Perkawinan merupakan fase kehidupan manusia yang bernilai sakral dan amat penting.
Dibandingkan dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa sangat
spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu akan banyak
tertuju kepadanya, mulai dari memikirkan proses akan menikah, persiapannya, upacara pada hari
perkawinan, hingga setelah upacara usai digelar. Yang ikut memikirkan tidak saja calon
pengantinnya saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk
orang tua dan keluarganya karena perkawinan mau tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai
orang tua-tua yang harus dihormati.
Adat perkawinan dalam budaya Melayu terkesan rumit karena banyak tahapan yang harus
dilalui. Kerumitan tersebut muncul karena perkawinan dalam pandangan Melayu harus mendapat
restu dari kedua orang tua serta harus mendapat pengakuan yang resmi dari tentangga maupun
masyarakat. Pada dasarnya, Islam juga mengajarkan hal yang sama. Meski tidak masuk dalam
rukun perkawinan Islam, upacara-upacara yang berhubungan dengan aspek sosial-
kemasyarakatan menjadi penting karena di dalamnya juga terkandung makna bagaimana
mewartakan berita perkawinan tersebut kepada masyarakat secara umum. Dalam adat
perkawinan Melayu, rangkaian upacara perkawinan dilakukan secara rinci dan tersusun rapi,
yang keseluruhannya wajib dilaksanakan oleh pasangan calon pengantin beserta keluarganya.
Hanya saja, memang ada sejumlah tradisi atau upacara yang dipraktekkan secara berbeda-beda di
sejumlah daerah dalam wilayah geo-budaya Melayu.
Sebenarnya jika mengikuti ajaran Islam yang murni, tahapan upacara perkawinan cukup
dilakukan secara ringkas dan mudah. Dalam ajaran Islam, perkawinan itu sudah dapat dikatakan
sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Ajaran Islam perlu diterapkan di
berbagai daerah dengan menyertakan adat-istiadat yang telah menjadi pegangan hidup
masyarakat tempatan. Dalam pandangan Melayu secara umum, prinsip (syariat) Islam perlu
“dikawinkan” dengan adat budaya masyarakat. Sehingga, integrasi ini sering diistilahkan sebagai
“Adat bersendi syarak, Syarak bersendi Kitabullah”, atau “Syarak mengata, adat memakai” (apa
yang ditetapkan oleh syarak itulah yang harus digunakan dalam adat).
Dalam pandangan budaya Melayu, kehadiran keluarga, saudara-mara, tetangga, dan masyarakat
kepada majelis perkawinan tujuannya tiada lain adalah untuk mempererat hubungan
kemasyarakatan dan memberikan kesaksian dan doa restu atas perkawinan yang dilangsungkan.
Perkawinan yang dilakukan tidak berdasarkan pada adat Melayu setempat akan menyebabkan
masyarakat tidak merestuinya. Bahkan, perkawinan yang dilakukan secara singkat akan
menimbulkan desas-desus tidak sedap di masyarakat, mulai dari dugaan kumpul kebo, perzinaan,
dan sebagainya.
Menurut Amran Kasimin, perkawinan dalam pandangan orang Melayu merupakan sejarah dalam
kehidupan seseorang. Rasa kejujuran dan kasih sayang yang terbangun antara suami-istri
merupakan nilai penting yang terkandung dalam makna perkawinan Melayu. Untuk itulah,
perkawinan perlu dilakukan menurut adat yang berlaku dalam masyarakat, sehingga perkawinan
tersebut mendapat pengakuan dan restu dari seluruh pihak dan masyarakat.
2. Proses Perkawinan
Ketika seorang laki-laki atau perempuan hendak menikah tentu diawali dengan proses yang
panjang. Proses paling awal menuju perkawinan yang dimaksud adalah penentuan siapa jodoh
yang cocok untuk dirinya atau yang dalam adat Melayu biasa disebut dengan istilah merisik dan
meninjau. Setelah jodoh yang dirasa sesuai sudah dipilih, maka kemudian dilakukan tahap
kegiatan merasi, yaitu mencari-cari tahu apakah jodoh yang telah dipilih itu cocok (serasi) atau
tidak. Jika kedua tahapan tersebut dirasa sesuai dengan harapan diri orang yang akan menikah
maka kemudian dilakukan tahapan melamar, meminang, dan kemudian bertunangan. Setelah
kedua calon tersebut bertunangan, maka upacara perkawinan dapat segera dilangsungkan.
Merisik adalah kegiatan memilih jodoh yang dilakukan orang tua untuk mencarikan calon istri
bagi anak laki-lakinya. Kegiatan merisik biasanya dilakukan apabila seorang laki-laki yang
hendak menikah dengan seorang gadis tetapi belum mengenali jati diri gadis tersebut atau jika
sudah kenal namun baru sebatas kenal sekilas saja. Tujuan dari kegiatan merisik adalah untuk
memastikan apakah gadis tersebut sudah memiliki pasangan atau belum. Tentunya, jika gadis
tersebut telah memiliki tunangan maka laki-laki tersebut tidak bisa lagi berniat untuk
menikahinya. Sebab, dalam hukum Islam seseorang itu dilarang untuk meminang tunangan
orang lain.
Para orang tua biasanya mulai berpikir jika anak laki-lakinya dipandang sudah siap untuk
berkeluarga mereka akan mencari dan memperhatikan beberapa gadis yang dikenalinya. Di
samping sebagai jalan untuk mencari jodoh, kegiatan merisik juga dimaksudkan untuk
mengetahui latar belakang calon menantu perempuan, kesuciannya, dan juga kepribadiannya.
Kegiatan merisik juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga,
adab sopan-santun, tingkah laku, bagaimana paras wajahnya, dan juga pengetahuan gadis
tersebut tentang agamanya.
Secara prinsipil, kegiatan ini sebenarnya positif saja dilakukan agar para orang tua tidak salah
dalam upaya mencari calon istri yang terbaik untuk anak laki-lakinya. Namun, kegiatan seperti
ini lambat laun jarang dilakukan mengingat zaman sekarang yang sudah begitu modern, sehingga
anak laki-laki pada masa kini lebih suka memilih sendiri jodoh yang diharapkannya. Pada masa
lalu, orang tua sering khawatir jika anak lak-lakinya hendak menikah dengan seorang gadis yang
tidak diketahui bagaimana latar belakangnya. Artinya bahwa pada masa lalu kegiatan merisik
lebih dimaksudkan untuk mengantisipasi agar anaknya tidak salah memilih orang.
Adat merisik biasanya dilakukan oleh pihak laki-laki, sedangkan adat meninjau dilakukan oleh
kedua pihak. Setelah kegiatan merisik dapat menentukan bahwa gadis tersebut belum memiliki
pasangan, selanjutnya dilakukan tahapan meninjau. Kegiatan ini kadang dilakukan sekaligus
dengan kegiatan merisik. Kegiatan meninjau dimaksudkan untuk mengetahui tempat asal calon
yang akan dinikahi. Kegiatan meninjau dilakukan oleh seorang wakil yang dipercaya dapat
melakukannya. Kegiatan meninjau akan dirasa mudah jika wakil tersebut sudah mengenal gadis
tersebut. Jika belum mengenalnya maka diperlukan waktu untuk melakukan tahapan peninjauan.
Apa saja yang perlu ditinjau? Aspek-aspek yang ditinjau biasanya berkenaan dengan kepribadian
perempuan, termasuk kesopanan tingkah laku dan bahasanya. Selain itu juga perlu diperhatikan
bagaimana cara dia berbicara. Sebagai contoh, bagaimana cara dia menghindangkan makanan
dan minuman kepada tamu. Aspek-aspek yang berkaitan dengan bagaimana cara dia
membersihkan dirinya, seperti berpakaian dan berhias juga perlu diperhatikan untuk menilai
apakah gadis tersebut berkepribadian baik atau tidak. Sebenarnya masih banyak aspek lain yang
perlu ditinjau, di antaranya adalah soal pendidikan, seluk beluk tentang siapa saja orang-orang
dalam keluarga intinya, dan juga latar belakang ekonomi keluarganya. Pada masa lalu, ketika
memilih calon istri aspek yang lebih diutamakan adalah latar belakang pengetahuan agama, tata
susila, dan kesantunan dalam berbahasa.
Kegiatan meninjau juga dapat dilakukan oleh pihak perempuan. Bapak dan ibu pihak perempuan
misalnya bisa meninjau keadaan sesungguhnya seputar diri dan keluarga calon suami dari anak
gadisnya. Kegiatan peninjauan ini biasanya dimaksudkan untuk memastikan status bujang laki-
laki tersebut dan bagaimana latar belakanng ekonominya. Orang tua pihak perempuan biasanya
perlu memastikan bahwa calon suami dari anaknya mampu membiayai hidup rumah tangga yang
kelak dibangun.
2. 2. Merasi
Kegiatan merasi sudah sangat jarang dilakukan dalam masyarakat Melayu. Tujuan merasi adalah
untuk memastikan apakah pasangan yang hendak dijodohkan itu sebenarnya cocok atau tidak.
Artinya, merasi adalah kegiatan meramal atau menilik keserasian antara pasangan yang hendak
dijodohkan. Kegiatan ini biasanya dilakukan melalui perantaraan seorang ahli yang sudah
terbiasa bertugas mencari jodoh kepada orang yang hendak menikah. Pencari jodoh tersebut akan
memberikan pendapatnya bahwa pasangan tersebut dinilai cocok (sesuai) atau tidak.
Pada masa lalu, masyarakat adat mempercayai bahwa kegiatan ini dirasa penting karena
kerukunan rumah tangga ditentukan oleh adanya keserasian antara pasangan suami-istri. Jika
hasil keputusan merasi adalah bahwa pasangan tersebut tidak cocok, maka biasanya orang tua
dari masing-masing pasangan akan membatalkan rencana perkawinan anak-anak mereka.
Alasannya, jika mereka tetap dijodohkan maka konsekuensinya akan berdampak pada
ketidakharmonisan, ketidakrukunan, dan keutuhan rumah tangga mereka akan hancur.
Masyarakat pada masa lalu percaya bahwa pasangan yang tidak serasi akan didera dengan
kemiskinan, perceraian, dan bencana lainnya.
Setelah dirasa bahwa pasangan yang akan menikah sudah cocok, langkah kemudian adalah
tahapan melamar dan meminang. Sebelum meminang, keluarga pihak laki-laki melamar terlebih
dahulu gadis yang akan dinikahi. Maksud dari kegiatan melamar adalah menanyakan persetujuan
dari pihak calon pengantin perempuan sebelum dilangsungkannya acara meminang. Jika masih
dalam tahap melamar, maka rencana perkawinan belum dapat dipastikan. Artinya, meskipun
pihak calon pengantin laki-laki telah merisik dan meninjau latar belakang perempuan yang akan
dinikahi, namun dalam tahap melamar jawaban yang akan diterima darinya masih belum bisa
dipastikan. Lain lagi jika telah perempuan tersebut telah dipinang, maka jawaban darinya bisa
diakatakan telah pasti.
Lamaran dilakukan oleh pihak calon pengantin laki-laki, yaitu dengan cara mengantarkan
beberapa wakil yang terdiri dari beberapa orang yang percaya dapat memikul tanggung jawab
tersebut. Dalam pertemuan tersebut terjadi pembicaraan untuk mendapatkan jawaban yang pasti
dari pasangan yang akan dijodohkan. Biasanya pihak perempuan akan memberikan jawaban
dalam tempo beberapa hari. Adanya tenggat waktu adalah agar perempuan tersebut tidak
dianggap “menjual murah” yang begitu mudah langsung menerima lamaran. Masa tenggang
tersebut juga difungsikan untuk berunding dengan keluarga dan saudara pihak perempuan, di
samping juga untuk menyelidik latar belakang laki-laki secara teliti dan hati-hati.
Setelah calon laki-laki disetujui oleh keluarga pihak perempuan, mereka kemudian menemui
wakil pihak laki-laki untuk memberitahukan keputusan tersebut. Dalam adat Melayu, biasanya
pihak laki-laki sendiri yang akan datang ke rumah pihak perempuan untuk menanyakan
keputusan tersebut. Setelah kedua pihak berbincang dan bersepakat, utusan dari wakil pihak laki-
laki akan datang lagi untuk menetapkan kapan hari pertunangan. Dalam pertemuan ini juga
diperbincangkan seputar jumlah barang antaran dan jumlah rombongan pihak laki-laki yang akan
datang secara bersama. Hal itu dimaksudkan agar pihak perempuan mudah membuat persiapan
dalam menerima kedatangan mereka.
Istilah “meminang” digunakan karena buah pinang merupakan bahan utama yang dibawa saat
acara meminang beserta daun sirih dan bahan lainnya. Buah pinang adalah lambang untuk laki-
laki karenanya bentuknya yang keras. Sirih adalah lambang untuk perempuan. Buah pinang dan
sirih adalah lambang laki-laki dan perempuan yang bersatu dan tidak dapat dipisahkan. Artinya
bahwa seseorang itu tidak mungkin makan sirih tanpa pinang. Dalam perkembangan adat
Melayu saat ini, buah pinang tidak lagi sebagai satu-satunya bahan yang dibawa untuk
meminang, namun dibelah-belah secara halus dan diantar beserta dengan daun sirih sebagai
pelengkapnya.
Tidak ada masa atau waktu tertentu yang ditetapkan dalam tradisi perkawinan Melayu. Biasanya
adat ini dilakukan pada Bulan Maulud (Rabiulawal), yaitu saat petang atau malam hari. Jika
dilakukan pada malam hari karena banyak orang yang bekerja pada siang hari, sehingga malam
hari dipilih sebagai waktu yang tepat. Pada saat acara meminang, rombongan pihak laki-laki
beserta antarannya akan disambut oleh keluarga pihak perempuan. Antaran diletakkan di tengah
majelis yang disaksikan di depan para hadirin. Sebelum memulai adat meminang, biasanya wakil
pihak perempuan duduk berhadapan dengan ketua wakil pihak laki-laki. Sirih junjung diletakkan
di hadapan mereka berdua.
Mereka kemudian memulai acara meminang dengan saling berkenalan terlebih dahulu. Setelah
berkenalan wakil pihak perempuan memulai adat ini dengan bertanya kepada wakil pihak laki-
laki tentang siapa yang memiliki sirih tersebut. Wakil pihak laki-laki akan menjawab dengan
menyebutkan nama laki-laki diwakilinya dan juga nama perempuan yang hendak dipinang.
Mereka juga menyatakan maksud kedatangan mereka. Setelah itu tepak sirih yang diterima oleh
wakil pihak perempuan kemudian dikembalikan kepada wakil pihak laki-laki sambil mengatakan
bahwa pinangan mereka diterima atau ditolak. Wakil pihak laki-laki kemudian mendatangi calon
pengantin perempuan untuk mengenakan cincin di jari manisnya. Perempuan tersebut biasanya
berada di balik bilik yang telah berpakaian indah. Dengan demikian, calon pengantin perempuan
tersebut telah resmi bertunangan dengan calon pengantin laki-laki. Setelah itu calon pengantin
perempuan bersalaman dengan para hadirin, terutama dengan beberapa orang perempuan yang
mewakili rombongan pihak laki-laki.
Hari perkawinan merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh semua anggota masyarakat yang
berkenaan dengan perhelatan acara ini. Pada hari itu semua keluarga, saudara, termasuk tetangga
berkumpul dalam satu majelis. Untuk menyambut hari perkawinan diperlukan persiapan yang
sungguh matang. Persiapan yang dimaksud biasanya mencakup kegiatan bergotong-royong,
pembacaan barzanzi, dan persediaan jamuan.
Tugas utama yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan tersebut adalah
dengan cara membangun bangsal penanggah terlebih dahulu. Bangsal ini nantinya digunakan
untuk kegiatan masak-memasak. Di daerah pedalaman, bangsal penanggah biasanya terbuat dari
kayu dan atapnya terbuat dari daun nipah atau rumbia. Di samping bangsal, yang juga perlu
disediakan adalah tungku-tungku dapur yang diperlukan untuk alat memasak.
3. 1. Gotong-Royong
Sebelum datangnya hari perkawinan perlu dilakukan acara gotong-royong atau rewang (jw).
Pihak tuan rumah perlu menyediakan berbagai macam kue Melayu untuk mereka yang
bergotong-royong. Kegiatan gotong-royong biasanya dilakukan hingga larut malam sambil
menikmati kue-kue yang dihidangkan. Kue yang tahan lama biasanya disediakan oleh tuan
rumah melalui pertolongan tetangga terdekat, yaitu beberapa hari sebelum berlangsungnya
majelis perkawinan. Sedangkan kue yang tidak tahan lama disediakan sehari menjelang
perhelatan majelis. Kue-kue ini juga diantarkan kepada mereka yang memberikan sumbangan
tetapi tidak bisa datang.
Kegiatan gotong-royong ini dimulai dengan membagi aktivitas yang perlu dilakukan antara laki-
laki dan perempuan. Pada pagi harinya, pihak perempuan biasanya sibuk menyediakan berbagai
keperluan dalam rumah, sedangkan pihak laki-lakinya mengeluarkan semua alat yang
diperlukan, seperti piring, tempat penyajian makanan, gelas, dan sebagainya yang tersusun
secara rapi. Pada petang harinya, dilakukan penyembelihan ayam, kambing, atau lembu. Setelah
disembelih, sebagian dari pihak laki-laki membuang kulit, membersihkan dan memotong daging
sesuai urutan yang dikehendaki. Sebagian yang lain mencabut bulu ayam dan kemudian
menyerahkannya kepada petugas yang sudah terbiasa memotong dagingnya. Tukang masak akan
menggoreng daging yang telah dipotong agar keesokan harinya dapat dimakan.
Untuk melakukan kegiatan persediaan jamuan, biasanya dipilih terlebih dahulu ketua panitia
yang banyak berhubungan secara intens dengan tuan rumah berkenaan dengan segala sesuatu hal
yang berhubungan dengan jamuan. Ia juga bertanggung jawab membeli bahan-bahan keperluan
di pasar. Ia perlu berkoordinasi dengan anggota panitianya yang dibagi berdasarkan tugasnya
masing-masing, ada yang bertugas menyambut tamu, mengatur tempat duduk tamu,
menyediakan air minum, dan mencuci piring atau gelas yang telah digunakan. Di samping ada
yang bertugas memasak, juga ada yang bertugas menyediakan makanan yang dibawa pulang
oleh hadirin yang datang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut dilakukan secara sukarela karena
merupakan adat dalam budaya Melayu untuk hidup saling bergotong-royong.
4. Upacara Perkawinan
Setelah melalui proses dan tahapan yang begitu panjang, maka kini saatnya melangsungkan
upacara perkawinan. Istilah upacara perkawinan dapat juga disebut dengan istilah lain, seperti
“upacara nikah kawin”, “upacara helat jamu pernikahan”, dan “upacara perhelatan nikah kawin”.
Upacara ini merupakan hari “H” yang ditunggu-tunggu oleh siapa saja yang berhubungan dengan
perkawinan ini, baik bagi calon pengantinnya sendiri maupun seluruh keluarga dan saudara-
saudaranya. Dalam adat Melayu, upacara perkawinan biasanya dilakukan secara amat terinci,
lengkap, dan bahkan tidak boleh ada yang tertinggal satupun.
4. 1. Upacara Menggantung-Gantung
Upacara ini dilakukan dalam tenggang waktu yang cukup panjang, biasanya 3 hari sebelum hari
perkawinan. Bentuk kegiatan dalam upacara ini biasanya disesuaikan dengan adat di masing-
masing daerah yang berkisar pada kegiatan menghiasi rumah atau tempat akan dilangsungkannya
upacara pernikahan, memasang alat kelengkapan upacara, dan sebagainya. Yang termasuk dalam
kegiatan ini adalah: membuat tenda dan dekorasi, menggantung perlengkapan pentas, menghiasi
kamar tidur pengantin, serta menghiasi tempat bersanding kedua calon mempelai. Upacara ini
menadakan bahwa budaya gotong-royong masih sangat kuat dalam tradisi Melayu.
Upacara ini harus dilakukan secara teliti dan perlu disimak oleh orang-orang yang dituakan agar
tidak terjadi salah pasang, salah letak, salah pakai, dan sebagainya. Ungkapan adat mengajarkan
hal ini sebagai berikut:
4. 2. Upacara Berinai
Adat atau upacara berinai merupakan pengaruh dari ajaran Hindu. Makna dan tujuan dari
perhelatan upacara ini adalah untuk menjauhkan diri dari bencana, membersihkan diri dari hal-
hal yang kotor, dan menjaga diri segala hal yang tidak baik. Di samping itu tujuannya juga untuk
memperindah calon pengantin agar terlihat lebih tampak bercahaya, menarik, dan cerah. Upacara
ini merupakan lambang kesiapan pasangan calon pengantin untuk meninggalkan hidup
menyendiri dan kemudian menuju kehidupan rumah tangga. Dalam ungkapan adat disebutkan:
Upacara ini dilakukan pada malam hari, yaitu 3 hari sebelum upacara perkawinan dilangsungkan.
Bentuk kegiatannya bermacam-macam asalkan bertujuan mempersiapkan pengantin agar tidak
menemui masalah di kemudian hari. Dalam upacara ini yang terkenal biasanya adalah kegiatan
memerahkan kuku, tetapi sebenarnya masih banyak hal lain yang perlu dilakukan. Upacara ini
dilakukan oleh Mak Andam dibantu oleh sanak famili dan kerabat dekat.
Upacara berinai bagi pasangan calon pengantin dilakukan dalam waktu yang bersama-sama.
Hanya saja, secara teknis tempat kegiatan ini dilakukan secara terpisah, bagi pengantin
perempuan dilakukan di rumahnya sendiri dan bagi pengantin laki-laki dilakukan di rumahnya
sendiri atau tempat yang disinggahinya. Namun, dalam adat perkawinan Melayu biasanya
pengantin lak-laki lebih didahulukan.
4. 3. Upacara Berandam
Upacara berandam dilakukan pada sore hari ba‘da Ashar yang dipimpin oleh Mak Andam
didampingi oleh orang tua atau keluarga terdekat dari pengantin perempuan. Awalnya dilakukan
di kediaman calon pengantin perempuan terlebih dahulu yang diringi dengan musik rebana.
Setelah itu baru kemudian dilakukan kegatan berandam di tempat calon pengantin laki-laki.
Sebelum berandam kedua calon pengantin harus mandi berlimau dan berganggang terlebih
dahulu.
Makna dari upacara berandam adalah membersihkan fisik (lahiriah) pengantin dengan harapan
agar batinnya juga bersih. Makna simbolisnya adalah sebagai lambang kebersihan diri untuk
menghadapi dan menempuh hidup baru. Sebagaimana disebutkan dalam ungkapan adat:
Adat Berandam disebut orang
Membuang segala yang kotor
Membuang segala yang buruk
Membuang segala sial
Berandam yang paling utama adalah mencukur rambut karena bagian tubuh ini merupakan letak
kecantikan mahkota perempuan. Di samping itu, berandam juga mencakup kegiatan: mencukur
dan membersihkan rambut-rambut tipis sekitar wajah, leher, dan tengkuk; memperindah kening;
menaikkan seri muka dengan menggunakan sirih pinang dan jampi serapah.
Setelah berandam kemudian dilakukan kegiatan “mandi tolak bala”, yaitu memandikan
pengantin dengan menggunakan air bunga dengan 5, 7, atau 9 jenis bunga agar terlihat segar dan
berseri. Kegiatan ini harus dilakukan sebelum waktu shalat ashar. Mandi tolak bala kadang
disebut juga dengan istilah “mandi bunga”. Tujuan mandi ini adalah menyempurnakan kesucian,
menaikkan seri wajah, dan menjauhkan dari segala bencana. Dalam ungkapan adat disebutkan:
Mandi Bunga atau Mandi Tolak Bala bukan sekadar untuk meng-
harumkan raga, namun agar jiwa bersih suci, jauh dari iri dengki.
Pelaksanaan upacara khatam Qur‘an biasanya dilakukan setelah upacara berandam dan mandi
tolak bala sebagai bentuk penyempurnaan diri, baik secara lahir maupun batin. Upacara khatam
Qur‘an sebenarnya bermaksud menunjukkan bahwa pengantin perempuan sudah diajarkan oleh
kedua orang tuanya tentang bagaimana mempelajari agama Islam dengan baik. Dengan
demikian, sebagai pengantin perempuan dirinya telah dianggap siap untuk memerankan posisi
barunya sebagai istri sekaligus ibu dari anak-anaknya kelak. Di samping itu tujuan lainnya
adalah untuk menunjukkan bahwa keluarga calon pengantin perempuan merupakan keluarga
yang kuat dalam menganut ajaran Islam, sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan adat:
Pendidikan boleh tiada tamat, ijazah boleh tiada dapat, tetapi
khatam Al Qur‘an tiada boleh terlewat.
Upacara ini dipimpin oleh guru mengajinya atau orang tua yang ditunjuk oleh keluarga dari
pihak pengantin. Upacara ini khusus dilakukan oleh calon pengantin perempuan yang biasanya
perlu didampingi oleh kedua orang tua, atau teman sebaya, atau guru yang mengajarinya
mengaji. Mereka duduk di atas tilam di depan pelaminan. Mereka membaca surat Dhuha sampai
dengan surat al-Fatihah dan beberapa ayat al-Qur‘an lainnya yang diakhiri dengan doa khatam
al-Qur‘an.
4. 5. Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan dilakukan secara berurutan. Artinya, upacara ini tidak hanya mencakup
upacara akad saja tetapi juga mencakup kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan proses akad
nikah, baik sebelum maupun sesudahnya. Kegiatan dalam upacara ini biasanya diawali dengan
kedatangan calon pengantin laki-laki yang dipimpin oleh seorang wakilnya ke rumah calon
pengantin perempuan. Calon pengantin laki-laki biasanya diapit oleh dua orang pendamping
yang disebut dengan gading-gading atau pemuda yang belum menikah. Rombongan pihak
pengantin laki-laki datang menuju kediaman pihak calon pengantin perempuan dengan
membawa sejumlah perlengkapan atau yang disebut dengan antar belanja.
Antar belanja atau yang biasanya dikenal dengan seserahan dapat dilakukan beberapa hari
sebelum upacara akad atau sekaligus menjadi satu rangkaian dalam upacara akad nikah. Jika
antar belanja diserahkan pada saat berlangsungnya acara perkawinan, maka antar belanja
diserahkan sebelum upacara akad nikah.
Konsep pemikiran dari upacara antar belanja adalah simbol dari peribahasa-peribahasa seperti
“rasa senasib sepenanggungan”, “rasa seaib dan semalu”, dan “yang berat sama dipikul yang
ringan sama dijinjing”. Makna dalam upacara antar belanja ini adalah rasa kekeluargaan yang
terbangun antara keluarga pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Oleh karena makna dan
tujuannnya adalah membangun rasa kekeluargaan, maka tidak dibenarkan jumlah seserahan
yang diantarkan menimbulkan masalah yang menyakiti perasaan di antara mereka. Ungkapan
adat mengajarkan:
Ketika rombongan calon pengantin laki-laki Upacara akad nikah merupakan inti dari seluruh
rangkaian upacara perkawinan. Sebagaimana lazimnya dalam adat perkawinan menurut ajaran
Islam, upacara akad nikah harus mengandung pengertian ijab dan qabul. Dalam ungkapan adat
disebutkan bahwa:
Pemimpin upacara ini biasanya adalah kadi atau pejabat lain yang berwenang. Setelah penyataan
ijab dan qabul telah dianggap sah oleh para saksi, kemudian dibacakan doa walimatul urusy yang
dipimpin oleh kadi atau orang yang telah ditunjuk. Setelah itu, baru kemudian pengantin laki-laki
mengucapkan taklik (janji nikah) yang dilanjutkan dengan penandatanganan Surat Janji Nikah.
Penyerahan mahar oleh pengantin laki-laki baru dilakukan sesudahnya.
4. 5. c. Upacara Menyembah
Setelah upacara akad nikah selesai dilakukan seluruhnya, kedua pengantin kemudian melakukan
upacara menyembah kepada ibu, bapak, dan seluruh sanak keluarga terdekat. Makna dari
upacara ini tidak terlepas dari harapan agar berkah yang didapat pengantin nantinya berlipat
ganda. Acara ini dipimpin oleh orang yang dituakan bersama Mak Andam.
Sembah sujud kepada orang tua tiada boleh lupa, agar tuah
dan berkah turun berlipat ganda.
Setelah upacara menyembah selesai, kemudian dilanjutkan dengan upacara tepuk tepung tawar.
Makna dari upacara adalah pemberian doa dan restu bagi kesejahteraan kedua pengantin dan
seluruh keluarganya, di samping itu juga bermakna sebagai simbol penolakan terhadap segala
bala dan gangguan yang mungkin diterimanya kelak. Upacara ini dilakukan oleh unsur keluarga
terdekat, unsur pemimpin atau tokoh masyarakat, dan unsur ulama. Yang melakukan tepung
tawar terakhir juga bertindak sebagai pembaca doa.
Tepuk Tepung Tawar hakikatnya adalah pertanda, bahwa
para tetua melimpahkan restu dan doa, bahwa marwah
pengantin kekal terjaga.
Dalam ungkapan adat disebutkan bahwa makna dari Tepuk Tepung Tawar adalah “menawar
segala yang berbisa”, “menolak segala yang menganiaya”, “menepis segala yang berbahaya”,
“mendingin segala yang menggoda”, dan “menjauhkan dari segala yang menggila”. Jadi,
upacara Tepuk Tepung Tawar bermakna sebagai doa dan pengharapan. Dalam pantun nasehat
disebutkan: “Di dalam Tepuk Tepung Tawar, terkandung segala restu, terhimpun segala doa,
terpateri segala harap, tertuang segala kasih sayang”. Dalam pantun lain disebut juga bahwa:
“Tepung tawar untuk penawar, Supaya hidup tidak bertengkar, wabah penyakit tidak menular,
Semua urusan berjalan lancar”.
Kegiatan ini dilakukan dengan rincian: menaburkan tepung tawar ke telapak tangan kedua
pengantin, mengoleskan inai ke telapak tangan mereka, dan menaburkan beras kunyit dalam
bunga rampai kepada kedua pengantin. Setelah upacara ini selesai berarti telah selesai upacara
inti perkawinan. Setelah itu tinggal melakukan upacara-upacara pendukung lainnya, seperti
upacara nasehat perkawinan dan jamuan makan bersama.
Seperti halnya adat upacara lainnya, setelah upacara akad nikah diadakan upacara nasehat
perkawinan. Maksud dari perhelatan upacara ini adalah penyampaian petuah, pesan, dan nasehat
bagi kedua pengantin agar mereka mampu membangun rumah tangga yang sejahtera (lahir
sekaligus batin), rukun, dan damai. Yang menyampaikan nasehat perkawinan sudah seharusnya
adalah seseorang yang benar-benar telah mempraktekkan bagaimana caranya membangun
keluarga yang sakinah sehingga dapat dijadikan teladan bagi yang lain.
Dalam menempuh hidup baru, cinta kasih mestilah ada, harta kelak boleh
dicari bersama, namun petuah dan ilmu dari tetua rengkuhlah dahulu.
Setelah nasehat perkawinan selesai disampaikan, maka kemudian upacara perkawinan ditutup.
4. 5. f. Upacara Jamuan Santap Bersama
Setelah upacara perkawinan selesai ditutup, maka acara selanjutnya adalah upacara jamuan
santap bersama sebagai akhir dari prosesi upacara akad nikah secara keseluruhan. Upacara ini
boleh dikata adalah sama di berbagai adat perkawinan manapun. Tuan rumah memberikan
jamuan makan bersama terhadap seluruh pengunjung yang hadir pada acara perkawinan tersebut.
4. 6. Upacara Langsung
Setelah upacara perkawinan dan akad nikah selesai, prosesi selanjutnya adalah melakukan
upacara hari langsung. Yang dimaksud dengan upacara ini adalah kegiatan yang berkaitan
dengan bagaimana mengarak pengantin laki-laki, upacara menyambut arak-arakan pengantin
laki-laki, upacara bersanding, upacara resepsi, upacara ucapan alu-aluan dan tahniah, upacara
pembacaan doa, upacara santap nasi hadap-hadapan, hingga memberikan ucapan tahniah atau
terima kasih kepada para pengunjung yang telah datang.
Upacara ini bentuknya adalah mengarak pengantin laki-laki ke rumah orang tua pengantin
perempuan. Tujuan dari upacara ini sebagai media pemberitahuan kepada seluruh masyarakat
sekitar tempat dilangsungkannya perkawinan bahwa salah seorang dari warganya telah sah
menjadi pasangan suami-istri. Di samping itu, tujuanya adalah memberitahukan kepada semua
lapisan masyarakat agar turut meramaikan acara perkawinan tersebut, termasuk ikut memberikan
doa kepada kedua pengantin. Upacara ini beragam bentuknya, tergantung adat yang berlaku di
masing-masing daerah Melayu.
Dalam upacara arak-arakan ini, yang dibawa adalah beragam alat kelengkapan. Namun, yang
paling utama dibawa adalah jambar, di Riau lebih dikenal dengan semerit, pahar (poha), atau
dulang berkaki. Isi dalam jambar terdiri dari tiga unsur, yaitu: unsur kain baju atau pakaian
dengan kelengkapan perias, unsur makanan, dan unsur peralatan dapur. Ketiga unsur tersebut
mengandung makna tentang kehidupan manusia sehari-hari. Jumlah jambar ditentukan
berdasarkan adat setempat, asalkan maknanya sesuai dengan nilai Islam. Jumlah 17 adalah sama
dengan jumlah rukun shalat, jumlah 17 terkait dengan jumlah rakaat sehari semalam, dan jumlah
25 terkait dengan jumlah rasul pilihan.
Upacara penyambutan arak-arakan pengantin laki-laki biasanya bentuknya tiga macam, yaitu
permainan pencak silat, bertukar tepak induk, dan berbalas pantun pembuka pintu. Dalam
kegiatan permainan pencak silat, makna yang terkandung di dalamnya adalah bahwa pengantin
laki-laki sebagai calon kepala rumah tangga perlu ditantang kejantanan dan kepiawainnya. Meski
hanya sebagai simbol, pencak silat juga mengandung makna persahabatan dan kasih sayang yang
dibungkus dengan jiwa kepahlawanan. Setelah permainan silat, rombongan pengantin
melanjutkan perjalanannya, biasanya diteruskan dengan kegiatan “perang beras kunyit” antara
pihak pengantin laki-laki dan pihak yang menyambutnya.
Setelah permainan silat dan perang beras kunyit selesai, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
bertukar tepak induk. Kenapa tepak perlu ditukar? Sebab, simbol tepak melambangkan rasa tulus
hati dalam menyambut tamu dan juga sebagai lambang persaudaraan. Isi dalam tepak berupa
daun sirih, kapur, gambir, pinang, dan tembakau. Kegiatan ini dilakukan setelah rombongan
pengantin laki-laki masuk ke halaman rumah pengantin perempuan. Kegiatan ini dapat dilakukan
di dalam atau di luar rumah.
Bertukar Tepak melambangkan ketulusan hati dan bersebatinya
dua keluarga menjadi satu.
Kegiatan terakhir dalam upacara langsung adalah berbalas pantun pembuka pintu yang dilakukan
di ambang pintu rumah pengantin perempuan. Kegiatan ini bentuknya adalah saling bersahutan
pantun antara pemantun pihak pengantin laki-laki dengan pemantun pihak pengantin perempuan
yang disaksikan oleh Mak Adam. Fungsi dari kegiatan ini biasanya dipahami sebagai bentuk izin
untuk memasuki rumah pengantin perempuan. Setelah Mak Adam atau pemantun pihak
pengantin perempuan membuka kain penghalang pintu dan mempersilahkan tamu untuk masuk,
maka kegiatan ini dianggap selesai.
4. 6. c. Upacara Bersanding
Acara bersanding merupakan puncak dari seluruh upacara perkawinan. Setelah pasangan
pengantin berijab-kabul, pengantin laki-laki akan balik ke tempat persinggahannya untuk
beristirahat sejenak. Demikian halnya pengantin perempuan perlu kembali ke balik bilik untuk
istirahat juga. Setelah keduanya beristirahat kemudian dilangsungkan upacara bersanding. Wakil
pihak pengantin perempuan menemui wakil pihak pengantin laki-laki dengan membawa sebuah
bunga yang telah dihias dengan begitu indah. Bunga yang diberikan ini menandakan bahwa
pengantin perempuan telah siap menanti kedatangan pengantin laki-laki ke tempat persandingan.
Pengantin laki-laki kemudian dijemput untuk disandingkan dengan pasangannya.
Upacara ini merupakan lanjutan dari upacara bersanding yang disaksikan oleh masyarakat umum
secara lebih luas. Upacara ini dimulai dengan proses kedatangan iring-iringan rombongan
pengantin memasuki pintu gerbang tempat dilangsungkannya resepsi perkawinan. Rombongan
pengantin akan disambut dengan bunyi-bunyian kopang dan diarak sampai pengantin duduk di
pelaminan. Upacara ini biasanya dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur‘an.
Sedangkan ucapan tahniah adalah sambutan penyampaian salam tahniah dari wakil jemputan
kepada kedua pengantin juga kepada seluruh keluarganya, yang tentunya diiringi dengan doa dan
harapan baik terhadap masa depan perkawinan mereka. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah
ungkapan adat:
Rentang antara ucapan alu-aluan dan ucapan tahniah biasanya diselingi dengan adanya
penyampaian nasehat perkawinan oleh seseorang yang telah ditunjuk.
Upacara pembacaan doa sudah umum dilakukan di berbagai adat perkawinan, termasuk dalam
adat Melayu. Dengan dibacakannya doa diharapkan bahwa semua yang dihadir dalam majelis
perkawinan, termasuk kedua pengantinnya, agar diberikan rahmat, karunia, dan keselamatan
dalam mengarungi bahtera hidup ini. Dalam ungkapan adat disebutkajn:
Walau tinggi derajat dan pangkat pengantin, walau lanjut
pendidikan, pernikahan adalah hidup baru, maka petuah
dan doa tetua amatlah perlu.
Upacara ini bentuknya adalah makan bersama antara kedua pengantin dengan para tetua keluarga
yang dilakukan di depan pelaminan. Pesan yang ingin disampaikan dalam kegiatan ini adalah
kerukunan yang terbina antara pasangan pengantin dengan seluruh keluarga, saudara, dan
sahabatnya.
Makan Nasi Hadap-hadapan mencerminkan kerukunan pasangan
suami istri dengan sanak keluarga, sahabat handai, serta saudara mara.
4. 6. h. Ucapan Tahniah
Sebagai penutup dalam upacara hari langsung biasanya ditandai dengan ucapan tahniah
(penyampaian ucapan selamat) dari seluruh yang hadir kepada kedua pasangan pengantin.
Bedanya dengan ucapan tahniah sebelumnya, dalam kegiatan ini yang disampaikan adalah
ucapan selamat yang langsung tertuju pada pasangan pengantin dengan cara bersalam-salaman.
5. Pasca-Upacara Perkawinan
5. 1. Malam Keluarga
Setelah melakukan upacara hari langsung, kedua pengantin kemudian berkunjung ke rumah
orang tua pengantin laki-laki untuk “menyembah” (menghormati) mereka termasuk bertemu
dengan seluruh keluarganya. Sebelum melakukan upacara menyembah, perlu dilakukan
perkenalan keluarga pengantin laki-laki kepada keluarga pengantin perempuan jika hal itu dirasa
perlu oleh karena letak kedua keluarga yang jauh. Dalam upacara menyembah, yang “disembah”
bukan hanya kedua orang tua pengantin laki-laki tetapi juga bagian dari keluarga tersebut yang
termasuk dihormati. Acara ini bisa dilakukan setelah selesainya seluruh rangkaian upacara
pekawinan. Sebuah ungkapan adat menyebutkan:
Mertua sama jua orang tua, maka sembah sujud pun diunjukkan pula.
Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam upacara ini adalah mandi damai atau mandi hias.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa kedua pengantin telah
bersatu menjadi pasangan suami-istri yang sah. Untuk itulah, pihak keluarga menyampaikan rasa
syukur dan terima kasih kepada seluruh sahabat dan handai taulan yang telah menyukseskan
terselenggaranya upacara pernikahan mereka. Dalam sebuah ungkapan adat disebutkan:
Pasangan pengantin dimandikan dengan air bunga dan tolak bala yang maknanya adalah sebagai
perlambang terhadap pensucian niat mereka dalam menghadapi bahtera hidup berumah tangga
dan agar mereka dapat terhindar dari segala malapetaka, hasrat dengki, dan sebagainya.
Menjejakkan kaki di atas padi dan beras maknanya adalah sebagai perlambang harapan agar
mereka dapat hidup makmur, aman, dan dikaruniai keturunan yang baik. Sedangkan berjalan
meniti gelang cincin adalah sebagai perlambang agar mereka dapat sabar dalam menghadapi
segala bahaya dan tantangan dalam hidup.
Jika dua hati telah bersebati, ijab-kabul telah pula dilalui,
maka tiada lagi penghalang memadu hati.
Setelah melakukan kegiatan mandi damai, kemudian dilakukan kegiatan suruk-surukan. Dalam
kegiatan ini, pengantin perempuan “disurukkan” di antara kumpulan ibu-ibu dan nenek-nenek
secara terselubung. Pengantin laki-laki kemudian diminta untuk mencari mana istrinya di antara
kumpulan-kumpulan tersebut.
Upacara ini ditutup dengan jamuan santap siang bersama sebagai tanda syukur kepada Allah
SWT atas terselengaranya upacara perkawinan dengan sukses. Di samping itu, upacara ini juga
sebagai bentuk pernyataan rasa terima kasih terhadap seluruh keluarga dan masyarakat yang ikut
menyukseskan acara ini. Kegiatan ini menandai berakhirnya seluruh rangkaian upacara
perkawinan.
6. Penutup
Secara umum, adat perkawinan melayu adalah sebagaimana telah dijelaskan dalam tahapan-
tahapan di atas, mulai dari proses perkawinan, persiapan menuju hari perkawinan, upacara
perkawinannya sendiri, hingga pasca upacaranya. Hanya saja, perbedaan adat perkawinan di
berbagai daerah yang termasuk dalam geo-budaya Melayu adalah terletak pada perbedaan istilah,
nama, dan dialeknya. Ada juga sejumlah daerah yang memiliki keunikan tersendiri dalam adat
atau upacara perkawinan. Varian-varian jinilah yang akan dibahas dalam bagian tersendiri.
Wallahu A‘lam.
Namun,
Bila di dalam menyambut kedatangan
Pihak calon Pengantin Pria
Dan keluarga besar Bapak DR. H. AHMAD NAJIB
Serta Bapak-bapak/Ibu-ibu/Tuan-tuan dan Puan-puan
antara
AWAN LAZUARDI, ST. MT. BIN DR. H. AHMAD NAJIB
dengan
INTAN BAIDURI PERMATASARI, SE. MM. BINTI DR. H. NAWAR DJAZULI
Karena,
Tapi,
Hutang tak boleh dianjak-anjak
Hutang tak boleh dialih-alih
Bila dianjak dia layu
Bila dialih dia mati
Marilah kita mulai acara resepsi pernikahan ini dengan mendengarkan lantunan ayat-ayat suci
Al-Quran yang dibacakan oleh Qoriah Rosmani
Demikianlah tadi pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran yang telah kita simak dengan penuh
khidmat. Semoga Kita semua mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT. Amin ya robbal
alamin.
Selanjutnya kita beranjak ke acara berikutnya, yaitu sepatah kata pengganti sekapur sirih dari
ahli bait Keluarga DR. H. NAWAR DJAZULI dan Keluarga DR. H. AHMAD NAJIB. Dalam
hal ini ahli bait akan diwakili oleh Bp. H. MUHAMMAD ASAD. Kepada Bp. H.
MUHAMMAD ASAD kami persilahkan.
Kedatangan Bapak-bapak/Ibu-ibu/Tuan-tuan
dan Puan-puan
Kami terima dengan muka yang jernih
Kami sambut dengan hati yang suci
Kami tunggu dengan dada yang lapang
Namun,
Bila di dalam menyambut kedatangan
Bapak-bapak/Ibu-ibu/Tuan-tuan dan Puan-puan
Entah terdapat salah dan silih
Entah tersalah adat dengan adab
Entah tersalah tegak dan letak
Yang patut tidak dipatutkan
Yang tua lupa didahulukan
Yang alim lupa dimuliakan
Yang adat lupa diadatkan
Yang dahulu terkemudiankan
Lupa didahulukan selangkah
Lupa ditinggikan seranting
antara
Ananda AWAN LAZUARDI, ST. MT. BIN DR. H. AHMAD NAJIB
dengan
Ananda INTAN BAIDURI PERMATASARI, SE. MM. BINTI DR. H. NAWAR DJAZULI
Resepsi malam ini diadakan dalam rangka mera‘ikan pernikahan tersebut sekaligus mohon do‘a
restu dari anggota majelis untuk kedua mempelai. Semoga Allah SWT memberikan keberkahan,
kebahagiaan berupa anak keturunan yang soleh dan taat kepada Allah SWT, yang akan berbakti
kepada kedua orang tuanya, bangsa dan negaranya. Amin ya robbal alamin.
Hendaknya nasehat pernikahan ini bukan saja tertuju dan menjadi perhatian bagi kedua
pengantin yang baru ini, akan tetapi bisa juga tertuju dan akan menjadi lebih baik bila menjadi
perhatian dan peringatan bagi pengantin yang sudah lama dan kita semua. Semoga Allah
memberkahi kita semua. Amin.