuler terjadi pada pembuluh darah !enula akhir kapiler. 4eberapa mediator seperti histamin, bradikinin, dan leukotrin dapat menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi ekstra!asasi makromolekul. 3ebocoran mikro!askuler mengakibatkan edema saluran napas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan submukosa. 3eadaan ini menyebabkan peningkatan tahanan saluran napas dan merangsang konstraksi otot polos bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi kebocoran mikro!askuler pada saluran napas. Penurunan adrenalin dan kortikosteroid pada malam hari mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator dan peningkatan kebocoran mikro!askuler, hal ini berperan dalam terjadinya asma pada malam hari. 2 Pengaruh mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif bronkus dan patogenesis asma masih belum jelas, hal ini dikarenakan perubahan pada tonus bronkus terjadi sangat cepat. Peranan saraf otonom kolinergik, adrenergik, dan nonadrenergik terhadap saluran napas telah diidentifikasi. 4eberapa mediator inflamasi mempunyai efek pada pelepasan neurotransmiter dan mengakibatkan terjadinya reaksi reseptor saraf otonom. Saraf otonom mengatur fungsi saluran nafas melalui berbagai aspek seperti tonus otot polos saluran napas, sekresi mukosa, aliran darah, permeabilitas mikro!askuler, migrasi, dan pelepasan sel inflamasi. Peran saraf kolinergik paling dominan sebagai penyebab bronkokonstriksi pada saluran napas. 4eberapa peneliti melaporkan bahwa rangsangan yang disebabkan oleh sulfur dioksida, prostaglandin, histamin dan bradikinin akan merangsang saraf aferen dan menyebabkan bronkokonstriksi. 4ronkokonstriksi lebih sering disebabkan karena rangsangan reseptor sensorik pada saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh mediator inflamasi.2 . !a"to# Risi"o2 Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan. 1. 5aktor 6enetik

a.

Atopi7alergi /al yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. $engan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b.

/ipereakti!itas bronkus Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c.

8enis kelamin Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 12 tahun, pre!alensi asma pada anak laki-laki adalah 1,"kali dibanding anak perempuan. 1etapi menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

d. e.

9as7etnik :besitas :besitas atau peningkatan Body Mass Index (40%) merupakan faktor risiko asma. 0ediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. 0eskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

. a.

5aktor ;ingkungan Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).

b. &.

Alergen luar rumah (serbuk sari dan spora jamur). 5aktor ;ain

a.

Alergen makanan Contoh< susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.

b.

Alergen obat-obatan tertentu Contoh< penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.

c.

4ahan yang mengiritasi Contoh< parfum, household spray, dan lain-lain.

d.

+kspresi emosi berlebih Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. $isamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stres7gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. 3arena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.

e.

Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

f. g.

Polusi udara dari dalam dan luar ruangan Exercise-induced asthma Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan akti!itas7olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan akti!itas jasmani atau olahraga yang berat. ;ari cepat paling

mudah menimbulkan asma. Serangan asma karena akti!itas biasanya terjadi segera setelah selesai akti!itas tersebut. h. Perubahan cuaca Cuaca yang lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti< musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). i. $. Status ekonomi Diagnosis dan Klasifi"asi Asma akut merupakan kegawatdaruratan medis yang harus segera didiagnosis dan diobati. $iagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 $iagnosis penyakit asma bronkial perlu dipikirkan apabila ada gejala batuk yang disertai dengan wheezing (mengi) yang karakteristik dan timbul secara episodik. 6ejala batuk terutama terjadi pada malam atau dini hari, dipengaruhi oleh musim, dan akti!itas fisik. Adanya riwayat penyakit atopik pada pasien atau keluarganya memperkuat dugaan adanya penyakit asma. $ermatitis atopik dan alergi makanan merupakan penyakit alergi yang pertama kali muncul pada usia tahun pertama anak, kemudian dapat berkembang menjadi alergi respiratorik. Pada pemeriksaan fisik terutama ditujukan kepada keadaan umum pasien. Pasien dengan kondisi sangat berat akan duduk tegak. Penggunaan otot-otot tambahan untuk membantu bernapas juga harus menjadi perhatian, sebagai indikator paru.1 5rekuensi pernapasan (99) = &* >7menit, takikardi = 1 * >7menit atau pulsus paradoxus = 1 mm/g merupakan tanda !ital adanya serangan asma akut berat. ;ebih dari "*# pasien dengan asma akut berat, frekwensi jantungnya berkisar antara ?*-1 * >7menit. @mumnya keberhasilan pengobatan terhadap adanya obstruksi yang berat. Adanya retraksi otot sternokleidomastoideus dan suprasternal menunjukkan adanya kelemahan fungsi

obstruksi saluran pernapasan dihubungkan dengan penurunan frekwensi denyut jantung, meskipun beberapa pasien tetap mengalami takikardi oleh karena efek bronkotropik dari bronkodilator.1 Pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry (Sp: ) perlu dilakukan pada seluruh pasien asma akut untuk mengeksklusi hipoksemia. Pengukuran Sp: diindikasikan saat kemungkinan pasien jatuh ke dalam gagal napas dan kemudian memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif. 1arget pengobatan ditentukan agar Sp: ? # tetap terjaga.1 Pemeriksaan radiologis dilakukan hanya untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit paru lain. Pemeriksaan patologi ditemukan adanya hipertrofi otot polos bronkus, peningkatan sekresi mukus dalam lumen bronkus, edema pada mukosa saluran nafas, inflamasi pada dinding dan lumen saluran napas dengan infiltrasi sel eosinofil dan netrofil. 3lasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan asma. 0enurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat seperti ditunjukkan pada tabel 1.

4erdasarkan beratnya serangan1 1. Serangan asma ringan < sesak nafas saat berjalan, berbicara kalimat, kesadaran mungkin agitasi, frekuensi nafas meningkat, terdapat penggunaan otot bantu napas, mengi terdengar keras, nadi 1**-1 *

kali7menit, pulsus paradoksus tidak ada, AP+ sesudah terapi awal = '*#, Pa: normal, PaC: A 2" mm/g dan saturasi : =?"#. . Serangan asma sedang Sesak napas saat berbicara dan lebih suka duduk, berbicara kata-kata, kesadaran biasanya agitasi, frekuensi napas meningkat, penggunaan otot napas ada, mengi terdengar tanpa stetoskop, nadi 1**-1 *>7menit, pulsus paradoksus mungkin ada, AP+ sesudah terapi awal -*-'*#, Pa: = -* mm/g, PaC: A 2" mm/g dan saturasi : ?1-?"#. &. Serangan asma berat Sesak napas saat istirahat dan duduk membungkuk, berbicara kata demi kata, kesadaran biasanya agitasi, frekuensi &*>7menit, penggunaan otot napas ada, mengi terdengar keras, nadi 1 *>7menit, pulsus paradoksus sering ada = " mm/g, AP+ sesudah terapi awal A -*# A 1** ;7menit, Pa: A -* mm/g, PaC: = 2" mm/g dan saturasi : A?*#. %. Penatala"sanaan 1ujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma. Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka pendek dapat menyebabkan kematian, sedangkan jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun. @ntuk pengobatan asma perlu diketahui juga perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat, cara untuk menghindari faktor pencetus. $alam penanganan pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. 5aktor alergi banyak ditemukan dalam rumah seperti tungau debu rumah, alergen dari hewan, jamur, dan alergen di luar rumah seperti ,at yang berasal dari tepung sari, jamur, polusi udara. :bat aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus asma. :lah raga dan peningkatan akti!itas secara bertahap dapat mengurangi gejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perlu diberikan pada penderita asma."

:bat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas. ontroller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. :bat yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta- , antikolinergik, teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonis beta- adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis 4eta- mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler, dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. 6olongan agonis beta- merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif bronkus. :bat agonis beta- seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin, merupakan obat golongan simpatomimetik. +fek samping obat golongan agonis betadapat berupa gangguan kardio!askuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian agonis beta- secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak dapat lepas dari bronkodilator.Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromid dalam bentuk inhalasi. %pratropium bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan en,im guanilsiklase dan menghambat pembentukan c60P. +fek samping ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. 0ula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan kerja obat agonis betayang diberikan secara inhalasi. %pratropium bromid digunakan sebagai obat tambahan jika pemberian agonis beta- belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperakti!itas bronkus yang ekstrem atau pada penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.:bat golongan >antin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman, dan harganya murah. $osis teofilin peroral 2 mg7kg447kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 1 "- ** mg7kali. +fek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem

10

gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. +fek samping yang lain ialah diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi, takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat .",:bat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan antihistamin aksi lambat. :bat agonis beta- aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Batrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma. Batrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada kortikosteroid. Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang lebih poten. :bat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal.Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma, biasanya hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis alergi. Pemberian antihistamin selama & bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat mengurangi gejala asma." 3ortikosteroid merupakan anti inflamasi yang paling kuat. 3ortikosteroid menekan respons inflamasi dengan cara mengurangi kebocoran mikro!askuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah kemotaksis dan akti!itas sel inflamasi, mengurangi sel inflamasi, dan menghambat sintesis leukotrin. 3ortikosteroid dapat meningkatkan sensitifitas otot pernafasan yang dipengaruhi oleh stimulasi beta- melalui peningkatan reseptor beta adrenergik. Pemberian steroid dianjurkan dengan dosis seminimal mungkin. Pemberian kortikosteroid peroral dapat diberikan secara intermiten beberapa hari dalam sebulan atau dosis tunggal pagi selang sehari (alternate day), atau dosis tunggal pagi hari.2 Pemberian kortikosteroid peroral sering menimbulkan efek samping pada saluran cerna seperti gastritis, penurunan daya tahan tubuh, osteoporosis, peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah, gangguan psikiatri, hipokalemi, moonface, retensi natrium dan cairan, obesitas, cushing syndrom, bullneck dan yang paling ditakutkan adalah terjadinya supresi kelenjar adrenal. +fek samping

11

timbul terutama pada pemberian sistemik dalam jangka lama, maka lebih baik diberikan obat steroid kerja pendek misalnya prednison, hidrokortison, atau metilprednisolon. Prednison diberikan 2*--* mg7hari7oral, kemudian diturunkan secara bertahap "*# setiap &-" hari. /idrokortison diberikan 2 mg7kg44 secara bolus diikuti & mg7kg447-jam. 0etilprednisolon diberikan "*-1** mg7- jam secara intra!ena. Sekarang ini tersedia kortikosteroid dalam bentuk inhalasi seperti budesonide, fluticasone. $osis budesonide inhalasi untuk orang dewasa ber!ariasi, dosis awal yang dianjurkan adalah 2**-1-** mikrogram7hari dibagi dalam -2 dosis, sedangkan untuk anak dianjurkan **-2** mikrogram7hari dibagi dalam -2 dosis. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebih baik

dibandingkan pemberian secara sistemik, karena konsentrasi obat yang tinggi pada tempat pemberian langsung dibawa melalui pernafasan dan bekerja langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek samping sistemik yang lebih kecil. Penelitian dari Agertoft dan Pedersen menunjukkan bahwa pemakaian budesonide tidak mengganggu pertumbuhan anak. Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronik yang berat. +fek samping yang sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa. Pernah dilaporkan efek samping dispnoe dan bronkospasme pada penggunaan kortikosteroid inhalasi. $alam beberapa penelitian diketahui bahwa penggunaan kortikosteroid secara inhalasi tidak menyebabkan terjadinya osteoporosis, gangguan pertumbuhan, dan gangguan toleransi glukosa.2 Pemberian kortikosteroid sistemik lebih sering menimbulkan efek samping, maka sekarang dikembangkan pemberian obat secara inhalasi. 3euntungan pemberian obat inhalasi yaitu mula kerja yang cepat karena obat bekerja langsung pada target organ, diperlukan dosis yang kecil secara lokal, dan efek samping yang minimal. $engan demikian untuk mengatasi asma kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan yang lebih baik.2

12

IL&S'RASI KAS&S
IDEN'I'AS PASIEN( Identitas Pasien Bama @mur 8enis kelamin Agama Pekerjaan Status Alamat 0asuk P30 < By. Cainab < ". tahun < Perempuan < %slam < %91 < 0enikah < ;ereng < &1 Agustus *1&

ANAMNESIS Autoanamnesis Kel)*an &tama

13

Sesak nafas sejak &* menit sebelum masuk puskesmas Ri+a,at Pen,a"it Se"a#ang Sejak & hari sebelum masuk puskesmas pasien mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas bertambah bila pasien batuk, batuk (D) disertai dahak dan nafas berbunyi EngikF. Pasien berobat ke puskesmas dan keluhan berkurang, namun sesak muncul kembali setelah obat habis. Sejak &* menit sebelum masuk puskesmas sesak nafas yang dirasakan pasien semakin berat, pada pernafasan terdengar bunyi EngikF semakin keras, pasien lebih suka posisi duduk daripada berbaring, pasien masih bisa berbicara. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk berdahak, dahak bewarna putih, tidak berdarah, demam(-), nyeri dada (-), bengkak pada kaki (-), pasien dibawa ke %6$ Puskesmas 3uok dan diberi pengasapan, karena belum tampak perubahan, pasien dirawat inap. Ri+a,at Pen,a"it Da*)l) Pasien memiliki riwayat asma dari kecil, sesak nafas timbul bila pasien terpapar debu, asap rokok, dan udara dingin. 6ejala sesak lebih kurang kali dalam seminggu, gejala sesak napas malam = > dalam sebulan. Sesak napas dirasakan mengganggu akti!itas dan tidur Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung

Ri+a,at Pen,a"it Kel)a#ga Ayah pasien menderita asma.

Ri+a,at Pe"e#-aan. Sosial E"onomi dan Ke/iasaan Pekerjaan pasien ibu rumah tangga

14

Gentilasi di rumah pasien baik

Peme#i"saan &m)m 3esadaran 3eadaan umum 1ekanan darah Badi Bafas Suhu Peme#i"saan !isi" Kepala 0ata < konjungti!a tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter & mm, refleks cahaya D7D ;eher < 8GP ("- ) cm/ :, pembesaran 364 (-) < 3omposmentis < 1ampak sakit sedang < 1&*7'* mm/g < . >7i < & >7menit < &-,.*C

'*o#a"s Paru %nspeksi retraksi iga (-) Palpasi Perkusi Auskultasi < sulit dinilai < Sonor < +kspirasi memanjang, whee,ing (D7D), ronkhi (-7-) < 4entuk dan gerakan dada kanan H kiri, pernapasan

torakoabdominal, gerakan otot bantu napas (D), sela iga melebar (-),

15

8antung %nspeksi Palpasi Perkusi < %ctus cordis tidak terlihat < %ctus kordis teraba lemah di 9%C G 1 jari medial ;0CS < 4atas-batas jantung 3anan < 9%C G linea sternalis de>tra 3iri < 9%C G 1 jari medial linea mid cla!icula sinistra Auskultasi < bunyi jantung normal, bising jantung (-)

A/domen %nspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi < Perut datar , !enectasi (-) < Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba < 1impani < 4ising usus (D) normal

E"st#emitas 0S)pe#io# et infe#io#1 Akral hangat, pitting udem(-), clubbing finger (-)

Res)me Pasien By. C, ". tahun, masuk melalui %6$ pada tanggal &1 Agustus *1& pukul *&.** I%4 dengan keluhan utama sesak nafas sejak &* menit sebelum masuk puskesmas. Pada pernafasan terdengar bunyi EngikF semakin keras, pasien lebih suka posisi duduk daripada berbaring, pasien masih bisa berbicara. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk berdahak, dahak bewarna putih, tidak berdarah,

16

pasien dibawa ke %6$ Puskesmas 3uok dan diberi pengasapan, karena belum tampak perubahan, pasien dirawat inap Pada pemeriksaan fisik ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan (D), ekspirasi memanjang (D) dan whee,ing (D7D).

DA!'AR MASALA2 Asma bronkial sedang pada asma persisten ringan

REN3ANA PEMERIKSAAN Spirometri Analisa gas darah

Ren4ana Penatala"sanaan Bon 5armakologi %stirahat hindari faktor pemicu menjaga kebersihan kamar tidur agar tidak banyak debu menumpuk

5armakologi %G5$ $"# * tts7i D aminofilin drip 1 ampul : " ;7i Bebuli,er !entolin &>1

17

Salbutamol > mg $e>amethasone &>1 ampul Ambro>ol &>1 cth 9anitidin >1 gr

!ollo+ &p 1 September *1& S : A P < sesak nafas berkurang, batuk berdahak (D) < 1$ 1 *7.* mm/g, nadi .*>7i, nafas 2>7i, whee,ing (D7D) < Asma bronkial ringan pada asma persisten ringan < %G5$ $"# * tts7i D aminofilin drip 1 ampul Salbutamol >1 mg Ambro>ol &>1 cth $e>amethasone &>1 ampul 9anitidin >1 gr

September *1& S : A P < Sesak nafas berkurang, batuk kadang-kadang ada dan berdahak putih < 1$ 1 *7'* mm/g, nadi '*>7i, nafas *>7menit < Asma bronkial ringan pada asma persisten ringan < Salbutamol > mg

18

Ambro>ol &>1 cth $e>amethasone &>*," mg

Pasien /ole* p)lang

PEMBA2ASAN Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial sedang pada asma persisten ringan karena adanya keluhan sesak nafas yang timbul bila pasien terpapar debu dan asap rokok. 4ila sesak nafas timbul terdengar suara EngikF. Sesak terutama timbul pada malam hari. 6ejala sesak nafas = 1 kali dalam seminggu, gejala sesak nafas malam = kali dalam sebulan, sesak nafas mengganggu akti!itas da tidur. /al ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat asma persisten ringan berdasarkan gambaran klinis. Pasien lebih suka posisi duduk, sesak bertambah jika pasien berbicara dan pasien hanya dapat mengucapkan beberapa kata ketika berbicara. /al ini sesuai dengan kriteria beratnya serangan asma yaitu serangan asma sedang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dengan whee,ing terdengar pada kedua lapangan baru. Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernafas, batuk, dada sesak dan adanya suara whee,ing. 6ejala asma dapat terjadi secara spontan atau mungkin diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. 5rekuensi asma mungkin memburuk pada malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reakti!itas bronkus mencapai titik terendah antara jam &-2 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi. 1erapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan nafas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta- agonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik lebih awal.

19

Pen,)l)*an( Pencegahan kekambuhan asma dilakukan dengan pencegahan sensitisasi alergi. Penderita sebaiknya mengurangi pajanan dengan beberapa alergen indoor dan outdoor. /al-hal lain yang harus pula dihindari adalah emosi-stres, terlalu lelah dan faktor lain. Pasien diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol. 4ronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi serangan dikenal sebagai pelega dan pasien juga dianjurkan untuk berolahraga misalnya senam asma.

DA!'AR P&S'AKA
1. 9iyanto 4S, /isyam 4. :bstruksi saluran pernapasan akut. $alam< buku ajar ilmu penyakit dalam jilid %% ed.2. 8akarta< Pusat Penerbitan $epartemen %lmu Penyakit $alam 53@%. **-. /al. ?.'-'.. . 9engganis %. $iagnosis dan tatalaksana asma bronkial. 0ajalah 3edokteran %ndonesia. **'J"'(11)<222-"1. &. Sastrawan %6P, Suryana 3, 9ai %4B. Pre!alensi asma bronkial atopi pada pelajar di $esa 1enganan. 8urnal Penyakit $alam. **'J?(1)<2'-"&.

20

2. 0eiyanti, 0ulia 8%. Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronkial. 8urnal 3edokteran 1risakti. ***J1?(&)<1 "-& . ". Amin 0, Alsagaff /, Saleh 1. Pengantar %lmu Penyakit Paru. Surabaya< Airlangga @ni!ersity press< 1?'? J1-11. -. 0anurung P, Kunus 5, Iiyono I/, 8usuf A, 0urti 4. /ubungan antara +osinofil sputum dengan /iperakti!itas 4ronkus pada Asma Persisten Sedang. 8urnal 9espirologi %ndonesia< **-J1-2".

Anda mungkin juga menyukai