Anda di halaman 1dari 6

Nama

NIM
Semester
Mata Kuliah
Dosen
Ahmad, Ph.D

:
:
:
:
:

Azwardi Marifatullah
27153077-2
II (Dua)
Metodologi Kajian Islam
Kamaruzzaman
Bustamam-

BUDAYA PERNIKAHAN PADA MASYARAKAT GAYO


DI KABUPATEN ACEH TENGAH
Perkawinan dalam adat Gayo mempunyai arti yang sangat penting
terhadap sistem kekerabatan karena masyarakat Gayo menganut sistem
Perkawinan antar belah atau antar klan. Menurut adat masyarakat Gayo
perkawinan dengan sistem kawin satu belah atau satu klan menjadi larangan
atau pantangan karena sesama klan dianggap masih memiliki ikatan
persaudaraan atau ikatan darah.
Ada tiga macam jenis perkawinan yang terdapat dalam masyarakat
Gayo yaitu Kawin ango atau jeulen, kawin angkap dan kawin kuso kini.
Kawin Ango atau Juelen adalah bentuk perkawinan yang
mengharuskan pihak calon suami seakan-akan membeli wanita yang akan
dijadikan istri. Setelah dibeli, maka istri menjadi bagian/milik suami. Jika
pada suatu ketika terjadi perceraian, si istri menjadi kembali ke belah
asalnya. Mantan istri dapat membawa kembali harta pemberian orang
tuanya (harta tempah) dan demikian pula harta dari hasil usaha bersama.
Namun jika terjadi cerai mati, tidak menyebabkan perubahan status (belah)
bagi keduanya. Sebagai contoh misalnya, jika suami meninggal, maka belah
suami berkewajiban untuk mencarikan jodoh mantan istrinya tadi dengan
salah seorang kerabat yang terdekat dengan almarhum suaminya. Apabila
yang meninggal itu tidak mempunayi anak, maka pihak yang ditinggalkan
berhak mengembalikan harta pemberian orang tuanya kepada belah asal
harta itu. Jika yang meninggal itu ada keturunan, maka harta tempah itu
menjadi milik anak keturunannya.
Kawin Angkap adalah bentuk perkawinan yang memiliki ketentuanketentuan yang harus ditaati. Pihak laki-laki (suami) ditarik ke dalam belah
istri. Perkawinan angkap ini dapat dibedakan menjadi dua macam angkap,
yaitu angkap nasap dan angkap sementara. Pada perkawinan angkap nasap
menyebabkan suami kehilangan belahnya, karena telah ditarik ke dalam
belah istrinya. Jika terjadi perceraian karena cere banci (cerai perselisihan)

dalam kawin angkap nasap ini, menyebabkan terjadinya perubahan status


suaminya karena suami harus kembali ke belah asalnya, dan tidak
diperbolehkan membawa harta tempah, kecuali harta hasil bersama
(sekarat). Namun jika terjadi cere kasih, misalnya istri meninggal, maka
mantan suaminya tetap tinggal dalam belah istrinya. Pada suatu ketika, saat
mantan suami tersebut akan dikawinkan kembali oleh belah istrinya dengan
salah seorang anggota kerabat istrinya. Jika yang meninggal itu adalah
suaminya, maka istrinya pada belah asalnya. Namun jika yang meninggal
tersebut mempunyai keturunan, maka harta tempah peninggalannya jatuh
ke tangan anak keturunannya. Kawin angkap sementara pada masyarakat
Gayo juga disebut dengan angkap edet. Seorang suami dalam waktu
tertentu menetap dalam belah istrinya sesuai dengan perjanjian saat
dilakukan peminangan. Status sementara itu tetap berlangsung terus selama
suami belum mampu memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan
waktu peminangannya. Jika terjadi perceraian dalam bentuk cere banci,
suami akan kembali ke dalam pihak belahnya, dan harta sekarat akan dibagibagi, jika syarat-syarat angkap sementara telah dipenuhi oleh suami,
sedangkan harta tempah, misalnya istri meninggal, maka suami tidak akan
berubah statusnya sampai masa perjanjian angkap selesai. Oleh karena itu,
menjadi kewajiban belah istrinya untuk mengawinkan kembali dengan salah
seorang kerabatnya.
Perkawinan Angkap terjadi jika suatu keluarga tidak mempunyai
keturunan anak lelaki yang berminat mendapat seorang menantu lelaki,
maka keluarga tersebut meminang sang pemuda (umumnya lelaki berbudi
baik dan alim) inilah yang dinamakan Angkap Berperah, Juelen Berango
(Angkap dicari/diseleksi, Juelen diminta). Menantu lelaki ini disyaratkan
supaya selamanya tinggal dalam lingkungan keluarga pengantin wanita dan
dipandang sebagai pagar pelindung keluarga. Sang menantu mendapat
harta waris dari keluarga Istri. Dalam konteks ini dikatakan Anak angkap
penyapuni kubur kubah, si muruang iosah umah, siberukah iosah ume
(menantu lelaki penyapu kubah kuburan, yang ada tempat tinggal beri
rumah, yang ada lahan beri sawah)
Kawin Kuso Kini adalah suatu bentuk perkawinan yang memberi
kebebasan kepada suami istri untuk memilih tempat tinggal dalam belah
suami atau belah istri. Pada kawin kuso kini, suami istri dapat menetap pada
keluarga atau mandiri pada rumah dan pekerjaan mereka sendiri tetapi tetap
memandang dan membantu keluarga kedua belah pihak dengan baik.
Bentuk perkawinan kuso kini ini berbeda dengan perkawinan ango dan
angkap yang selalu mempertahankan belah. Bentuk perkawinan ini masih
banyak pula terjadi dalam masyarakat Gayo hingga sekarang. Upacara daur

hidup merupakan kegiatan sedere dalam bentuk pakat sedere dengan tujuan
agar dapat dicapai suatu kesepakatan dalam melaksanakan setiap kegiatan
bersama. Mengenai bentuk-bentuk upacara daur hidup tersebut dapat
berwujud pada upacara turun mandi bayi (cukur rambut), bereles (sunat
rasul). Bagi anak laki-laki yang berumur 10 tahun ke atas, upacara
perkawinan dan kemudian setelah adanya kematian. Semua kegiatan
upacara tersebut merupakan kegiatan sedere.
Berikut adalah beberapa tahapan prosesi upacara perkawinana masyarakat Gayo :
Risik Kono (Perkenalan Keluarga)
Acara ini merupakan ajang perkenalan keluarga calon pengantin. Orang tua pengantin
pria, biasanya di wakilkan oleh ibunya, akan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan
mereka untuk berbesan dengan orang tua pengantin wanita. Biasanya acara yang akan dimulai
dengan ramah tamah serta senda gurau sebagai awal perkenalan dan barulah selanjutnya
mengarah pada pembicaraan serius mengenai kemungkinan kedua keluarga ini bisa saling
berbesan.
Munginte (Meminang)
Tahapan peminangan ini tidak dilakukan oleh orang tua pengantin pria secara langsung
tetapi diwakilkan oleh utusan yang disebut telangkai atau telangke. Biasanya mereka terdiri dari
tiga atau lima pasang suami - istri yang masih berkerabat dekat dengan orang tua pengantin pria.
Dalam acara ini yang banyak berperan adalah kaum ibu. Mereka datang sambil membawa
bawaan yang antara lain berisi beras, tempat sirih lengkap dengan isinya, sejumlah uang, jarum
dan benang. Barang bawaan ini disebut Penampong ni kuyu yang bermakna sebagai tanda
pengikat agar keluarga pengantin wanita tidak menerima lamaran yang datang dari pihak lain.
Selanjutnya barang bawaan ini diserahkan dan ditinggal di rumah calon pengantin wanita sampai
ada kepastian bahwa lamaran tersebut diterima atau tidak. Keluarga calon pengantin wanita
diberi waktu sekitar 2-3 hari untuk memutuskan hal tersebut. Dalam waktu tersebut biasanya
keluarga calon pengantin wanita akan mencari sebanyak mungkin tentang informasi calon
pengantin pria mulai dari bagaimana pribadinya, pendidikannya, agama, tingkah laku samapi ke
soal bibit, bobot dan bebetnya. Jika lamaran diterima maka barang bawaan tersebut tidak
dikembalikan lagi tetapi sebaliknya jika tidak, maka Penampong ni kuyu akan dikembalikan
pada pengantin pria lagi.
Setelah mendapat kepastian lamaran diterima selanjutnya akan dilakukan pembicaraan
antara dua pihak keluarga mengenai kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh keluarga
masing masing, termasuk membicarakan mengenai barang dan jumlah uang yang diminta oleh
keluarga penganti wanita yang disebut sebagai acara Muno sah nemah (menetapkan bawaan).
Dalam pembicaraan ini keluarga pengantin pria akan diwakili oleh talangke yang harus pandai
melakukan tawar - menawar atau negosiasi dengan keluarga calon pengantin wanita. Sementara
untuk mahar yang menentuakan adalah calon pengantin wanita sendiri dan mahar yang diminta
tidak boleh ada penawaran lagi.

Turun Caram (Mengantar Uang)


Acara mengantar uang ini biasa dilakukan pada saat matahari mulai naik antara pukul
09.00 12.00 dengan harapan agar nantinya kehidupan rumah tangga pasangan pengantin ini,
termasuk rezekinya akan selamanya bersinar.
Segenap dan Begenap (Musyawarah dan Keluarga)
Dalam acara ini akan dilakukan pembagian tugas saat acara pernikahan berlangsung.
Yang mendapat tugas melakukan berbagai persiapan pesta perkawinan adalah para kerabat serta
tetangga dekat. Acara akan berlangsung pada malam hari. Pada malam begenap acara akan
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok orang tua yang akan membicarakan mengenai tata
cara serah terima calon pengantin kepada Imam (pemuka agama) sementara kelompok kedua
yaitu para muda mudi yang berkelompok membuat berbagai macam kue-kue, biasanya kue
khas dari daerah Gayo itu sendiri agar dapat disantap bersama sama. Setelah itu datanglah
utusan dari kelompok orang tua ke kelompok anak muda tersebut sambil membawa batil lalu
mereka makan sirih bersama sebagai tanda permintaan orang tua calon pengantin wanita agar
muda mudi itu rela melepas salah satu teman mereka untuk menikah.

Beguru (Pemberian Nasihat)


Acara ini diadakan sesudah acara malam begenap yaitu pada pagi hari sesudah shalat
subuh, tetapi di sebagian daerahnya ada juga yang dilaksanakan pada malam hari. Beguru artinya
belajar, dimana calon pengantin akan diberi berbagai nasehat dan petunjuk tentang bagaimana
nantinya mereka bersikap dan berprilaku dalam membina rumah tangga. Acara beguru di rumah
calon mempelai wanita ini biasanya akan diiringi juga dengan acara bersebuku yaitu pengantin
wanita melakukan sungkeman kapada kedua orang tuanya untuk memohaon restu dan doa.
Jege Uce (Berjaga jaga)
Acara ini dilaksanakan menjelang hari pernikahan. Disini para kerabat dan tetangga dekat
akan berjaga jaga sepanjang malam dengan melakukan berbagai kegiatan adat seperti acara
bedidong (berbalas pantun) serta tari - tarian. Pada malam itu calon pengantin wanita akan diberi
inai oleh pihak keluarga pengantin wanita itu sendiri.
Belulut dan Bekune (Mandi dan Kerikan)
Dahi, pipi dan tengkuk calon pengantin wanita akan dikerik oleh juru rias atau wakil
keluarga ibunya yang paling dekat setelah sebelumnya dilakukan acara mandi bersama di
kediaman masing masing yang disebut acara belulut. Bekas bulu bulu halus kerikan tadi

selanjutnya akan ditaruh dalam sebuah wadah berisi air bersih dan dicampurkan dengan irisan
jeruk purut untuk ditanam. Dipercayai nantinya rambut pengantin akan tumbuh subur dan lebat.
Munalo (Menjemput Pengantin Pria)
Pada hari dan tempat yang telah disepakati rombongan pengantin wanita yang dipimpin
oleh telangke, selanjutnya disebut sebagai pihak beru (wanita), sambil menabuh canang yang
dilakukan oleh para gadis bersiap menunggu kedatangan rombongan penantin pria yang disebut
pihak bei (pria). Sementara itu pengantin wanita di rumahnya telah didandani dan menanti dalam
kamar pengantin. Canang akan semakin keras ditabuh dan terdengar bersahutan ketika pihak bei
sudah mulai kelihatan dari kejauhan. Saat pihak bei telah tiba, tabuhan canang dihentikan dan
pihak beru akan membuka percakapan sebagai ucapan selamat datang dan permohonan maaf jika
terdapat kekurangan dalam acara penyambutan tersebut. Setelah itu dilakukan tarian guel dan
sining serta saling berpantun. Disini pengantin pria akan diajak ikut menari bersama. Setelah itu
calon pengantin pria diarak beramai ramai menuju kediaman pengantin wanita.
Mah Bei (Mengarak Pengantin Pria)
Sebelum rombongan pengantin pria sampai ke rumah pengantin wanita, mereka akan
terlebih dahulu berhenti di rumah persinggahan yang disebut Umah selangan selama 30 60
menit. Di tempat ini rombongan akan menanti datangnya kiriman makanan yang dibawa oleh
utusan pihak beru. Bila kiriman itu dianggap berkenan maka rombongan akan melanjutkan
perjalanan menuju rumah pengantin wanita, setelah mendengar kabar bahwa kelurga pengantin
wanita telah siap menerima kedatangan. Sebaliknya bila tidak berkenan maka acara bisa tertunda
bahkan batal. Dalam perjalanan ini, pengantin pria diapit oleh telangke yang bisanya terdirri dari
dua orang laki laki yang sudah menikah. Pada acara ini orang tua mempelai pria boleh tidak
mendampingi karena tugas tersebut telah diwakilkan. Setibanya rombongan bei di rumah
pengantin wanita, tiga orang ibu akan langsung datang menyambut dan saling bertukar batil
tempat sirih lalu diadakan acara basuh kidding (cuci kaki) di depan pintu masuk. Uniknya yang
melakukan acara basuh kidding ini adalah adik perempuan pengantin wanita. Jika pengantin
wanita tidak memiliki adik perempuan maka tugas ini bisa digantikan oleh anak dari pamannya.
Setelah itu sebagai tanda terima kasih, pengantin pria akan memberikan sejumlah uang kepada
adik pengantin wanita tersebut.
Selanjutnya pengantin pria akan melakukan acara tepung tawar yang dilakukan oleh
keluarga pengantin wanita. Sambil dibimbing masuk rumah, pengantin pria akan diserahkan oleh
keluarganya dan didudukkan berhadapan dengan ayah pengantin wanita untuk acara akad nikah
yang disebut acara Rempele (penyerahan). Sebelum akad nikah dimulai telah disiapkan satu
gelas air putih, satu wadah kosong dan sepiring ketan kuning untuk melakukan tata acara adat.
Selesai akad pengantin pria memberikan Batil Mangas (tempat sirih) kepada mertua laki
lakinya. Selama akad berlangsung pengantn wanita yang telah didandani tetap tinggal di dalam

kamar sambil menunggu dipertemukan dengan suaminya. Acara inilah yang disebut kamar
dalem.
Munenes (Ngunduh Mantu)
Acara ini sebagai simbol perpisahan antara pengantin wanita dengan orang tuanya karena
telah bersuami dan akan berpisah tempat tinggal, termasuk juga sebagai acara perpisahan di masa
lajang ke kehidupan berkeluarga. Pengantin wanita akan diantar ke rumah pengantin pria sambil
membawa barang barangnya dari peralatan rumah tangga sampai bekal memulai hidup baru.
Setelah itu diadakan acara makan bersama. Biasanya setelah tujuh hari pengantin wanita berada
di rumah pengantin pria, orang tua pengantin pria akan datang ke rumah besannya sambil
membawa nasi beserta lauk pauk. Acara yang disebut Mah Kero Opat Ingi ini bertujuan untuk
lebih saling mengenal antar dua keluarga yang sudah bebesan.
Akan tetapi budaya pernikahan Gayo ini sudah jarang dijumpai, mengingat sudah
banyaknya masyarakat Gayo yang merantau, baik itu mulai dari tingkat sekolah, kuliah dan
bahkan ada yang merantau karena tuntutan tugas kerja yang mengharuskan mereka
meninggalkan daerah dataran tinggi Gayo, inilah yang menyebabkan masing-masing calon
pengantin baik itu dari pihak pria dan pihak wanita sudah melaksanakan pernikahan lintas suku,
yakni tidak satu suku Gayo. Dan juga faktor lain yang menyebabkan sekarang susah ditemui
budaya perkawinan ango dan angkap bahwa berubahnya pola hidup suku Gayo dari
tahun ke tahunnya hingga terjadi pergeseran nilai dalam perkawinan ini yang
di kenal dengan kerje (nikah) kuso kini (bilateral), pergeseran nilai ini tidak
terlepas dari pola hidup masyarakat Gayo yang semakin berkembang dan
juga andil dari penerapan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan yang mengarahkan kehidupan rumah tangga menjadi lebih ke
arah bilateral. Oleh karena adat istiadat tersebut tidak bersifat statis akan
tetapi bersifat dinamis dan terus berubah menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai