Anda di halaman 1dari 7

PROSES PERNIKAHAN ADAT GAYO (ACEH TENGAH)

KELOMPOK 3
M. SYAUQAN HIRZI 2003101010153
FIRA SALSABILA 2003101010283
BASYIR ANAS 2003101010212
MASYITHAH MAULIA ROKA 2003101010043
TISYANI SYARAVINA MUZZA 2003101010340
RIZKIA SAPUTRI 2003101010206
RIZkal akbar 2003101010409
Adat pernikahan di Aceh Tengah memiliki beberapa tahapan prosesi upacara pernikahan yang masih dilakukan secara
adat, namun ada beberapa tahapan yang sudah mulai ditinggalkan atau tetap dilaksanakan tetapi sudah tidak sesuai
sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan adanya faktor kemajuan teknologi, perubahan zaman yang semakin
berkembang pesat dan modern.
prosesi upacara pernikahan adat Gayo di Aceh Tengah, mulai dari awal perkenalan, adat munginte (melamar), teniron
(permintaan khusus), I serahen ku guru (diserahakan kepada tengku), mujule mas (mengantar benda khusus), berguru
(belajar), pakat sara ine (musyawarah satu ibu), munyipen ni janame (mempersiapkan mahar), bejege
(menyelenggarakan keramaian), begenap sudere (musyawarah saudara), mujule bai (mengantar pengantin laki-laki ke
rumah keluarga perempuan) dan mujule beru (mengantar pengantin perempuan ke rumah keluarga laki-laki) serta mah
kero opat ingi (membawa nasi 4 hari).

Dari semua tahapan upacara tersebut terdapat makna simbolis yang maknanya
mengandung nilai-nilai yang baik untuk kehidupan. Ada kesamaan dengan beberapa
daerah lain di Aceh. Namun yang sangat utama adalah batil (cerana tempat untuk
perlengkapan sirih) yang bermakna untuk menjalin silaturahmi.
*Risik kono (bermusyawarah/silahturahmi)
*munginte(peminangan)

Tahapan proses upacara adat Gayo di setelah itu munginte (lamaran) biasanya dilakukan oleh pihak
keluarga laki-laki. Proses meminang dilakukan oleh pihak keluarga
Kabupaten Aceh Tengah yaitu dimulai laki-laki, telangke (perantara) untuk datang ke rumah calon
dengan proses peminangan, proses ini pengantin perempuan.  

dilakukan secara bertahap sebelum Proses ini sama halnya dengan proses  meminang yang ada di
Kabupaten Aceh  Besar. Perbedaannya hanya pada istilah  Bahasa
peminangan dilakukan pihak keluarga laki- untuk perantara, di Aceh Tengah  disebut dengan telangke
laki datang dulu ke rumah pihak perempuan sedangkan di Aceh  Besar dengan istilah seulangkee. Seulangke
 merupakan utusan keluarga calon mempelai  
untuk bermusyawarah atau bersilaturahmi
pria yang berperan sebagai penghubung dua  keluarga untuk
yang dalam bahasa adatnya risik kono. meminang seorang gadis agar  bersedia dijodohkan dengan pemuda
upacara pernikahan suku Gayo ngerje yang diperkenalkannya  Seulangke tersebut tidak hanya berperan
beraturen (dengan tata cara) tahapan pada saat perjodohan, tetapi sampai selesai pelaksanaan acara
persiapan yang dimulai dengan pernikahan. Proses perkenalan tidak langsung dilakukan oleh
kedua keluarga meskipun sudah saling mengenal, akan tetapi
risik kono (tahap pembicaraan awal kedua
ditugaskan kepada orang lain yang dianggap sebagai utusan mulai
orang tua) yang dimulai dengan canda gurau. dari mahar sampai pelaksanaan pernikahan .
*Betelah (menentukan mahar) *Mujule mas (mengantar emas)

Setelah diterimanya pinangan dari pihak keluarga calon Pihak keluarga perempuan Menyampaikan bahwa lamaran
pengantin laki-laki, keluarga pihak perempuan diterima dan permintaan yang disepakati telah di musyawarahkan
bermusyawarah untuk menentukan permintaan yang kemudian, mujule mas yaitu mengantarkan persyaratan yang
dalam bahasa adatnya betelah (menentukan telah disepakati hanya berupa uang dan perlengkapan isi kamar
permintaan) atau teniron (penentuan biaya, uang atau bukan emas beserta batil (cerana tempat sirih) serta perlengkapan
barang perlengkapan kamar). Menentukan permintaan sirih. Selanjutnya ada rapat sara ine, musyawarah dengan
ini berupa mahar dan permintaan lainnya, seperti keluarga besar (seibu sebapak) untuk membahas mengenai acara
perlengkapan isi kamar serta uang yang telah disepakati resepsi pernikahan. Kamul sudere/begenap mengumpulkan
dan proses tawar menawar,menunjukkan untuk keluarga untuk pembagian tugas (penyusunan panitia) pada saat
menentukan titik kesepakatan memengenai jumlah acara resepsi pernikahan. bahwa segenap dan begenap
teniron berupa uang dan barang biasanya kedua belah (musyawarah dan keluarga) dalam acara pernikahan ini
pihak saling tawar menawar. Mahar pada masyarakat dilakukan untuk pembagian tugas kepada para panitia yang
Gayo biasanya berkisar antara 10-25 gram emas bisa terdiri dari kerabat dan tetangga.
berupa kalung, cincin atau anting-anting, namun ini
disesuaikan dengan kesepakatan bersama .Adapun
besarnya mahar di masyarakat Gayo, berkisar 10
sampai 25 gram emas. Manakala permintaan itu
dianggap sangat sulit dipenuhi oleh pihak pemuda,
maka diupayakan melalui jalan musyawarah yang
disebut bedusun.
*Mujule inen mayak/beru(menerim pengantin wanita)
*Berguru Keesokan harinya mujule beru (mengantar pengantin
Berguru (pemberian nasihat) yaitu pemberian perempuan) inen mayak, sebutan untuk pengantin
perempuan
nasihat untuk calon pengantin mengenai hidup
rumah tangga, dan meminta izin (bersalaman) dalam bahasa Gayo. Mengantar pengantin perempuan ke
kepada ayah dan ibu beserta keluarga besar rumah pengantin laki-laki, dengan membawa batil
(cerana) lengkap
yang hadir. Berguru (pemberian nasihat)
dilakukan pada malam sebelum acara akad dengan isinya, membawa alun (tikar), bantal, pecah belah
nikah berlangsung. Calon pengantin duduk serta membawa kero tum yang jumlahnya ada 9 bungkus
dan 16 bungkus
diatas ampang (tikar adat beukuran kecil)
begitu pula dengan kepala desa dan imam. yang dimaksudkan untuk memperkenalkan atau
mengetahui wali dari pihak perempuan.perlengkapan
yang dibawa pada saat
mujule beru (mengantar pengantin perempuan yaitu alun
(tikar), bantal, pecah belah dan kero tum (nasi dalam
bungkusan).
*Mah kero opat ingi ( membawa nasi empat hari)
Proses terakhir adat perkawinan Gayo yaitu mah kero opat ingi (membawa nasi setelah 4 hari pernikahan).
Keluarga pihak laki-laki membawa nasi beserta lauk pauk kerumah keluarga pihak perempuan dengan tujuan
untuk bersilaturahmi yang disebut juga mangan ume berume (makan antara mertua dan mertua). Dikatakan
empat hari karena zaman dahulu dilaksanakan empat hari setelah acara penikahan/resepsi. Seiring perjalanan
waktu, membawa nasi ini tidak lagi dilaksankan empat hari setelah acara, biasanya dibawa keesokan hari
setelah selesai acara resepsi di rumah pihak laki-laki. Saat ini masih ada yang melaksanakan empat hari
setelah acara namun itu kembali kepada pihak keluarga masing-masing sesuai kesepakatan.saat ini mah kero
(membawa nasi) keluarga pihak laki-laki membawa nasi beserta lauk pauk untuk makan bersama dan
bersilaturahmi dengan keluarga besar dilaksanakan sesuai kesepakatan.
•THANKHYOU

Anda mungkin juga menyukai