Anda di halaman 1dari 4

KERAGAMAN BUDAYA ACEH

Tarian daerah Aceh

Tari Saman

Tarian dari Aceh yang diciptakan oleh seorang ulama Gayo yang bernama Syekh Saman
adalah tari Saman.
Suku Gayo juga memiliki berbagai seni dan budaya yang tidak kalah menariknya. Suku
Gayo terkenal dengan tari Samannya. Tari Saman merupakan salah satu tarian dari Aceh yang
mampu menyedot perhatian yang sangat besar dari para pencinta seni tari.
Tari Saman merupakan pengembangan dari permainan rakyat yaitu tari Tepuk Abe. Tari
Saman digunakan sebagai media dakwah agama Islam pada zaman itu. Pada tari Saman
menggunakan dua unsur gerak dasar, yakni tepuk tangan dan tepuk dada.
Tari saman termasuk tarian yang cukup unik karena hanya menampilkan gerak tepuk
tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerpuk, kirep, lingang, dan surang-saring.

Pernikahan daerah Aceh


Adat dan budaya Aceh memang sangat unik serta beragam, setiap  tradisinya menyimpan makna
dan filosofis tersendiri.  Salah satu yang masih dipertahankan dan dijunjung tinggi adalah budaya
pada prosesi pernikahan adat. Seperti juga  dengan suku yang lainnya, calon pengantin  Aceh
diharuskan mengikuti serangkaian  adat menjelang hari pernikahan.

Rangkaian prosesi upacara pernikahan adat Aceh terdiri dari beberapa tahap sebagai
berikut;

1.    Jak ba ranup ( antar sirih )


Jak ba ranup merupakan prosesi paling awal sebelum pernikahan. Tujuannya adalah meminang
dan mendapat kesepakatan dari kedua keluarga.  Jak ba ranup disebut juga lamaran, yang dimulai
ketika pihak mempelai pria membawa seserahan berupa sirih, kue, dan lain-lain
2.    Jak ba tanda ( antar tanda)
Jak ba tanda sama artinya dengan bertunangan, dan merupakan kelanjutan dari  meminang. Pada
prosesi ini keluarga calon pengantin pria datang lagi ke kediaman calon mempelai wanita
sembari membahas pernikahan, jumlah mahar, waktu pelaksanaan pernikahan, serta jumlah tamu
undangan.  Selain itu calon mempelai pria membawa seserahan berupa ketan kuning, buah-
buahan, seperangkat pakaian, dan perhiasan sesuai kemampuan keluarga pria.  
3. Boh gaca (memakai inai) / malam inai
Malam inai atau malam boh gaca adalah malam menjelang pesta pernikahan yang terdiri dari
upacara peusijuek (pemberian tepung tawar) kepada dara baroe dan peusijuek gaca, serta  batee
meupeh (batu giling yang berarti memberi dan menerima restu serta mengharapkan keselamatan.
4. Ijab Kabul  
Upacara adat nikah ijab Kabul merupakan syarat mutlak sahnya perkawinan menurut  agama
Islam. Sebelum akad nikah dilakukan, teungku kadhi menanyakan keadaan calon kedua
mempelai, apakah keduanya sudah bersedia untuk menikah.  Serta pertanyaan-pertanyaan yang
menyangkut soal rumah tangga dan peribadatan.  Sebelum akad nikah di mulai, Tengku Kadhi
sebagai petugas Kuakec, beserta ahli waris pihak laki-laki, memeriksa mahar/jeulamee
(maskawin), yang diserahkan oleh yang mewakili, yaitu orang tua ahli waris pihak mempelai
pria. Bersama mahar (jeulamee), diserahkan bermacam bawaan baik berupa pakaian, makanan,
maupun alat-alat kosmetik lainnya, yang dibungkus rapi dalam talam bertutup seuhap(kain
penutup motif aceh).
Biasanya lafaz nikah dilaksanakan dalam bahasa Aceh “ulon tuan peu nikah aneuk lon (apabila
ayah perempuan yang menikahkan)….(nama mempelai wanita), ngon gata ….(nama mempelai
pria), ngon meuh…..(jumlah mahar yang telah di sepakati). Dan mempelai pria menjawab
dengan jawaban : “ ulon teurimong nikah ngon kawennya …(nama mempelai wanita), ngon
meuh ….  (jumlah mahar) mayam, tunai.  Ada beberapa lafaz yang disepakati dan berbeda-beda,
disesuaikan dengan kesepakatan dan adat istiadat setempat.
5.  Tueng Linto Baroe/woe Linto 
Prosesi ini merupakan salah satu upacara yang paling dinantikan, karena merupakan acara
puncak penyambutan linto baroe, dan diantar ke rumah dara baroe. Menurut Arby (1989 :16)
menjelaskan dalam bukunya yang berjudul upacara perkawinan adat Aceh, maksud dari upacara
ini adalah sebagai berikut :“ Dalam upacara ini mempelai wanita sudah dirias dan memakai
busana adat Aceh lengkap dengan sanggul dan cak cengnya (sunting). 
Kematian adat Aceh

sebuah daerah di Provinsi Aceh juga memiliki tradisi khas dalam pelaksanaan rangkaian
acara kematian atau sering disebut dengan istilah acara "ureung udeep", (orang hidup).
Diawali dengan pengurus meunasah (surau) membuat pengumuman berita duka melalui
pengeras suara (microphone) kepada masyarakat kampung setempat. Berita tersebut biasanya
dibawa oleh salah satu anggota keluarga yang sedang berduka kepada imum meunasah (imam
surau) atau pun bileu meulasah (bilal/khadam) yang telah diangkat oleh masyarakat.
Pengumuman dilakukan tidak berselang lama dengan waktu atau saat orang meninggal, kecuali
terjadi saat tengah malam. Jika seperti itu, maka pengumuman dilakukan pada saat waktu shalat
subuh.
Dengan telah diberitahukan secara luas kepada seluruh masyarakat dimana mendiang
orang meninggal berdomisili, maka seketika warga masyarakat pun berdatangan ke rumah duka.
Tidak terkecuali orang tua, anak muda, bahkan kaum ibu-ibu dan remaja putri pun ikut
berkunjung ke rumah duka.
Upacara keagamaan adat Aceh

1. Peusijuek

Fatiharrifah dalam bukunya yang berjudul 100 Tradisi Unik di Indonesia menjelaskan bahwa
Peusijuek merupakan tradisi masyarakat Aceh yang dilakukan hampir di semua upacara adat.
Baik itu perkawinan, kelahiran, kematian, berangkat haji, selamatan, dan lain sebagainya.
Peusijuek menurut bahasa artinya “Pendingin” serta bertujuan untuk mendoakan atau
memberkati sesuatu. Tradisi ini diadakan oleh seluruh tokoh masyarakat desa dan kota yang
biasanya dipimpin oleh tokoh agama atau tokoh adat yang dituakan.
Upacara ini dilakukan ketika harapan seseorang tercapai. Seperti mempunyai sawah, mempunyai
kendaraan baru, mempunyai rumah, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaannya, peusijeuk dipimpin oleh tokoh agama atau tokoh adat setempat.
Tokoh tersebut bisa laki-laki atau perempuan, yang dihormati karena ilmu agamanya.
Prosesi ini diisi dengan doa keselamatan dan kesejahteraan dan keberhasilan dalam memperoleh
sesuatu serta sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.

2. Meugang
Upacara adat Aceh selanjutnya ada meugang atau makmeugang. Upacara adat ini
melakukan prosesi menyembelih hewan kurban, yaitu sapi atau kambing. Biasanya dalam
perayaan nasional seperti Iduladha, kita juga akan menyembelih hewan kurban dan dilakukan
sekali dalam satu tahun. Tapi, upacara adat meugang ini dilakukan dalam tiga kali dalam
setahun. Tepatnya, pada bulan Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha. Nantinya, daging sembelihan
akan dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Hewan kurban yang disembelih bisa
berjumlah ratusan dan biasanya masyarakat sekitar akan memasak daging hasil sembelihan dan
dibawa ke masjid agar bisa dimakan bersama-sama. Upacara adat Meugang sendiri sudah
dilakukan sejak pemerintahan Sultan Iskandar Muda dan mengakar pada kehidupan masyarakat
Aceh sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena sudah memberikan
rezeki.

Anda mungkin juga menyukai