Anda di halaman 1dari 2

RAGAM TRADISI ADAT ACEH

Setiap daerah di Indonesia, memiliki segudang tradisi adat dan kebiasaan masyarakat. Di
provinsi Nanggro Aceh Darussalam, tradisi dan kebiasaan masyarakat identik dengan hal-hal yang
religius. Seiring berjalannya waktu dan globalisasi, beberapa tradisi adat dan budaya aceh lenyap
begitu saja. Tetapi masih banyak tradisi adat dan kebiasaan masyarakat Aceh yang bisa dijaga dan
dilestarikan hingga saat ini.

Aceh memiliki adat dan budaya yang beragam dan unik. Salah satu tradisi adat dan kebiasaan
masyarakat Aceh yang masih bertahan adalah beberapa upscara adat yang dilakukan oleh penduduk
setempat. Upacara adat dilakukan untuk perayaan tertentu secara turun-temurun, sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing. Adapun tradisi dan upacara adat Aceh yang saya rangkum yaitu:

1. Peusijuek
Fatiharrifah dalam bukunya yang berjudul 100 Tradisi Unik di Indonesia menjelaskan bahwa
Peusijuek merupakan tradisi masyarakat Aceh yang dilakukan hampir di semua upacara adat. Baik
itu perkawinan, kelahiran, kematian, berangkat haji, selamatan, dan lain sebagainya. Peusijuek
menurut bahasa artinya “Pendingin” serta bertujuan untuk mendoakan atau memberkati sesuatu.
Tradisi ini diadakan oleh seluruh tokoh masyarakat desa dan kota yang biasanya dipimpin oleh tokoh
agama atau tokoh adat yang dituakan.
2. Sumang
Sumang merupakan tradisi dari suku Gayo di Aceh yang memiliki keunikan dalam pergaulan
antara laki-laki dan perempuan. Tradisi Sumang merupakan bagian dari budaya Gayo yang masuk ke
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Adat ini terdiri dari empat macam, yaitu Sumang
Kenunulen, Sumang Percerakan, Sumang Pelangkahan, dan Sumang Penengonen. Tujuan dari tradisi
ini yaitu mendidik manusia agar memiliki akhlak yang mulia dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Meugang
Meugang atau biasa disebut Makmeugang adalah hari kumpul bersama keluarga disertai pesta
makan daging pada hari “Semi suci”. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Tabangun Aceh Edisi 47
(2015) terbitan Tabloid Tabangun Aceh, Meugang dihelat di tiga momentum, yaitu pada
penyambutan puasa Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha. Di momen ini, mereka
yang merantau akan pulang untuk berkumpul bersama keluarga. Mereka wajib membeli daging lembu
atau kerbau yang segar dalam jumlah besar untuk dimasak dan dihidangkan bersama anggota
keluarga.
4. Uroe Tulak Bala
Uroe Tulak Bala merupakan tradisi masyarakat Pantai Barat Selatan Aceh yang dilakukan
setiap satu tahun sekali. Upacara ini diyakini dapat menolak bala atau musibah. Mengutip dari buku
Kitab Doa-doa Tolak Bala yang ditulis oleh Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM Indonesia, Tolak
Bala atau Rabu Abeh adalah hari Rabu terakhir di bulan Safar. Di mana pada bulan ini Allah SWT
menurunkan berbagai bentuk bala di muka bumi.
(IMR)
5. Kenduri Beureuat
Kenduri Beureuat adalah sebuah tradisi masyarakat Aceh yang biasa dilaksanakan pada nisfu
Sya’ban (15 Sya’ban). Sya’ban merupakan bulan ke-8 dari penanggalan Hijriyah yang menjadi acuan
utama dari penanggalan Alamanak Aceh. Dalam Alamanak Aceh, bulan Sya’ban tersebut dikenal
dengan istilah bulan Khanduri Bu.
Kenduri Beureuat ini biasa dilaksanakan di masjid, meunasah, musholla, atau tempat
pengajian, pada malam hari selepas ibadah shalat Maghrib atau Isya. Kenduri ini diadakan untuk
menikmati bersama momen-momen pertengahan bulan Sya’ban dan menjelang bulan Ramadhan.
Seluruh masyarakat akan datang ke meunasah untuk meramaikan kenduri ini dengan
membawa idang, yaitu sebuah paket makanan yang terdiri dari nasi beserta lauk pauk yang
ditempatkan dalam sebuah talam yang besar. Makanan tersebut nantinya akan disantap bersama
dengan seluruh warga yang hadir.

6. Tradisi Reusam Ziarah


Reusam atau ziarah ke kuburan yang diisi dengan gotong royong ini merupakan tradisi
masyarakat Aceh yang sudah berlangsung sejak tahun 1920-an dan hingga kini masih dilestarikan
setiap tahun, pada hari ketiga hari raya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Sibreh
Keumudee untuk ziarah kubur dan membawakan bu kulah (nasi) bagi anak-anak yatim sebagai bentuk
kenduri bersama. Adanya tradisi ini dianggap mampu memberikan pesan kepada anak-anak untuk
selalu mengingat ziarah kubur orang tuanya kelak. Selain itu, kegiatan ini juga diisi dengan ceramah
keagamaan oleh seorang Teuku. Kegiatan ini telah menjadi ajang silaturrahim bagi masyarakat,
apalagi bagi yang baru pulang kampung, dengan bersama-sama gotong royong membersihkan kubur
yang ada di komplek pemakaman umum tersebut.

Anda mungkin juga menyukai