Anda di halaman 1dari 10

Remaja merupakan kelompok usia yang dimulai dari usia 10-20 tahun, memiliki

karakteristik khusus dan merupakan masa transisi dari usia anak menjadi dewasa. Masa
transisi ini terjadi karena banyak perubahan yang terjadi pada diri remaja, seperti :
Perubahan biologis, berupa

1.

Pertumbuhan dan perkembangan fisik tubuh menjadi tubuh dewasa

2.

Mempunyai kemampuan bereproduksi

3.

Body image seperti perlunya bentuk tubuh ideal dan kadang sering tidak
puas dengan bentuk tubuh yang dimiliki.

4.

Perubahan perilaku seperti mampu memantau atau mengamati dan


mengubah perilaku orang lain.

5.

Perubahan psikososial dalam bentuk kemandirian, bergaul dalam peer


group(dengan teman sebaya) serta mulai berpikir secara abstrak.

Tentunya semua perubahan ini sangat memerlukan dukungan nutrisi dan besarnya
dukungan nutrisi yang diperlukan tergantung pada :

Kecepatan tumbuh: diharapkan terjadi penambahan tinggi badan dalam setahun


sekitar 9,5 cm pada anak laki dan 8,3 cm pada anak perempuan.
Derajat kematangan fisik

Komposisi tubuh: pada remaja perempuan, peningkatan proporsi masa lemak


tubuh lebih banyak daripada masa bebas lemak, jadi tidak mengherankan jika tubuh
anak lelaki lebih berotot daripada anak perempuan.
Derajat aktivitas

Oleh karena itu, kecukupan nutrisi harus senantiasa terpenuhi pada anak remaja yang
sedang tumbuh. Adapun nutrisi yang diperlukan, berupa :

Kebutuhan energi, pada remaja pria sekitar 1600-2400 kkal dan remaja putri
sekitar 1600-2000 kkal.

Kebutuhan protein, baik dari sumber hewani (seperti daging, ikan, telur, seafood)
maupun dari sumber nabati (seperti tahu, tempe, kacang-kacangan, dll) pada usia :
1.

10-12 tahun = 50 gram/hari

2.

13-15 tahun = 57 gram/hari

3.

16-18 tahun = 55 gram/hari

4.

kebutuhan lemak sekitar 25% dari total kalori yang diberikan dengan
proporsi lemak jenuh : PUFA : MUFA = < 7% : 10% : 10%

5.

kecukupan vitamin B (vitamin B1, B2, B12 dan niasin), vitamin D, A, C


dan E serta mineral terutama zat besi dan zinc.

6.

Jangan lupa selalu penuhi kebutuhan cairan dengan minum air putih
minimal 6-8 gelas/hari

Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan


nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi pertumbuhan secara
maksimal karena nutrisi dan pertumbuhan merupakan hubungan
integral. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat
berakibat terlambatnya pematangan seksual dan hambatan
pertumbuhan linear. Pada masa ini pula nutrisi penting untuk
mencegah terjadinya penyakit kronik yang terkait nutrisi pada masa
dewasa kelak, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan
osteoporosis.
Sebelum masa remaja, kebutuhan nutrisi anak lelaki dan anak
perempuan tidak dibedakan, tetapi pada masa remaja terjadi
perubahan biologik dan fisiologik tubuh yang spesifik sesuai gender
(gender specific) sehingga kebutuhan nutrienpun menjadi berlainan.
Sebagai contoh, remaja perempuan membutuhkan zat besi lebih
banyak karena mengalami menstruasi setiap bulan.
Selain perubahan biologik dan fisiologik, remaja juga mengalami
perubahan psikologik dan sosial. Terdapat variasi waktu dan
lamanya berlangsung masa transisi dari anak menjadi manusia
dewasa yang dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural dan ekonomi.
Selain itu, remaja bukanlah kelompok yang homogen walaupun
berada dalam lingkungan sosio-kultural yang sama dengan variasi
lebar dalam hal perkembangan, maturitas dan gaya hidup.
Penelitian Blum (1991) pada remaja 15-18 tahun, didapatkan bahwa
remaja lelaki lebih percaya diri, merasa lebih bahagia dan sehat
serta lebih tidak rentan dibandingkan remaja perempuan yang
cenderung merasa kurang puas akan keadaan tubuhnya,
kepribadian serta kesehatannya.
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien,
khususnya anemia defisiensi zat besi, serta masalah malnutrisi, baik
gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih sampai
obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali
berkaitan dengan perilaku makan salah.
Kebutuhan nutrisi
Tingginya kebutuhan energi dan nutrien pada remaja dikarenakan
perubahan dan pertambahan berbagai dimensi tubuh (berat badan,
tinggi badan), massa tubuh serta komposisi tubuh sebagai berikut:
Tinggi badan
Sekitar 15 20% tinggi badan dewasa dicapai pada masa
remaja.
Percepatan tumbuh anak lelaki terjadi lebih belakangan serta
puncak ypercepatan lebih tinggi dibanding anak perempuan.
Pertumbuhan linear dapat melambat atau terhambat bila
kecukupan makanan / energi sangat kurang atau energy
expenditure meningkat misal pada atlet.
Berat badan
Sekitar 25 50% final berat badan ideal dewasa dicapai pada
masa remaja.

Waktu pencapaian dan jumlah penambahan berat badan


sangat dipengaruhi yasupan makanan / energi dan energy
expenditure.
Komposisi tubuh
Pada masa pra-pubertas proporsi jaringan lemak dan otot
maupun massa ytubuh tanpa lemak (lean body mass) pada
anak lelaki dan perempuan sama.
Anak lelaki yang sedang tumbuh pesat, penambahan jaringan
otot lebih ybanyak daripada jaringan lemak secara
proporsional, demikian pula massa tubuh tanpa lemak
dibanding anak perempuan.
Jumlah jaringan lemak tubuh pada orang dewasa normal
adalah 23% pada yperempuan dan 15% pada lelaki.
Sekitar 45% tambahan massa tulang terjadi pada masa
remaja dan pada yakhir dekade ke-dua kehidupan 90% massa
tulang tercapai.
Terjadi kegagalan penambahan massa tulang pada
perempuan dengan ypubertas terlambat sehingga kepadatan
tulang lebih rendah pada masa dewasa. Nutrisi merupakan
salah satu faktor lingkungan yang turut menentukan awitan
pubertas.
Pemantauan pertumbuhan selama pubertas dapat
menggunakan indeks TB/U, BB/TB dan IMT/U (indeks massa
tubuh menurut umur). Rumus IMT = BB/TB.
Nutrisi pada masa remaja hendaknya dapat memenuhi beberapa hal
di bawah ini:
1. Mengandung nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik
dan perkembangan kognitif serta maturasi seksual.
2. Memberikan cukup cadangan bila sakit atau hamil.
3. Mencegah awitan penyakit terkait makanan seperti penyakit
kardiovaskular, diabetes, osteoporosis dan kanker.
4. Mendorong kebiasaan makan dan gaya hidup sehat.
Pada remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik pesat serta
perkembangan dan maturasi seksual, pemenuhan kebutuhan nutrisi
merupakan hal yang mutlak dan hakiki. Defisiensi energi dan
nutrien yang terjadi pada masa ini dapat berdampak negatif yang
dapat melanjut sampai dewasa. Kebutuhan nutrisi remaja dibahas
berikut ini:
Energi
Kebutuhan energi remaja dipengaruhi oleh aktivitas, metabolisme
basal dan peningkatan kebutuhan untuk menunjang percepatan
tumbuh-kembang masa remaja. Metabolisme basal (MB) sangat
berhubungan erat dengan jumlah massa tubuh tanpa lemak (lean
body mass) sehingga MB pada lelaki lebih tinggi daripada
perempuan yang komposisi tubuhnya mengandung lemak lebih
banyak. Karena usia saat terjadinya percepatan tumbuh sangat
bervariasi, maka perhitungan kebutuhan energi berdasarkan tinggi
badan (TB) akan lebih sesuai.

