NIM
Semester
Mata Kuliah
Dosen
Ahmad, Ph.D
:
:
:
:
:
Azwardi Marifatullah
27153077-2
II (Dua)
Metodologi Kajian Islam
Kamaruzzaman
Bustamam-
hidup merupakan kegiatan sedere dalam bentuk pakat sedere dengan tujuan
agar dapat dicapai suatu kesepakatan dalam melaksanakan setiap kegiatan
bersama. Mengenai bentuk-bentuk upacara daur hidup tersebut dapat
berwujud pada upacara turun mandi bayi (cukur rambut), bereles (sunat
rasul). Bagi anak laki-laki yang berumur 10 tahun ke atas, upacara
perkawinan dan kemudian setelah adanya kematian. Semua kegiatan
upacara tersebut merupakan kegiatan sedere.
Berikut adalah beberapa tahapan prosesi upacara perkawinana masyarakat Gayo :
Risik Kono (Perkenalan Keluarga)
Acara ini merupakan ajang perkenalan keluarga calon pengantin. Orang tua pengantin
pria, biasanya di wakilkan oleh ibunya, akan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan
mereka untuk berbesan dengan orang tua pengantin wanita. Biasanya acara yang akan dimulai
dengan ramah tamah serta senda gurau sebagai awal perkenalan dan barulah selanjutnya
mengarah pada pembicaraan serius mengenai kemungkinan kedua keluarga ini bisa saling
berbesan.
Munginte (Meminang)
Tahapan peminangan ini tidak dilakukan oleh orang tua pengantin pria secara langsung
tetapi diwakilkan oleh utusan yang disebut telangkai atau telangke. Biasanya mereka terdiri dari
tiga atau lima pasang suami - istri yang masih berkerabat dekat dengan orang tua pengantin pria.
Dalam acara ini yang banyak berperan adalah kaum ibu. Mereka datang sambil membawa
bawaan yang antara lain berisi beras, tempat sirih lengkap dengan isinya, sejumlah uang, jarum
dan benang. Barang bawaan ini disebut Penampong ni kuyu yang bermakna sebagai tanda
pengikat agar keluarga pengantin wanita tidak menerima lamaran yang datang dari pihak lain.
Selanjutnya barang bawaan ini diserahkan dan ditinggal di rumah calon pengantin wanita sampai
ada kepastian bahwa lamaran tersebut diterima atau tidak. Keluarga calon pengantin wanita
diberi waktu sekitar 2-3 hari untuk memutuskan hal tersebut. Dalam waktu tersebut biasanya
keluarga calon pengantin wanita akan mencari sebanyak mungkin tentang informasi calon
pengantin pria mulai dari bagaimana pribadinya, pendidikannya, agama, tingkah laku samapi ke
soal bibit, bobot dan bebetnya. Jika lamaran diterima maka barang bawaan tersebut tidak
dikembalikan lagi tetapi sebaliknya jika tidak, maka Penampong ni kuyu akan dikembalikan
pada pengantin pria lagi.
Setelah mendapat kepastian lamaran diterima selanjutnya akan dilakukan pembicaraan
antara dua pihak keluarga mengenai kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh keluarga
masing masing, termasuk membicarakan mengenai barang dan jumlah uang yang diminta oleh
keluarga penganti wanita yang disebut sebagai acara Muno sah nemah (menetapkan bawaan).
Dalam pembicaraan ini keluarga pengantin pria akan diwakili oleh talangke yang harus pandai
melakukan tawar - menawar atau negosiasi dengan keluarga calon pengantin wanita. Sementara
untuk mahar yang menentuakan adalah calon pengantin wanita sendiri dan mahar yang diminta
tidak boleh ada penawaran lagi.
selanjutnya akan ditaruh dalam sebuah wadah berisi air bersih dan dicampurkan dengan irisan
jeruk purut untuk ditanam. Dipercayai nantinya rambut pengantin akan tumbuh subur dan lebat.
Munalo (Menjemput Pengantin Pria)
Pada hari dan tempat yang telah disepakati rombongan pengantin wanita yang dipimpin
oleh telangke, selanjutnya disebut sebagai pihak beru (wanita), sambil menabuh canang yang
dilakukan oleh para gadis bersiap menunggu kedatangan rombongan penantin pria yang disebut
pihak bei (pria). Sementara itu pengantin wanita di rumahnya telah didandani dan menanti dalam
kamar pengantin. Canang akan semakin keras ditabuh dan terdengar bersahutan ketika pihak bei
sudah mulai kelihatan dari kejauhan. Saat pihak bei telah tiba, tabuhan canang dihentikan dan
pihak beru akan membuka percakapan sebagai ucapan selamat datang dan permohonan maaf jika
terdapat kekurangan dalam acara penyambutan tersebut. Setelah itu dilakukan tarian guel dan
sining serta saling berpantun. Disini pengantin pria akan diajak ikut menari bersama. Setelah itu
calon pengantin pria diarak beramai ramai menuju kediaman pengantin wanita.
Mah Bei (Mengarak Pengantin Pria)
Sebelum rombongan pengantin pria sampai ke rumah pengantin wanita, mereka akan
terlebih dahulu berhenti di rumah persinggahan yang disebut Umah selangan selama 30 60
menit. Di tempat ini rombongan akan menanti datangnya kiriman makanan yang dibawa oleh
utusan pihak beru. Bila kiriman itu dianggap berkenan maka rombongan akan melanjutkan
perjalanan menuju rumah pengantin wanita, setelah mendengar kabar bahwa kelurga pengantin
wanita telah siap menerima kedatangan. Sebaliknya bila tidak berkenan maka acara bisa tertunda
bahkan batal. Dalam perjalanan ini, pengantin pria diapit oleh telangke yang bisanya terdirri dari
dua orang laki laki yang sudah menikah. Pada acara ini orang tua mempelai pria boleh tidak
mendampingi karena tugas tersebut telah diwakilkan. Setibanya rombongan bei di rumah
pengantin wanita, tiga orang ibu akan langsung datang menyambut dan saling bertukar batil
tempat sirih lalu diadakan acara basuh kidding (cuci kaki) di depan pintu masuk. Uniknya yang
melakukan acara basuh kidding ini adalah adik perempuan pengantin wanita. Jika pengantin
wanita tidak memiliki adik perempuan maka tugas ini bisa digantikan oleh anak dari pamannya.
Setelah itu sebagai tanda terima kasih, pengantin pria akan memberikan sejumlah uang kepada
adik pengantin wanita tersebut.
Selanjutnya pengantin pria akan melakukan acara tepung tawar yang dilakukan oleh
keluarga pengantin wanita. Sambil dibimbing masuk rumah, pengantin pria akan diserahkan oleh
keluarganya dan didudukkan berhadapan dengan ayah pengantin wanita untuk acara akad nikah
yang disebut acara Rempele (penyerahan). Sebelum akad nikah dimulai telah disiapkan satu
gelas air putih, satu wadah kosong dan sepiring ketan kuning untuk melakukan tata acara adat.
Selesai akad pengantin pria memberikan Batil Mangas (tempat sirih) kepada mertua laki
lakinya. Selama akad berlangsung pengantn wanita yang telah didandani tetap tinggal di dalam
kamar sambil menunggu dipertemukan dengan suaminya. Acara inilah yang disebut kamar
dalem.
Munenes (Ngunduh Mantu)
Acara ini sebagai simbol perpisahan antara pengantin wanita dengan orang tuanya karena
telah bersuami dan akan berpisah tempat tinggal, termasuk juga sebagai acara perpisahan di masa
lajang ke kehidupan berkeluarga. Pengantin wanita akan diantar ke rumah pengantin pria sambil
membawa barang barangnya dari peralatan rumah tangga sampai bekal memulai hidup baru.
Setelah itu diadakan acara makan bersama. Biasanya setelah tujuh hari pengantin wanita berada
di rumah pengantin pria, orang tua pengantin pria akan datang ke rumah besannya sambil
membawa nasi beserta lauk pauk. Acara yang disebut Mah Kero Opat Ingi ini bertujuan untuk
lebih saling mengenal antar dua keluarga yang sudah bebesan.
Akan tetapi budaya pernikahan Gayo ini sudah jarang dijumpai, mengingat sudah
banyaknya masyarakat Gayo yang merantau, baik itu mulai dari tingkat sekolah, kuliah dan
bahkan ada yang merantau karena tuntutan tugas kerja yang mengharuskan mereka
meninggalkan daerah dataran tinggi Gayo, inilah yang menyebabkan masing-masing calon
pengantin baik itu dari pihak pria dan pihak wanita sudah melaksanakan pernikahan lintas suku,
yakni tidak satu suku Gayo. Dan juga faktor lain yang menyebabkan sekarang susah ditemui
budaya perkawinan ango dan angkap bahwa berubahnya pola hidup suku Gayo dari
tahun ke tahunnya hingga terjadi pergeseran nilai dalam perkawinan ini yang
di kenal dengan kerje (nikah) kuso kini (bilateral), pergeseran nilai ini tidak
terlepas dari pola hidup masyarakat Gayo yang semakin berkembang dan
juga andil dari penerapan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan yang mengarahkan kehidupan rumah tangga menjadi lebih ke
arah bilateral. Oleh karena adat istiadat tersebut tidak bersifat statis akan
tetapi bersifat dinamis dan terus berubah menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman.