Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

PSIKIATRI FORENSIK

Disusun oleh:
Bondan Satrio U / 11711152
Hendra Rohmana / 11711023
Citra Septiyana K P / 11711068
M. Fauzan Riffany / 11711155
Maisyarroh / 08711024

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RSUD Dr. MOEWARDI
2016
PENDAHULUAN

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditegaskan bahwa sistem pemerintahan


Indonesia adalah berdasarkan hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Dengan
demikian, atas dasar hal tersebut, maka semua perbuatan yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun negara harus berdasarkan hukum. Salah satu ketentuan yang mengatur
bagaimana aparatur penegak hukum melaksanakan tugasnya terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mempunyai tujuan untuk mencari dan
mendekati kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana sehingga suatu tindak pidana dapat terungkap dan pelakunya dijatuhi putusan yang
seadil-adilnya.
Dalam proses persidangan, hal yang penting adalah yaitu proses pembuktian sebab
jawaban yang akan ditemukan dalam proses pembuktian merupakan salah satu hal yang
utama untuk Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana. Pasal 183
KUHAP menyatakan; Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa ketentuan tersebut
demi tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Sementara itu,
Pasal 184 KUHAP menyatakan:
(1) Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
Dalam Pasal 1 butir 28 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan
keterangan saksi ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan. Keahlian khusus yang dimiliki oleh seorang saksi ahli tidak
dapat dimiliki oleh sembarangan orang, karena merupakan suatu pengetahuan yang pada
dasarnya dimiliki oleh orang tertentu.
Pasal 44 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) menjelaskan
bahwa, tidak dikenakan hukuman terhadap barang siapa yang melakukan suatu perbuatan
pidana, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, disebabkan karena kurang
sempurnanya kemampuan berfikir atau karena sakit ingatannya.1,2
Berdasarkan penjelasan Pasal 44 ayat (1) di atas, untuk dapat mengetahui kurang
sempurna kemampuan berfikir atau sakit ingatan, maka diperlukan suatu keahlian khusus.
Dalam hal ini orang yang memiliki keahlian khusus, yaitu ahli psikiatri forensik. Dengan
demikian, maka ahli psikiatri forensik memiliki peran dan kedudukan khusus dalam
penyelesaian perkara pidana.
Dalam hukum pidana modern yang merupakan bagian dari politik kriminal
disamping penanggulangan menggunakan sistem pidana, dari usaha yang rasional
menanggulangi kejahatan masih ada cara lain untuk melindungi masyarakat dari kejahatan.
Misalnya usaha peningkatan jiwa masyarakat, maka setiap orang menjadi sadar untuk
berperilaku sesuai dengan hukum, dalam upaya menyelaraskan kehidupan masyarakat karena
mempertinggi tingkat kesadaran (kesehatan) jiwa manusia terhadap hukum berarti sekaligus
ikut menunjang sehatnya penegakan hukum.
Kejahatan penculikan yang dilakukan oleh wanita, kejahatan pencurian atau
perampokan tertentu, pembunuhan bayi, perkosaan, kejahatan sex tertentu, perbuatan
kenakalan dan lain-lainnya itu merupakan pelanggaran hukum yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa seseorang. Dalam upaya menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam masyarakat terkadang para penegak hukum belum mampu mendapatkan
hasil yang maksimal, misalnya dengan adanya kasus-kasus yang berkaitan dengan
pemeriksaan kesehatan mental atau jiwa dari baik pelaku, saksi, atau pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perkara tersebut tidak memeberikan keterangan yang akurat atau
dalam bahasa orang awam keterangan tersebut tidak sesuai dengan yang sesungguhnya ia
ketahui.
LANDASAN TEORI

A. Definisi

Psikiatri = Cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan pemeriksaan, pengobatan,


dan pencegahan gangguan jiwa

Forensik
- Asal dari kata Foro = forum, berarti pasar, pada zaman Romawi pasar disamping
tempat untuk jual-beli juga sebagai tempat aktivitas peradilan
- Dalam bahasa Yunani forensis berarti debat atau perdebatan

Psikiatri Forensik
Cabang ilmu psikiatri yang berhubungan dengan evaluasi gangguan jiwa untuk
keperluan hukum; membebaskan seseorang dari tanggung jawab perbuatan kejahatan,
proses peradilan kejahatan, hukuman yang terus menerus, membatalkan kesaksian,
transaksi, aktivitas lain dan mendorong seseorangg untuk medapatkan berbagai bentuk
pengobatan

B. Hubungan antara Konsep Psikiatri Dengan Konsep Hukum

Psikiatri dan hukum merupakan dua hal yang penting dalam hal eksistensi yang
berpengaruh terhadap kehidupan manusia

Psikiatri tidak bisa diabaikan pasien gangguan jiwa sering menunjukkan


penyimpangan yang harus diarahkan kembali ke keadaan sosial yang konstruktif
sesuai dengan kebutuhan masyarakat memberikan pencegahan, pengobatan, dan
rehabilitasi

Bidang hukum melakukan perubahan terhadap eksistensi yang berpengaruh jelek


terhadap masyarakat lebih mengadakan kontrol sosial pemberian sangsi
Bidang psikatri menganggap tingkah laku yang melanggar hukum tidak hanya
dilandasi oleh faktor yang disadari, tetapi mungkin oleh hal-hal lain bahkan bisa juga
tingkah laku tersebut manifestasi dangkal dari keadaan atau gangguan psikis yang
lebih dalam

Psikiater selalu akan menyelidiki dan menilai kepribadian seseorang secara


seluruhnya baik yang disadari maupun yang tidak disadari

C. Pedoman yang dipakai di bidang Psikiatri dan Hukum: KUHAP Pasal 44


1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya
karena daya akalnya (zijner verstandelijke vermogens) cacat dalam pertumbuhan atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana
2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena
pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat
memerintahkan supaya orang itu dimasukkan dalam rumah sakit jiwa, paling lama
satu tahun sebagai waktu percobaan
3. Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung , Pengadilan Tinggi,
dan Pengadilan Negeri

4 Jumps Psikiatri Forensik!


Sebelum Pemeriksaan Psikiatrik Melakukan Pemeriksaan Psikiatrik
Sesudah Pemeriksaan Psikiatrik Jadi saksi ahli di Pengadilan

D. Sebelum Pemeriksaan Psikiatrik


1. Mempelajari kasus yang dihadapi
Berbicara dengan ahli hukum (pelajari bagaimana mengajukan peninjauan,
banding, kasasi dan proses pengadilan)
Kumpulkan bahan tertulis (surat tuduhan, laporan polisi, hasil interogasi, cari
dia dituntut apa)
2. Yakin mengenai
Mengapa diminta untuk memeriksa (apakah mencuri,membunuh,menipu,dll)
Laporan apa yang diharapkan untuk ditulis (yang diminta polisi itu laporan
seperti apa, bisa dalam bentuk surat keterangan sehat/sakit jiwa)
Untuk keperluan apa hal ini digunakan (jangan sampai tertipu :p)
3. Mencari keterangan apakah dokter akan tampil sebagai saksi ahli (dr bisa diminta
menjelaskan ttg visum et repertum sbg barang bukti)

E. Melakukan Pemeriksaan Psikiatrik


Melakukan pemeriksaan psikiatrik baku (seperti yang dipelajari di Skill lab:
anamnesis, sikap, tingkah laku, afek, mood, gangguan psikotik, dll)
Melakukan pemeriksaan dengan teliti (karena bisa aja ciri2 gangguan jiwa yang
disebabkan oleh obat2an, alcohol dll)
Membuat catatan penting yang lengkap (yang paling penting adalah tidak lupa
mencatat tanda dan gejala gangguan psikiatri seperti waham, paranoid, delusion of
insertion, delusion of being controlled, delusion of withdrawal, depersonalisasi,
derealisasi, ciri2 skizofren lain dll. Ciri2 Skizofren adalah salah satu gangguan jiwa
yang sangat penting untuk dicatat)
Melakukan pemeriksaan lebih dari satu kali

F. Bahan saat melakukan pemeriksaan psikiatrik yang penting dalam proses


peradilan dan dipertanyakan
Apakah yang diperiksa ada dibawah pengaruh bahan racun, dan sampai taraf mana?
(alcohol, sabu,dll)
Apakah orang tersebut seorang dengan defek mental, sampai sejauh mana parahnya?
(apakah ada retardasi mental)
Apakah orang tersebut punya sejarah epilepsy (ayan,tdk sadar), fugue histerik atau
amnesia lain?
Apakah pernah mengalami cidera kepala? (cth: Gangguan Mental Organik)
Bagaimana pengobatan dan prognosisnya? (bisa disembuhkan atau tidak, kalau ggn
bipolar bisa rekuren)
Apakah orang tersebut berpura-pura?
Bagaimana kemampuan fungsi maksimal orang tersebut sebelumnya? (cth: dulunya
guru sekarang jadi tukang kebun, berarti ada penurunan fungsi)

G. Kesalahan dalam evaluasi psikiatrik forensik


Berusaha mengevaluasi seseorang tanpa tahu persis kegunaan dari hasil pemeriksaan
yang kita lakukan sebelumnya
Membuat pendapat yang terlalu dini
Maka dari itu saat menjelang persidangan perlu perundingan dengan orang dari instasi
hukum yang meminta pemeriksaan

H. Beberapa kasus yang memerlukan pemeriksaan pendahuluan karena


mempunyai kecenderungan adanya kelainan jiwa
kita ragukan kesehatan jiwa pelanggar pernah mengalami mental break down
(Tanya riwayat ggn mental, jiwa)
pelanggaran menjurus ke tindakan dimana faktor kejiwaan mengambil peranan
penting (cth: apakah membunuh karena benci/balas dendam pada seseorang dgn
kesadaran atau ada halusinasi)
Pelanggaran bersifat seksual
Usia 17-20 tahun (labil, mudah mengalami ggn psikiatri)

I. Beberapa kasus yang memerlukan observasi selanjutnya setelah pemeriksaan


pendahuluan
Kerusuhan yang sifatnya jahat (Tawuran)
Pembakaran
Perilaku yang sangat dipengaruhi oleh perasaan hati sukar menerangkan sebab
musabab
Pencurian tidak berarti oleh orang yang pantas dihormati
Mengganggu orang tertentu terus menerus terutama lawan jenis
Penyerangan yang tanpa provokasi
Melarikan diri dari rumah
Pelanggaran seksual (kecuali prostitusi )
J. Setelah Pemeriksaan Psikiatrik
Direncanakan apakah perlu pemeriksaan khusus yang bisa lebih memperjelas keadaan
pasien (contoh: untuk epilepsy diperiksa EEG)
persiapan diri apabila ada sanggahan dari pengacara tentang apa yang sudah
dilakukan (kalo pengacaranya ga percaya dan cari perkara, kata dr Yusvick bilang aja
yang dokter sebenernya siapa? Kalo ga tau diem aja tunjukkan kalo kita dokter
yang bermartabat, tolak kriminalisasi dokter! *loh?)
Data dikumpulkan Tulis laporan singkat dengan masukan bahan yang relevan
Berikan pendapat dan alasannya

K. Saat Menjadi Saksi Ahli Di Pengadilan


profesional
percaya diri
tenang
tidak memihak (sikap empati )
Membantu hakim dan juri untuk mencari keadilan *KUHAP pasal 184&186
KUHAP pasal 184
Keterangan ahli merupakan alat bukti yang sah selain keterangan saksi, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa (artinya: dengan keterangan dokter itu
dokter bisa membebaskan atau bisa menyebabkan ia dihukum)
KUHAP pasal 186
Keterangan ahli sendiri adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan (semua dokter bisa memberi keterangan ahli)

