Anda di halaman 1dari 6

KULIAH LAPANGAN ANTROPOLOGI GIZI

UPACARA ADAT DAN MAKANAN ADAT BESERTA FILISOFINYA SUKU OSING


DESA KEMIREN BANYUWANGI

Disusun Oleh

Desi Natalia Marpaung 101711535004


Ayuc Sinta Indah Sari 101711535014
Nabila Khusna Amalia 101711535039
Pramudya Santoso Aji 101711535027

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

PSDKU BANYUWANGI

2021

LATAR BELAKANG
Desa Kemiren merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Glagah, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur. Desa Kemiren dikenal sebagai sebuah desa wisata, dikarenakan
berbagai adat istiadat serta kearifan lokal yang sangat luar biasa. Asal mula nama Kemiren
adalah adalah pada saat ditemukannya desa ini terdapat banyak pohon Kemiri dan Durian,
sehingga masyarakat menamakan desa tersebut menjadi Desa Kemiren, Luas dari wilayah
desa Kemiren adalah 177.052 HA, dengan jumlah penduduk yang terdiri dari 2.569 jiwa
dengan 1113 KK dan mayoritas masyarakat adalah suku Osing. Mata pencaharian sebagian
besar masyarakat suku Osing adalah Bertani. Di desa ini terdapat perkampungan asli warga
Suku Osing. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi atau sering disebut Laros atau
Wong Blambangan. Sebagai salah satu desa wisata, desa Kemiren sangat memelihara dan
menjaga adat istiadat serta budayanya serta keramahan dari masyarakatnya menjadikan desa
ini nyaman untuk disinggahi oleh para wisatawan baik dari masyarakat lokal hingga
wisatawan mancanegara.

Berbagai macam kearifan lokal yang ada di desa Kemiren seperti Rumah adat Suku
Osing yang terdiri dari Crocogan, Tikel/Baresan, Tikel Balung, dan Seranga. Kesenian
tradisional yang terdiri dari Barong, Kuntulan, Jaran Kincak (Kuda Menari), Mocopatan
(Membaca Lontar Kuno), serta Gandrung. Tidak hanya itu, kuliner khas Desa Kemiren juga
merupakan salah satu alasan para wisatawan untuk singgah yaitu kuliner Pecel Phitik,
Tumpeng Sewu, Jenang Abyang, dan Rebo Wekasan. Alat musik tradisional di desa ini yaitu
Angklung Paglak, dan ada juga alat pengusir hama pada tanaman berupa baling-baling dari
bambu yang disebut dengan Kelling. Tidak hanya kaya dengan kearifan lokal, desa Kemiren
juga kaya akan Budaya adat istiadat. Upacara adat istiadat merupakan suatu budaya yang
selalu dilestarikan oleh warga suku Osing. Berbagai upacara keadatan yang selalu
dilaksanakan oleh warga suku Osing adalah Selametan Bersih Desa (Barong Ider Bumi),
Selametan Bersih Desa Tumpeng Sewu, Selametan Rebowe Wekasan, Selametan Rajab,
Selametan Ruwah, Selametan Lebaran Syawal (Syawalan), Selametan Kopatan (Lebaran hari
ke-7), Selametan Lebaran Haji, serta Selametan Suroan (1Muharram). Setiap kearifan lokal
serta upacara adat istiadat yang ada didesa Kemiren memiliki filosopi tersendiri yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat suku Osing. Oleh karena itu, budaya serta adat
istiadat di Desa Kemiren hingga saat ini selalu dilestarikan oleh masyarakat dan dijadikan
menjadi cagar budaya oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

TUJUAN
Untuk mempelajari macam-macam upacara adat beserta makanan adat sekaligus
filosofinya dalam setiap upacara adat suku osing beserta filosofinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Upacara Adat Desa Kemiren

Pada pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai upacara adat yang ada di
Suku Osing beserta makanan khas dan filosofinya. Upacara adat Suku Osing diantaranya
yaitu Selamatan Bersih Desa Barong Ider Bumi. Upacara ini merupakan salah satu upacara
adat yang dilaksanakan oleh suku Osing sebagai bentuk syukur pada sang Kuasa atas
karunia-nya yang telah memberikan ketentraman dan kemakmuran kepada warga desa, selain
itu, upacara ini diyakini oleh masyarakat dapat menghilangkan bala bencana (tolak bala).
Upacara Ider Bumi diyakini oleh masyarakat untuk menjaga keseimbangan alam, upacara
mengusir wabah penyakit, upacara untuk mensakralkan tanah, serta untuk menjaga kesuburan
dan kesejahteraan masyarakat desa. Upacara ini dilaksanakan pada tanggal satu bulan sura.
Bulan Syawal atau Hari Raya Idul Fitri terjadi pergeseran, tepatnya pada hari raya kedua.

Selanjutnya upacara adat suku Osing adalah Selamatan Bersih Desa Tumpeng Sewu.
Upacara ini merupakan suatu kegiatan masyarakat suku Osing yang dilaksanakan dengan
berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar desa dijauhkan dari segala bencana, dan juga
sumber penyakit, upacara ini diyakini oleh masyarakat sebagai bentuk tolak bala dan
memanjatkan doa agar diberi perlindungan selama satu tahun kedepan. Upacara ini
melibatkan segenap penduduk desa karena upacara ini hanya dilaksanakan satu kali dalam
satu tahun yaitu pada tanggal 1 bulan Dzulhijjah. Pada upacara adat Tumpeng Sewu juga
memiliki makanan khas yang biasanya disajikan yaitu pecel pitik, yaitu ayam panggang yang
diberi parutan kelapa dan bumbu khas Suku Osing. Pecel Pitik memiliki filosofi kehidupan
seperti dalam mengerjakan suatu hal haruslah bersungguh-sungguh. Hal ini dikarenakan
penyajian Pecel Pitik pada zaman dulu ditujukan untuk acara adat atau upacara adat yang
semuanya harus dikerjakan dengan teliti serta sungguh-sungguh. Tumpeng sewu dilakukan
karena diyakini untuk menjauhkan malapetaka yang ada di masyarakat.

Selanjutnya adalah tradisi Mepe Kasur merupakan tradisi menjemur kasur secara
bersamaan di sepanjang depan rumah warga sebelum dilaksanakan Tumpeng Sewu, pada
malam harinya. Tradisi ini dilaksanakan etiap menjelag Hari Raya Idul Adha. kasur-kasur
tersebut memiliki warna yang seragam, yaitu berwarna dasar hitam dengan pinggiran merah.
Sesekali, juga terlihat warga yang sedang memukul-mukul kasur yang mereka jemur itu
dengan sapu lidi atau penebah rotan agar bersih. Masyarakat Using meyakini dengan
mengeluarkan kasur dari dalam rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit. Dan
khusus bagi pasangan suami isteri, tradisi ini bisa diartikan terus memberikan kelanggengan.
Karena setelah kasur-nya dijemur, akan empuk kembali, sehingga lebih nyaman dan bisa
tidur seperti pengantin baru. asur berwarna kombinasi hitam dan merah ini, memiliki filosofi
yang sarat makna. Merah memiliki arti berani dan warna hitam diartikan simbol
kelanggengan rumah tangga

Selanjutnya upacara adat suku Osing adalah Selamatan Rajab. Upacara ini merupakan
upacara yang digunakan untuk memperingati isra’ mi’raj,. Warga desa Kemiren suku osing
memperingati isra’ mi’raj dengan arak-arakan ancak. Ancak merupakan pelepah pisang yang
dikemas menjadi bentuk bujur sangkar. Di bagian tengahnya terdapat anyaman bambu yang
kemudian diisi tumpeng beserta lauk pauk. Lauk pauk yang ada dalam ancak sendiri
meupakan makanan khas suku osing yaitu pecel pitik, orem-orem tahu tempe dan telur atau
daging bumbu merah.

Selanjutnya adalah Selamatan Lebaran Syawal (Syawalan) merupakan slametan yang


bertujuan agar seluruh keluarga diberi keselamatan saat unjung-unjung (Anjang sana) atau
silaturahmi di Lebaran ini. Selain itu, ini juga untuk mendoakan para leluhur kita yang sudah
meninggal. Dalam Selametan Lebaran ini, masyarakat Kemiren berkelompok melakukan doa
bersama dengan kerabat dan tetangga berjumlah sekitar 10 sampai 20 orang. Mereka secara
bersama-sama mengunjungi rumah dari anggota tersebut secara bergantian. Mereka berdoa
untuk para leluhur mereka dan untuk keselamatan tuan rumah dalam menjalankan perayaan
Idul Fitri.Uniknya, disaat anjang sana ditiap rumah anggota. Mereka diharuskan makan
hidangan yang disediakan. Jadi jika anggota berjumlah 20 orang. Maka mereka akan
bersantap bersama sebanyak 20 kali juga.

Selanjutnya adalah Selamatan Suroan (1 Muharram). Upacara ini biasanya dilakukan


pada saat malam tahun baru, masyarakat suku Osing percaya pada saat melaksanakan
selametan ini adalah untuk membersihkan hati serta pikiran agar mampu menjadi lebih baik
di tahun selanjutnya, biasanya untuk merayakan ritual ini masyarakat membuat tumpeng
raksasa yang terdiri dari beraneka ragam lauk pauk.
Makanan Adat Suku Osing

Suku Kemiren sebagai suku yang kaya akan keanekaragam juga tak lepas dari
keanekaragamnya terkait dengan makanan yang dimilikinya. Makanan suku kemiren tak
hanya beragam tapi juga memiliki filosofi di balik penamaan serta kandungan dan juga tujuan
dari makanan tersebut. Makanan adat Suku Kemiren diantaranya, Ubo Rampe, Pecel Pitik,
Jenang Abang, Sego Wuduk, Sego Golong.

Makanan Ubo Rampe biasanya digunakan untuk upacara ritual di Suku Osing. Ubo
Rampe sendiri memiliki khas pada warna makanannya yaitu berwarna serba putih, jika
biasanya yang berwarna putih adalah nasinya namun pada makanan ini semua makanan harus
berwarna putih mulai dari nasi, lauk, dan sayur. Pada Ubo Rampe ayam yang digunakan
untuk memasak yaitu yang berwarna putih mulai dari bulu, kuku, dan paruh, kemudian untuk
sayurnya misal menggunakan koro, labu siam, terong yang berwarna putih namun ketika sulit
menemukan bahan makanan berwarna putih maka menggunakan yang mendekati warna
putih. Orang yang memasak makanan ini dikhususkan seorang wanita yang sudah mengalami
menopause karena wanita menopause diyakini telah bersih dan suci dari darah haid untuk
menjaga kesakralan dari sebuah ritual.

Makanan adat Pecel Pitik adalah makanan adat yang dianggap sakral oleh masyarakat
dikarenakan hanya disajikan pada upacara keadatan seperti selamatan dan perayaan adat
lainnya. Penyajian makanan Pecel pitik pada saat selamatan diyakini masyarakat agar segala
jenis penyakit yang diderita bisa kembali ke asal mula penyakit tersebut datang dan terhindar
dari marabahaya, masyarakat juga mengadakan selamatan pecel pitik pada saat padi sudah
mulai tumbuh atau sudah mulai menguning agar terhindar dari gagal panen.

Jenang abang merupakan salah satu makanan yang bisa dibilang paling lawas. jenang
abang ini merupakan makanan yang biasanya selalu ada dalam slametan. Apabila seseorang
tidak dapat menyelenggarakan selamatan sebagaimana mestinya yang diritualkan jenang
abang tetaplah harus ada. Jenang Abang ini biasanya dilengkapi dengan Jenang Putih, yang
diletakkan di atas tengah Jenang Abang. Hal ini difilosofikan Jenang Abang merupakan
simbol dari Ibu Hawa dan Jenang Putih merupakan simbol dari Bapa Adam.

Sego wuduk salah satu makanan yang digunakan untuk ritual labuh nyingkal
(membajak sawah). bentuk makanan ini ialah dimana peletakan ayam yang di kubur dalam
nasi yang disimbolkan upaya untuk pengolahan tanah. Ayam telah dikubur selanjutnya di
keluarkan dari dalam nasi dan selanjutnya disuwir dagingnya untuk dimakan dengan kuah
ayam.

Sego Golong merupakan makanan yang disimboliskan sebagai sembilan lubang yang
ada dalam diri manusia atau yang biasa disebut hawa sanga. Manusia hendaklah menjaga
nafsu yang dimilikinya yang berasal dari sembilan lubang yang ada dalam tubuh yaitu yang
berasal dari dua lubang mata, telinga, hidung, mulut, dubur dan kelamin. Kesembilan lubang
itu merupakan jalan masuk hawa nafsu yang ada dalam diri manusia. Manusia akan lebih
terarah hidupnya dalam kehidupan apabila dapat menjaga atau menahan hawa nafsu yang
berasal dari sembilan lubang yang telah disebutkan. Karena sesungguhnya fitrah dari
sembilan jalan tadi tidak lain adalah untuk kesucian dan pengabdian kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

KESIMPULAN

Desa Kemiren merupakan salah satu Desa Wisata yang berada di Kabupaten
Banyuwangi. Masyarakat Suku Osing yang merupakan penduduk asli Desa Kemiren hingga
saat ini masih melestarikan budaya mereka mulai dari upacara adat yang beragam juga
makanan khasnya selalu dilestarikan guna untuk menjaga kesakralan ritual.

Anda mungkin juga menyukai