Anda di halaman 1dari 19

ADAT PERKAWINAN

Suci indah sari 19101231001


PERKAWINAN

Perkawinan adalah salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

manusia. Dalam masyarakat Aceh upacara perkawinan di lakukan

secara adat. Ada acara yang perkawinan di lakukan dengan upacara

adat yang lengkap dan ada yang hanya sebagian saja, menurut

kemampuan financial masing-masing.


Daerah Aceh merupakan salah satu kawasan yang terdiri dari
Adat pernikahan Aceh merupakah salah satu
beberapa etnis, yaitu Aceh, Kluet, Alas, Aneuk Jamee, Gayo,
prosesi pernikahan yang ada di Indonesia. Di
Singkil, Simeulu, dan Tamiang. Setiap etnis memiliki adat istiadat
yang berbeda, dan ini merupakan sebuah keistimewaan dan Adat Pernikahan Aceh, proses melamar
bagian dari kebudayaan Indonesia yang wajib dijaga. Salah satu seorang gadis akan dilakukan oleh seorang
acara adat dan tradisi budaya Aceh yang sangat dianggap sakral
yang dianggap bijak oleh pihak keluarga
adalah upacara pernikahan.

Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral di dalam


lelaki, biasanya disebut seulangke
tradisi budaya Aceh karena hal ini berhubungan dengan nilai (perantara). seulangke akan menyelidiki
keagamaan. Pernikahan memiliki perayaan tersendiri yang sangat
status gadis tersebut, jika memang masih
dihormati oleh masyarakat. Tahap upacara pernikahan di Aceh
dimulai dari tahap pemilihan jodoh, pertunangan hingga upacara
sendiri (belum menikah), seulangke akan
pernikahan. mencoba untuk melamar gadis tersebut.
Pada acara lamaran adat pernikahan aceh yang telah ditentukan
harinya, biasanya dari pihak lelaki akan datang bersama dengan
orang yang dituakan ke rumah gadis dengan membawa berbagai
macam syarat seperti pineung reuk, gambe, gapu, cengkih,
pisang raha, dan pakaian adat aceh. Setelah proses lamaran
selesai, selanjutnya pihak wanita akan meminta waktu untuk
membicarakan hal lamaran ini kepada anak gadisnya. Apakah
akan diterima atau tidak lamaran pihak lelaki akan tergantung
dari musyawarah keluarga pihak wanita. Selanjutnya bila lamaran
dari pihak lelaki di terima, maka akan ada beberapa prosesi yang
harus dilakukan sebelum menuju acara pernikahan. Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang adat pernikahan masyarakat
Aceh, penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul
“Adat Istiadat Perkawinan Masyarakat Aceh”.
ADAT PERKAWINAN
Adat perkawinan dalam masyarakat Aceh terdiri dari beberapa tahap, yaitu
tahap sebelum, selama dan sesudah upacara perkawinan. Adat sebelum
acara perkawinan, adalah pertunangan. Dalam acara pertunangan itu
sendiri terdapat kegiatan: Cah Rhot, Meulake, atau Peukong Haba. Adat
selama upacara perkawinan biasanya adalah: Meugatib (menikah) dan
Intat Linto (mengantar pengantin laki-laki ke tempat kediaman pengantin
perempuan). Sedangkan yang termasuk dalam adat sesudah perkawinan
adalah: Tueng Dara Baro (menjemput pengantin perempuan) dan Jak
Meuturi (berkunjung untuk berkenalan dengan sanak famili).
Jadi yang dimaksud dengan upacara adat perkawinan disini mencakup
ketiga tahap itu, yang puncaknya adalah atau hari “HA” nya adalah pada
upacara menikah (gatib) dan mengantar pengantin laki-laki (intat linto) ke
rumah dara baro, yang biasanya dengan mengadakan khanduri atau pesta
perkawinan.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa adat kebiasaan tersebut yang
pada umumnya merujuk kepada adat perkawinan yang terdapat di daerah-
daerah pesisir Aceh:

A. Adat Cah Rhot (Merintis Jalan)


B. Adat Jak Meulakee atau Peukong Haba
C. Meukeurija (Persiapan Pesta Perkawinan)
D. Meugatib (Pernikahan atau Ijab Qabul)
E. Intat Linto (Mengantar Mempelai Pria)
F. Tueng Dara Baroe (Menjemput Mempelai Wanita)
G. Jak Meuturi (Berkenalan)
A. Adat Cah Rhot (Merintis Jalan)

Manakala sudah ada kepastian tentang siapa orangnya yang akan


dijadikan menantu, maka pihak orangtua laki-laki mulai mencoba
berhubungan dengan pihak orangtua anak gadis tersebut. Biasanya
dimulai dengan cara sering mengunjungi, sering menegur bila ketemu di
jalan atau menunjukan sikap tertentu seperti memuji dan sebagainya.
Hal demikian sengaja diciptakan agar pihak sigadis mengetahui bahwa
orang tersebut ada sesuatu yang diingikannya. Selanjutnya jika kedua
pihak telah saling mengetahui, mulailah suatu pembicaraan yang lebih
terbuka dan mulailah diadakan persiapan untuk mengadakan hubungan
dengan pihak keluarga gadis tersebut. Hal itu disebut Cah Rhot
(merintis jalan), yaitu untuk menjajaki kemungkinan dijodohkan anaknya
dengan gadis itu dan sekaligus untuk mengetahui ihwal tentang gadis
dan keluarganya.
Tugas melakukan Cah Rhot itu biasanya diserahkan kepada seseorang
yang disebut Seulangke (perantara) akan tetapi ada juga untuk tugas ini
belum diserahkan kepada Seulangke melainkan dengan memperoleh
keterangan dari orang-orang yang dekat dengan keluarga sigadis itu.
Tugas Seulangke pada langkah selanjutnya adalah. Apabila ternyata si
gadis masih bebas (belum ada orang lain yang mengikatnya) dan
selanjutnya ternyata ada tanda-tanda bahwa maksud pihak keluarga si
pemuda dapat diterima oleh pihak si gadis, maka dikirimlah utusan, yaitu
Seulangke tadi untuk menyampaikan maksud dan tujuan daripada
orangtua si pemuda, dan sekaligus hal-hal yang menyangkut
pertunangan, hari peresmian, dan mengenai mahar (jeunamee) serta
menyampaikan pesan atau syarat-syarat yang diajukan oleh masing-
masing pihak.
B. Adat Jak Meulakee atau Peukong Haba
Tahap berikutnya yang akan dilakukan oleh pihak orangtua si pemuda adalah mengadakan
peminangan pada pihak si gadis yang disebut Jak Meulakee (pergi meminang) atau
Peukong Haba (memperkuat pembicaraan sebelumnya). Acara meminang dilakukan oleh
seulangkee bersama dengana kepala kampung dan orang-orang tua atau pemuka
masyarakat kampung. Biasanya (dibeberapa daerah) pada acara meminang itu turut serta
pula datang kerumah si gadis beberapa perempuan dari keluarga si pemuda (di daerah
Aceh Besar biasanya hanya laki-laki saja), dan orangtua si pemuda biasanya tidak ikut
serta. Pada kesempatan itu dibawa sirih yang disusun dengan rapi dalam tempatnya yang
disebut Batee Ranub (tempat sirih). Selain itu dibawa pula oleh-oleh berupa kain baju,
selendang dan kain sarung serta kue-kue adat (peunajoh). Yang penting pada acara
peminangan adalah membawa tanda pengikat (tanda kong haba), dan karena itu acara
peminangan disebut juga acara intat tanda (membawa tanda).
Biasanya yang menjadi tanda adalah berbentuk sebuah cincin emas seberat satu atau dua
mayam (1 mayam = 3,33 gram). Mengenai tanda itu terdapat perjanjian-perjanjian
sekiranya pertunangan itu pada suatu ketika putus di tengah jalan. Dalam hal ini berbeda
antara adat di satu daerah dengan daerah lainnya. Biasanya, apabila pihak si gadis yang
membatalkan pertunangan itu, maka tanda tersebut harus dikembalikan dua kali lipat dari
tanda yang diterimanya.
Tetapi kalau pihak si pemuda yang membatalkannya maka tanda
tersebut di pandang sudah hilang. Dan seandainya lagi bila salah satu
pihak meninggal dunia, maka hal tersebut biasanya dirundingkan
kembali.
Pada upacara peminangan ditentukan juga beberapa kesepakatan lain,
seperti: besarnya mas kawin, hari diadakannya pernikahan, intat linto
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak lanjut dari acara
peminangan itu. Biasanya juga diingatkan akan adat yang berlaku
sehubungan dengan hubungan antara kedua orang yang sudah
bertunangan, misalnya melarang membawa calon isterinya berjalan-
jalan karena hal itu dapat menimbukan fitnah.
C. Meukeurija (Persiapan Pesta
Perkawinan)
Telah menjadi adat yang terpelihara didaerah Aceh, bahwa tiap-tiap
peristiwa besar, bahwa tiap-tiap peristiwa besar yang mengenai salah
seorang penduduk, termasuk upacara perkawinan diselenggarakan
secara gotong royong oleh penduduk dibawah pimpinan kepala
kampung.
D. Meugatib (Pernikahan atau Ijab Qabul)
Upacara adat meugatib (acara pernikahan atau ijab qabul) merupakan acara wajib dalam
rangkaian acara suatu perkawinan, karena hal itu merupakan hukum perkawinan secara islam.
Kalau tidak dilaksanakan acara pernikahan berarti belum berlangsung acara perkawinan, sebab
acara tersebutlah yang meresmikan kedua orang secara sah menjadi suami isteri.
Meugatib biasanya diadakan dirumah pengantin perempuan, kadang-kadang ada juga di
Meunasah atau Mesjid. Pada zaman sekarang ada juga yang di “KUA” (Kantor Urusan Agama).
Dalam upacara tersebut dibacakan perjanjian atau akad nikah antara seorang laki-laki dengan
perempuan yang akan menjadi isterinya. Perjanjian tersebut tidak langsung diucapkan
dihadapan calon isteri, tetapi dihadapan orang tua atau wali si calon isteri yang disaksikan oleh
petugas urusan agama yang mencatatkannya dalam buku nikah. Yang menikahkan biasanya
langsung oleh ayah si perempuan atau oleh walinya. Oleh karena sifat dari ucapan akad nikah
itu sangat penting, maka apabila tidak tepat atau tidak benar diucapkan (misalnya karena
gugup menjadi lupa atau tersendat-sendat mengucapkannya), si calon linto harus
mengulanginya lagi sampai dapat dilakukan dengan lancar dan benar. Setelah selesai akad
nikah, biasanya diucapkan syarat taklik, yaitu semacam perjanjian dengan isteri yang telah
dinikahinya sehubungan dengan pemberian nafkah dan jatuhnya talak atau cerai. Semua syarat
tersebut, sekarang ini telah dicantumkan dalam buku nikah. Setelah diadakan upacara akad
nikah yang diakhiri dengan pembacaan do’a, oleh ustad atau tengku yang hadir dalam acara
tersebut.
Gambar.akat nikah atau ijab Kabul
E. Intat Linto (Mengantar Mempelai Pria)
Intat Linto (upacara mengantar pengantin pria ke rumah pengantin wanita), antara
keduanya ada yang berjarak waktu beberapa hari dan ada juga yang berlangsung
pada hari bersamaan, malah ada juga yang berselang waktu sampai lebih satu
tahun yang disebut dengan nikah gantung, yang artinya si suami belum boleh
pulang kerumah isterinya sekalipun mereka secara resmi telah menikah. Sekarang
ini nikah gantung sudah tidak dilakukan lagi.
Upacara intat linto biasanya dilakukan setelah pernikahan atau akad nikah
berlangsung, dan sering pula bersamaan waktunya. Artinya pada hari intat linto,
upacara pernikahan dilakukan setelah calon linto tiba di rumah dara baro yang
sekaligus dirayakan dengan pesta perkawinan atau khanduri dengan dihadiri para
tamu undangan. Namun, pada masa lampau, para tamu undangan yang datang
pada acara khanduri perkawinan itu makan bersama setelah dihidangkan oleh pihak
tuan rumah, dimana mereka makan di depan hidangan tersebut, tetapi sekarang
sudah banyak dilakukan dengan sistim mengambil sendiri makanan yang telah
disediakan, dan mereka dapat duduk di kursi-kursi yang telah disediakan. Biasanya
acara intat linto diadakan pada malam hari.
Linto baro diantarkan ke rumah dara baro oleh sejumlah orang yang disebut
rombongan linto atau rombongan besan dengan membawa barang-barang
pembawaan linto. Linto baro diibarat “raja sehari”, dipakaikan pakaian adat Aceh
yang lengkap. Setelah itu linto duduk bersanding di pelaminan bersama dara
baroe, dan selanjutnya dilakukan adat peusijuek yang dilakukan oleh beberpa
orang tua, kerabat, sanak family atau tokoh-tokoh terkemuka di kampung tersebut
(jumlah orang yang melakukan peusijuk harus ganjil), dimulai oleh family pihak dara
baro dan pihak linto. Sewaktu acara peusijuk dilaksanakan juga adat teumetuek,
yaitu bersalaman dengan kedua pengantin seraya menggegamkan
(geupeureugam) sejumlah uang, oleh setiap orang yang melaksanakan peusijuek.
Setelah adat peusijuk linto dan dara baro, Selanjutnya diadakan jamuan makan
kepada rombongan besan dara baro (family dari pihak linto), biasanya makanan
yang disediakan lebih istimewa dalam hal lauk-pauknya dibandingkan dengan
tamu-tamu yang lain. Setelah selesai acara makan, maka para tamu pihak linto
minta izin kembali pulang. Kepada linto baro diperkenankan tinggal bermalam di
rumah isterinya.
F. Tueng Dara Baroe (Menjemput Mempelai
Wanita)
Acara tueng dara baro dilakukan segera atau beberapa hari setelah
acara intat linto. Pihak linto merasa malu apabila belum menerima
kunjungan keluarga dara baro dan demikian pula sebaliknya, keluraga
dara baro merasa ada sesuatu yang belum selesai apabila belum
berkunjung secara adat ke rumah keluarga linto. Pada acara tueng dara
baro diadakan juga khanduri, tetapi biasanya tidak sebesar atau
semeriah ketika khanduri intat linto. Dara baro biasanya hanya diantar
oleh kaum wanita saja dengan membawa kue-kue adat Aceh ke rumah
mertuanya. Pada waktu itu ia dikunjungi oleh family dari pihak suaminya
sambil membawa hadiah.
G. Jak Meuturi (Berkenalan)
Jak meuturi (berkenalan) merupakan adat berkunjung yang
dilakukan oleh kedua pasangan pengantin ke rumah family, kedua
belah pihak untuk tujuan berkenalan. Dipandang tidak beradat
apabila kedua pengantin tidak berkunjung kepada sanak
saudaranya, dan biasanya kunjungan itu dilakukan segera setelah
acara tueng dara baroe. Ketika kedua pengantin itu berkunjung
kepada family, mereka membawa sesuatu berupa kue-kue adat, dan
ketika mereka kembali juga mendapat pemberian, biasanya berupa
uang dan barang berharga lainnya. Kunjungan kepada family
biasanya tidak bermalam, tetapi mereka diberi makan oleh semua
family yang dikunjungi itu. Kunjungan jak meuturi itu dipandang
penting untuk mempererat tali persaudaraan.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai