Anda di halaman 1dari 18

ISSN: 2085-2541

UPAYA MENCARI DALIL DAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH MELALUI


KAIDAH LUGHAWIYAH, TA’LILIYAH DAN ISTISHLAHIAH
(STUDI KASUS TRANSFUSI DARAH)

Husamuddin MZ
STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh
Email: husamuddin_2013@yahoo.com

Abstrak
Alquran dari segi wurūd (keberadaannya) merupakan tsubūt al-wurūd dan Hadis
zhannial-wurūd. Adapun dilalah ke duanya ada yang qath’i dilalah dan zhanni dilalah. Dalam
meng-istinbath hukum dari ke dua sumber tersebut digunakan tiga metode; lughawiyah,
ta’liliyah, dan istishlahiah. Transfusi darah sebagai salah satu persoalan hukum kontemporer
dan tidak ditemukan dalam pembahasan kitab-kitab fikih lama (klasik), bahkan dalam nash
pun tidak disebutkan secara eksplisit, harus dicari jawabannya demi memberikan kepastian
dan kejelasan hukum masyarakat muslim. Upaya menemukan dalil harus ditempuh dengan
tiga metode tersebut sampai ditemukan jawaban yang memuaskan. Penelitian dilakukan
dengan mengunakan metode deskriptif analisis, dengan teknik data liblary research (penelitian
kepustakaan). Hasil penelitian diketahui bahwa: (1) Kaidah lughawiyah yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah transfusi darah adalah hamlu al-muṭlaq ‘ala al-muqayyad (2) secara
ta’liliyah, ‘illat yang menjadi dasar pengharaman transfusi darah adalah menodai kemuliaan
manusia, mudharat dan jijik (kotor). Namun jika ‘illat hilang maka hukumpun hilang (berubah).
Sesuai dengan kaidah; al-hukm yadūru ma’a ‘illatihi wujūdan wa ‘adaman (3) masalah transfusi
darah ini masuk dalam ranah muamalah bukan ibadah, maka kaidah yang digunakan adalah
al-aṣl fi al-asyyā’ al-ibāhah hatta yadullu al-dalīl ‘ala tahrīmiha, dan al-aṣl fi al-‘ādāt wa al-
mu’āmalah al-iltifāt ila al-ma’ānī wa al-maqāṣid wa al-hikam wa al-asrār.

Kata Kunci: Kaidah lughawiyah, ta’liliyah, istishlahiah, transfusi darah.

A. Pendahuluan memberi kepuasan kepada masyarakat.


Dalam upaya mencari dalil dan Alquran dan Hadis sebagai sumber
mengidentifikasi suatu masalah hukum, maka dan dalil utama dalam proses istinbath tidak
seorang mujtahid atau peneliti tentunya harus selamanya memberi keterangan yang jelas
memulai dan melakukan dengan pendekatan terhadap suatu masalah, apalagi jika masalah
kebahasaan (lughawiyah) dalam istilah yang tersebut merupakan hal yang belum pernah
lain adalah pendekatan bayani. Jika pendekatan muncul sebelumnya, namun muncul pada
ini dirasa kurang memuaskan maka dilakukan zaman sekarang ini (masalah kontemporer).
pendekatan ta’liliyah, apabila kesimpulan Maka dengan demikian dibutuhkan langkah-
hukum dengan pendekatan ta’liliyah dirasakan langkah dalam upaya mencari dalil, lalu
belum memadai dan memuaskan maka harus mengidentifikasi masalah yang akhirnya bisa
ditempuh cara ketiga yaitu dengan pendekatan memberi kesimpulan fikih. Di antara langkah
istislahiyyah. Ketiga upaya tersebut harus yang bisa ditempuh dalam upaya mencari dalil
ditempuh agar dalam penemuan hukum bisa adalah dengan menghimpun semua nash (ayat-

103
ISSN: 2085-2541
ayat Alquran dan Hadis) yang bertemakan pembahasan ini ditutup dengan bab penutup
sama dan saling berkaitan (metode tematik atau kesimpulan.
atau maudhū’ī). Setelah itu diidentifikasi Dalam penulisan penelitian ini,
masalah tersebut (tema yang dibahas) melalui penulis menggunakan metode maudhū’ī
pendekatan bahasa, ta’liliah, dan istislahiah, (tematik) dalam proses pengumpulan tema
serta kaidah apa saja yang bisa digunakan yang sama terhadap masalah yang dikaji.
untuk memperkuat dan mempertajam terhadap Maka kitab mu’jam menjadi sarana dalam
kesimpulan yang dicapai. melihat nash untuk suatu tema yang dibahas.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba Al-Mu’jam Al-Mufahras li alfāz al-Hadīts
membahas tentang tranfusi darah. Bagaimana Al-Nabawi karya Arent Jan Wensinck,1 dan
upaya mencari dalil dan upaya mengidentifikasi Mu’jam Mufahras li alfāz Alquran al-Karim
masalah —dalam hal ini adalah tranfusi karya Muhammad Fuād ‘Abdu al-Bāqī,2
darah— baik melalui kaidah lughawiyah, keduanya adalah kitab yang penulis gunakan
ta’liliyah dan istislahiah. Kemudian kasus dalam proses menemukan dalil. Selanjutnya
transfusi darah tersebut ditelaah, apakah dilihat pendapat para ulama dan metode
termasuk dalam ranah ibadah, muamalah atau ijtihadnya,lalu dianalisa dan disimpulkan baik
jinayat. Selanjutnya apakah darah merupakan dari sisi dalil dan kaidah yang digunakan.
barang sehingga boleh dimiliki atau bukan
barang sehinga tidak boleh dimiliki. Jika darah B. Pembahasan
tidak boleh diperjualbelikan, lalu kenapa 1. Macam-macam Penalaran
diperbolehkan jika dalam bentuk sedekah Al Yasa’ Abubakar melakukan
(tabarru’). Semua pertanyaan tersebut akan pembagian metode penalaran menjadi
penulis bahas dalam tulisan ini dalam kerangka tiga model atau pola, yaitu lughawiyah
ilmu uṣūl fikih. (kebahasaan), ta’liliyah (mempertimbangkan
Sistematika penulisan terdiri dari rasio logis), dan istiṣlahiyyah (yang intinya
tiga bab yaitu pendahuluan, pembahasan adalah upaya mendudukkan perbuatan
dan penutup. Bab pembahasan, penulis yang sedang dipecahkan atau dicarikan
memulai dari macam-macam penalaran, ini hukumnya itu dalam salah satu dari tiga jenis
dirasa perlu untuk mengukur dan menilai kategori yang ada: ḍaruriyyat, hajiyyat, dan
penalaran apa yang digunakan oleh ulama tahsiniyyat. Menurut Al Yasa’, penggunaan
dalam merumuskan hukum transfusi darah. metode ini harus dimulai dengan lughawiyah,
Selanjutnya melakukan pencarian dalil yang apabila tidak memberi kepuasan atau
yang berkaitan dengan pembahasan, dan belum dapat menyelesaikan masalah akan
identifikasi masalah. Dalam identifikasi dilanjutkan dengan ta’liliyah, dan setelah
masalah penulis menguraikan beberapa istilah itu apabila tidak memberi kepuasan atau
penting dan masalah terkait tema yang dibahas
seperti definisi darah, pengertian transfusi 1 Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam Al-Mufahras
li alfāz al-Hadīts Al-Nabawi, (Leiden: E.J. Brill, 1936).
darah, keharaman dan kenajisan darah, 2 Muhammad Fuād ‘Abdu al-Bāqī, Al-Mu’jam
masalah terkait transfusi darah, dan analisis. al-Mufahras li al-Fāzh al-Qur’ān al-Karīm, (Kairo:
Dar al-Hadis, 2001).

104 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541
belum dapat menyelesaikan masalah akan Menurut Al Yasa’ Abubakar,
disempurnakan lagi dengan istiṣlahiyyah.3 kebanyakan kitab uṣūl fikih tidak menjelaskan
Nasrun Rusli juga membagi cara-cara langkah yang baku dan sistematis
pendekatan dalam istinbath hukum menjadi untuk penggunaan mashalih mursalah
tiga yaitu pendekatan melalui kaidah-kaidah (istishlahiyyah), baik sebagai dalil maupun
kebahasaan, pendekatan melalui maqāṣid al- metode penalaran. Buku-buku tersebut
syari’ah, dan pendekatan melalui tarjih.4 biasanya memberi penjelasan bahwa penalaran
Pada hakikatnya pembagian metode istishlahiyyah akan digunakan bersama-sama
istinbath sudah dilakukan dan diperkenalkan dengan penalaran lughawiyah atau ta’liliyyah.
jauh sebelumnya oleh dua tokoh ulama Mashalih mursalah (istishlahiyyah) dianggap
pembaharu bidang uṣūl fikih, yaitu Muhammad telah digunakan apabila penetapan hukum
Salam Madkur dalam kitabnya al-madkhal ila atau pembuatan definisi atas sesuatu perbuatan
‘ilm uṣūl al-fiqh (Kairo, 1967 M) dan Ma’ruf dilakukan berdasarkan pertimbangan maslahat
al-Dawalibi dalam kitabnya al-madkhal atau munāsabah (relevansi) yang terkandung
ila ‘ilm uṣūl al-fiqh (Beirut, 1965 M). Ke di dalamnya. Dalam penalaran ta’liliyah,
duanya mengelompokkan metode istinbath pertimbangan (metode) istishlahiyyah
(ijtihad) menjadi tiga bagian; 1. Bayaniah, dianggap telah digunakan sebagai bagian dari
2. Qiyasiyah, dan 3. Istishlahiyah. Dengan penalaran ini apabila pencarian dan penentuan
demikian metode yang ditawarkan Alyasa’ ‘illat dilakukan dengan mempertimbangkan
Abubakar pada hakikatnya sama dengan yang maslahat yang disebutkan di dalam nash, atau
telah dilakukan ke dua ulama tadi, hanya dicari dan disimpulkan melalui pertimbangan
saja metode bayaniah diganti dengan istilah munāsabah.6
lughawiyah, qiyasiyah diganti dengan istilah Adapun langkah-langkah yang
ta’liliyah. Adapun metode yang ke tiga masih ditempuh dalam penalaran istishlahiyyah
dengan istilah yang sama. Penjelasan tentang menurut Duski ada delapan langkah,
penggunaan ‘illat sebagai dasar untuk ber- sedangkan Al Yasa’ Abubakar menawarkan
istinbath (penalaran ta’liliyah) sudah dibahas tujuh langkah, menurut penulis langkah-
secara panjang oleh Muhammad Mushtafa langkah yang ditawarkan ke duanya memiliki
Syalabi dalam kitabnya ta’lil al-ahkām‘ardh substansi yang sama dengan beberapa
wa tahlīl liṯarīqati al-ta’līl wa taṯawwarātihā perbedaan. Di antara perbedaan mendasar
fi ‘uṣūr al-ijtihād wa al-taqlīd (terbit perdana yaitu Al Yasa’ Abubakar memasukkan capaian
kairo, 1949).5 ilmu pengetahuan dan teknologi modern
3 Al Yasa’ AbuBakar, Metode Istishlahiah; 1363 H/1944 M untuk meraih syahadah al-‘alamiyah
Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Uṣūl Fiqih, dari derajat guru besar pada fikih Islam dan uṣūl fikih,
(Banda Aceh: PPs IAIN Ar-Raniry & Bandar di fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, dan
Publishing, 2012), h. 339. beliau berhasil mendapatkan nilai tertinggi dalam
4 Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Syaukani; sejarah spesialis di Fakultas Syariah. Lihat: Muhammad
Relevansinya bagi Pembaharuan Hukum Islam di Mushtafa Syalabī,ta’lil al-ahkam, cet. 2, (Beirut: Dar
Indonesia, (Jakarta: Logos, 1999), h. 37-44. al-Nahdah al-‘Arabi, 1981), h. 1.
5 Kitab ini awalnya merupakan sebuah 6 Al Yasa’ AbuBakar, Metode Istislahiah;
risalah (penelitian) yang diajukannya ke masyikhah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Uṣūl Fiqh,
al-Azhar(kumpulan para ulama senior al-Azhar) tahun (Jakarta: Kencana, 2016), h 63.

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 105


ISSN: 2085-2541
dalam kegiatan penalaran. itu qath’i (qath’i al-dilālah) atau juga zhanni
Berikut langkah-langkah yang (zhanni al-dilālah). Dalil syar’i juga tidak
ditempuh dalam penalaran istislahiah yang menafikan peran akal (qadhāya al-‘uqūl),
sudah penulis ringkas dan simpulkan7; sebagaimana juga dalil syar’i bisa berupa
a. Menentukan masalah atau tema yang sesuatu yang dirujuk murni pada naql (al-
akan dibahas. naql al-maḥsh) dan bisa berupa bersifat
b. Mengumpulkan dan mengidentifikasi ra’yu semata (al-ra’y al-maḥdh).Semua dalil
semua nash hukum yang relevan syar’i dibangun atas dua alasan (mabnī ‘ala
dengan persoalan yang akan dicari muqaddimatayn), yaitu taḥqīq manāth al-
jawabannya. hukm (mewujudkan tempat bergantungnya
c. Meneliti dan mempelajari pendapat hukum), dan nafsu al-hukm al-syar’i (kembali
para ulama masa lalu. pada hukum syara’ itu sendiri).9
d. Memahami makna nash-nashhukum
Dalil syar’i yang ditetapkan dalam
tersebut satu per satu dan kaitan antara
Alquran jika itu bersifat mutlak (ghayr
satu sama lain.
muqayyad), dan tidak ada aturan dan ketentuan
e. Mencermati ‘illat hukum yang
yang menjadikannya lebih khusus, maka
dikandung oleh nash tersebut.
pemahaman terhadap dalil tersebut kembali
f. Mempelajari adat istiadat (budaya)
pada makna yang masuk akal atau rasional
dari masyarakat muslimin yang
dan ini semua bergantung padapandangan
kepada mereka hasil ijtihad (istinbath)
(nazhar) si mukalaf. Contoh seperti ini banyak
itu akan diberlakukan.
ditemukan dalam hal-hal adat kebiasaan yang
g. Menggunakan hasil dan capaian ilmu
ma’qūl al-ma’nay, seperti; dalam hal yang
pengetahuan dan teknologi modern.
perintah ada keadilan, kebaikan atau ihsan,
pengampunan (al-‘afw), kesabaran, syukur, dan
2. Pencarian Dalil Kasus Tranfusi
dalam hal yang dilarang seperti kezhaliman,
Darah
kekejian, munkar, bughay (pemberontakan).
Berbicara tentang dalil, Syathibi Adapun dalil yang ditetapkan dalam Alquran
membahasnya secara panjang lebar pada bab jika bersifat muqayyad (ghayr muthlak),
al-adillah al-syar’iyyah dalam kitabnya al- maka dalil seperti ini kembali pada aturan
muwāfaqāt.8 Menurutnya semua dalil syar’i dan ketentuan yang itu bersifat ta’abbudi,
memiliki dua kemungkinan, yaitu bisa dalil di mana tidak ada petunjuk bagi pandangan
mukalaf. Contohnya dalam bidang ibadah,
7 Langkah-langkah tersebut lebih detail bisa karena ibadah pada dasarnya tidak ada tempat
dirujuk pada: Duski Ibrahim, Metode Penetapan Hukum
Islam; Membongkar Konsep al-Istiqra’ al-Ma’nawi bagi akal baik tentang tata caranya dan lain
asy-Syathibi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. sebagainya.10
189, & Al Yasa’ AbuBakar, Metode Istislahiah …, h.
72-75.
8 Abu Isḥāq al-Syāṭibī Ibrāhīm ibn Mūsa al- 9 Abu Isḥāq al-Syāṭibī, Al-Muwāfaqāt, … h.
Lakhmī al-Gharnāṭi al-Mālikī, Al-Muwāfaqāt fī Uṣūl 3-31.
al-Syarī’ah, jld. III, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 10 Abu Isḥāq al-Syāṭibī, Al-Muwāfaqāt, … h.
2001), h. 3-317. 33.

106 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541
Maka sampai di sini penulis 1. QS. Al-Baqarah ayat 173;
menyimpulkan bahwa semua dalil berkaitan                                              
                                                 
dengan ibadah itu muqayyad atau munḍabiṭah
dan semua dalil yang tidak berkaitan tentang
ibadah —dalam hal ini bidang muamalah—                                            
pada umumnya lebih banyak bersifat mutlak 
(ghayr muqayyad). Kemudian sejauh bacaan Artinya: “Sesungguhnya Allah Hanya
dan pemahaman penulis, Syathibi meskipun mengharamkan bagimu bangkai, darah,
secara panjang membahas tentang dalil syar’i daging babi, dan binatang yang (ketika
namun penulis tidak menemukan ia membahas disembelih) disebut (nama) selain Allah.
secara eksplisit tentang definisi dari dalil’ itu tetapi barangsiapa dalam keadaan
sendiri. terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
Wahbah al-Zuhaily memberi definisi
batas, Maka tidak ada dosa baginya.
dalil secara etimologi berarti petunjuk kepada
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
sesuatu, baik yang bersifat material (hissiy)
Maha Penyayang”, (QS. Al-Baqarah: 173).12
maupun non material (ma’nawi). Sedangkan
secara terminologi dalil mengandung arti suatu
2. QS. Al-Maidah ayat 3;
indikator yang dijadikan landasan berpikir
yang benar dalam memperoleh hukum syara’ 
yang bersifat praktis.11 
Sebagaimana yang telah disebutkan Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan)
langkah-langkah dalam kegiatan penalaran bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
di atas, maka dalam mencari dalil terhadap yang disembelih atas nama selain Allah …”,
kasus tranfusi darah, maka harus dikumpulkan (QS. al-maidah: 3).
terlebih dahulu nash-nash yang berkaitan
dengan kasus transfusi darah. dalam hal ini, 3. QS. al-An’am ayat 145;


penulis mencoba menelusuri ayat-ayat ddan
Hadis yang secara umum membicarakan
tentang darah. Sejauh penelusuran penulis, 
tidak ada ditemukan dalam nash baik Alquran 

dan Hadis terkait masalah tranfusi darah. Oleh
karena itu, penulis berusaha memaparkan
ayat-ayat dan Hadis yang berbicara —yang 
menyinggung— tentang darah. Adapun ayat- Artinya: Katakanlah: “Tiadalah Aku peroleh
dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
ayat yang membicarakan tentang darah yaitu:
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan
12 �������������������������������������������������������
11 Wahbah al-Zuhaily, Uṣūl Fiqh al-Islāmī, DepartemenAgamaRI,Al-QurandanTerjemahan,
jld. I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), h. 417. cet. X, (Jawa Barat: Diponegoro, 2005).

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 107


ISSN: 2085-2541
itu bangkai, atau darah yang mengalir atau mengalirkandarah(disembelih) dan
daging babi - Karena Sesungguhnya semua disebutkan nama Allah, maka makanlah …”,
itu kotor - atau binatang yang disembelih (HR. Bukhari dan Muslim).
atas nama selain Allah. barangsiapa yang
dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak .‫و أكال الدم يف الجاهلية‬
16

menginginkannya dan tidak (pula) melampaui Artinya: “keduanya makan darah pada masa
batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha jahiliyah”, (HR. Ahmad).
Pengampun lagi Maha penyayang”, (QS. al-
An’am: 145).
17
.‫فاغسيل عنك الدم ثم صيل‬
Artinya: “maka cucilah olehmu darah itu lalu
Adapun Hadis yang berkaitan shalatlah”, (HR. Bukhari).
dan membicarakan tentang darah, ketika
melacaknya dalam kitab al-mu’jam al- 3. Identifikasi Masalah
mufahras li alfāz al-hadīts al-nabawi, penulis a. Definisi darah
menemukan banyak Hadis yang menyebut Kata darah jika dilihat dalam bahasa
kata-kata al-dam (darah) baik itu berhubungan arab adalah al-dam, jama’nya adalah al-
dengan haidh, najis, sembelihan, dan jiwa. dimā’. Kata al-dam dalam al-misbāh al-
Adapun darah yang secara khusus disebutkan munīr merupakan suatu nama yang keluar
haram bersamaan dengan bangkai tidak begitu dari luka. Ia juga berasal dari kata dammay,
banyak.13 Berikut beberapa Hadis yang penulis dikatakan; ‘dammay al-jarḥu kharaja minhu
kutip dari beberapa referensi yang dianggap al-dam’artinya luka itu mengeluarkan darinya
memiliki hubungan dengan pembahasan; darah. Lalu kata al-dam digunakan pada
lafazh ini, baik itu keluar disebabkan karena
‫ول اللَّ ِه َص َّل‬ ُ ‫ ق ََال َر ُس‬: ‫ض اللَّ ُه َع ْن ُه َم ق ََال‬ َ ِ ‫ َع ْن ابْنِ ُع َم َر َر‬luka (al-jurḥ) atau bukan.18 Dalam Kamus
: ِ‫ فَأَ َّما الْ َم ْيتَتَان‬. ِ‫ اللَّ ُه َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أُ ِحل َّْت لَ َنا َم ْيتَتَانِ َو َد َمان‬Besar Bahasa Indonesia darah diartikan
‫ فَالطِّ َح ُال َوالْ َك ِب ُد‬: ِ‫ فَالْ َج َرا ُد َوالْ ُحوتُ َوأَ َّما ال َّد َمان‬cairan terdiri atas plasma, sel-sel merah
Artinya: “dari Ibnu Umar Radliyallaahu dan putih yang mengalir dalam pembuluh
‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu darah manusia atau binatang,darah juga
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Dihalalkan
bagi kita dua macam bangkai dan dua macam diartikan dengan keturunan dan pembawaan.
19

darah. Dua macam bangkai itu adalah Sibawaih menyatakan bahwa al-dam berasal
belalang dan ikan, sedangkan dua macam dari kata damyun atas wazan fa’lun dengan
darah adalah hati dan limpa,”(HR. Ahmad sukun, karena jama’ nya adalah dimā’dan
&Ibnu Majah).14
kata damyin seperti kata ẓabyin20, ẓibā’in dan
15
... ‫ما انهر الدم و ذُكر اسم الل ِه عليه فكل‬
Artinya: “apa yang 16 Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam …, h. 147.
17 Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam …, h. 148.
18 Lajnah min asātizah qism al-fiqh al-
13 Lihat: Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam Al- muqārin, Qaḍayā fiqhiyah Mu’āṣirah, (Kairo: Jāmi’ah
Mufahras li alfāz al-Hadīts Al-Nabawi, (Leiden: E.J. al-Azhar, 2004), h. 132.
Brill, 1936), h. 145-148. 19 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
14 al-San’āny, Subulussalām …, h.28-29. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi II, cet. X,
15 Muhammad ibn Ismail al-Amir al-Yamani (Jakarta: Balai Pustaka, 1999).
al-ṣan’āny, Subulussalām Syarḥu Bulūghu al-Marām, 20 ẓabyun jika dilihat dalam kamus bermakna
tahqiq: wa takhrij Khalil Ma’mun Syiḥā, juz IV, (Beirut: kijang. lihat; Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Muhdlor, Al-
Darul Ma’rifah, 1995), h. 134. ‘Aṣrī, kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: t.p. 1998),

108 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541
ẓubyun, atau seperti kata dalwin21, dilā’in dan Kata transfusi darah berasal dari
dulyin. Al-Jawhari berkata; al-dam berasal bahasa Inggris yaitu ‘blood transfution’, yang
dari kata damawun dengan tahrīk (berbaris berarti memasukkan darah orang lain ke dalam
atas pada huruf mim), maka dengan demikian pembuluh darah orang yang akan ditolong.
mereka berkata; damiya, yadmay yaitu kasrah Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan
sebelum huruf waw, seperti kata radhiya- jiwa seseorang yang kehabisan darah karena
yardhay-ridwan.22 kecelakaan atau akibat lainnya. Menurut
Secara terminologi Mahmud Nazhim Husnain Muhammad Makhluf, transfusi
mendefinisikan darah suatu cairan yang darah dalam kesehatan adalah mengambil
berwarna merah yang mengalir dalam manfaat dari darah manusia dengan cara
pembuluh darah tubuh.23 Ahmad Ibrahim memindahkannya dari yang sehat kepada
mengartikan darah adalah benda cair (cairan) yang sakit demi menyelamatkan hidupnya.25
yang berwarna merah yang terdapat dalam Transfusi darah adalah proses menyalurkan
perangkat saluran tubuh dan mengisi pembuluh darah atau produk berbasis darah dari satu
dan didatangkan pada urat (pembuluh darah) orang ke sistem oranglainnya. Transfusi
setiap tulang belakang yang aktif, membawa darah berhubungan dengan kondisi medis
sumber makanan, oksigen, dan segala zat yang seperti kehilangan darah dalam jumlah besar
berfungsi untuk melawan penyakit ke seluruh disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak
tubuh, sebagaimana ia juga memindahkan berfungsinya organ pembentuk sel darah
karbondioksida dari semua anggota tubuh ke merah.26
dua paru-paru untuk dikeluarkan.24 Dengan Dengan demikian transfusi darah
demikian darah bisa disimpulkan cairan adalah memanfaatkan darah manusia dengan
berwarna merah yang mengandung plasma, cara memindahkannya dari tubuh orang yang
sel merah dan sel putih yang mengalir sehat kepada orang yang membutuhkan untuk
dalam pembuluh yang ada dalam tubuh yang pengobatan dan mempertahankan hidupnya.
memiliki fungsi tertentu.
c. Keharaman dan Kenajisan Darah
b. Pengertian Transfusi Darah Pada ayat di atas, darah merupakan
suatu yang diharamkan karena ia merupakan
h. 1249. rijsun (kotor). Namun dalam dua ayat lainnya
21 Dalwun bermakna ember kata darah hanya diharamkan setelah bangkai
22 �������������������������������������������������������
AbīAl-FaḍlJamalAl-DīnMuhmaadIbnMukarram tanpa menyebut ia itu rijsun, dan kata darah
Ibn Manẓūr Al-Afrīqī Al-Miṣrī, Lisān al- yang diharamkan karena ia merupakan najis
‘Arabi, jld. XI, cet. VI, (Beirut: Dār al-Fikri,
1997), h. 419.
23 Mahmud Naẓim al-Nasīmī, Al-Ṭibb al- 25 Imam Jauhari, Kaidah-kaidah Hukum Islam;
Nawawī wa ‘Ilmu al-Hadīts, cet. III, (Beirut: Muassasah Sebagai Teori Hukum Islam dalam Menyelesaikan
al-Risalah, 1996), h. 259. Kasus-kasus Hukum, (Medan: Perdana Publishing,
24 Ahmad Ibrahim al-Hiyāri, Al-Mas’uliyyah 2012), h. 42.
al-Taqṣīriyyah ‘an ‘amal al-Ghayr; Dirāsah Tahliliyyah 26 Wahyu Dwi Astuti & Agung Dwi Laksono,
Intiqādiyyah Tārīkhiyyah, Muwāzanah bayna al- Keamanan Darah di Indonesia; Potret Keamanan
Qanūn al-Madanī al-Urdunī wa al-Qanūn al-Faransī, Transfusi Darah di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan
(Yordania: Dar al-Wa’il, 2003). Kepulauan,(Surabaya: Health Advocacy, 2013), h. 2.

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 109


ISSN: 2085-2541
atau sesuatu yang menjijikkan itu adalah darah bermakna lebih kurang ‘keduanya makan
yang bersifat masfūḥah (mengalir). Adapun darah pada masa jahiliyah’.Adapun surat
darah yang tidak mengalir (ghayr masfūḥah al-maidah ayat 3, Al-Ṣābūnī membahasnya
) —beku atau tidak cair— maka dibolehkan dengan memulai dari ayat 1 sampai ayat 4 dalam
(halal), hal ini merujuk pada Hadis nabi di atas satu bab tentang makanan yang diharamkan.
yang menghalalkan dua darah, yaitu limpa dan Mengutip dari tafsir al-Kabir karya Al-Rāzī
hati. Dengan demikian, dari Hadis tersebut dan tafsir Thabari, ia menyebutkan bahwa
yang memberi pengecualian pada dua hal (hati asbab al-nuzūl-nya berdasarkan riwayat dari
dan limpa), ini menjadi dalil akan keharaman Ibnu ‘Abbas bahwasanya orang-orang musyrik
semua bentuk darah yang lain selain hati dan ketika menunaikan haji ke baitullah, mereka
limpa.27 membawa binatang sembelihan ke ka’bah dan
Sejauh bacaan penulis, tidak ada menyembelihnya31 serta membesarkan syiar
ditemukan secara khusus asbābal-nuzūl tersebut, lalu kaum muslimin ingin merubah
dari surat al-baqarah ayat 172-17328, namun itu maka turunlah ayat ini. Ini merupakan
ada sumber yang mengatakan ayat di atas sebab turun dari ayat 2 surat al-maidah.32
menunjukkan bahwa masyarakat Arab Dengan demikian sebab khusus turun ayat
jahiliah sebelum turun ayat ini memang ke-3 memang tidak ada.
makan dan minum darah. Jika merasa lapar Pengharaman darah pada ayat-ayat
mereka mengambil bagian tertentu dari di atas adalah karena darah mengandung zat
tulang atau semisalnya dan mengumpulkan yang membahayakan bagi tubuh manusia,
apa yang bisa keluar darinya darah lalu maka hikmah tidak diharamkannya dua
meminumnya29 dan jika membutuhkan darah bangkai (belalang dan ikan) dan dua darah
tersebut mereka juga mencari unta atau hewan (limpa dan hati) menurut Sya’rawi, karena
lain dan mengeluarkan darah darinya lalu benda-benda tersebut; seperti bangkai ikan
meminumnya.30 Kesimpulan demikian bisa tidaklah sama seperti bangkai lainnya yang
jadi benar, mengingat ada Hadis yang tersebut jika disembelih mengeluarkan darah yang
di atas, yang diriwayatkan oleh Ahmadyang mengalir, begitu juga dengan belalang. Limpa
dan hati juga bukan darah karena darah itu
27 al-ṣan’āny, Subulussalām …, h.28. sifatnya mengalir, sedangkan hati dan limpa33
28 Di antara kitab tafsir yang penulis telusuri
adalah tafsir Thabari, lihat: Abi Ja’far Muhammad ibn
Jarir Al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī: Jāmi’ul bayan ‘an 31 Salah satu kebiasaan Jahiliyah adalah
ta’wīl Āyil Qur’an, tahqiq: Dr. Abdullah bin Abdul menyembelih binatang qurban lalu dagingnya
Muhsin Al-Turki, juz III, (t.k.: Dār Hijr, 2003), h. disebarkan di sekeliling ka’bah dan darahnya disapu
53 dst., tafsir ibnu Katsir, lihat: ‘Imād al-Dīn Abī al- atau disiram ke dinding ka’bah. Lihat tafsir dari surat
Fidā’ Isma’il Ibn Katsīr al-Dimasyqī (w.774 H), Tafsīr al-Kautsar.
al-Qur’an al-‘Aẓīm, jld. II, (Giza: Maktabah Aulād 32 Muhammad Ali Al-Ṣābūnī, Rawāi’ al-
al-Syaikh li al-Turats, 2000), h. 147 dst., dan tafsir Bayān Tafsīr ayāt al-Ahkām, (Kairo: Dār al-ṣābūnī,
sya’rawi, lihat Muhammad Mutwali al-Sya’rawi, Tafsīr 2007), h. 378.
al-Sya’rawi, jld. II, h. 716. 33 Ibnu Abbas ditanyakan tentang al-
29 Yusuf al-Qaraḍāwi, Al-Halāl wa Al-Harām ṭiḥāl (limpa), beliau menjawab; ‘makanlah, mereka
fī al-Islām, cet. 28, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004), menjawab, sesungguhnya ia itu darah’, Ibnu Abbas
h. 44-45. menjawab ‘sesungguhnya yang diharamkan pada
30 http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails, kalian itu adalah darah yang mengalir (al-masfūḥ).
diakses pada tgl. 4 pukul 21.00 Lihat: Yusuf al-Qaraḍāwi, Al-Halāl wa Al-Harām …, h.

110 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541
adalah jenis daging yang bergumpal (kental menggunakannya dengan satu dan lain cara
atau beku). Maka hal ini diperkuat dengan sebelum melaksanakan tugasnya, tindakan
adanya Hadis —seperti yang telah disebutkan tersebut dilakukan agar jiwanya tidak ragu
di atas— yang menghalalkan dua bangkai dan dan tidak pula cemas ketika melaksanakan
dua darah. Lebih lanjut, Sya’rawi menyatakan perbuatan tersebut.38
keharaman bangkai tersebut adalah karena
adanya darah yang bertahan dalam bangkai d. Masalah Seputar Tranfusi Darah
dan darah tersebut tidak mengalir, maka dalam Sejauh penelusuran penulis, kasus
hal ini darah lebih wajib dan utama dalam transfusi darah tidak ditemukan dalam
keharamannya.34 pembahasan kitab-kitab fikih lama (klasik),
Selanjutnya, ayat yang menyebut hal ini tidak mengherankan mengingat
keharaman pada darah yang mengalir, transfusi darah merupakan penemuan baru
inimenjadi dalil bagi Imam Syafi’i akan dalam dunia kedokteran.39 Terjadi dua
kenajisan darah haidh dan darah lainnya35, Ibnu pendapat tentang hukum transfusi darah,
Qudamah menyebutkan bahwa darah itu najis yaitu kelompok yang mengatakan boleh dan
berdasarkan Hadis nabi kepada Asma’ yang kelompok yang mengatakan tidak boleh. Di
menyuruh untuk mencucikannya.36 Selain itu antara para ulama yang membolehkan adalah
juga ada Hadis riwayat Bukhari —yang telah Al-Syanqiṭī dengan alasan adanya kepentingan
disebutkan di atas— di mana Nabi menyuruh yang darurat.40 Syarīf al-Dīn mengatakan jika
untuk mencucikan darah lalu menyuruh pengobatan pasien yang sakit atau lukadan
kerjakan shalat. Selain itu, para ulama sepakat menyelamatkan nyawanya bergantung pada
bahwa darah haram dan najis tidak boleh transfusi darah dan tidak ditemukan obat
dimakan (diminum) dan juga tidak boleh halal yang lain dalam penyembuhan dan
dimanfaatkan.37 Quraish Shihab menyebutkan penyelamatan seorang pasien, maka transfusi
darah yang mengalir tersebut diharamkan darah dibolehkan tanpa keraguan meskipun
dikarenakan aromanya yang membusuk dari seorang non-muslim, begitu juga dalam
apabila terkena udara, dankarena ia mengalir penyembuhan salah satu bagian anggota
ke seluruh tubuh dengan membawa kuman-
kuman yang terdapat dalam tubuh. Bahkan 38 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-
Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol.
juga karena ia memberi pengaruh negatif pada 3, cet. VII, (Tangerang: Lentera Hati, 2006), h. 19.
perilaku manusia. Konon pelaku pembunuhan 39 Proses tranfusi darah perdana dilakukan
oleh Jean Baptiste Denis pada tahun 1668, kemudian
dan kriminal, seringkali meminum darah atau Richard Lower dengan memindahkan darah binatang
ke tubuh manusia, namun tidak bertahan lama di mana
45. si penerima donor darah ini mengalami kematian,
34 Muhammad Mutwali al-Sya’rawi, Tafsīr al- sehingga kegiatan tranfusi darah ini dilarang pada
Sya’rawi …, h. 716. tahun1678, dan kegiatan tranfusi darah berhenti
35 Muhammad Idris al-Syāfi’ī, Al-Umm, jld. sampai 150 tahun lamanya. Lihat: Abdurrahim ibn
II, (Manshura: Darul Wafa’, 2008), h. 146. Abdurrahman Khalif, Tārīkh Naql al-Dam; Awwalu
36 Abu Muhammad Muwaffaq al-Dīn ‘amaliyah Zar’u Nasīj Hay,http//www.ta-u.com.
Abdullah ibn Qudāmah al-Muqaddisī, Al-Kāfī, (Beirut: 40 Muhammad ibn Muhammad al-Mukhtar
Darul Fikri, 1992), h. 112. Al-Syanqiṭī, Ahkām al-Jarāḥah al-Ṭibbiyah wa al-Ātsār
37 Muhammad Ali Al-Ṣābūnī, Rawāi’ al- al-Mutarattibah ‘alayhā, cet. 2, (Jeddah: Maktabah
Bayān …, h. 115-116. Sahabiyah, 1995), h. 580.

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 111


ISSN: 2085-2541
tubuh.41 Jād al-Haq berpendapat bahwa boleh adalah Hasan Ali al-Syādzilī dalam bukunya
memindahkan (cangkok) bagian anggota tubuh ‘hukm naql a’ḍāi al-Insān fī al-Fiqh al-
manusia secara cuma-cuma (tabarru’) dengan Islāmī’, Abdu al-Salām Abdu al-Rahīm al-
beberapa syarat, sebagaimana dibolehkan juga Sukrī dalam bukunya ‘Naql wa Dzirā’ah al-
untuk menyumbangkan darah.42 Jād al-Haq A’dhā’ al-Ādamiyah min Manzhūr Islāmī’,
dalam hal ini, transfusi darah dianggap sama Muhammad Mutwali al-Sya’rāwī dalam
dengan memindahkan salah satu anggota buku ‘Min al-Alifi ila al-Yā’ yang ditulis oleh
tubuh manusia ke orang lain, karena darah Thāriq Habīb, Abdurrahman al-‘Adawi dalam
juga merupakan salah satu bagian dari anggota majalah minbar al-Islām.45
tubuh manusia. Para ulama yang memboleh transfusi
Majelis mujamma’ fikih Islamli darah secara cuma-cuma (tabarru’)
rābithah al-‘ālam al-islāmī, menetapkan mensyaratkan beberapa syarat agar transfusi
bahwa transfusi darah (naql al-dam) tidaklah darah ini —syarat yang sama juga berlaku
haram hukumnya.43Al-Qarāḍawi juga terhadap cangkok anggota tubuh yang lain—
membolehkan jika memenuhi syarat yang dibenarkan dan dibolehkan dalam hukum
ditentukan sebelum proses transfusi darah. Islam, syarat-syarat tersebut adalah46;
Lebih lanjut ia juga membolehkan bagi 1) Tidak menyebabkan kemudharatan
penyedia stok darah (bank darah misalnya) atau kerusakan bagi pendonor,
mengambil biaya operasional sebagai ganti meskipun kuat dugaan bisa
dari usaha yang mereka lakukan dalam memberi manfaat bagi penerima
mengumpulkan dan menjaga darah tersebut. atau orang lain (resipien).
Sebagaimna Islam membolehkan memberikan 2) Pasien (resipien) benar-benar
upah bagi pihak yang membagikan zakat membutuhkan terhadap darah
dari harta zakat itu sendiri. Demikian juga tersebut, dan ditetapkan bahwa
memberikan upah bagi pekerja dalam transfusi darah tersebut benar bisa
pengumpulan darah, dibolehkan.44 memberi manfaat bagi resipien
Adapun para ulama yang tidak dan tidak menimbulkan efek
membolehkan memberikan salah satu samping di masa akan datang. Hal
bagian dari tubuh manusia kepada orang lain ini dibuktikan dengan kesaksian
(cangkok) atau dalam hal transfusi darah dokter yang adil.
3) Tidak ada cara lain untuk
41 Ahmad Syarīf al-Dīn, Al-Ahkām al- menggantikan pengobatan selain
Syar’iyyah li A’māli al-Ṭibbiyah, (t.k, t.p, 1987), h. dengan tranfusi darah.
202, Ahmad Muhammad Kan’ān, Al-Muwassi’ah al-
Ṭibbiyah, (t.k: Dar al-Nafais, 2000), h. 423. 4) Tidak menimbulkan bahaya bagi
42 Jād al-Haq ‘ala Jād al-Haq, Buhūts wa
Fatawa Islamiyah fi Qadhāyā Mu’āshirah, jld. III, (t.k. 45 Lajnah min asātizah qism al-fiqh al-
t.p. t.t.), h. 428. muqārin, Qaḍayā fiqhiyah …, h. 411.
43 Ali Ahmad al-Sālūs, Al-Iqtiṣād al-Islāmī 46 Lihat: Yusuf al-Qaraḍāwi, Fatāwa …,
al-Qaḍayā al-Fiqhiyyah al-Mu’āṣirah, (Beirut: h. 910-914, Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, cet. 8,
Muassasah al-Rayyān, 1998), h. 724. (Jakarta: Haji Masagung, 1994), h. 50-51, Al-Syanqiṭī,
44 Yusuf al-Qaraḍāwi, Fatāwa mu’āshirah, jld Ahkām al-Jarāḥah …, h. 583, Lajnah min asātizah qism
IV, (Kairo: Darul Qalam, 2009), h. 910-913. al-fiqh al-muqārin, Qaḍayā fiqhiyah …, h. 412-413, .

112 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541
resipien dan adanya keridhaan bentuk sedekah) atau harus ada ganti rugi
pendonor atau pemberi. berupa uang. Dalam hal ini, umumnya ulama
5) Penggunaan darah sesuai kadar sepakat haram memperjual belikan darah
kebutuhan resipien dan dalam berdasarkan dari ayat dan Hadis di atas, sebab
keadaan terpaksa; di mana semua jenis darah termasuk darah manusia
keterpaksaan ini karena bisa itu najis maka haram juga dijual belikan. Hal
mengancam nyawa pasien. ini juga dikuatkan dengan adanya Hadis nabi
6) Proses transfusi ini benar-benar riwayat Bukhari dan Muslim,47 berikut Hadis
sukses dilakukan baik secara dengan lafaz dari Al-Bukhari;
kebiasaannya atau dugaan besar ‫ رأيت أيب اشرتي حجاما فأمر مبحاجمه‬:‫عن ايب حنيفة قال‬
berhasil, dan proses tranfusi
tersebut bukanlah bahan percobaan. ‫ إن رسول الله صىل الله‬:‫فكرست فسألته عن ذلك فقال‬
‫عليه و سلم «نهى عن مثن الدم و مثن الكلب و كسب‬
Banyaknya kemaslahatan yang ‫األمة و لعن الواشمة و املستوشمة و أكل الرباو مؤكله‬
terdapat dalam proses transfusi darah, baik itu
untuk pengobatan bahkan bisa menyelamatkan
48
.‫و لعن املصور‬
Artinya: “dari Abu Hanifah berkata; saya
jiwa seseorang, menjadi dasar dibolehkan melihat ayah membeli darah bekam, lalu
transfusi darah. Ini tidaklah bertentangan saya bertanya tentang itu, lalu ia menjawab
dengan ayat Alquran yang universal dan sesungguhnya Rasulullah saw, melarang
mengambil harga darah, anjing, dan melaknat
Hadis yang mengambarkan nilai dan posisi
orang yang melakukan tato dan yang meminta
seseorang yang membantu orang lain. seperti; ditato, pemakan riba dan melaknat orang
 yang membuat patung,” (HR. Bukhari).

 ... Selain itu, dalam Hadis disebutkan


Artinya: “dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, Maka seolah- bahwa ‘jika Allah mengharamkan
olah dia Telah memelihara kehidupan manusia sesuatu maka Ia juga mengharamkan
semuanya”. (QS. Al-Maidah: 32). harganya.49Sebagaimana dengan sabda Nabi
tentang khamar, beliau bersabda;
Dalam sebuah Hadis disebutkan bahwa
.‫إن الله حرم رشبها حرم بيعها‬
seorang muslim bagaikan satu bangungan Artinya: “Sesungguhnya Allah
yang saling menguatkan, jika salah satu mengharamkan minumannya, diharamkan
anggota tubuh sakit maka yang lain juga ikut juga menjualnya,” (HR. Muslim, Malik,
sakit.
47 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jld. I,
Selanjutnya jika transfusi darah ini (Kairo: Mustafa al-Bāb al-Halabi wa Awladuh,1339 H),
dibenarkan, maka pertanyaan berikutnya h. 109.
48 Al-Bukhari, Sahīh al-Bukhārī, cet. IV,
adalah apakah darah boleh diperjualbelikan. (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah,2004), h. 398, 1096,
Dengan kata lain jika seseorang perlu darah 1098.
49 Abu Isḥāq al-Syāṭibī, Al-Muwāfaqāt,
dan dilakukan transfusi, apakah pendonor … h. 140, bunyi potongan Hadisnya; innallaha idzā
melakukannya dengan suka rela (dalam harrama sya’an harrama tsamanahu, (HR. Abu Daud
& Ahmad).

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 113


ISSN: 2085-2541
.)Ahmad & an-Nasa’i beli barang najis yang ada manfaatnya seperti
kotoran hewan52, maka secara analogis (qiyas)
Namun Yusuf Al-Qarāḍawi menurut Masjfuk Zuhdi, kedua mazhab
membolehkan pihak bank darah —seperti ini membolehkan jual beli darah manusia,
Palang Merah Indonesia (PMI)— untuk karena manfaatnya yang besar bagi manusia
mengambil (meminta) biaya (ujrah) sebagai guna menolong jiwa sesama manusia yang
ganti dari usaha yang dilakukan dalam memerlukan transfusi darah karena operasi,
pengumpulan dan penyimpanan darah untuk kecelakaan, dan sebagainya.53
diberikan bagi yang membutuhkan kapan saja.50 Meskipun demikian, Al-Ṣābūni
Ini bisa disimpulkan apa yang difatwa Al- menyebutkan bahwa para ulama sepakat
Qarāḍawi bukanlah biaya dari darah itu sendiri, bahwa darah itu najis dan haram, tidak boleh
namun lebih pada biaya teknis dalam proses dimakan (diminum) dan tidak juga boleh
pengumpulan dan penyimpanan, dan biaya dimanfaatkan.54 Menurut penulis tidak ada
ini bisa ditiadakan jika pemerintah memberi yang membantah dari apa yang disimpulkan
subsidi kepada lembaga yang bergerak dalam Al-Ṣābūni, apalagi jika dilacak dari nash yang
pengumpulan dan penyimpanan darah. ada secara kebahasaan dengan menggunakan
Lebih jauh lagi, Muhammad Na’im kaidah yang ada tentu kesimpulannya seperti
Yāsīn dalam risetnya dengan judul ‘bay’ al- itu.
a’dhā’ al-ādamiyyah’, menyatakan tidak ada Selain itu, pengharaman jual beli darah
larangan menjual salah satu anggota tubuh untuk tranfusi (organ tubuh lainnya) —ini
manusia kepada yang membutuhkannya, jika sekiranya transfusi darah hanya boleh secara
memenuhi syarat-syaratnya.51 Menurut mazhab tabarru’— atau keharaman transfusi darah
Hanafi dan Dzahiri Islam membolehkan jual secara mutlak, berangkat dari ‘illat dibalik
keharaman itu, yaitu menjaga kemuliaan
50 Yusuf al-Qaraḍāwi, Fatāwa mu’āshirah …, manusia dan melindungi dari penodaan, hal
h. 913.
51 Syarat-syarat yang harus dijaga ini ditegaskan dalam Alquran surat al-Isra’
menurutnya adalah; 1. Hendaknya dalam menjual ayat 7055;
anggota tubuh tidak bertentangan hakikat kemuliaan
anak Adam, di mana tujuan menjualnya bukan 
untuk mencari keuntungan, bisnis (perdagangan)
dan diedarkan, 2. Hendaknya menjualnya itu semata
karena untuk dimanfaatkan seperti apa yang telah 52 Sayyid al-Sābiq, Fikih al-Sunnah, jld. 3,
diciptakan untuknya, tidak menjualnya kecuali bagi (Lebanon: Darul Fikri, 1981), h. 130-131.
seseorang yang yakin benda itu digunakan semestinya, 53 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, cet. 8,
3. Menjualnya tidak bertentangan dengan nash syar’I (Jakarta: Haji Masagung, 1994), h. 52.
yang khusus seperti rambut —Allah melaknat orang 54 Muhammad Ali Al-Ṣābūnī, Rawāi’ al-
yang menyambungkan rambutnya— atau prinsip syar’I Bayān …, h. 115.
yang lain, seperti mani seorang laki-laiki, 4. Tidak 55 Yusuf al-Qaraḍāwi, Dirāsah Fī Fiqh
adanya anggota tubuh buatan yang bisa berfungsi Maqāṣid Al-Syarī’ah, BainaAl-Maqāshid Al-kulliyah
seperti yang asli, 5. Hendaknya jual-beli itu dilakukan wa Al-Nushus Al-Juz-iyyah, cet. III, (Kairo: Darul
di bawah kontrol lembaga khusus yang resmi yang Syuruq, 2008), h. 227-228, Ayat lainnya seperti
diakui serta memperhatikan syarat-syarat sebelumnya. dalam surat al-Infithar: 6-8, al-Tīn: 1-4, al-Maidah:
Lihat: Majallah Kulliyah al-Huqūq; Muhammad Na’im 45, al-Nisa’: 29-30, al-Baqarah: 195, dan beberapa
Yāsīn, Bay’ Al-A’dhā’ Al-Ādamiyyah, ed. I, (Kuwait: Hadis Nabi. Lihat: Lajnah min asātizah qism al-fiqh
Jāmiah al-Kuwait, 1987), Lajnah min asātizah qism al- al-muqārin, Qaḍayā …, h. 400-404, Masjfuk Zuhdi,
fiqh al-muqārin, Qaḍayā fiqhiyah …, h. 403. Masail Fiqhiyah, h. 49-50.

114 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541

 ayat 173 dan al-Maidah ayat 3 merupakan



lafaz khash (khusus) yang tidak ada makna
Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah lain selain makna darah. Namun kata al-dam
kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut tersebut masih bersifat mutlak, dengan kata
mereka di daratan dan di lautan, kami beri lain semua jenis darah, sifat dan bentuknya
mereka rezki dari yang baik-baik dan kami bisa terkandung dalam kata al-dam pada
lebihkan mereka dengan kelebihan yang
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang dua ayat tersebut,namun lafazh yang masih
Telah kami ciptakan,” (QS. Al-Isra’: 70). mutlak tersebut diberi batasan pada makna
yang terbatas pada surat al-an’am ayat 145
Secara akal atau logika (al-ra’yu), yaitu masfūhah (mengalir). keadaan ini
larangan menjual atau memberi secara cuma- disebut dengan istilah hamlu al-muṭlaq ‘ala
cuma darah ke orang lainadalah bahwa tubuh al-muqayyad. Kata dam masfūhah yang
dan semua anggota tubuh manusia bukanlah sudah muqayyad dikuatkan lagi dengan
milik orang tersebut, namun ia milik Allah, adanya Hadis yang menghalalkan limpa
maka kaidah dalam muamalah (jual beli) tidak dan hati, yang ke duanya bagian dari darah
boleh menjual atau memberi sesuatu yang namun tidak mengalir (ghayr masfūhah) dan
bukan miliknya.56 bersifat mujammadah (beku). Oleh karena
itu, jika transfusi darah diidentifikasi dengan
e. Analisis kaidah seperti ini (kaidah lughawiyah), maka
Teks (nash) Alquran dan sunnah, akan menghasilkan kesimpulan fikih berupa
terkadang terdapat lafaz yang masih mutlak, keharaman melakukan praktek transfusi darah.
namun pada tempat atau ayat lain lafazh yang Selanjutnya, Syaikh Al-Sa’dī
sama bersifat muqayyad. Maka dalam hal menyebutkan bahwa jika ‘illat dibalik
ini apakah lafazh yang mutlak dibawa pada keharaman itu, yaitu menjaga kemuliaan
makna lafazh yang muqayyad atau sebaliknya, manusia dan melindungi dari penodaan,
atau lafazh yang mutlak tetap dipahami pada kemudian darah itu mengandung bakteri
kemutlakan-nya dan lafazh yang muqayyad atau zat berbahaya serta darah itu kotor dan
tetap dipahami pada ke-muqayyadan-nya. Di menjijikkan, maka menurutnya’illat seperti
sini, perlu diperhatikan beberapa ketentuannya, ini tidaklah relevan. Al-Sa’dī punya logika
salah satunya adalah ‘jika hukum dan sebab ketika mengatakan seperti itu. Ia melihat
hukum pada lafazhmutlak dan muqayyad itu bahwa kemudharatan yang ada jika dilakukan
sama, maka pada keadaan seperti ini lafazh transfusi darah akan tertutupi dengan
mutlak dibawa pada pemahaman lafazh kemaslahatannya yang banyak. Lalu darah
muqayyad.57 yang didonor tentu bukanlah darah yang
Lafazh al-dam pada surat al-Baqarah kotor (tidak sehat) dan mengandung banyak
penyakit. Kemudian darah itu dianggap kotor
56 Lajnah min asātizah qism al-fiqh al- dan menjijikkan adalah darah yang mengalir,
muqārin, Qaḍayā …, h. 404-416.
57 Abdul Karim Zaidan, Al-Wajīz fī Ushūl maka darah yang ada dalam daging dan
Fiqh, cet. V, (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1996), h. pembuluh tidak bisa dihukumi dengan haram
286.

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 115


ISSN: 2085-2541
dan kotor (jijik).58 ‫الحكم يدور مع علته وجودا و عدما‬
Al-Syanqitī dan pendapat yang Artinya: hukum itu berputar bersama
menyatakan bahwa bolehnya transfusi darah ‘illatnya, jika ia ada, maka hukum ada, jika
‘illat tersebut hilang, maka hukum tersebut
karena kepentingan darurat dan memberi juga hilang”.
banyak manfaat bahkan menjadi kebutuhan
bagi pasien yang harus selalu mencuci Melalui metode istislahiyah dengan
darahnya, maka ini sesuai dengan beberapa tetap menjaga tujuan sebuah syariat (maqāṣid
kaidah furu’59; al-syarī’ah), maka akan memberi kesimpulan
‫ الرضورات تبيح املحظورات‬bolehnya transfusi darah. Karena ada maqāṣid
Artinya: “kondisi darurat membolehkan yang dicapai yaitu hifẓu al-nafs (menjaga
sesuatu yang dilarang”. jiwa). Penggunaan metode istislahiyah juga

‫ الحاجة تنزل منزلة الرضورة عامة أو خاصة‬tidak lepas dari semangat perubahan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam uṣūl
Artinya: “kebutuhan dapat menempati posisi
fikih.60 Adanya pembicaraan secara khusus
darurat, baik bersifat umum maupun khusus”.
masalah transfusi darah dalam hukum
‫األصل يف املنافع االباحة‬ Islam, merupakan efek dari perkembangan
Artinya: “prinsip dasar pada masalah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
manfaat adalah boleh”. kedokteran.
Tidak adanya dalil yang jelas (sharih)
Dengan demikian Al-Sa’dī —dan tentang transfusi darah, maka ini menjadi
semua yang membolehkan transfusi darah— ‘ladang’ ijtihadi para ulama. Karena kegiatan
dalam melihat kasus transfusi darah tidak transfusi darah bukan merupakan ibadah murni
berhenti pada penggunaan kaidah lughawiyah, (mahdhah), namun ia bagian dari mu’amalah
namun ia juga meluruskan penggunaan kaidah yang bersifat kemanusiaan dan tidak untuk
ta’liliyah dalam mengidentifikasi masalah ini dibisniskan. Dengan demikian, kebolehan
yang dianggap tidak relevan. Maka kebolehan tersebut sesuai dengan kaidah;
tersebut hanya bisa diidentifikasi dengan
hilangnya ‘illat lama. Dengan kata lain, jika
‫الدليل عىل تحرميها‬
ُ َّ ‫األصل يف األشياء اإلباح ُة حتى‬
‫يدل‬
Artinya: “bahwasanya segala sesuatu
‘illat-nya ada maka hukumpun ada begitu itu boleh hukumnya, kecuali kalau ada dalil
juga sebaliknya. Sebegaimana dalam kaidah yang mengharamkannya”.61
disebutkan;
Dalam kaidah yang lain disebutkan62;
58 Yusuf al-Qaraḍāwi, Dirāsah Fī Fiqh
Maqāṣid …, h. 231-233. ‫األصل يف العادات و املعامالت االلتفات اىل املعاين و‬
59 Lihat: Abdulllah ibn Abdul Aziz & Nabil
ibn Kamal, Madkhal al-Fiqh al-Islamy;Dirasah 60 Silakan baca lebih lanjut: Al Yasa’
Muqaranah, cet. 3, (Riyadh: Maktabah Malik AbuBakar, Metode Istislahiah; Pemanfaatan Ilmu
Fahad, 1417 H), h. 161, Nashr Farid Muhammad Pengetahuan dalam Uṣūl Fiqh, (Jakarta: KENCANA,
Washil & Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id 2016), h. 267-335.
Fiqhiyyah, cet. 2, (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 61 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, …, h. 50.
21, 73, Jalāl al-Din Abdurrahman Al-Suyūṭī, Al- 62 Abu Isḥāq al-Syāṭibī, Al-Muwāfaqāt, … h.
Asybah wa Al-Naẓā’ir, cet. 3, (Kairo: Darussalam, 305-307, Yusuf al-Qaraḍāwi, Dirāsah Fī Fiqh Maqāṣid
2006), …, h. 202.

116 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541

‫املقاصد و الحكم و األرسار‬ oleh dokter atau petugas yang ahli.


Artinya: “bahwa asal dalam kebiasaan Masalah transfusi darah sejauh
dan muamalah itu melihat pada makna, bacaan penulis tidak ditemukan dalam
maqāṣid, hikmah dan rahasia-rahasia”.
pembahasan kitab-kitab fikih lama (klasik),
Najm al-Thūfi lebih tegas
bahkan dalam nash pun tidak disebutkan
menyebutkan jika nash bertentangan dengan
secara eksplisit, hal ini tidak mengherankan
maslahat dalam muamalah,maka maslahat
mengingat transfusi darah merupakan
dalam muamalah lebih didahulukan dan
penemuan baru dalam dunia kedokteran, dan
diutamakan. Ia mengecualikan ibadah untuk
untuk memutuskan hukumnya dalam Islam
tidak didahului oleh kemaslahatan.63 Karena
dibutuhkan banyak pendekatan. Di awali
asal segala sesuatu sebagaimana disebutkan
dengan pendekatan; kebahasaan(lughawiyah),
Al-Syāṭibī dalam ibadah adalah menerima apa
lalu ta’liliyah(mempertimbangkan alasan
adanya dan berpegang pada nash64;
logis), dan jika dirasa belum memuaskan
‫األصل يف العبادات التعبد و التزام النص‬ maka akan ditempuh pendekatan
Dengan demikian, kebolehan transfusi istislahiah(kemaslahatan) dengan menjaga
darah dalam bentuk sedekah (tabarru’) maqāṣid syari’ah.
didukung dengan dalil dan argumen yang Kaidah lughawiyah yang digunakan
kuat.Sebaliknya, jika transfusi darah diperjual untuk mengidentifikasi masalah transfusi
belikanapalagi dibisniskan bahkan menjadi darah adalah hamlu al-muṭlaq ‘ala al-
ladang bisnis yang menggiurkan tentu ini tidak muqayyad. Adapun secara ta’liliyah, ‘illat
boleh.Bagaimanapun juga, penulis menyadari yang menjadi dasar pengharaman transfusi
bahwa kebolehan transfusi darah tentunya darah adalah menodai kemuliaan manusia,
karena banyak mengandung kemaslahatan mudharat dan jijik (kotor).Namun jika
serta bisa menjaga dari tujuan syariat yang ‘illathilang maka hukumpun hilang (berubah).
luhur yaitu menjaga jiwa (hifzh al-nafs). Sesuai dengan kaidah; al-hukm yadūru ma’a
‘illatihi wujūdan wa ‘adaman.
C. Kesimpulan Selanjutnya masalah transfusi darah
Transfusi darah adalah memanfaatkan ini masuk dalam ranah muamalah bukan
darah manusia dengan cara memindahkannya ibadah, maka kaidah yang digunakan adalah
dari tubuh orang yang sehat kepada orang al-aṣl fi al-asyyā’ al-ibāhah hattay yadullu al-
yang membutuhkan untuk pengobatan dan dalīl ‘ala tahrīmiha, dan al-aṣl fi al-‘ādāt wa
mempertahankan hidupnya dan dilakukan al-mu’āmalah al-iltifāt ila al-ma’ānī wa al-
maqāṣid wa al-hikam wa al-asrār.
63 Lihat: Yusuf al-Qaraḍāwi, Fikih Maqāṣid
Syariah: Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan Transfusi darah boleh dilakukan
Aliran Liberal, alih bahasa; Arif Munandar Riswanti, dengan suka rela atau cuma-cuma (tabarru’),
(Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2007) h. 230, Najm
al-Dīn Sulaiman ibn ‘Abdul Qawi ibn ‘Abdul Karim al- tidak dengan cara jual beli apalagi dibisniskan,
Ṭūfī, Risālah al-Imām Al-Ṭūfī fī taqdīm al-Maslahah karena prinsip dasar dalam transfusi darah
fī al-Mu’āmalat ‘ala al-Naṣ, Kairo: Jāmi’atul Azhar,
1966. adalah kemanusiaan atau untuk kepentingan
64 Yusuf al-Qaraḍāwi, Dirāsah Fī Fiqh …, h. sosial.
200.

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 117


ISSN: 2085-2541
2000.
Ahmad Syarīf al-Dīn, Al-Ahkām al-
DAFTAR PUSTAKA Syar’iyyah li A’māli al-Ṭibbiyah, t.k, t.p, 1987.
Al Yasa’ AbuBakar, Metode
‘Imād al-Dīn Abī al-Fidā’ Isma’il Istishlahiah; Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan
Ibn Katsīr al-Dimasyqī (w.774 H), Tafsīr al- dalam Uṣūl Fiqih, Banda Aceh: PPs IAIN Ar-
Qur’an al-‘Aẓīm, jld. II, Giza: Maktabah Raniry & Bandar Publishing, 2012.
Aulād al-Syaikh li al-Turats, 2000. Al Yasa’ AbuBakar, Metode
Abdul Karim Zaidan, Al-Wajīz fī Ushūl Istislahiah; Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan
Fiqh, cet. V, Beirut: Muassasah Al-Risalah, dalam Uṣūl Fiqh, Jakarta: KENCANA, 2016.
1996. Al-Bukhari, Sahīh al-Bukhārī, cet. IV,
Abdulllah ibn Abdul Aziz & Nabil ibn Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah,2004.
Kamal, Madkhal al-Fiqh al-Islamy;Dirasah Arent Jan Wensinck, Al-Mu’jam
Muqaranah, cet. 3, Riyadh: Maktabah Malik Al-Mufahras li alfāz al-Hadīts Al-Nabawi,
Fahad, 1417 H. Leiden: E.J. Brill, 1936.
Abī Al-Faḍl Jamal Al-Dīn Muhmaad Departemen Agama RI, Alquran dan
Ibn Mukarram Ibn Manẓūr Al-Afrīqī Al- Terjemahan, cet. X, Jawa Barat: Diponegoro,
Miṣrī, Lisān al-‘Arabi, jld. XI, cet. VI, Beirut: 2005.
Dār al-Fikri, 1997. Departemen Pendidikan dan
Abi Ja’far Muhammad ibn Jarir Al- Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī: Jāmi’ul bayan ‘an edisi II, cet. X, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
ta’wīl Āyil Qur’an, tahqiq: Dr. Abdullah bin Duski Ibrahim, Metode Penetapan
Abdul Muhsin Al-Turki, juz III, (t.k.: Dār Hijr, Hukum Islam; Membongkar Konsep al-
2003. Istiqra’ al-Ma’nawi asy-Syathibi, Yogyakarta:
Abu Isḥāq al-Syāṭibī Ibrāhīm ibn Ar-Ruzz Media, 2008.
Mūsa al-Lakhmī al-Gharnāṭi al-Mālikī, Al- Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,
Muwāfaqāt fī Uṣūl al-Syarī’ah, jld. III, Beirut: jld. I, Kairo: Mustafa al-Bāb al-Halabi wa
Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 2001. Awladuh,1339 H.
Abu Muhammad Muwaffaq al-Dīn Imam Jauhari, Kaidah-kaidah Hukum
Abdullah ibn Qudāmah al-Muqaddisī, Al- Islam; Sebagai Teori Hukum Islam dalam
Kāfī, Beirut: Darul Fikri, 1992. Menyelesaikan Kasus-kasus Hukum, Medan:
Ahmad Ibrahim al-Hiyāri, Al- Perdana Publishing, 2012.
Mas’uliyyah al-Taqṣīriyyah ‘an ‘amal al- Jād al-Haq ‘ala Jād al-Haq, Buhūts wa
Ghayr; Dirāsah Tahliliyyah Intiqādiyyah Fatawa Islamiyah fi Qadhāyā Mu’āshirah,
Tārīkhiyyah, Muwāzanah bayna al-Qanūn al- jld. III, t.k. t.p. t.t.
Madanī al-Urdunī wa al-Qanūn al-Faransī, Jalāl al-Din Abdurrahman Al-Suyūṭī,
Yordania: Dar al-Wa’il, 2003. Al-Asybah wa Al-Naẓā’ir, cet. 3, Kairo:
Ahmad Muhammad Kan’ān, Al- Darussalam, 2006.
Muwassi’ah al-Ṭibbiyah, t.k: Dar al-Nafais, Lajnah min asātizah qism al-fiqh al-

118 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019


ISSN: 2085-2541
muqārin, Qaḍayā fiqhiyah Mu’āṣirah, Kairo: Imām Al-Ṭūfī fī taqdīm al-Maslahah fī al-
Jāmi’ah al-Azhar, 2004. Mu’āmalat ‘ala al-Naṣ, Kairo: Jāmi’atul
Mahmud Naẓim al-Nasīmī, Al-Ṭibb Azhar, 1966.
al-Nawawī wa ‘Ilmu al-Hadīts, cet. III, Beirut: Nashr Farid Muhammad Washil &
Muassasah al-Risalah, 1996. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id
Majallah Kulliyah al-Huqūq; Fiqhiyyah, cet. 2, Jakarta: AMZAH, 2009.
Muhammad Na’im Yāsīn, Bay’ Al-A’dhā’ Al- Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-
Ādamiyyah, ed. I, Kuwait: Jāmiah al-Kuwait, Syaukani; Relevansinya bagi Pembaharuan
1987. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Logos,
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, cet. 1999.
8, Jakarta: Haji Masagung, 1994. Sayyid al-Sābiq, Fikih al-Sunnah, jld.
Muhammad Ali Al-Ṣābūnī, Rawāi’ 3, Lebanon: Darul Fikri, 1981.
al-Bayān Tafsīr ayāt al-Ahkām, Kairo: Dār al- Wahbah al-Zuhaily, Uṣūl Fiqh al-
ṣābūnī, 2007. Islāmī, jld. I, Beirut: Dar al-Fikr, 1986.
Muhammad Fuād ‘Abdu al-Bāqī, Al- Wahyu Dwi Astuti & Agung Dwi
Mu’jam al-Mufahras li al-Fāzh al-Qur’ān al- Laksono, Keamanan Darah di Indonesia;
Karīm, Kairo: Dar al-Hadis, 2001. Potret Keamanan Transfusi Darah di
Muhammad ibn Ismail al-Amir al- Daerah Tertinggal, Perbatasan dan
Yamani al-ṣan’āny, Subulussalām Syarḥu Kepulauan,(Surabaya: Health Advocacy,
Bulūghu al-Marām, tahqiq: wa takhrij Khalil 2013.
Ma’mun Syiḥā, juz IV, Beirut: Darul Ma’rifah, Yusuf al-Qaraḍāwi, Al-Halāl wa Al-
1995. Harām fī al-Islām, cet. 28, Kairo: Maktabah
Muhammad ibn Muhammad al- Wahbah, 2004.
Mukhtar Al-Syanqiṭī, Ahkām al-Jarāḥah al- Yusuf al-Qaraḍāwi, Dirāsah Fī Fiqh
Ṭibbiyah wa al-Ātsār al-Mutarattibah ‘alayhā, Maqāṣid Al-Syarī’ah, BainaAl-Maqāshid Al-
cet. 2, Jeddah: Maktabah Sahabiyah, 1995. kulliyah wa Al-Nushus Al-Juz-iyyah, cet. III,
Muhammad Idris al-Syāfi’ī, Al-Umm, Kairo: Darul Syuruq, 2008
jld. II, Manshura: Darul Wafa’, 2008. Yusuf al-Qaraḍāwi, Fikih Maqāṣid
Muhammad Mushtafa Syalabī, ta’lil Syariah: Moderasi Islam antara Aliran
al-ahkam, cet. 2, Beirut: Dar al-Nahdah al- Tekstual dan Aliran Liberal, alih bahasa; Arif
‘Arabi, 1981. Munandar Riswanti, Jakarta Timur: Pustaka
Muhammad Mutwali al-Sya’rawi, Al-Kautsar, 2007.
Tafsīr al-Sya’rawi, jld. II. ẓabyun jika dilihat dalam kamus
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir bermakna kijang. lihat; Atabik Ali & Ahmad
al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Zuhdi Muhdlor, Al-‘Aṣrī, kamus Arab-
Alquran, vol. 3, cet. VII, Tangerang: Lentera Indonesia, Yogyakarta: t.p. 1998.
Hati, 2006. Abdurrahim ibn Abdurrahman Khalif,
Najm al-Dīn Sulaiman ibn ‘Abdul Tārīkh Naql al-Dam; Awwalu ‘amaliyah
Qawi ibn ‘Abdul Karim al-Ṭūfī, Risālah al- Zar’u Nasīj Hay,http//www.ta-u.com.

Upaya Mencari Dalil Dan Mengidentifikasi Masalah …, | 119


ISSN: 2085-2541
h t t p : / / w w w. a l i f t a . n e t / F a t a w a /
fatawaDetails

120 | BIDAYAH: Volume 9, No. 1, Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai