Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN ANTARA MASALAH GIZI DENGAN BUDAYA ATAU KEBIASAAN

MASYARAKAT DI SUKU OSING

Mirah Alamiyyah1, Xindy Imey Pratiwi2, Acknes Leonita3, Offa Afrilla4

PENDAHULUAN

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan yang diderita oleh banyak Negara,
terutama Negara-Negara yang sedang berkembang. Masalah Gizi ini muncul dalam bentuk
keadaan kekurangan Gizi dan dalam bentuk kelebihan gizi. Pada 2010–2012, FAO
memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar penduduk dunia atau 1 dari delapan
orang penduduk dunia menderita gizi buruk. Sebagian besar (sebanyak 852 juta) di antaranya
tinggal di negara-negara berkembang. Anak-anak merupakan penderita gizi buruk terbesar di
seluruh dunia. Dilihat dari segi wilayah, lebih dari 70 persen kasus gizi buruk pada anak
didominasi Asia, sedangkan 26 persen di Afrika dan 4 persen di Amerika Latin serta Karibia.
Setengah dari 10,9 juta kasus kematian anak didominasi kasus gizi buruk. Sebab gizi buruk
bisa berefek ke penyakit lainnya juga, seperti campak dan malaria. Berikut ini laporan
UNICEF bulan Juni 2017 masalah gizi yang dialami oleh anak-anak di bawah 5 tahun yang
menderita gangguan pertumbuhan tinggi tubuh atau sering disebut “pendek” atau Stunting di
berbagai belahan dunia (Kemenkes RI, 2017).

Masalah gizi yang banyak dijumpai di Indonesia seperti masalah Kurang Vitamin A
(KVA), masalah GAKI, anemia, stunting, gizi buruk, gizi kurang dan obesitas. Masalah-
masalah gizi ini terjadi selama siklus kehidupan dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi,
anak, dewasa dan usia lanjut. Apabila sejak awal kehidupan balita tidak mendapatkan
perilaku sadar akan pentingnya gizi maka hal ini dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara positif serta dapat menurunkan kondisi kesehatannya. Menurut
Riskesdas, 2013 terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan
gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya
perubahan terutama terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007; 4,9% pada
tahun 2010; dan 5,7% tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014). Hasil-hasil Riskesdas menunjukkan,
besaran masalah Stunting yang relatif stagnant sekitar 37% sejak tahun 2007 hingga 2013
Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, lebih dari separuhnya memiliki angka prevalensi
diatas rata-rata nasional.
Kabupaten Banyuwangi merupakan wilayah yang masih mengalami masalah gizi
kurang pada balita. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi jumlah
prevalensi Balita gizi kurang adalah 2,42% dari seluruh jumlah balita yang ditimbang
(Dinkes Banyuwangi, 2015). Suku osing adalah komunitas masyarakat yang tinggal di
Banyuwangi, Jawa Timur yang masih memegang teguh budaya. Suku osing di Desa Kemiran
mempunyai pola makan tertentu. Persepsi terhadap kepercayaan pada warisan turun temurun
masih melekat sehingga masyarakat osing cenderung mengkonsumsi makanan dari warisan
orangtua. Masyarakat Osing mempercayai apabila mengkonsumsi daun kelor maka akan
terhindar dari musibah atau sebagai penolak bala. Masyarakat Osing biasa menanam tanaman
sendiri atau mempunyai kebun sehingga dapat dijadikan bahan makanan (Suhaimi, 2020).
Dari permasalahan tersebut, apakah ada masalah gizi di masyarakat Suku Osing? sehingga
tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari masalah gizi yang terjadi di masyarakat Suku
Osing berkaitan dengan budaya atau kebiasaan masyarakat Suku Osing.

HASIL

Berdasarkan hasil kunjungan Online oleh Pihak Pemangku adat Suku Osing mengenai
masalah gizi yang terjadi di masayarakat Suku Osing berkaitan dengan budaya atau kebiasaan
masyarakat di Suku Osing tidak ada, karena kebiasaan masyarakat disana itu hidup dengan
sederhana, tidak ada makanan khusus yang dikonsumsi setiap harinya. Kondisi gizi
masyarakat di Suku Osing juga sudah terbilang bagus, meskipun jarang mengkonsumsi
makanan daging, namun bisa diganti dengan makanan ikan laut dan sayuran sebagai
penambah kandungan gizi dalam tubuh. Masyarakat disana juga sangat jarang untuk membeli
bahan makanan di pasar ataupun warung, karena mereka lebih cenderung memanfaatkan
makanan dari hasil kebun sendiri dengan memastikan hygiene sanitasi yang baik untuk bahan
makanannya. Pelayanan kesehatan di Suku Osing juga sudah layak dan bagus, sudah terdapat
puskesmas, pelayanan medis yang terjangkau, dan bidan serta tenaga kesehatan lainnya yang
sudah memberikan sosialisasi mengenai masalah gizi di masyarakat Suku Osing. Tetapi juga
masyarakat disana lebih cenderung pada warisan leluhur, dengan meracik obat tradisional
sendiri karena masih memiliki kepercayaan dari tertua.

Masyarakat Suku Osing masih kental akan kepercayaan dan mitos yang saat ini masih
dipegang teguh, salah satunya adalah makanan yang dipantangkan untuk kehamilan antara
lain meliputi buah nanas, buah durian, buah nangka, mangga kweni, buah semangka, udang,
cumi-cumi, dan hati ayam. Masyarakat disana mempercayai jika mengonsumsi buah duren,
mangga kweni, dan nanas akan rawan keguguran bagi ibu yang hamil dan bagi bayi akan
mengalami diare, karena mengandung unsur gas yang menyebabkan rasa panas dalam tubuh
dan berdampak buruk bagi kendungan dan bayinya. Makanan yang dipantangkan selain buah-
buahan adalah udang, cumi-cumi, dan hati ayam. Udang dipercaya dapat menyebabkan bayi
susah keluar saat persalinan. Cumi-cumi dan hati ayam dihindari karena orang tua mereka
meyakini jika memakan cumi-cumi dan hati ayam maka kulit dan bibir bayi akan hitam
seperti tinta cumi-cumi dan hati ayam.

Sebagian besar ibu hamil sekarang sudah banyak yang mengerti akan pentingnya
mengkonsumsi buah, sayur, dan ikan. Selain makanan yang dipantangkan, ada makanan yang
dianjurkan untuk dimakan ibu hamil seperti rajin meminum susu, perbanyak makan sayur dan
buah. Selain ibu yang mengandung dan bayi, masayarakat umum baik dewasa maupun orang
tua tidak terdapat pantangan khusus yang sudah disebutkan diatas. Bahkan menurut
masyarakat Suku Osing sangat baik mengkonsumsi buah mangga kweni, karena dipercaya
didalam kandungan buah mangga kweni terdapat rasa hangat dalam tubuh jika dikonsumsi
saat kondisi tubuh tidak sehat atau merasa kedinginan. Namun, tetap saja tidak boleh
berlebihan dalam mengkonsumsi makanan apapun, karena akan berdampak buruk bagi
kesehatan.

PEMBAHASAN

Makanan yang dipantang ibu hami suku Osing terdiri dari kelompok buah-buahan
yang dianggap keras karena mengandung gas yang akan membahayakan janin dan juga
kelompok lauk hewani yang dianggap tidak lazim dan dianggap menyulitkan proses
persalinan serta mempengaruhi kondisi fisik bayi ketika lahir. Ditinjau dari tabu makanan
yang ada, terdapat beberapa zat gizi yang akhirnya tidak dikonsumsi oleh ibu hamil suku
Osing, Banyuwangi. Zat gizi tersebut antara lain serat, mineral, vitamin, dan protein. Selama
kehamilan, kebutuhan zat gizi meningkat dan tabu makanan dapat memperparah terjadinya
kurang gizi selama masa kehamilan. Jika tabu makanan bersifat sangat ketat, defisiensi zat
gizi tersebut menjadi semakin parah dan dapat berdampak tidak saja pada ibu hamil, tetapi
juga pada bagi yang dilahirkan (Varadarajan and Prasad, 2009).

Buah-buahan dan sayuran merupakan bahan pangan yang kaya akan serat dan zat gizi.
Apabila seseorang mengalami kekurangan serat maka dapat memperparah kondisi konstipasi
yang umum ditemui pada masa kehamilan (Kovacs and Kronenberg, 2018). Selain serat,
kekurangan asupan buah-buahan yang kaya akan karoten atau precursor vitamin A, vitamin
C, zatbesi, asam folat dan mineral seperti, pisang, nanas, nangka dan durian juga dapat
memperparah kondisi konstipasi pada masa kehamilan (Khoo et al., 2008; Case, 2016).
Defisiensi vitamin A pada kehamilan dapat meningkatkan risiko malformasi organ pada janin
seperti, jantung, paru-paru dan slauran urinaria. Kekurangan vitamin C, zat besi dan asam
folat secara bersamaan dapat mengakibatkan ibu hamil dan bayi baru lahir mengalami anemia
(Case, 2016).

Lauk hewani yang ditabukan pada ibu hamil di suku Osing, Banyuwangi adalah
udang, cumi-cumi dan hati ayam. Pantangan makanan berupa protein hewani berkaitan erat
dengan risiko stunting pada bayi yang akan dilahirkan. Hal tersebut dikarenakan protein
hewani sangat penting bagi pertumbuhan janin dan bayi. Tabu makanan seperti udang, cumi-
cumi dan hati ayam dapat mengekslusikan zat gizi seperti, asam lemak omega 3 dan omega 6,
protein hewani, niasin dan kobalalamin (Damayanti, Pritasari and Tri, 2017). Kekurangan
asam omega 3 dapat menyebabkan pertumbuhan bayi terhambat, Intelligence Quotient (IQ)
pada anak menjadi rendah, perkembangan saraf dan pengelihatan bayi terganggu serta anemia
pada ibu hamil (Innis, 2008; Almatsier, 2009). Status gizi normal pada ibu saat kehamilan
penting dalam mencegah stunting pada bayi baru lahir.

Adanya pantangan makanan juga berimbas pada status gizi ibu hamil. Meskipun
demikian semua tabu makanan ibu hamil ada dengan tujuan melindungi ibu hamil dan
janinnya dari bahaya yang dapat ditimbulkan dari makanan tertentu baik karena alasan yang
bersifat magis atau kesehatan. Dilihat dari sisi magis, bahaya makanan diasosiasikan dengan
bentuk makanan. Hal tersebutdapatdilihat pada pantangan ibu hamil memakan udang atau
cumi-cumi. Ibu hamil pantang memakan cumi-cumi karena dipercaya dapat membuat bibir
anak berwarna hitam seperti cumi-cumi. Pantangan makanan jenis ini menggunakan alasan
pendekatan secara simbolis. Alasan pendekatan pantangan makan lainnya yaitu secara
fungsional melihat suatu makanan berdasarkan nilai manfaatnya terhadap kesehatan (Fessler
and Navarrete, 2003). Pantangan makan dengan pendekatan kesehatan ini misalnya adalah
pantangan makan buah semangka yang dapat mengakibatkan darah rendah, makanan dengan
kandungan gas dan makanan yang bersifat menggugurkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah gizi yang
terjadi yang berkaitan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat di Suku Osing. Kebiasaan
konsumsi masyarakat di Suku Osing terbilang cukup sederhana, karena tidak adanya
makanan khusus yang harus dikonsumsi setiap harinya. Meskipun begitu, kondisi gizi
masyarakat di Suku Osing juga sudah terbilang bagus. Namun, masyarakat di Suku Osing
masih mempercayai mitos tentang pantangan makanan salah satunya yaitu pantangan bagi
ibu hamil.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmi Gizi, Gramedia Pustaka Utama.

Case, P. (2016) ‘Nutrition Through the Life Cycle’, Journal of Nutrition Education and
Behavior. doi: 10.1016/j.jneb.2015.08.002.

Damayanti, D., Pritasari and Tri, N. (2017) Bahan Ajar Gizi : Gizi dalam Daur Kehidupan.,
Kemenkes RI.

Fessler, D. M. T. and Navarrete, C. D. (2003) ‘Meat is good to taboo: Dietary proscriptions


as a product of the interaction of psychological mechanisms and social
processes’, Journal of Cognition and Culture. doi:
10.1163/156853703321598563.

Innis, S. M. (2008) ‘Dietary omega 3 fatty acids and the developing brain’, Brain Research.
doi: 10.1016/j.brainres.2008.08.078.

Khoo, H. E. et al. (2008) ‘Carotenoid content of underutilized tropical fruits’, Plant Foods
for Human Nutrition. doi: 10.1007/s11130-008-0090-z.

Kovacs, C. S. and Kronenberg, H. M. (2018) ‘Pregnancy and lactation’, in Primer on the


Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. doi:
10.1002/9781119266594.ch20.

Milasari, Whenni. 2019. Kajian Etnobilogi Makanan Tabu Pada Masyarakat Banyuwangi dan
Pemanfaatanya Sebagai Buku Ilmiah Populer. Universitas Jember. Diakses dari
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/91968/Whenni
%20Milasari%20-%20150210103066%20Sdh.pdf?sequence=1 [pada tanggal 03
Januari 2020].

Ningtyias, Farida Wahyu Dan Taufik Kurrohman2018. Simposium Internasional Gizi Dan
Pangan I. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Tadulako. Diakses dari
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/87044/F.
%20KM_Prosiding_Farida%20WN_PENCEGAHAN%20STUNTING
%20PADA%20SUKU%20OSING.pdf?sequence=1&isAllowed=y[pada tanggal
03 Januari 2021].

Varadarajan, A. and Prasad, S. (2009) ‘Regional Variations in Nutritional Status among


Tribals of Andhra Pradesh’, Studies of Tribes and Tribals. doi:
10.1080/0972639x.2009.11886605.

Anda mungkin juga menyukai