Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

F 1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

GIZI PADA LANSIA

Disusun oleh:
dr. Fitri Prawitasari

Puskesmas Sidorejo Lor


Periode November 2015-Maret 2016
Program Internsip Dokter Indonesia
Kota Salatiga
Periode November 2015-Oktober 2016
1

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Usaha Kesehatan Masysrakat
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Topik :
GIZI PADA LANSIA

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus sebagai
bagian dari persyaratan menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Kota
Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal

Dokter Internsip,

Maret 2016

Mengetahui,
Dokter Pendamping

dr. Fitri Prawitasari

dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses penuaan berlangsung sejak pembuahan sampai kematian, tanda-tanda
munculnya penuaan bisa terlihat sejak usia 30 tahun, terutama akan terlihat pada
orang-orang yang hidup dengan kemiskinan, kurangnya akses terhadap kesehatan
sehingga penampilan akan terlihat lebih tua dibandingkan dengan usia pada orangorang yang menjaga kesehatanannya. Di Indonesia, lanjut usia dimulai sejak usia 60
tahun sesuai dengan yang tertera pada Undang-Undang no: 13/1998 tentang
Kesejahteraan Lansia. Di Amerika, usia 65 tahun digunakan sebagai benchmarck
dalam mengelompokkan penduduk berusia lanjut. WHO membagi umur tua sebagai
berikut: usia 60 74 tahun disebut umur lanjut (elderly), usia 75 90 tahun disebut
umur tua (old) dan usia di atas 90 tahun disebut umur sangat tua (very-old).
Sedangkan Neugarten (1975) mengelompokkan umur : Young old : 55 75 tahun,
Old old : > 75 tahun dan Oldest old : > 85 tahun.
Status gizi pada lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai hal. Perubahan
fisiologis, komposisi tubuh, asupan nutrisi dan keadaan ekonomi merupakan hal-hal
yang dapat memicu terjadinya berbagai masalah gizi pada lanjut usia (Potter&Pierry,
2005). Penurunan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan lebih
mudah timbulnya masalah kesehatan pada lanjut usia. Masalah gizi yang seringkali
terjadi pada lanjut usia juga dipengaruhi oleh sejumlah perubahan fisiologis
(Darmojo,n2010).
Masalah yang timbul pada lansia diantaranya: berkurangnya cairan dalam
jaringan-jaringan tubuh, meningkatnya kadar lemak tubuh, meningkatnya kadar zat
kapur dalam jaringan otak dan pembuluh darah, penurunan zat kapur dalam tulang,
perubahan pada jaringan ikat, menurunnya laju metabolisme basal per satuan berat
badan, menurunnya aktivitas hormon, menurunnya aktivitas enzim terutama enzim
pencernaan, terbentuknya pigmen ketuaan pada otot jantung, sel-sel saraf, kulit serta
berkurangnya frekuensi denyut jantung sehingga menyebabkan berkurangnya
peredaran darah dan zat gizi (Astawan & Wahyuni, 1988). Faktor-faktor penyebab
masalah : gizi, ketika masa pertumbuhan maupun masa tua, lingkungan; fisik,
keluarga, pekerjaan, pergaulan yang dapat menekan pikiran yang mengakibatkan
stress, gen yang ada dalam tubuh seseorang (Takasihaeng, 2000).
3

Penyebab Masalah gizi pada lansia (Wirahkusuma, 2000) yaitu : Perubahan


kebiasaan makan, penurunan selera makan, penurunan sensifitas indera perasa &
penciuman, gangguan pencernaan & pengunyahan dan penyakit degenerative.
Makanan yg dikonsumsi kurang baik kuantitas dan kualitas (Hurlock, 1999). Dengan
demikian

adanya

perubahan

dan

penurunan

selera

makan

apalagi

yang

dikonsumsinya kurang berkualitas maka akan memperburuk keadaan lansia, karena


akan menjadi lemah dan mudah sakit.
B. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Usia Harapan Hidup penduduk Indonesia berdasarkan proyeksi penduduk
Indonesia tahun 2000-2025 antara BPS, BAPENAS dan UNFPA, mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, satu sisi menunjukkan bahwa makin banyak orang
Indonesia yang hidup lebih panjang umur, tetapi disisi lain menjadi akan menjadi
beban keluarga, masyarakat dan negara apabila kenaikan jumlah lansia tersebut tidak
diimbangi dengan program penanggulangan lansia baik dari segi fisik, mental
maupun financial. Jumlah Penduduk Lansia Indosesia 2006 UHH 66,2 tahun,
jumlahnya 19 juta, 2010 diperkirakan UHH 67,4 tahun jumlahnya 23,9 juta dan tahun
2020 diperkirakan UHH 71,1 tahun jumlahnya 28,8 juta. (Deputi I Menkokesra,
2007) Angka UHH Manusia Indonesia : Tahun 1997=65 tahun, (WHO, 1998) dan
tahun 2025 = 73 tahun (Wirakusumah, 2000). UHH meningkat selama 20 tahun
terjadi di Indonesia, UHH perempuan tahun 1994 : 83 tahun di Jepang 70 tahun, di
Singapura 74 tahun, Malaysia 72 tahun, Thailand 69 tahun, dan 65 tahun di
Indonesia. Di Indonesia selama dalam 37 tahun meningkat menjadi 6 kalinya.
Cepatnya pertumbuhan usia lanjut berdampak pada meningkatkan proporsi penduduk
di kelompok tersebut dengan demikian meningkatkan biaya perawatan kesehatan,
apabila jumlah usia lanjut tersebut tidak ditangani dengan baik.
Gizi merupakan faktor yang menentukan kualitas hidup lansia di masa senjanya
yang sudah tidak bisa seproduktif seperti saat masa muda. Keadaan gizi lansia
apabila kelebihan makanan penyebab kematian utama yang disebabkan penyakit
jantung, aterosklerosis dan diabetes. Keadaan malnutrisi dan kurang gizi
mengakibatkan penurunan produktifitas kerja. Kurang gizi disebabkan budaya,
kemiskinan atau tidak tersedianya asupan makanan yang seimbang. Maka dari itu,
gizi lansia juga perlu mendapatkan perhatian khusus yang tak kalah penting.
C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
4

1.

Kegiatan
Strategi

atau

pendekatan

yang

ditempuh

yaitu

pemberdayaan

(empowerment). Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan


kepada individu (sasaran) melalui penyuluhan. Pesan-pesan pokok materi gizi
pada lansia antara lain: masalah gizi yang sering dijumpai pada lansia, prinsip
gizi untuk lansia, dan tips makan untuk lansia, serta makanan apa yang
sebaiknya dianjurkan dan dihindari untuk pemenuhan giai lansia yang baik.
2.

Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan prolanis ini adalah
sasaran primer yaitu bapak dan ibu anggota program prolanis Sidorejo Lor.

3.

Menetapkan Tujuan
Tujuan umum adalah terciptanya perilaku hidup sehat di kalangan lansia.
Tujuan khusus adalah memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai gizi
pada lansia untuk memberikan pengetahuan gizi yang baik dan seimbang pada
lansia.

4.

Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan pada anggota
prolanis. Media atau saluran komunikasi yang digunakan adalah slide power
point melalui LCD.

5.

Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari dokter internsip, dokter
penanggung jawab program prolanis, dan petugas Puskesmas Sidorejo Lor.

D. PELAKSANAAN
Penyuluhan dilakukan secara tatap muka, dihadiri oleh dokter penanggung jawab
program prolanis, beberapa petugas puskesmas, bapak ibu anggota prolanis.
Hari/tanggal
: Jumat, 11 Maret 2016
Waktu
: 07.30
Tempat
: Aula Puskesmas Sidorejo Lor
Kegiatan
: Penyuluhan prolanis
Penyuluhan dimulai dengan perkenalan dengan pembicara dilanjutkan penyampaian
materi mengenai gizi pada lansia oleh dokter internship dan kemudian ditutup dengan
tanya-jawab.
E. MONITORING, EVALUASI DAN KESIMPULAN
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman peserta
penyuluhan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar materi yang telah
5

disampaikan. Selain itu, apabila masih ada hal yang kurang dimengerti oleh peserta
penyuluhan dapat ditanyakan kepada dokter internship maupun petugas puskesmas.
Kesimpulan dari penyuluhan ini, semua peserta paham akan pengetahuan gizi
pada lansia. Diharapkan setelah penyuluhan ini, peserta menjadi mengerti mengenai
prinsip gizi untuk lansia sehingga peserta penyuluhan dapat menerapkannya dengan
baik. Penyuluhan rutin ulangan perlu dilakukan agar pemahaman yang ada dapat
selalu diingat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
1. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia.
Manusia yang memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja
tubuh akibat perubahan atau penurunan fungsi organ-organ tubuh (Arisman, 2004).
Berdasarkan WHO (Setianto,2007), lansia dibagi menjadi tiga golongan:
a. Umur lanjut (elderly) : usia 60-75 tahun
b. Umur tua (old) : usia 76-90 tahun
c. Umur sangat tua (very old) : usia > 90 tahun
2. Karakteristik Kesehatan Lanjut Usia
Kesehatan lansia dipengaruhi proses menua. Proses menua didefenisikan
sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan
detrimental. Keadaan ini menyebabkan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan
dan kemampuan bertahan hidup berkurang. Proses menua setiap individu dan setiap
organ tubuh berbeda, hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup, lingkungan, dan penyakit
degeneratif (Setiati,2000).
Proses menua dan perubahan fisiologis pada lansia mengakibatkan beberapa
kemunduran dan kelemahan, serta implikasi klinik berupa penyakit kronik dan
infeksi. Hal ini digambarkan pada Tabel 1.

Tabel 1
Kemunduran dan Kelemahan Lansia
Kemunduran dan Kelemahan Lansia
No
1.

Pergerakan dan kestabilan terganggu

2.

Intelektual terganggu

3.

Isolasi diri (depresi)

4.

Inkontinensia

5.

Defisiensi imunologis

6.

Infeksi, konstipasi, dan malnutrisi

7.

Iatrogenesis dan insomnia

Sumber: Masalah kesehatan pada golongan lanjut usia, oleh R.Boedhi


Darmodjo (Arisman, 2004)
B. Status Gizi pada Lansia
Status gizi merupakan keseimbangan antara asuapan zat gizi dan
kebutuhan akan zat gizi tersebut. Status gizi juga didefenisikan sebagai
keadaan kesehatan seseorang sebagai refleksi konsumsi pangan serta
penggunaannya oleh tubuh (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).
Status Gizi pada lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai hal.
Perubahan fisiologis, komposisi tubuh, asupan nutrisi dan keadaan ekonomi
merupakan hal-hal yang dapat memicu terjadinya berbagai masalah gizi pada
lanjut usia (Potter&Pierry, 2005).
1. Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Status Gizi pada Lanjut
Usia
Dengan

makin

lanjutnya

usia

seseorang

maka

kemungkinan

terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ tubuhnya makin


besar. Peneliti Andres dan Tobin (dalam Kane, Ouslander, & Brass, 2004)
menjelaskan bahwa fungsi organ- organ akan menurun sebanyak satu persen
setiap tahunnya setelah usia 30 tahun.
8

Penurunan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan


lebih mudah timbulnya masalah kesehatan pada lanjut usia. Masalah gizi
yang seringkali terjadi

pada

sejumlah

fisiologis (Darmojo,2010). Adapun perubahan

perubahan

lanjut

usia

juga

dipengaruhi

oleh

fisiologis tersebut sebagai berikut:


a. Komposisi Tubuh
Komposisi tubuh dapat memberikan indikasi status gizi dan
tingkat kebugaran jasmani seseorang. Pada abad ke-19 ditemukan
berbagai senyawa kimiawi yang ternyata ada pula pada jaringan dan
cairan tubuh (Darmojo,2010).
Akibat penuaan pada lansia massa otot berkurang sedangkan
massa lemak bertambah.

Massa tubuh

yang

tidak

berlemak

berkurang sebanyak 6,3%, sedangakan sebanyak 2% massa lemak


bertambah dari berat badan perdekade setelah usia 30 tahun. Jumlah
cairan tubuh berkurang dari sekitar 60% berat badan pada orang muda
menjadi 45% dari berat badan wanita

usia lanjut.(Kawas &

Brookmeyer, 2001; Arisman,2004 )


Penurunan

massa

kebutuhan energi yang

otot

akan

terlihat

mengakibatkan

pada

lansia.

penurunan

Keseimbangan

energi pada lansia lebih lanjut dipengaruhi oleh aktifitas fisik


yang

menurun.

Pemahaman

akan

hubungan berbagai keadaan

tersebut penting dalam membantu lansia mengelola berat badan


mereka (Darmojo,2010).
b. Gigi dan Mulut
Gigi merupakan unsur penting untuk pencapaian derajat
kesehatan dan gizi yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi
pada jaringan keras gigi sesuai perubahan pada gingiva anakanak. Setelah gigi erupsi, morfologi gigi berubah karena pemakaian
atau aberasi dan kemudian tanggal digantikan gigi permanen. Pada
usia lanjut gigi permanen menjadi kering, lebih rapuh, berwarna lebih

gelap, dan bahkan sebagian gigi telah tanggal (Arisman,2004).


Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi
gigi atas dan bawah dan akan mengakibatkan daya kunyah menurun
yang semula maksimal dapat mencapai 300 pounds per square inch
dapat mencapai 50 pound per square inch. Selain itu, terjadinya
atropi

gingiva

dan

procesus

alveolaris

yang menyebabkan

akar gigi terbuka dan sering menimbulkan rasa sakit semakin


memperparah

penurunan

daya

kunyah.

Pada

lansia

saluran

pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidaksempurnaan fungsi


kunyah

sehingga

akan

mempengaruhi

kesehatan

Dengan bertambahnya umur, kemampuan

mengecap,

umum

(Darmojo,2010).
c. Indera Pengecap dan Pencium
mencerna, dan memetabolisme makanan berubah. Penurunan indera
pengecap dan pencium pada lansia menyebabkan sebagian besar
kelompok umur ini tidak dapat lagi menikmati aroma dan rasa
makanan.
Gangguan rasa pengecap pada proses penuaan terjadi karena
pertambahan umur berkorelasi negatif dengan jumlah taste buds
atau tunas pengecap pada lidah.
Ruslijanto

(1996)

dalam

Cherie

Darmojo

Long

(1986)

dan

(2010) menyatakan

80%

tunas pengecap hilang pada usia 80 tahun. Wanita pasca


monopause

cenderung

manis

asin. Keadaan

dan

berkurang
ini

kemampuan

dapat

merasakan

menyebabkan

lansia

kurang menikmati makanan dan mengalami pemurunan nafsu


makan

dan

asupan

makanan.Gangguan

rasa pengecap juga

merupakan manifestasi penyakit sistemik pada lansia disebabkan


kandidiasis mulut dan defisiensi nutrisi terutama defisiensi seng
(Seymour,2006).
d. Gastrointestinal
Motilitas

lambung

dan

pengosongan

lambung

menurun

10

seiring dengan meningkatnya usia. Lapisan lambung lansia menipis.


Di atas usia 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang. Akibatnya
penyerapan vitamin dan zat besi berkurang sehingga berpengaruh
pada kejadian osteoporosis dan osteomalasia pada lansia.
Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makan dari
faring ke lambung, dan gerakannya
fungsi

diatur secara khusus untuk

tersebut (Guyton&Hall,2004). Pada manusia lanjut usia,

reseptor pada esofagus kurang sensitif dengan adanya makanan.


Hal ini menyebabkan kemampuan peristaltik esofagus mendorong
makanan

ke lambung menurun sehingga pengosongan esofagus

terlambat (Darmojo,2010)
Berat total usus halus (di atas usia 40 tahun) berkurang, namun
penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal,
kecuali kalsium dan zat besi (di atas usia 60 tahun). Di usus halus
juga ditemukan adanya kolonisasi bakteri pada lansia

dengan

gastritis atrofi yang dapat menghambat penyerapan vitamin B.


Selain itu, motilititas usus halus dan usus besar terganggu sehingga
menyebabkan konstipasi sering terjadi pada lansia (Setiati,2000).
e. Hematologi
Berbagai kelainan hematologi dapat terjadi pada usia lanjut
sebagai akibat dari proses

menua

pada

sistem

hematopoetik.

Berdasarkan pengamatan klinik dan laboratorik, didapatkan bukti


bahwa pada batas umur tertentu, sumsum tulang mengalami
involusi, sehingga cadangan sumsum tulang pada usia lanjut menurun.
Beberapa variabel dalam pemeriksaan darah lengkap (full blood
count)

seperti kadar hemoglobin, indeks

(MCV,MCH,MCHC),

hitung

sel darah merah

leukosit,trombosit

menunjukkan

perubahan yang berhubungan dengan umur.


Anemia kekurangan zat besi adalah salah satu bentuk kelainan
hematologi yang sering

dialami pada lansia . Penyebab utama

anemia kekurangan zat besi pada

usia

lanjut

adalah

karena

11

kehilangan darah yang terutama berasal dari perdarahan kronik


sistem gastrointestinal akibat berbagai masalah pencernaan seperti
tukak petik, kegasan lambung dan keganasan kolon (Darmojo,2010).
Menurunnya

cairan saluran cerna (sekresi pepsin) dan enzim-

enzim pencernaan proteolitik mengakibatkan pencernaan protein tidak


efisien.
Tabel 2. Perubahan akibat Proses Menua
Keseluruhan

Berat badan, tinggi badan, dan kadar air badan


total menurun

Kardiovaskuler

Ratio lemak dan massa tubuh meningkat


Cardiac output, respon detak jantung terhadap
stress menurun

Paru

Peningkatan kekauan tunika intima jantung

Katup jantung jadi lebih kaku

Penurunan elastisitas pembuluh darah


Elastisitas, aktifitas silia dan reflek batuk
menurun

Ginjal

Saluran Cerna

Kapasitas vital, ambilan O2 maksimal menurun


Jumlah glomerulus abnormal meningkat

Aliran

osmolaritas urin menurun


Rasa pengecap dan prosukdi

darah

ginjal,

bersihan

kreatinin,
air

ludah

menurun
-

Prosukdi asam lambung dan enzim lain

Tulang rangka

menurun
Osteoarthritis dan osteoporosis meningkat

Hormon

T3 dan testosterone bebas menurun

Insulin,

vasopressin meningkat
Berat otak, intelektual, kemampuan belajar

Sistem saraf

norepinefirn,

parathormone,

menurun

12

Jumlah

jam

tidur&

kenyenyakan

tidur

menurun

B. Masalah Gizi Pada Usia Lanjut


Perubahan Fisiologi yang Berhubungan dengan Aspek Gizi pada Lansia
a) Semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa sehingga
umumnya lansia kurang dapat menikmati makanan dgn baik. Hal itu
sering menyebabkan kurangnya asupan atau penggunaan bumbu,
seperti kecap atau garam yang berlebihan berdampak kurang baik
bagi kesehatan lansia. (Krause dan Katahunleen (1984)
b)

Berkurangnya sekresi saliva yang dapat menimbulkan kesulitan


dalam menelan dan dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan
pada gigi (Webb & Copeman, 1996)

c) Kehilangan gigi. Separuh lansia banyak kehilangan gigi, hal ini


mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi
makanan dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang lunak
kurang mengandung vit A, vit C, dan serat sehingga menyebabkan
mudah mengalami konstipasi. (Rusilanti , 2006)
d) Menurunnya Sekresi HCL. HCL merupakan faktor ekstrinsik yang
membantu penyakiterapan vit B 12 dan kalsium, serta utilisasi
protein. Kekurangan HCL dapat menyebabkan lansia mudah terkena
osteoporosis, defisiensi zat besi yang menyebabkan anemia, sehingga
oksigen tidak dapat diangkut dengan baik.
e)

Menurunnya

sekresi

pepsin

dan

enzim

proteolitik

yang

mengakibatkan pencernaan protein tidak efisien.


f) Menurunnya sekresi garam empedu, sehingga mengganggu proses
penyakiterapan lemak dan vitamin A,D,E,K.
g) Menurunya motilitas usus, sehingga memperpanjang transit time
dalam saluran gastrointestinal mengakibatkan pembesaran perut dan
konstipasi. (Rusilanti , 2006)

13

Hasil penelitian menunjukkan total konsumsi air putih per hari ratarata minum 6-7 gelas 51,43% dan kurang dari 5 gelas 21,43% (Suryanto,
2002). Sebaiknya Lansia membatasi konsumsi garam dan gula, karena
absorpsi gula yang cepat mengakibatkan perubahan kadar gula dalam darah
lebih cepat beresiko terhadap obesitas dan diabetes. Lansia disarankan
mengkonsumsi makanan berkualitas, seperti susu tanpa lemak, 2 - 3 gelas
sehari (Astawan & Wahyuni, 1989)
Perilaku Makan Pada Lansia
a) Perubahan fisiologis karena penuaan dapat mengubah perilaku
makan.
b) Penuaan menyebabkan menurunnya jumlah dan kerja enzim saliva
yang diproduksi, serta timbulnya masalah gigi. Akibatnya, perilaku
makan berubah dengan kecenderungan memilih makanan yang lebih
lembut (Schol, 1986)
c) Kemampuan mengindikasikan rasa haus berkurang shg tdk mampu
minum air sesuai kebutuhan, padahal peranan air sangat penting pada
lansia krn fungsi ginjal menurun.
Penyebab Masalah Gizi pada Lansia (Wirahkusuma, 2000) yaitu :
Perubahan kebiasaan makan, penurunan selera makan, penurunan sensifitas
indera perasa & penciuman, gangguan pencernaan & pengunyahan dan
penyakit degenerative. Makanan yg dikonsumsi kurang baik kuantitas dan
kualitas (Hurlock, 1999). Dengan demikian adanya perubahan dan penurunan
selera makan apalagi yang dikonsumsinya kurang berkualitas maka akan
memperburuk keadaan lansia, karena akan menjadi lemah dan mudah sakit.
Pada umumnya lansia kurang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran,
beberapa zat gizi seperti Kalsium, Seng, Potasium, Vitamin B6, Magnesium,
dan Folat kurang tersedia dalam diet lansia, serta konsumsi karbohidrat
kompleks di bawah kecukupan yang dianjurkan (Herlina, 2001). Menurut
Oswari (1997), pada orang lanjut usia ada dua hal yang perlu diperhatikan
yang berkaitan dengan kebiasaan makannya yaitu pengaruh dari gizi yang
tidak bermutu karena tidak cukup protein, mineral, dan vitamin yang dimakan

14

dan pengaruh makanan yang salah sebagai akibat salah makan atau terlalu
banyak makan. Pada lansia penggunaan energi makin menurun karena proses
metabolisme basalnya makin menurun (Wirakusumah, 2000). Sebaliknya
konsumsi makanan sumber protein, vitamin, dan mineral perlu ditingkatkan
baik jumlah maupun mutunya. Sebaiknya dipilih makanan yang lunak, mudah
dikunyah, dan untuk meningkatkan selera makan dapat ditambahkan bumbu
(Astawan & Wahyuni,1988).
Masalah gizi usia lanjut, merupakan rangkaian proses masalah gizi sejak
usia muda. Kualitas gizi dapat dilihat setelah tua. Disamping itu beberapa
penelitian membuktikan bahwa ada masalah gizi pada usia lanjut. Sebagian
besar masalah gizi pada usia lanjut adalah gizi lebih dan obesitas. Kedua
masalah ini kemudian memacu timbulnya penyakit degeneratif. Seperti
penyakit jantung coroner, hipertensi, diabetes, batu empedu, gout (rematik),
ginjal, sirosis hati dan kanker.
Bukan hanya masalah gizi lebih saja, namun masalah gizi kurang juga
banyak terjadi pada orang tua. Masalah kurang gizi akan menyebabkan kurang
energy kronis (KEK), anemia dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.(Fatmah,
2010). Penyakit yang sering diderita lansia antara lain:
1. Kegemukan atau Obesitas
2. Penyakit Jantung Koroner
3. Hipertensi
4. Diabetes Mellitus
5. Osteoporosis
6. Anemia
7. Gout
C. Kebutuhan Gizi
Pada lansia terjadi perubahan kebutuhan kecukupan gizi. Gizi
bermanfaat mengganti sel-sel yang rusak dan membantu bagian lain yang
diperlukan oleh tubuh seperti hormone, enzim dan sel darah merah, untuk itu
gizi yang dikonsumsi harus memenuhi kebutuhan faal dan biokimia tubuh.

15

Dalam hal ini perlu kelebihan atau kekurangan zat gizi yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan maupun biokimia tubuh. Siswono (2003)
menyatakan bahwa gizi yang lengkap dan seimbang juga dibutuhkan lansia
disesuaikan dengan kondisi kesehatannya. Penyesuaian ini sangat penting
karena fungsi organ tubuh lansia tidak sebaik dan sekuat dulu.
Wirakusumah (2002), menyatakan kebutuhan gizi lansia lebih rendah
dibandingkan kebutuhan gizi di usia dewasa. Hasil-hasil penelitian
menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang berusia
lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan
aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan
protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25%
berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat.Kebutuhan
kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita
1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian
energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas.
Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan,
sehingga tubuh akan menjadi kurus.
1. Karbohidrat dan serat makanan
Menurut National cancer Institute, Lansia direkomendasikan
untuk mengkonsumsi 20-30 gr/hari (Fatmah, 2010), dianjurkan
untuk

mengurangi

konsumsi

gula-gula

sederhana

dan

menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari


kacang-kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber
energy dan serat.
2. Serat
Asupan serat pada lansia sebaiknya tidak kurang dari 30 gram
sehari.

Ketiadaan

serat

akan

mengakibatkan

terjadinya

konstipasi , hemoroid, diverticulosis, DM, PJK dan obesitas.


Memakan sayuran mempunyai fungsi ganda, yaitu selain
sebagai sumber serat juga merupakan sumber vitamin dan
mineral yang semua itu sangat dibutuhkan untuk memelihara

16

kesehatan tubuh manusia (Fatmah,2010). Tidak dianjurkan


mengkonsumsi suplemen serat karena dikhawatirkan konsumsi
serat terlalu banyak sehingga dapat menyebabkan mineral dan
zat gizi lain terserap oleh serat dan tidak dapat diserap tubuh
3. Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang
dewasa per hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia
masa ototnya berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya
akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari
orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa
nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan
pencernaan dan penyerapannya kurang efisien). Beberapa
penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi
proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang
dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan
hewani dan kacang-kacangan.
4. Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari
total kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu
tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan
penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke
jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut
adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty
acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak jenuh
yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam
lemak jenuh.
Lemak adalah penyumbang energi terbesar. Fungsi lain dari
lemak adalah sebagai pelarut vitamin A,D, E dan K.
Lemak terdiri dari:
a. Lemak Jenuh
Konsumsi lemak jenis ini dalam jumlah berlebihan dapat

17

meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Bahan


makanan yang mengandung lemak jenuh adalah: Lemak
hewan, lemak susu, mentega, keju, krim, santan, dll.
b. Lemak Tak jenuh
Lemak tak jenuh merupakan lemak yang memiliki ikatan
rangkap yang terdapat di dalam minyak ( lemak cair)dan
berada dalam dua bentuk isomer cis dan trans.
1) Lemak tak jenuh tunggal : minyak zaitun, minyak
wijen
2) Lemak tak jenuh ganda : minyak kedelai, minyak
zaitun dan minyak ikan
5. Cairan
Dianjurkan minimal kita minum air putih 1,5-2 L/hari.
Minuman seperti the, kopi alcohol, sirup tidak baik untuk
kesehatan terutama bagi lansia yang mempunyai penyakit
seperti diabetes, hipertensi, obesitas dan jantung (Fatmah,
2010).
Webb dan Copeman (1996) menyatakan bahwa konsumsi
cairan bagi manula adalah sekitar 6-8 gelas (2000ml) dalam
sehari.
6. Vitamin dan Mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia
kurang mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam
folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama
disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buahbuahan dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak
diderita

lansia

adalah

kurang

mineral

kalsium

yang

menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi


menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi
lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat
gizi yang lain. Vitamin dan Mineral dibutuhkan sebagai

18

pengatur tubuh dengan jalan memperlancar proses oksidasi,


memelihara fungsi normal otot dan saraf, vitalitas jaringan dan
menunjang fungsi-fungsi tertentu. Zat gizi mikro seperti vitamin
dan mineral serta asupan suplemen pada lansia berfungsi untuk
mempertahankan kondisi lansia agar tetap optimum (sehat) dan
kualitas hidupnya terjaga (Fatmah, 2010).
Beberapa zat gizi kebutuhannya meningkat sejalan dengan
usia, misalnya saja vitamin D untuk usia 50-70 tahun adalah 10
g/hari sedangkan untuk usia >70 tahun adalah 15 g/hari .
Kebutuhan vitamin C untuk usia <50 tahun adalah 100mg/hari.
D. Angka Kebutuhan Gizi Lansia
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan adalah banyaknya tiaptiap gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk
mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat
badan, aktivitas fisik , dan keadaan fisiologis seperti hamil dan menyusui
(Sudiarti dan Utari, 2006).
Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Lansia
Zat Gizi

Pria

Wanita

Energi (kkal)
Protein (gram)
Vitamin A (RE)
Vitamin D (g)
Vitamin E (mg)
Vitamin K (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
Vitamin B12 (mg)
Asam Folat(g)
Piridoksin (mg)
Vitamin C (mg)
Kalsium (g)
Fosfor (mg)
Besi (mg)

(berat badan = 62kg)


2050
60
600
15
15
65
1,3
1,6
2,4
400
1,7
90
800
600
13

(berat badan = 54kg)


1600
45
500
15
15
55
1,1
1,4
2,4
400
1,5
75
800
600
12
19

Zink (mg)
Iodium (mg)
Selenium (mg)
Tiamin (mg)

13,4
150
30
1,0

9,8
150
30
0,8

E. Gizi dan Kaitannya dengan Berat Badan


Kecukupan gizi pada lansia prosentase untuk zat gizi makro adalah
sebagai berikut: 20 25% protein, 20% lemak, 55 60% karbohidrat. Asam
lemak yang dikonsumsi sebaiknya yang memiliki kandungan asam lemak tak
jenuh jamak (poly unsaturated fatty acid) yang tinggi, yaitu asam lemak
omega 3 dan omega 9 seperti yang terdapat pada ikan yang hidup di laut
dalam (Krause, et al, 1984).
Rata-rata konsumsi energi adalah 1571,54 223,02 Kkal, apabila yang
menjadi acuan adalah ketentuan Depkes RI 2005 maka rata-rata konsumsi
tersebut sudah bisa dikatagorikan baik yaitu lebih dari 90 % dari angka
kecukupan gizi. Rata-rata konsumsi protein lebih dari kecukupan yang
dianjurkan. Vitamin B1 (mg) dan vitamin C (mg) masih kurang dari yang
dianjurkan. Rata-rata tingkat konsumsi Kalori, protein, dan zat besi lansia di
pedesaan dan lansia di perkotaan kurang dari 80,00% angka kecukupan yang
di anjurkan. Pada umumnya lansia kurang mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran, beberapa zat gizi seperti Kalsium, Seng, Potasium, Vitamin B6,
Magnesium, dan Folat kurang tersedia dalam diet lansia, serta konsumsi
karbohidrat kompleks di bawah kecukupan yang dianjurkan (Herlina, 2001).
Menurut Oswari (1997), pada orang lanjut usia ada dua hal yang perlu
diperhatikan yang berkaitan dengan kebiasaan makannya yaitu pengaruh dari
gizi yang tidak bermutu karena tidak cukup protein, mineral, dan vitamin yang
dimakan dan pengaruh makanan yang salah sebagai akibat salah makan atau
terlalu banyak makan. Pada lansia penggunaan energi makin menurun karena
proses metabolisme basalnya makin menurun (Wirakusumah, 2000).
Sebaliknya konsumsi makanan sumber protein, vitamin, dan mineral perlu
ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya. Sebaiknya dipilih makanan yang

20

lunak, mudah dikunyah, dan untuk meningkatkan selera makan dapat


ditambahkan bumbu (Astawan & Wahyuni,1988).
Rekomendasi untuk Lanjut usia yang sehat (Litin, 2007 ) Memiliki pola
makan yang baik dengan : meningkatkan serat,memilih makanan padat gizi,
minum banyak cairan, mengurangi lemak, kolesterol, garam, batasi alkohol,
hindari nikotin, tetap aktif secara fisik, mengendalikan stress, melatih otak,
tetap bersosialisasi, mencari nilai-nilai sprituil, memeriksakan kesehatan
secara teratur. Persepsi yang benar mengenai lansia Orang lanjut usia
mereka adalah agen perubahan dan mampu memberikan keuntungan bukan
beban masyarakat dan keluarga, mereka merupakan sumberdaya yang tidak
terggantikan dalam hal kaya pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman.
Faktor gaya hidup yaitu merokok : karena dapat meningkatkan
terjadinya risiko kardiovaskular, kanker paru dan penyakit saluran pernafasan.
Meningkatnya cuti sakit dan cuti kerja, penyebab kematian dan kecacatan.
Perokok 1,5 kali kemungkinan rawat inap, banyak dikalangan yang
menghadapi

stress,

dianggap

mengurangi

ketegangan,

menurunkan

kemampuan kerja bersama dengan umur, dan obes, serta faktor penting dalam
mempengaruhi penurunan kapasitas kerja fisik daripada mental. Tanpa
kegiatan fisik pada Lansia; kapasitas kardiorespirasi menurun. Latihan
memberi pengaruh positif terhadap; produktifitas, dan tingkat keluar masuk
kerja. Aktifitas fisik yang teratur mewujudkan perbaikan fisiologis,
penampilan lebih muda dari umur sebenarnya. Perlu dianjurkan untuk
melakukan latihan fisik dan ada fasilitas pendukung untuk melakukan latihan
fisik secara teratur. William Evans dan Irwin Rosenberg (1991) menjelaskan
50 menit aerobik memperlambat ketuaan : karena masa tubuh yang tidak
berlemak, menimbulkan kekuatan, rata-rata metabolisme dasar, persentase
lemak dalam tubuh, kapasitas aerobic, tekanan darah, sensitivitas insulin,
kepadatan tulang dan regulasi temperatur darah.
F. Menu Harian Untuk Lansia
Para ahli gizi menganjurkan bahwa untuk lansia yang sehat, menu

21

sehari-hari hendaknya :
Tidak berlebihan, tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai dengan
persyaratan kebutuhan lansia.

Bervariasi jenis makanan dan cara olahnya

Membatasi konsumsi lemak yang tidak kelihatan (menempel pada


bahan pangan, terutama pangan hewani)
Membatasi konsumsi gula dan minuman yang banyak mengandung
gula
Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok dan
minuman beralkohol
Cukup

banyak

mengkonsumsi

makanan

berserat

untuk

menghindari sembelit
Minum yang cukup.

22

23

DAFTAR PUSTAKA
Arisman . (2004). Gizi dalam ddaur Kehidupan. Editor, Palupi Widyastuti.
EGC : Jakarta. Bardosono, S.

(2000).

Studi Mengenai Kebiasaan

Makan, Status Gizi dan Penyakit Degeneratif pada Kelompok Usila di


Daerah Perkotaan dan Pedesaan di Jawa Barat. Bina Diknakes. Vol. 13.
P. 17-18.
Christiani, R. (2003). Status Gizi dan Pola Penyakit pada Lansia.
<http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/ >
Darmojo,B. (2010). Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4. Balai
Penerbit FK UI: Jakarta.
Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Erlangga: Jakarta.
Morrow, JR. Jackson,A. Disch,J. & Mood,D. (2005). Measurement and
Evaluation in Human Performance. Third Edition. Human Kinetics:USA
<http://books.google.co.id/book>
Nurachamah,E. (2001). Nutrisi dalam Keperawatan. Sagung Seto: Jakarta.
Seymour,R. (2006). Masalah Farmakologi Gigi pada Lansia dalam Hutauruk,
C (editor), Perawatan gigi Terpadu untuk Lansia. EGC: Jakarta.
Sukmaniah,S. (2004). Nutrisi Pada Lanjut Usia Majalah Gizi Medik vol. 8
hal : 8-10: Jakarta.
Supariasa, IDN., Bakri, B., Fajar, I. (2002). Penilaian Status Gizi. EGC: Jakarta.
Ari Suryanto, 2002, Perilaku Makan, Status Gizi dan Kesehatan Wanita Usia
Lanjut

Di

Kelurahan

Cakung

Timur,

Jakarta

dan

Kelurahan

Baranangsiang, Bogor. Skripsi Jurusan GMSK, Faperta, IPB


Lina, H. 2001. Mempelajari Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan
makan dan Status gizi lansia di Pedesaan dan Perkotaan [skripsi].
Bogor:IPB
MB. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG
Takasihaeng, J. 2000. Hidup Sehat di Usia Lanjut. Penerbit Harian Kompas,
Jakarta.

24

LAMPIRAN

25

26

27

Anda mungkin juga menyukai