Husamuddin MZ
STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh
Email: husamuddin_2013@yahoo.com
Abstrak
Alquran dari segi wurūd (keberadaannya) merupakan tsubūt al-wurūd dan Hadis
zhannial-wurūd. Adapun dilalah ke duanya ada yang qath’i dilalah dan zhanni dilalah. Dalam
meng-istinbath hukum dari ke dua sumber tersebut digunakan tiga metode; lughawiyah,
ta’liliyah, dan istishlahiah. Transfusi darah sebagai salah satu persoalan hukum kontemporer
dan tidak ditemukan dalam pembahasan kitab-kitab fikih lama (klasik), bahkan dalam nash
pun tidak disebutkan secara eksplisit, harus dicari jawabannya demi memberikan kepastian
dan kejelasan hukum masyarakat muslim. Upaya menemukan dalil harus ditempuh dengan
tiga metode tersebut sampai ditemukan jawaban yang memuaskan. Penelitian dilakukan
dengan mengunakan metode deskriptif analisis, dengan teknik data liblary research (penelitian
kepustakaan). Hasil penelitian diketahui bahwa: (1) Kaidah lughawiyah yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah transfusi darah adalah hamlu al-muṭlaq ‘ala al-muqayyad (2) secara
ta’liliyah, ‘illat yang menjadi dasar pengharaman transfusi darah adalah menodai kemuliaan
manusia, mudharat dan jijik (kotor). Namun jika ‘illat hilang maka hukumpun hilang (berubah).
Sesuai dengan kaidah; al-hukm yadūru ma’a ‘illatihi wujūdan wa ‘adaman (3) masalah transfusi
darah ini masuk dalam ranah muamalah bukan ibadah, maka kaidah yang digunakan adalah
al-aṣl fi al-asyyā’ al-ibāhah hatta yadullu al-dalīl ‘ala tahrīmiha, dan al-aṣl fi al-‘ādāt wa al-
mu’āmalah al-iltifāt ila al-ma’ānī wa al-maqāṣid wa al-hikam wa al-asrār.
103
ISSN: 2085-2541
ayat Alquran dan Hadis) yang bertemakan pembahasan ini ditutup dengan bab penutup
sama dan saling berkaitan (metode tematik atau kesimpulan.
atau maudhū’ī). Setelah itu diidentifikasi Dalam penulisan penelitian ini,
masalah tersebut (tema yang dibahas) melalui penulis menggunakan metode maudhū’ī
pendekatan bahasa, ta’liliah, dan istislahiah, (tematik) dalam proses pengumpulan tema
serta kaidah apa saja yang bisa digunakan yang sama terhadap masalah yang dikaji.
untuk memperkuat dan mempertajam terhadap Maka kitab mu’jam menjadi sarana dalam
kesimpulan yang dicapai. melihat nash untuk suatu tema yang dibahas.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba Al-Mu’jam Al-Mufahras li alfāz al-Hadīts
membahas tentang tranfusi darah. Bagaimana Al-Nabawi karya Arent Jan Wensinck,1 dan
upaya mencari dalil dan upaya mengidentifikasi Mu’jam Mufahras li alfāz Alquran al-Karim
masalah —dalam hal ini adalah tranfusi karya Muhammad Fuād ‘Abdu al-Bāqī,2
darah— baik melalui kaidah lughawiyah, keduanya adalah kitab yang penulis gunakan
ta’liliyah dan istislahiah. Kemudian kasus dalam proses menemukan dalil. Selanjutnya
transfusi darah tersebut ditelaah, apakah dilihat pendapat para ulama dan metode
termasuk dalam ranah ibadah, muamalah atau ijtihadnya,lalu dianalisa dan disimpulkan baik
jinayat. Selanjutnya apakah darah merupakan dari sisi dalil dan kaidah yang digunakan.
barang sehingga boleh dimiliki atau bukan
barang sehinga tidak boleh dimiliki. Jika darah B. Pembahasan
tidak boleh diperjualbelikan, lalu kenapa 1. Macam-macam Penalaran
diperbolehkan jika dalam bentuk sedekah Al Yasa’ Abubakar melakukan
(tabarru’). Semua pertanyaan tersebut akan pembagian metode penalaran menjadi
penulis bahas dalam tulisan ini dalam kerangka tiga model atau pola, yaitu lughawiyah
ilmu uṣūl fikih. (kebahasaan), ta’liliyah (mempertimbangkan
Sistematika penulisan terdiri dari rasio logis), dan istiṣlahiyyah (yang intinya
tiga bab yaitu pendahuluan, pembahasan adalah upaya mendudukkan perbuatan
dan penutup. Bab pembahasan, penulis yang sedang dipecahkan atau dicarikan
memulai dari macam-macam penalaran, ini hukumnya itu dalam salah satu dari tiga jenis
dirasa perlu untuk mengukur dan menilai kategori yang ada: ḍaruriyyat, hajiyyat, dan
penalaran apa yang digunakan oleh ulama tahsiniyyat. Menurut Al Yasa’, penggunaan
dalam merumuskan hukum transfusi darah. metode ini harus dimulai dengan lughawiyah,
Selanjutnya melakukan pencarian dalil yang apabila tidak memberi kepuasan atau
yang berkaitan dengan pembahasan, dan belum dapat menyelesaikan masalah akan
identifikasi masalah. Dalam identifikasi dilanjutkan dengan ta’liliyah, dan setelah
masalah penulis menguraikan beberapa istilah itu apabila tidak memberi kepuasan atau
penting dan masalah terkait tema yang dibahas
seperti definisi darah, pengertian transfusi 1 Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam Al-Mufahras
li alfāz al-Hadīts Al-Nabawi, (Leiden: E.J. Brill, 1936).
darah, keharaman dan kenajisan darah, 2 Muhammad Fuād ‘Abdu al-Bāqī, Al-Mu’jam
masalah terkait transfusi darah, dan analisis. al-Mufahras li al-Fāzh al-Qur’ān al-Karīm, (Kairo:
Dar al-Hadis, 2001).
penulis mencoba menelusuri ayat-ayat ddan
Hadis yang secara umum membicarakan
tentang darah. Sejauh penelusuran penulis,
tidak ada ditemukan dalam nash baik Alquran
dan Hadis terkait masalah tranfusi darah. Oleh
karena itu, penulis berusaha memaparkan
ayat-ayat dan Hadis yang berbicara —yang
menyinggung— tentang darah. Adapun ayat- Artinya: Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh
dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
ayat yang membicarakan tentang darah yaitu:
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan
12 �������������������������������������������������������
11 Wahbah al-Zuhaily, Uṣūl Fiqh al-Islāmī, DepartemenAgamaRI,Al-QurandanTerjemahan,
jld. I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), h. 417. cet. X, (Jawa Barat: Diponegoro, 2005).
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui Artinya: “keduanya makan darah pada masa
batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha jahiliyah”, (HR. Ahmad).
Pengampun lagi Maha penyayang”, (QS. al-
An’am: 145).
17
.فاغسيل عنك الدم ثم صيل
Artinya: “maka cucilah olehmu darah itu lalu
Adapun Hadis yang berkaitan shalatlah”, (HR. Bukhari).
dan membicarakan tentang darah, ketika
melacaknya dalam kitab al-mu’jam al- 3. Identifikasi Masalah
mufahras li alfāz al-hadīts al-nabawi, penulis a. Definisi darah
menemukan banyak Hadis yang menyebut Kata darah jika dilihat dalam bahasa
kata-kata al-dam (darah) baik itu berhubungan arab adalah al-dam, jama’nya adalah al-
dengan haidh, najis, sembelihan, dan jiwa. dimā’. Kata al-dam dalam al-misbāh al-
Adapun darah yang secara khusus disebutkan munīr merupakan suatu nama yang keluar
haram bersamaan dengan bangkai tidak begitu dari luka. Ia juga berasal dari kata dammay,
banyak.13 Berikut beberapa Hadis yang penulis dikatakan; ‘dammay al-jarḥu kharaja minhu
kutip dari beberapa referensi yang dianggap al-dam’artinya luka itu mengeluarkan darinya
memiliki hubungan dengan pembahasan; darah. Lalu kata al-dam digunakan pada
lafazh ini, baik itu keluar disebabkan karena
ول اللَّ ِه َص َّل ُ ق ََال َر ُس: ض اللَّ ُه َع ْن ُه َم ق ََال َ ِ َع ْن ابْنِ ُع َم َر َرluka (al-jurḥ) atau bukan.18 Dalam Kamus
: ِ فَأَ َّما الْ َم ْيتَتَان. ِ اللَّ ُه َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أُ ِحل َّْت لَ َنا َم ْيتَتَانِ َو َد َمانBesar Bahasa Indonesia darah diartikan
فَالطِّ َح ُال َوالْ َك ِب ُد: ِ فَالْ َج َرا ُد َوالْ ُحوتُ َوأَ َّما ال َّد َمانcairan terdiri atas plasma, sel-sel merah
Artinya: “dari Ibnu Umar Radliyallaahu dan putih yang mengalir dalam pembuluh
‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu darah manusia atau binatang,darah juga
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Dihalalkan
bagi kita dua macam bangkai dan dua macam diartikan dengan keturunan dan pembawaan.
19
darah. Dua macam bangkai itu adalah Sibawaih menyatakan bahwa al-dam berasal
belalang dan ikan, sedangkan dua macam dari kata damyun atas wazan fa’lun dengan
darah adalah hati dan limpa,”(HR. Ahmad sukun, karena jama’ nya adalah dimā’dan
&Ibnu Majah).14
kata damyin seperti kata ẓabyin20, ẓibā’in dan
15
... ما انهر الدم و ذُكر اسم الل ِه عليه فكل
Artinya: “apa yang 16 Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam …, h. 147.
17 Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam …, h. 148.
18 Lajnah min asātizah qism al-fiqh al-
13 Lihat: Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam Al- muqārin, Qaḍayā fiqhiyah Mu’āṣirah, (Kairo: Jāmi’ah
Mufahras li alfāz al-Hadīts Al-Nabawi, (Leiden: E.J. al-Azhar, 2004), h. 132.
Brill, 1936), h. 145-148. 19 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
14 al-San’āny, Subulussalām …, h.28-29. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi II, cet. X,
15 Muhammad ibn Ismail al-Amir al-Yamani (Jakarta: Balai Pustaka, 1999).
al-ṣan’āny, Subulussalām Syarḥu Bulūghu al-Marām, 20 ẓabyun jika dilihat dalam kamus bermakna
tahqiq: wa takhrij Khalil Ma’mun Syiḥā, juz IV, (Beirut: kijang. lihat; Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Muhdlor, Al-
Darul Ma’rifah, 1995), h. 134. ‘Aṣrī, kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: t.p. 1998),
الحاجة تنزل منزلة الرضورة عامة أو خاصةtidak lepas dari semangat perubahan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam uṣūl
Artinya: “kebutuhan dapat menempati posisi
fikih.60 Adanya pembicaraan secara khusus
darurat, baik bersifat umum maupun khusus”.
masalah transfusi darah dalam hukum
األصل يف املنافع االباحة Islam, merupakan efek dari perkembangan
Artinya: “prinsip dasar pada masalah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
manfaat adalah boleh”. kedokteran.
Tidak adanya dalil yang jelas (sharih)
Dengan demikian Al-Sa’dī —dan tentang transfusi darah, maka ini menjadi
semua yang membolehkan transfusi darah— ‘ladang’ ijtihadi para ulama. Karena kegiatan
dalam melihat kasus transfusi darah tidak transfusi darah bukan merupakan ibadah murni
berhenti pada penggunaan kaidah lughawiyah, (mahdhah), namun ia bagian dari mu’amalah
namun ia juga meluruskan penggunaan kaidah yang bersifat kemanusiaan dan tidak untuk
ta’liliyah dalam mengidentifikasi masalah ini dibisniskan. Dengan demikian, kebolehan
yang dianggap tidak relevan. Maka kebolehan tersebut sesuai dengan kaidah;
tersebut hanya bisa diidentifikasi dengan
hilangnya ‘illat lama. Dengan kata lain, jika
الدليل عىل تحرميها
ُ َّ األصل يف األشياء اإلباح ُة حتى
يدل
Artinya: “bahwasanya segala sesuatu
‘illat-nya ada maka hukumpun ada begitu itu boleh hukumnya, kecuali kalau ada dalil
juga sebaliknya. Sebegaimana dalam kaidah yang mengharamkannya”.61
disebutkan;
Dalam kaidah yang lain disebutkan62;
58 Yusuf al-Qaraḍāwi, Dirāsah Fī Fiqh
Maqāṣid …, h. 231-233. األصل يف العادات و املعامالت االلتفات اىل املعاين و
59 Lihat: Abdulllah ibn Abdul Aziz & Nabil
ibn Kamal, Madkhal al-Fiqh al-Islamy;Dirasah 60 Silakan baca lebih lanjut: Al Yasa’
Muqaranah, cet. 3, (Riyadh: Maktabah Malik AbuBakar, Metode Istislahiah; Pemanfaatan Ilmu
Fahad, 1417 H), h. 161, Nashr Farid Muhammad Pengetahuan dalam Uṣūl Fiqh, (Jakarta: KENCANA,
Washil & Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id 2016), h. 267-335.
Fiqhiyyah, cet. 2, (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 61 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, …, h. 50.
21, 73, Jalāl al-Din Abdurrahman Al-Suyūṭī, Al- 62 Abu Isḥāq al-Syāṭibī, Al-Muwāfaqāt, … h.
Asybah wa Al-Naẓā’ir, cet. 3, (Kairo: Darussalam, 305-307, Yusuf al-Qaraḍāwi, Dirāsah Fī Fiqh Maqāṣid
2006), …, h. 202.