Anda di halaman 1dari 19

MUHAMMAD HARIFKI

1909112606
Analisis Kasus
Dilihat dari sisi hukum, kasus matinya Mirna termasuk kasus yangmultifaset,
karena banyak aspek hukum yang bisa dijadikan bahan analisis.Setidaknya
ada tiga dimensi yang dapat digunakan. Dimensi pertama dilihatdari sisi
hukum pembuktian, dalam hal ini yang dianalisis adalah apakahbukti-bukti
sudah cukup untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Dimensi kedua
adalah jenis delik yang dilakukan oleh pelaku, apakah delikpenganiayaan
yang menyebabkan kematian, pembunuhan biasa ataupembunuhan
berencana, jenis delik ini sangat ditentukan oleh kadar kesalahan pelaku.
Dimensi ketiga adalah dimensi kausalitas. Dalam hal ini analisis
hanyadibatasi pada aspek pembuktian.Dalam beberapa kali persidangan
kasus tersebut telah dihadirkanbeberapa saksi ahli untuk memberikan
keterangan terkait dengan keahliannyaguna pemeriksaan perkara dan untuk
menemukan bukti tentang penyebabkematian Mirna dan untuk mengetahui
bersalah tidaknya terdakwa Jessicayang dituduh telah melakukan tindak
pidana pembunuhan.
Dalam beberapa kali persidangan kasus tersebut telah
dihadirkanbeberapa saksi ahli untuk memberikan keterangan
terkait dengan keahliannyaguna pemeriksaan perkara dan untuk
menemukan bukti tentang penyebabkematian Mirna dan untuk
mengetahui bersalah tidaknya terdakwa Jessicayang dituduh
telah melakukan tindak pidana pembunuhan.
Kasus pembunuhan Mirna menjadi sulit dibuktikan mengingat
jenazah tidak dilakukan autopsi. Autopsi merupakan
pemeriksaan menyeluruh padatubuh orang yang telah
meninggal. Autopsi dilakukan untuk mengetahuipenyebab dan
bagaimana orang tersebut meninggal. Ada beberapa
alasanmengapa jenazah Mirna tidak diautopsi. Alasan pertama,
atas permintaan daripenyidik polisi. Penyidik hanya meminta
dilakukan pengambilan dari sampellambung, empedu, hati dan
urine. Kedua, saat itu jenazah Mirna sudah dalam kondisi
diawetkan dan dirias.
Pada kasus tersebut perlu adanya pembuktian apakah Jessica benar-
benar bersalah melakukan pembunuhan. Dalam hukum acara
pidana,pembuktian memegang peranan yang sangat penting. Pada
hakekatnya,pembuktian dimulai sejak diketahui adanya peristiwa
hukum. Namun tidaksemua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur
pidana. Apabila ada unsur tindakpidana (bukti awal telah terjadi tindak
pidana) maka barulah proses tersebutdimulai dengan mengadakan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan,persidangan dan seterusnya.
Hukum acara pidana sendiri menganggap bahwapembuktian
merupakan bagian yang sangat penting untuk menentukan
nasibseorang terdakwa. Bersalah atau tidaknya sebagaimana
didakwakan dalamsurat dakwaan ditentukan dalam proses pembuktian.
Pembuktian merupakan hal yang paling penting pada proses
beracaradalam persidangan, karena pembuktian memuat ketentuan
yang berisipedoman tatacara yang dibenarkan undang-undang untuk
membuktikankesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakanketentuan yang mengatur yang dibenarkan
undang-undang dan yang bolehdipergunakan oleh hakim untuk
membuktikan kesalahan terdakwa.Sehubungan dengan hal tersebut,
maka para hakim harus selalu berhati-hati,cermat, dan matang dalam
menilai dan mempertimbangkan masalahpembuktian. Hakim harus
menilai sampai dimana batas minimum kekuatanpembuktian atau bewij
krachts dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal184 KUHAP.
Demikian halnya dalam kasus pembunuhan.
Dalam proses persidangan, hal yang penting adalah dalam
prosespembuktian, sebab jawaban yang akan ditemukan dalam proses
pembuktianmerupakan salah satu hal yang utama untuk Majelis Hakim
dalammemutuskan suatu perkara tindak pidana. Pasal 183 KUHAP
menyatakanbahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang,
kecuali apabiladengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia
memperolehkeyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwaterdakwalah yang bersalah melakukannya.Dalam penjelasan Pasal
183 KUHAP dinyatakan bahwa ketentuantersebut demi tegaknya kebenaran,
keadilan dan kepastian hukum bagiseseorang. Selanjutnya pada Pasal 184
ayat (1) KUHAP menyatakan bahwaalat bukti yang sah ialah keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Pasal 1 butir 27 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dimaksud
denganketerangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara
pidana yangberupa keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ialihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan
alasan daripengetahuannya tersebut. Ahli adalah orang yang dapat
memberikan keterangan gunakepentingan penyidikan, penuntutan dan
peradilan tentang suatu perkarapidana yang ia mempunyai keahlian
khusus tentangnya. Keterangan ahliadalah keterangan yang diberikan
oleh seorang yang memiliki keahlian khusustentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana gunakepentingan
pemeriksaan. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh darihasil
pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.
Pada kasus dengan terdakwa Jessica, ada beberapa saksi ahli
yangdiajukan oleh penuntut umum maupun dari pihak Jessica
yang memberikanketerangan di depan sidang. Masing-masing
saksi ahli memberikan keteranganseesuai dengan keilmuannya
masing-masing. Dari keterangan-keterangan parasaksi ahli
tersebut diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi hakim
untuk memberikan putusan.
• Keterangan ahli menjadi sorotan dalam kasus kematian Wayan Mirna
Salimin. Polisi telah menetapkan Jessica Kumala Wongso sebagai
tersangkapada yang lalu. Mirna dan Jessica bersahabat dekat, motif
asmara diduga adadi balik kasus tragis tersebut. Pengungkapan
kasus kematian Mirna melibatkanbanyak saksi. Namun, sejauh yang
diketahui, ada enam orang saksi ahli yangterlibat untuk mengungkap
kasus ini, salah satunya adalah Guru BesarPsikologi Universitas
Indonesia Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono. Ahli lainyang dilibatkan
ialah hipnoterapi. Yayat Supriatna dari tim pengacaratersangka
Jessica, menyatakan keberatan terhadap langkah
penyidikmengerahkan ahli hipnoterapi untuk memeriksa Jessica
dalam kasus kematian Mirna.
• Keterlibatan ahli dalam kasus pidana terkait kematian yang disebabkanracun
sangat diperlukan. Pasal 133 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam halpenyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindakpidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahlikedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Terang benderangketentuannya
bahwa keterangan ahli diperlukan dalam persidangan. Menurut penjelasan
Pasal 1 butir 28 KUHAP, yang dimaksud denganketerangan saksi ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seseorang yangmemiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terangsuatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan. Keahlian khusus yangdimiliki oleh seorang saksi
ahli tidak dapat dimiliki oleh sembarangan orang,karena merupakan suatu
pengetahuan yang pada dasarnya dimiliki oleh orangtertentu.
• Seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal
yangdilihat, didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal
yang menjadiatau di bidang keahliannya yang ada hubungannya
dengan perkara yangsedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu
diperkuat dengan alasan sebabkeahliannya atau pengetahuannya
sebagaimana pada keterangan saksi. Apayang diterangkan saksi
adalah hal mengenai kenyataan dan fakta. Sedang keterangan ahli
adalah suatu penghargaan dan kenyataan dan/atau kesimpulanatas
penghargaan itu berdasarkan keahliannya. Apabila keterangan
ahlidiberikan pada tingkat penyidikan, maka sebelum memberikan
keterangan,ahli harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih
dahulu.
• Melihat ketentuan sebagaimana diatur KUHAP, terutama pada
tahappenyidikan pemeriksaan ahli tidaklah semutlak pemeriksaan
saksi-saksi. Saksiahli dipanggil dan diperiksa apabila penyidik
menganggap perlu untukmemeriksanya (Pasal 120 ayat (1) KUHAP).
Maksud dan tujuan pemeriksaanahli, agar peristiwa pidana yang
terjadi bisa terungkap lebih terang.Pemeriksaan ahli akan menjadi
mutlak manakala jaksa memberikan petunjukkepada penyidik untuk
dilakukan pemeriksaan ahli.KUHAP tidak menyebut kriteria yang jelas
tentang siapa itu ahli.Dengan perkembangan teknologi yang semakin
pesat maka tidak terbatasbanyaknya keahlian yang dapat memberikan
keterangan sehinggapengungkapan perkara akan semakin terang,
terutama menyangkut tindakpidana penyalahgunaan narkotika.
• Seorang ahli umumnya mempunyai keahlian khusus di
bidangnya baikformal maupun informal karena itu tidak perlu
ditentukan adanya pendidikanformal, sepanjang sudah diakui
tentang keahliannya. Orang yang menjadi ahli setelah dipanggil
ke suatu sidang pengadilanuntuk memberikan keterangan
sesuai keahliannya tetapi dengan menolakkewajiban itu ia
dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-
undang yang berlaku.Ahli yang telah hadir memenuhi panggilan
dalam rangka memberikanketerangan di semua tingkat
pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biayamenurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Keterangan ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji,
tidakdapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi
hanyalah merupakanketerangan yang dapat menguatkan
keyakinan hakim. Ahli tersebutmengangkat sumpah atau
mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akanmemberi
keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik- baiknya
kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat,
pekerjaan atau jabatannya yangmewajibkan ia menyimpan
rahasia dapat menolak untuk memberikanketerangan yang
diminta.
• Jika pengadilan menganggap perlu, seorang ahli wajib bersumpah atauberjanji
sesudah ahli itu selesai memberi keterangan. Dalam hal ahli tanpaalasan yang sah
menolak untuk bersumpah atau berjanji, maka pemeriksaanterhadapnya tetap
dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketuasidang dapat dikenakan
sandera di tempat rumah tahanan negara paling lamaempat belas hari.Keterangan ahli
juga dapat dijadikan barang bukti jika berbentuk suratketerangan dari seorang ahli
yang memuat pendapat berdasarkan keahliannyamengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi danpadanya. Keterangan ahli dapat juga sudah
diberikan pada waktu pemeriksaanoleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan
dalam suatu bentuklaporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia
menerima jabatanatau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan
olehpenyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, dimintauntuk
memberikan keterangan dan, dicatat dalam berita acara pemeriksaan.Keterangan
tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim.
• Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti dalam perkara pidana
bisaberupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keteranganterdakwa. Hal-hal yang sudah diketahui umum,
tidak perlu dibuktikan lagi.Pada prinsipnya, penggunaan alat
bukti saksi dan surat dalam hukum acarapidana tidak berbeda
dengan hukum acara perdata. Baik dalam bentuk
maupunkekuatannya. Namun, ada alat bukti lain yang perlu
diketahui dalam perkarapidana yaitu keterangan ahli, alat bukti
petunjuk dan keteranganterdakwa/pelaku.
• Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yangmemiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan
untukmemperjelas perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Menurut Pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak
untuk menjernihkanduduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang
maupun terdakwa/ penasehathukum. Terhadap kondisi ini, hakim
dapat memerintahkan melakukanpenelitian ulang oleh instansi semula
dengan komposisi personil yangberbeda, serta instansi lain yang
memiliki kewenangan. Kekuatan keteranganahli ini bersifat bebas dan
tidak mengikat hakim untuk menggunakannyaapabila bertentangan
dengan keyakinan hakim. Dalam hal ini, hakim masihmembutuhkan
alat bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yangsesungguhnya.
• Pasal 183 KUHAP menyatakan, bahwa hakim tidak bolehmenjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnyaada dua alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakpidana benar-
benar terjadi dan terdakwalah yang benar-benar melakukannya.Hakim
mempunyai kebebasan tersendiri dalam memberikan hukumanterhadap
setiap perbuatan yang dilakukan oleh setiap pelaku tindak pidana,meskipun
tindak pidananya sama bukan berarti hukuman yang akan diterimasama,
karena hakim mempunyai keyakinan dan pendapat yang berbeda-
beda.Apabila dalam suatu kasus yang diajukan di persidangan dan hakim
tidakmenemukan hukumnya dalam peraturan perundang-undangan, maka
hakimwajib mencari hukumnya sendiri. Hakim tidak boleh mencari-cari
kasus agardiselesaikan di persidangan karena hakim harus bersikap pasif
dalam hal ini.

Anda mungkin juga menyukai