L. Persoalan Hukum yang Menyangkut Kesaksian Psikiatrik


1. Tindakan biasa yang menyangkut kemampuan
o Kontrak
a. Perjanjian lisan maupun tertulis antara 2 orang atau lebih melakukan
suatu atau tidak melakukan sesuatu hal
b. Saling mengetahui asal usul transaksi tersebut
c. Bila salah satu dari yang mengadakan kontrak tidak setia pada kontraknya
bisa dituntut oleh lawan kontraknya
o Surat Wasiat
a. Pernyataan tertulis oleh seseorang (testator) untuk tujuan pemindahan harta
kekayaan sesudah dia meninggal
b. Disaksikan oleh 2 atau 3 orang
c. Bila diantara kerabat tidak puas menuntut untuk membatalkan surat wasiat
dengan alasan bahwa testator tidak mampu melakukannya kesaksian
dokter/psikiater dibutuhkan
o Kemampuan untuk Jadi Saksi di Pengadilan
a. Diperlukan pemeriksaan psikiatrik menilai kemampuan
b. mengartikan pertanyaan
c. menyaksikan dan mengingat kembali situasi
d. membedakan realitas dan fantasi
e. menyatakan fikiran dalam ucapan
o Kemampuan untuk Menjalankan Suatu Urusan
a. Kemampuan secara umum
b. Dokter/psikiater tidak menentukan bahwa seseorang tidak mampu, mereka
hanya mengajukan bukti-bukti dalam persidangan
o Hendaya Psikiatrik
a. Dalam hal ganti rugi seseorang akan menyatakan adanya hendaya
psikiatrik
b. Dokter/psikiater sebagai saksi ahli memastikan adanya hendaya tersebut
2. Tindakan kejahatan yang menyangkut kemampuan
o Kesanggupan untuk jadi terdakwa dalam pemeriksaan pengadilan
a. Tertuduh harus mampu mengerti asal-usul tindakan yang dikenakan
kepadanya
b. Harus bekerjasama dengan ketajaman fikirannya untuk membela diri
o Kesanggupan untuk menjalani hukuman atau hukuman mati
a. Seseorang secara hukum tidak boleh dipenjarakan atau dihukum mati bila
dia menderita penyakit jiwa yang mencolok
b. dia harus dikirim ke RSJ sampai sembuh hukuman bisa dijalankan
o Kesanggupan untuk melakukan kejahatan dengan niat
a. Niat untuk melakukan kejahatan unsur penting dalam ketentuan
kebanyakan tindak kejahatan
b. Saat pelanggaran terdakwa tidak berniat jahat tidak bersalah
c. Niat sering digunakan pembelaan dalam pemeriksaan pengadilan
3. Tindakan Kejahatan yang Menyangkut Tanggung Jawab
o Tidak bersalah dengan alasan sakit jiwa
a. Hak hukum atas penyakit jiwa seseorang dibebaskan dari tanggung
jawab atas segala perbuatannya bila terbukti menderita sakit jiwa atau
defek mental
b. Seseorang yang dinyatakan tidak bersalah oleh alasan sakit jiwa
dimasukkan ke RSJ
o Keringanan hukuman sesudah diputuskan bersalah
a. Berbagai faktor yang meringankan, termasuk penyakit jiwa
mempengaruhi hakim meringankan hukuman
b. Dokter/psikiater dapat meyakinkan pengadilan bahwa keadaan mental
terdakwa kapasitasnya menurun untuk membentuk niat jahat atau
mempersiapkan kejahatan hukuman dikurangi

M. Gangguan Jiwa yang Penting pada Psikiatri Forensik


1. Psikosis manik-depresif (=gangguan bipolar)
a. Episode Manik
Hiperaktif, euphoria, logorrhoe, flight of idea
Kejahatan yang dilakukan akibat aktivitas impulsif jarang kejahatan
berat
b. Episode Depresif
Hipoaktif, remming, sedih
Kejahatan berbahaya bunuh diri dan membunuh orang lain
extended suicide
c. Bila melanggar hukum
Episode manik atau depresi tidak bersalah
Remisi bersalah
2. Psikosis skizofrenik (=Skizofrenia)
a. Ketidakharmonisan antara isi pikir dengan hubungan dunia luar
kecenderungan secara mendadak bertingakah laku yang tidak sesuai dengan
keadaaan sekitarnya
b. Gejala waham dan halusinasi menyerang orang lain atau percobaan
bunuh diri
c. Pasien skizofrenia penanganan medik
3. Paranoia (=gangguan Paranoid)
a. Waham sistematis tanpa halusinasi perbuatan kejahatan dituda
beberapa tahun waham curiga menyiksa orang lain ada kecurigaan
tanpa bisa membuktikan secara realitas
b. Putusan pengadilan bersalah, tetapi dalam kenyataan kemampuan
intelektual pasien tidak cocok
4. Psikosis organik (Gangguan Mental Organik)
a. Terutama yang ada hubungan dengan penyakit sifilis, zat adiktif,
kehamilan, dan trauma kelahiran
b. Demensia Paralitika infeksi sifilif menyerang otak dulu sehat dan di
hormati sekarang kehilangan segala interesnya kasus: pemborosan,
pengrusakan
c. Demensia Senilis kemunduran akibat penuaan membuat kekacauan,
pelanggaran seksual
d. Zat adiktif sampai pada tingkat dianggap gila Suicide, homocide,
pelanggaran seksual
5. Epilepsi
a. Pelanggaran hukum : kekerasan dan pembunuhan
b. Epilepsi ekuivalen tidak bermotif dilakukan dalam kesadaran
menurun
c. Epilepsi diluar serangan menyadari perbuatan memenuhi tuntutan
hukum
6. Psikoneurosis (neurosis)
a. Histeria tindakan aneh keterangan palsu menutupi perbuatannya
yang salah
b. Psikopat (Gangguan Kepribadian Antisosial) Pelanggaran bertingkat
pencurian kecil penyerangan suicide homocide
c. Intelegensi normal di pengadilan menyulitkan
d. Psikosis Purpueralis depresi saat masa kehamilan suicide
e. Psikosis postraumatika benturan kepala sakit kepala minum
alkohol
7. Defek Mental (retardasi mental)
a. Idiot: tidak bisa menjaga diri terhadap bahaya fisik yang biasa banyak
kesukaran
b. Imbisil: tidak menunjukkan kemampuan untuk mengatur dirinya jarang
kenakalan
c. Debil: tidak menunjukkan diri untuk menerima perintah yang biasa
sering kenakalan
d. Moral defektif: kecenderungan perbuatan kejahatan bimbingan untuk
melindungi orang lain
N. Penerapan
Ditujukan terhadap pelaku kejahatan, khususnya untuk mengungkapkan motif
kejahatan, (berbeda dengan pemeriksaan dokter/ ahli patologi forensik yang tertuju terhadap
-
kasus yang diagnostiknya jelas).

O. Indikasi pemeriksaan psikiatri forensik :


Pada delik pidana (pelaku):
- Menganiaya berat korbannya disertai kejahatan seksual berat
- Ada kesan terganggu jiwanya
- Residivis kronis yang tidak bisa diterangkan
- Beberapa orang pelaku yang sepintas abnormal

P. Visum Et Repertum Psikiatri Forensik


Dasar hukumnya adalah pasal 44 (1) KUHP, yang berbunyi : Barang siapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya disebabkan karena jiwanya
cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke
storing) tidak dipidana. Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita
penyakit jiwa (psikosis) tetapi juga yang retardasi mental.
Apabila ditemukan penyakit jiwa maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada
sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan, semakin panjang jarak antara saat kejadian dan
saat pemeriksaan akan menyulitkan dokter untuk menentukannya.
Visum et Repertum psikiatri diperuntukkan bagi tersangka bukan bagi korban
sebagaimana Visum et Repertum lainnya. Menjelaskan tentang segi kejiwaan tersangka
apakah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukan, maka
sebaiknya Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis kedokteran jiwa.

Anda mungkin juga menyukai