Percepatan tumbuh pada remaja sangat rentan terhadap


kekurangan energi dan nutrien sehingga kekurangan energi dan
nutrien kronik pada masa ini dapat berakibat terjadinya
keterlambatan pubertas dan atau hambatan pertumbuhan.
Protein
Kebutuhan protein pada remaja ditentukan oleh jumlah protein
untuk rumatan masa tubuh tanpa lemak dan jumlah protein yang
dibutuhkan untuk peningkatan massa tubuh tanpa lemak selama
percepatan tumbuh. Kebutuhan protein tertinggi pada saat puncak
percepatan tinggi terjadi (perempuan 11-14 tahun, lelaki 15-18
tahun) dan kekurangan asupan protein secara konsisten pada masa
ini dapat berakibat pertumbuhan linear berkurang, keterlambatan
maturasi seksual serta berkurangnya akumulasi massa tubuh tanpa
lemak.
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan,
selain juga sebagai sumber serat makanan. Jumlah yang dianjurkan
adalah 50% atau lebih dari energi total serta tidak lebih dari 10-25%
berasal dari karbohidrat sederhana seperti sukrosa atau fruktosa.
Di Amerika Serikat, konsumsi minuman ringan (soft drinks)
memasok lebih dari 12% kalori yang berasal dari karbohidrat dan
konsumsinya meningkat 3 kali lipat pada dua dekade terakhir ini.
Penelitian Josep di Jakarta (2010) pada remaja siswa SMP
didapatkan bahwa siswa yang mengonsumsi minuman bersoda 3-4
kali per minggu berisiko untuk terjadi gizi lebih.
Lemak
Tubuh manusia memerlukan lemak dan asam lemak esensial untuk
pertumbuhan dan perkembangan normal. Pedoman makanan di
berbagai negara termasuk Indonesia (gizi seimbang), menganjurkan
konsumsi lemak tidak lebih dari 30% dari energi total dan tidak lebih
dari 10% berasal dari lemak jenuh.
Sumber utama lemak dan lemak jenuh adalah susu, daging
(berlemak), keju, mentega / margarin, dan makanan seperti cake,
donat, kue sejenis dan es krim, dan lain-lain.
Mineral
Kalsium (Ca). Kebutuhan kalsium pada masa remaja merupakan
yang tertinggi dalam kurun waktu kehidupan karena remaja
mengalami pertumbuhan skeletal yang dramatis. Sekitar 45% dari
puncak pembentukan massa tulang berlangsung pada masa remaja,
sehingga kecukupan asupan kalsium menjadi sangat penting untuk
kepadatan masa tulang serta mencegah risiko fraktur dan
osteoporosis. Pada usia 17 tahun, remaja telah mencapai hampir
90% dari masa tulang dewasa, sehingga masa remaja merupakan
peluang (window of opportunity) untuk perkembangan optimal
tulang dan kesehatan masa depan.
Angka kecukupan asupan kalsium yang dianjurkan untuk kelompok
remaja adalah 1.300 mg per hari. Susu merupakan sumber kalsium
terbaik, disusul keju, es krim, yogurt. Kini banyak makanan dan
minuman yang difortifikasi dengan kalsium yang setara dengan

kandungan kalsium pada susu (300mg per saji). Terdapat pula


kalsium dalam bentuk sediaan farmasi (dalam bentuk karbonat,
sitrat, laktat atau fosfat) dengan absorpsi sekitar 25-35%. Preparat
kalsium akan diabsorpsi lebih efisien bila dikonsumsi bersama
makanan dengan dosis tidak lebih dari 500 mg.
Zat besi (Fe). Seperti halnya kalsium, kebutuhan zat besi pada
remaja baik perempuan maupun lelaki meningkat sejalan dengan
cepatnya pertumbuhan dan bertambahnya massa otot dan volume
darah. Pada remaja perempuan kebutuhan lebih banyak dengan
adanya menstruasi. Kebutuhan pada remaja lelaki 10-12 mg/hari
dan perempuan 15 mg/hari. Besi dalam bentuk heme yang
terdapat pada sumber hewani lebih mudah diserap dibanding besi
non-heme yang terdapat pada biji-bijian atau sayuran.
Seng (Zn).Seng berperan sebagai metalo-enzyme pada proses
metabolisme serta penting pada pembentukan protein dan ekspresi
gen. Konsumsi seng yang adekuat penting untuk proses percepatan
tumbuh dan maturasi seksual. Seperti halnya dengan kekurangan
energi dan protein, kekurangan seng dapat mengakibatkan
hambatan pada pertumbuhan dan kematangan seksual. Daging
merah, kerang dan biji-bijian utuh merupakan sumber seng yang
baik.
Vitamin
Vitamin A. Selain penting untuk fungsi penglihatan, vitamin A juga
diperlukan untuk pertumbuhan, reproduksi dan fungsi imunologik.
Kekurangan vitamin A awal ditandai dengan adanya buta senja.
Sumber vitamin A utama : serealia siap saji, susu, wortel, margarin
dan keju. Sumber - karoten sebagai pro-vitamin A yang sering
dikonsumsi remaja berupa wortel, tomat, bayam dan sayuran hijau
lain, ubi jalar merah dan susu.
Vitamin E. Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang penting pada
remaja karena pesatnya pertumbuhan. Meningkatnya konsumsi
makanan yang mengandung vitamin E merupakan tantangan
karena makanan sumber vitamin E umumnya mengandung lemak
tinggi.
Vitamin C . Keterlibatannya dalam pembentukan kolagen dan
jaringan ikat menyebabkan vitamin ini menjadi penting pada masa
percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Status vitamin C
pada remaja perokok lebih rendah walaupun telah mengonsumsinya
dalam jumlah cukup dikarenakan stres oksidatif sehingga mereka
memerlukan tambahan vitamin C hingga 35 mg per hari.
Folat. Folat berperan pada sintesis DNA, RNA dan protein sehingga
kebutuhan folat meningkat pada masa remaja. Kekurangan folat
menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik dan kecukupan folat
pada masa sebelum dan selama kehamilan dapat mengurangi
kejadian spina bifida pada bayi.
Lain-lain
Serat (fiber). Serat makanan penting untuk menjaga fungsi normal
usus dan mungkin berperan dalam pencegahan penyakit kronik
seperti kanker, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus tipe-

2. Asupan serat yang cukup juga diduga dapat menurunkan kadar


kolesterol darah, menjaga kadar gula darah dan mengurangi risiko
terjadinya obesitas. Kebutuhan serat per hari dapat dihitung dengan
rumus : ( umur + 5 ) gram dengan batas atas sebesar ( umur + 10 )
gram.
Masalah nutrisi pada remaja
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien,
khususnya anemia defisiensi zat besi, serta masalah malnutrisi, baik
gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih sampai
obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali
berkaitan dengan perilaku makan salah dan gaya hidup.
Laporan hasil beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa kebanyakan remaja kekurangan vitamin dan mineral dalam
makanannya antara lain folat, vitamin A dan E, Fe, Zn, Mg, kalsium
dan serat. Hal ini lebih nyata pada perempuan dibanding lelaki,
tetapi sebaliknya tentang asupan makanan yang berlebih (lemak
total, lemak jenuh, kolesterol, garam dan gula) terjadi lebih banyak
pada lelaki daripada perempuan.
Isu masalah nutrisi pada remaja
1. Defisiensi besi, anemia defisiensi besi dan defisiensi
mikronutrien lain.
Anemia merupakan masalah nutrisi utama pada remaja dan
umumnya pola makan salah sebagai penyebabnya di samping
infeksi dan menstruasi. Prevalensi anemia pada remaja cukup
tinggi. Sukarjo dkk di Jawa Timur (2001) mendapatkan
prevalensi sebesar 25.8% pada remaja perempuan dan 12.1%
pada remaja lelaki usia 12-15 tahun, sedangkan laporan
Sunarno dan Untoro (2002) pada SKRT 1995 menunjukkan
angka 45.8% dan 57.1% masing-masing pada anak sekolah
lelaki dan perempuan usia 10-14 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya hubungan defisiensi besi dengan
gangguan proses kognitif yang membaik setelah mendapat
suplementasi zat besi.
2. Gizi kurang dan perawakan pendek
Perawakan pendek pada remaja seringkali ditemukan pada
populasi dengan kejadian malnutrisi tinggi, prevalensi berkisar
antara 27 - 65% pada 11 studi oleh ICRW (International Centre
for Research on Women). Gizi kurang kronik yang
mengakibatkan perawakan pendek merupakan penyebab
terjadinya hambatan pertumbuhan dan maturasi,
memperbesar risiko obstetrik, dan berkurangnya kapasitas
kerja.
3. Obesitas
Obesitas pada masa remaja cenderung menetap hingga
dewasa dan makin lama obesitas berlangsung makin besar
korelasinya dengan mortalitas dan morbiditas. Obesitas
sentral (rasio lingkar pinggang dengan panggul) terbukti
berkorelasi terbalik dengan profil lipid padal penelitian
longitudinal Bogalusa. Obesitas juga menimbulkan masalah

besar kesehatan dan sosial, dan pengobatan tidak saja


memerlukan biaya tinggi tetapi seringkali juga tidak efektif.
Karenanya pencegahan obesitas menjadi sangat penting dan
remaja merupakan target utama.
4. Perilaku dan pola makan remaja.
Pola makan remaja seringkali tidak menentu yang merupakan
risiko terjadinya masalah nutrisi. Bila tidak ada masalah
ekonomi ataupun keterbatasan pangan, maka faktor psikososial merupakan penentu dalam memilih makanan.
Gambaran khas pada remaja yaitu : pencarian identitas,
upaya untuk ketidaktergantungan dan diterima
lingkungannya, kepedulian akan penampilan, rentan terhadap
masalah komersial dan tekanan dari teman sekelompok (peer
group) serta kurang peduli akan masalah kesehatan, akan
mendorong remaja kepada pola makan yang tidak menentu
tersebut. Kebiasaan makan yang sering terlihat pada remaja
antara lain ngemil (biasanya makanan padat kalori),
melewatkan waktu makan terutama sarapan pagi, waktu
makan tidak teratur, sering makan fast foods, jarang
mengonsumsi sayur dan buah ataupun produk peternakan
(dairy foods) serta diet yang salah pada remaja perempuan.
Hal tersebut dapt mengakibatkan asupan makanan tidak
sesuai kebutuhan dan gizi seimbang dengan akibatnya terjadi
gizi kurang atau malahan sebaliknya asupan makanan
berlebihan menjadi obesitas. Remaja perempuan cenderung
pada asupan makanan yang kurang, terlebih bila terjadi
kehamilan.
Di negara berkembang, sering terjadi gangguan perilaku
makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia terutama pada
perempuan yang berkorelasi dengan body image yang negatif.
Karenanya penting membangun body image dan self esteem
yang positif pada remaja dalam upaya promosi kesehatan dan
gizi serta pencegahan obesitas.
Ringkasan
Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan
nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi pertumbuhan secara
maksimal. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini
dapat berakibat terlambatnya pematangan seksual dan hambatan
pertumbuhan linear.
Pada masa ini pula nutrisi penting untuk mencegah terjadinya
penyakit kronik yang terkait nutrisi pada masa dewasa kelak, seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan osteoporosis.
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien,
khususnya anemia defisiensi zat besi, serta masalah malnutrisi, baik
gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih sampai
obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali
berkaitan dengan perilaku makan salah dan gaya hidup.
Daftar Bacaan

1. Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition


Service (2005) diunduh dari
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.htm
2. Blum RW. Global trends in adolescent health. J Amer Med
Assoc 1991;265:2711-9
3. Haider R. Adolescent Nutrition: A review of the Situation in
Selected South-East Asian Countries. WHO 2006.
4. Story M, Stang J. Nutrition needs of adolescents. In: Stang J,
Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Service
(2005) diunduh dari
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.htm
5. Rome ES, Vazquez IM, Blazar NE. Adolescence: healthy and
disordered eating. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C,
penyunting. Nutrition in pediatrics: basic science and
applications. Edisi ke-3. London: Decker, 2003. h. 861-77
6. Kennedy E, Goldberg J. What are American children eating?
Implication for public policy. Nutr Rev 1995;53(5):111-26
7. Harrington S. The Role of Sugar-Sweetened Beverage
Consumption in Adolescent Obesity: A Review of the
Literature. The Journal of School Nursing 2008;24(1):3-12
8. Josep R. Hubungan antara indeks massa tubuh dengan
perilaku konsumsi minuman manis pada siswa SMP : Sebuah
survei di salah satu SMP swasta di Jakarta. Tugas penelitian di
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Dept I.Kesehatan Anak,
FKUI (2010)
9. Soekarjo DD, de Pee S, Bloem MW, et al. Socio-economic
status and puberty are the main factors detemining anaemia
in adolescent girls and boys in East-Java, Indonesia. Eur J Clin
Nutr. 2001;55(11):932-9
10.
Sunarno RW, Untoro R. Paper dipresentasikan di WHO
Regional Meeting on Adolescent Nutrition ln Chandigarh, India,
16-17 September 2002.
11.
Nelson M. Anaemia in adolescent girls: effects on
cognitive function and activity. Proc Nutr Soc 1996;55:359-67
12.
Kurz KM, Johnson-Welch C. The nutrition and lives of
adolescents in developing countries: Findings from the
nutrition of adolescent girls research program. ICRW , 1994.
Dikutip dari Delisle H. Should adolescents be specifically
targeted for nutrition in developing countries? To
addresswhich problem and how? Diunduh dari
http://www.idpas.org/pdf/1803ShouldAdolescentBeTargeted.pd
f
13.
Freedman DS, Dietz WH, Srinivasan SR, Berenson GS.
The Relation of Overweight to Cardiovascular Risk Factors
Among Children and Adolescents: The Bogalusa Heart Study
Pediatrics 1999;103(6):1175-82
14.
Delisle H. Should adolescents be specifically targeted for
nutrition in developing countries? To addresswhich problem
and how? Diunduh dari

http://www.idpas.org/pdf/1803ShouldAdolescentBeTargeted.pd
f

Anda mungkin juga menyukai