Anda di halaman 1dari 19

Clinical Science Session

Kejahatan Seksual

Disusun Oleh :
Praditya Virza R.
Raissa Metasari T.

Preseptor :
Naomi Yosiati, dr., SpF

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung
2017
Kejahatan Seksual

1. Definisi
Istilah pemerkosaan, penyerangan seksual, penyalahgunaan seksual dan kekerasan seksual secara
umum bersinonim dan tertukar. Walaupun demikian, istilah- istilah ini mempunyai arti dan implikasi
yang berbeda dalam situasi dan lokasi yang bervariasi. Definisi hukum dari masing- masing istilah
berbeda dan dapat bervariasi antara satu negara dan lainnya. Menurut WHO, Kejahatan seksual
merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan seksual, komentar yang tidak diinginkan,
perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa
memandang hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja, termasuk tapi tidak terbatas pada rumah
dan pekerjaan. Kejahatan seksual dapat dalam berbagai bentuk termasuk perkosaan,
perbudakan seks dan atau perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual, eksploitasi
seksual dan atau penyalahgunaan seks dan aborsi. 1

Kejahatan seksual dikategorikan menjadi:

a. Non- konsensual, memaksa perilaku seksual fisik seperti pemerkosaan atau penyerangan seksual.
b. Psikologis bentuk pelecehan, seperti pelecehan seksual, perdagangan manusia, mengintai, dan
eksposur tidak senonoh tapi bukan eksibisionisme.
c. Penggunaan posisi kepercayaan untuk tujuan seksual, seperti pedofilia dan semburit, kekerasan
seksual, dan incest.
d. Perilaku dianggap oleh Pemerintah tidak sesuai. Bentuk kejahatan seksual yang paling banyak adalah
pelecehan seksual namun ini hanya berdasarkan keterangan korban dan tidak dapat dibuktikan
dengan barang bukti, sedangkan peringkat kedua adalah pemerkosaan dan pada pemerkosaan
selain berdasarkan keterangan korban juga dapat dibuktikan dengan barang bukti.

Adapun menurut Sexual Offences Act 2003,

Section 1: pengertian pemerkosaaan


Seseorang (A) melakukan pemerkosaan jika:
- Ia dengan sengaja memasukan ke vagina, anus atau mulut dari seseorang yang lain (B)
menggunakan penisnya,
- B tidak meminta izin untuk melakukan penetrasi
- A tidak percaya B meminta izin.

Seseorang yang ditemukan bersalah karena pemerkosaan dapat dikenakan hukuman atas
tuduhan/dakwaan, dipenjara seumur hidup.

Section 2: definisi dari kejahatan seksual dengan penetrasi


Seseorang (A) melakukan pelanggaran jika:

- Ia dengan sengaja memasukan ke vagina atau anus dari seseorang yang lain (B) dengan bagian
tubuh dari A atau apapun,
- Penetrasi bersifat seksual,
- B tidak meminta izin melakukan penetrasi
- A tidak percaya B meminta izin

Seseorang yang ditemukan bersalah karena pelanggaran ini dapat dikenakan hukuman atas
tuduhan/dakwaan dipenjara seumur hidup.

Section 3: definisi dari kejahatan seksual


Seseorang (A) melakukan pelanggaran jika:

- Ia dengan sengaja menyentuh seseorang yang lain (B),


- Sentuhan bersifat seksual
- B tidak meminta izin untuk menyentuh
- A tidak percaya B meminta izin

Seseorang yang ditemukan bersalah karena pelanggaran ini dapat dikenakan hukuman:

a. Hukuman ringkas, dipenjara tidak melebihi enam bulan atau denda tidak melebihi yang
ditetapkan UU
b. Hukuman atau tuduhan/dakwaan, dipenjara tidak melebihi 10 tahun2

Pemeriksaan kasus- kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana, hendaknya dilakukan dengan
teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti- bukti yang ditemukannya karena berbeda
dengan klinik, ia tidak lagi mempunyai kesempatan melakukan pemeriksaan ulang guna memperoleh
lebih banyak bukti. Tetapi dalam melaksanakan kewajiban itu dokter jangan sampai meletakkan
kepentingan si korban di bawah kepentingan pemeriksaan. Terutama bila korban masih anak- anak
hendaknya pemeriksaan itu tidak sampai menambah trauma psikis yang sudah dideritanya.

Visum et Repertum yang dihasilkan meungkin menjadi dasar untuk membebaskan terdakwa dari
penuntutan atau sebaliknya, untuk menjatuhkan hukuman. DI Indonesia, pemeriksaan korban
persetubuhan yang diduga merupakan tindak kejahatan seksual umumnya dilakukan oleh dokter ahli
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, kecuali di tempat yang taka da dokter ahli demikian, dokter
umumlah yang harus melakukan pemeriksaan itu.

Sebaiknya korban kejahatan seksual dianggap sebagai orang yang telah mengalami cedera fisik dan atau
mental sehingga lebih baik dilakukan pemeriksaan oleh dokter di klinik. Penundaan pemeriksaan dapat
memberi hasil yang kurang memuaskan. 3

2. Dasar Hukum
Agar kesaksian seorang dokter pada perkara pidana mencapai sasarannya yaitu membantu pengadilan
dan sebaik- baiknya, dia harus mengenal UU yang bersangkutan dengan tindak pidana itu, seharusnya ia
mengetahui unsuir- unsur mana dibuktikan secara medik atau yang perlu pendapat medik.

Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang- undang, tertera pada
pasal- pasal yang terdapat pada BAB XIV KUHP, tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan; yang meliputi
persetubuhan di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan.3
Umur si perempuan
>15th (ps 284)
Dalam perkawinan Dengan persetujuan
(ps. 288) si perempuan
Umur si perempuan
Persetubuhan belum cukup 15th
(ps 287
Di luar perkawinan
Dengan
kekerasan/ancaman
kekerasan (ps 285)
Tanpa persetujuan
Si perempuan dalam
keadaan
pingsan/tidak
berdaya

Bagan 1. Persetubuhan4

Makna persetubuhan menurut R. Soesilo (1994 : 209), mengacu pada Arrest Hooge Raad tanggal 5
Februari 1912 yaitu peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang dijalankan untuk
mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk ke dalam anggota perempuan sehingga
mengeluarkan mani. Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka tindakan itu beralih menjadi
perbuatan cabul.5

1. Persetubuhan dalam perkawinan

Pasal 288
(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau
sepatutnya harus didugunya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila
perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan
tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Persetubuhan di luar perkawinan

2.a. Dengan persetujuan wanita

2.a.i. Umur >15 tahun

Pasal 284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal
27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW
berlaku baginya;
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut
bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui
olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana
bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai
atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum
diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur
menjadi tetap.

Pasal 27 BW
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan
sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.

- 2.a.ii. Umur <15 tahun

Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas,
bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas
tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.

Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang belum cukup
umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru
dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu persetubuhan tersebut
merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan, tidak ada penuntutan.

Tetapi keadaan akan berbeda jika:


a. Umur korban belum sampai 12 tahun
b. Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan itu (KUHP
pasal 291); atau
c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu dalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak yang berada
di bawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (KUHP pasal 294).

Dalam keadaan di atas, penuntutan dapat dilakukan walaupun tidak ada pengaduan karena bukan lagi
merupakan delik aduan.
Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur korban yang
pasti tidak diketahui. Dokter perlu memperkirakan umur korban baik dengan menyimpulkan apakah
wajah dan bentuk tubuh korban sesuai dengan umur yang dikatakannya, melihat perkembangan
payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan, melalui pertumbuhan gigi (molar ke-2 dan molar ke-3),
serta dengan mengetahui apakah menstruasi telah terjadi.
Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat: padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas bahwa
belum waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah mengalami menstruasi dianggap belum
patut untuk dikawin.

Pasal 291 KUHP


(1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 288 dan 290 itu berakibat
luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 itu
berakibat matinya orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 294 KUHP


Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak piaraannya, anak
yang di bawah pengawasannya, orang di bawah umur yang diserahkan kepadanya untuk dipelihara,
dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang di bawah umur, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

Dengan itu maka dihukum juga:


1. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di bawahnya/orang yang
dipercayakan/diserahkan kepadanya untuk dijaga.
2. Pengurus, dokter, guru, pejabat, pengurus atau bujang di penjara, di tempat bekerja kepunyaan
negeri, tempat pendidikan, rumah piatu, RS jiwa atau lembaga semua yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang yang dimaksudkan di situ.

2.b. Tanpa persetujuan wanita

2.b.i. Dengan kekerasan/ ancaman kekerasan3

Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan
dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.

Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi paksaan dengan
kekerasan atau dengan ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan apakah persetubuhan telah
terjadi atau tidak, dan apakah terdapat tanda- tanda kekerasan. Tetapi ia tidak dapat menentukan
apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini.

Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat paksaan, mungkin
juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula bila tidak
ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi.
Pada hakekatnya dokter tak dapat menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana
perkosaan; sehingga ia juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi.
Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim, karena perkosaan adalah pengertian
hukum bukan istilah medis sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam Visum et
Repertum.

1.b.ii Si perempuan dalam keadaan pingsan/ tidak berdaya3

Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita
itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.

Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa korban berada dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya. Dokter perlu mencari tahu apakah korban sadar waktu persetubuhan terjadi, adakah penyakit
yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau tidak berdaya. Jika
korban mengatakan ia menjadi pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya pingsan itu, apakah
terjadi setelah korban diberi minuman atau makanan. Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah
korban menunjukkan tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di bawah
pengaruh obat-obatan.
Jika terbukti bahwa si pelaku telah telah sengaja membuat korban pingsan atau tidak berdaya, ia dapat
dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat korban pingsan atau tidak
berdaya ia telah melakukan kekerasan.

Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

3. Homoseksual sebagai Salah Satu Bentuk Kejahatan Seksual6

Di dalam pasal 292 KUHP, terdapat ancaman hukuman bagi seseorang yang cukup umur yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang berjenis kelamin sama yang belum cukup umur atau
belum dewasa.

Pasal 292 KUHP


Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.

Dengan demikian kasus homoseks dan lesbian jelas merupakan kejahatan seksual, bila partnernya
belum dewasa, yang secara yuridis belum berumur 21 tahun atau bila berumur kurang dari 21 tahun
tetapi sudah pernah kawin, maka partnernya tersebut dianggap sudah dewasa.
Jika kasus yang dihadapi adalah kasus homoseks antara dua pria, maka pembuktian secara kedokteran
forensik tidak sulit, oleh karena yang perlu dibuktikan dalam hal ini adalah: perkiraan umur (belum
dewasa), dan adanya sperma serta air mani baik dalam dubur maupun mulut korban; juga perlu
diperiksa bentuk dubur, bagi yang telah sering melakukan persetubuhan melalui dubur, maka bentuk
dari dubur akan mengalami perubahan, duburnya terbuka, berbentuk corong (funnel shape), dan otot
sfingternya sudah tidak dapat berfungsi dengan baik.
Pada kasus lesbian, selain perkiraan umur maka perlu dicari apakah terdapat kelainan yang diakibatkan
oleh manipulasi genital dengan tangan atau alat-alat bantu.

4. Perbuatan Cabul6

Pasal 289 mengatur tentang perbuatan cabul (ontuchtige handlingen) yang dilakukan dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan. Pengertian cabul menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keji dan
kotor (seperti melanggar kesopanan, dsb.), perbuatan yang buruk (melanggar kesusilaan), berbuat tak
senonoh (melanggar kesusilaan); sedangkan kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun,
keadaban. Perbuatan cabul menurut Njowito Hamdan adalah perbuatan yang melanggar kesusilaan,
karena kesusilaan berbeda dari suatu daerah dan daerah lain, ada yang memberi batasan bahwa
perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang sengaja dilakukan untuk membangkitkan nafsu birahi
atau nafsu seksual di luar perkawinan termasuk persetubuhan.
Bertolak dari pengertian cabul, dalam konteks arti yang luas adalah perbuatan yang tidak senonoh,
perbuatan yang buruk dan melanggar kesusilaan (umum) dan kesopanan; sedangkan dalam konteks
sempit adalah perbuatan tidak senonoh yang dilakukan berhubungan dengan nafsu seksual atau nafsu
birahi. Berkaitan dengan KUHP Pasal 289, perbuatan cabul yang dimaksudkan adalah berhubungan
dengan nafsu seksual atau nafsu birahi. Perbuatan cabul yang dilakukan yang berhubungan dengan
menimbulkan atau membangkitkan nafsu birahi tidak selalu dilakukan di antara lawan jenis, namun
demikian percabulan untuk membangkitkan nafsu birahi dapat terjadi dan dilakukan oleh: sesama jenis
kelamin, yaitu antara orang laki-laki dengan orang laki-laki atau orang perempuan dengan orang
perempuan; orang laki-laki dengan orang laki-laki; atau orang perempuan dengan orang perempuan.
KUHP tidak menentukan percabulan sebagai perbuatan illegal yang dilakukan dalam ikatan perkawinan.
Percabulan sebagai perbuatan yang dilarang di dalam KUHP hanya dapat terjadi di luar perkawinan. Di

samping itu, percabulan sesama kelamin tidak bersifat illegal apabila dilakukan oleh orang yang sama-
sama berusia dewasa. Tindak pidana perkosaan sebagaimana ditentukan dalam KUHP Pasal 285 dan
percabulan menurut Pasal 289, hanya dapat dilakukan di luar perkawinan, namun demikian, ketentuan
KUHP Pasal 285 mirip dengan Pasal 289. Perbedaan prinsip antara Pasal 285 dan 289, adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Perbedaan KUHP pasal 285 dan 2896

5. Kekerasan Seksual pada Anak6


Sexual intercourse dan percabulan yang dilakukan terhadap anak-anak sebagaimana diatur di dalam
KUHP, dengan diberlakukannya UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, berdasarkan prinsip lex specialist derogat legi generali yaitu
undangundang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum, maka
tindak pidana kesusilaan sebagaimana ditentukaan di dalam KUHP sepanjang korbannya anak-anak,
dalam proses hukumnya menggunakan UU No. 35 Tahun 2014.

UU Perlindungan Anak 2014 menentukan sexual intercourse dan percabulan terhadap anak sebagai
perbuatan illegal dalam beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut:

Pasal 81
(1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan
sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain;
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali,
pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

Pasal 76D
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain;

Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
(2) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali,
pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 76E
Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 88
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah). Pasal 76I: Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.
6. Pembuktian persetubuhan4

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam vagina, penetrasi tersebut
dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai ejakulasi.

Dengan demikian hasil dari upaya pembuktian adanya persetubuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain:
Besarnya penis dan derajat penetrasinya
Bentuk dan elastisitas selaput dara (hymen)
Ada tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulat itu sendiri
Posisi persetubuhan
Keaslian barang bukti serta waktu pemeriksaan

Pemeriksaan harus dilakukan sesegera mungkin, sebab dengan berlangsungnya waktu tanda-tanda
persetubuhan akan menghilang dengan sendirinya. Sebelum dilakukan pemeriksaan, dokter hendaknya
mendapat izin tertulis dari pihak-pihak yang diperiksa. Jika korban adalah seorang anak izin dapat
diminta dari orang tua atau walinya

Pemeriksaan persetubuhan

7. Anamnesis

Sebelum memulai anamnesis penting unutk mengases kondisi emosional pasien diakibatkan oleh
trauma psikis.1
Pada umumnya, anamnesis yang diberikan oleh korban tidak selalu benar.3 Anamnesis merupakan suatu
yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang
objektif. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum dengan judul keterangan
yang diperoleh dari korban. Pertanyaan pada anemesis yang perlu ditanya adalah. anamnesis dibagi
menjadi umum dan khusus. Untuk anamnesis umum dapat berupa mur, tanggal dan tempat lahir, status
perkawinan, riwayat ginekologis, penyakit kelamin, penyakin lainnya. Anamnesis khusus dapat berupa
sebagai berikut :1
Gejala yang
Rincian mengenai aktivitas
Rincian terhadap pelaku ditimbulkan setelah
seksual
kejadian
Tanggal, waktu, Penetrasi vagina Pendarahan
lokasi, termasuk deskripsi oleh pelaku seperti; penis, genital, keluarnya
tempat terjadinya kejahatan jari, objek lainnya terhadap cairan, gatal-gatal, dan
Nama, identitas dan korban. rasa nyeri.
jumlah pelaku. Apakah terdapat Gejala berkemih
Kontak fisik dan penetrasi anal terhadap Nyeri anal
rincian kekerasan yang korban. Selain itu, tanyakan ataupun pendarahan.
dilakukan pula adakah terdapat Nyeri pada
Penggunaan senjata. penetrasi oral terhadap perut.
Penggunaan obat- korban.
Adakah terdapat Tindakan yang dapat
obatan, alkohol, dan kontak oral mulut pelaku mengubah bukti
substansi yang dihirup. terhadap wajah, tubuh, atau Mandi
Penggunaan kondom bagian genito-anal korban. Membersihkan
dan dan cairan lubrikasi Adakah pemaksaan daerah genito-anal
Bagaimana cara kontak mulut korban Mengganti
pakaian dilepaskan. terhadap wajah, tubuh atau pakaian.
bagian genitor-anal pelaku.
Adakah terdapat
ejakulasi pada vagina korban
ataupun tubuh korban saat
kejadian.

8. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama yang dapat dilakukan adalah menganalisa keadaan umum pasien baik dari sikap
dan fungsi mental pasien. Jika, fungsi mental terganggu, cari penyebab. Apakah akibat penggunaan zat
tertentu seperti alcohol atau gejala dari penyakit yang sudah lama, seperti retardasi mental. Kemudian
pemeriksaan tanda vital pasien berupa tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan temperautr tubuh
Setelah melakukan pemeriksaan umum, pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan untuk memenuhi
permintaan penyidik. Dalam menganalisa kasus kejahatan seksual, bantuan ilmu kedokteran dalam
kasus kejahatan seksual dalam kaitannya dengan fungsi penyelidikan yaitu:4
Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Memperkirakan umur
Menentukan pantas tidaknya korban kawin

8.1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laaki masuk ke dalam alat kelamin
perempuan, sebagian atau seluruhnya dan denga atau tanpa terjadinya pancaran air mani. Dengan
demikian besarnya zakar dengan ketegangannnnya, sampai sebrapa jauh zakar masuk,, keadaan selaput
dara serta posisi persetubuhan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Adanya robekan pada selaput dara
hanya akan menunjukan adanya benda (padat/kenyal) yang masuk, dengan demikian bukan merupakan
tanda pasti dari adanya persetubuhan.
Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan tersebut masih terlihat darah
atau tampak kemerahan. Letak robekan selaput dara pada persetubuhan pada umumnya di bagian
belakang, letak robekan dinyataka sesuai menurut angka pada jam.
Tanda pasti adanya persetubuhan adalah ditemukannya sperma di dalam vagina. Pada orang yang
mandul atau pada orang dengat produksi sperma yang sedikit maka dapat dilakukan pemeriksaan zat-
zat tertentu dalam mani seperti asam fosfatase, spermin dan kholin.
8.1.1. Pemeriksaan Genito-anal

Pada pemeriksaan genito-anal ditujukan untuk mengetahui bukti objektif adanya persetubuhan atau
trauma akibat penetrasi. Penetrasi dapat berupa penis yang ereksi ataupun semi-ereksi, jari, lidah, dan
benda-benda lain. Penetrasi ini akan menyebabkan orifise melebar. Beberapa hal yang mempengaruhi
besar luka peneterasi adalah
Kondisi jaringan (apakah diberi lubrikasi, ukuran)
Ukuran dan karakteristik dari benda yang digunakan untuk penetrasi
Jumlah tenaga yang digunakan
Posisi dan sudut penetrasi
Relaksasi otot pelvis dan perineum.

Bukti akibat penetrasi dapat berbentuk luka, abrasi, memar, laserasi. Bagian fourchette posterior, labia
minora, labia mayora, hymen dan lipatan perianal adalah tempat yang paling sering terluka.
Selain luka penetrasi, pemeriksaan trace evidence pada daerah genitalia juga penting. Hal ini meliputi
ada tidaknya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering.
Gunting unutk pemeriksaan laboratoriuml. Cari pula bercak air mani di sekitar alat kelamin. Kerok
dengan sisi tumpul skalpel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan larutan garam fisiologis.3
Pemeriksaan jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak. Bila ada, tentukan ruptur baru atau lama dan
catat lokasi ruptur, teliti apakah sampai ke insertio atau tidak. Tentukan besar orifisiium, sebesar
ukurang jari kelingking, jari telunjuk dan 2 jari. Sebagai gantiny boleh juga ditentukan ukuran lingkaran
osteum dengan cara ujung kelingking atau telujuk dimasukan dengan hati-hati ke dalam orifisium
sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada
titik itu diukur. Ukuran pada seorang perawan kira-kira 2,5 cm. Limgkaran yang memungkinkan
persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9 cm. 3
Teknik pemeriksaan bedasarnkan pedoman who adalah sebagai berikut1
Tahapan Keterangan
Tahap I Periksa genital bagian luar dan anus.
Inspeksi : mons pubis, vestibula vagina seperti pada labia mayora, labia
minora, klitoris, selaput dara atau sisa-sisa selaput dara, dan perineum.
Swab pada genitalia bagian luar dilakukan sebelum pemeriksaan spekulum.
Peregangan pada daerah labium pudenda dapat mengalami luka dan sulit
untuk dilihat karena tertutup adanya pembengkakan jaringan mukosa.
Secara gentle tariklah labia untuk melihat hymen.
Tahap II Swab secara hati-hati jika terdapat darah segar, lihat asal darah tersebut
apakah dari vulva atau dari bagian dalam vagina.
Tahap III Dengan speculum, periksa pada dinding vagina, apakah ada tanda cedera,
termasuk luka lecet atau luka memar. (penggunaan spekulum plastik
transparan sangat membantu melihat dinding vagina). Selain itu, juga
periksa kanalis endoservikalis.
Bukti seperti benda asing dan rambut mungkin dapat ditemukan dan
dikumpulkan.
Kejadian > 24 jam - < 96 jam : pemeriksaan endoservikal kanal swab
sebaiknya dilakukan terlebih dahulu untuk pemeriksaan semen. Jika
pemeriksaan spekulum tidak bisa dilakukan (karena pasien menolak) masih
memungkinkan untuk dilakukan blind vaginal swab.
Tahap IV Pemeriksaan anal dapat dilakukan dengan pasien dalam posisi lithotomi,
namun lebih mudah untuk melakukan pemeriksaan ini pada pasien dengan
posisi miring ke kiri. Perlu dijelaskan kepada pasien untuk menahan
panggulnya sehingga anus tampak jelas.
Tahap V Jika terdapat kecurigaan benda asing yang masuk ke lubang anus dapat
dilakukan pemeriksaan colok dubur dan dilakukan sebelum pemeriksaan
anoscopy. Jari pemeriksa diletakkan pada jaringan perianal untuk
menimbulkan relaksasi spingter, saat relaksasi terjadi jari dapat
dimasukkan kedalam anus.
Tahap VI Proctoscopy hanya perlu dilakukan untuk kasus pendarahan anus atau
nyeri anus berat setelah kekerasan atau jika dicurigai terdapat benda asing
dalam rectum.

8.2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan

Kekerasan tidak selamaya meninggalkan bekas/luka tergantung pada penapang benda, daerah
yang terkena kekerasan serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri. Oleh karena itu tidak ditemukannya
luka tidak berarti bahwa tidak terjadi kekerasan, sehingga penting bagi dokter untuk berhati-hati
mengggunakan kalimat tanda-tanda kekerasan dalam VeR yang dibuat. Oleh karena tindakan pembiusan
dikategorikan pula sebagai tindakan kekerasan maka diperlukan pemeriksaan toksikologi pada korban
untuk menentukan ada tidaknya obat atau racun yang kiranya dapat membuat wanita menjadi pingsan.3
Jika ditemukan adanya luka makan harus dideskripsikan lokasi, ukuran, bentuk. Jaringan sekitar luka,
warna, arah, isi luka, perkiraan usia luka, batas, jenis luka, kedalaman. Jenis luka yang biasa ditemukan
adalah abrasi, memar, laserasi, luka insisi, luka tusukan, luka tembakan.1
Pemeriksaan unutk mencari bukti atau tanda kekerasan harus dilakukan dari kepala sampai kaki. Berikut
adalah cara pemeriksaan dari kepala hingga kaki menurut pedoman WHO1
Tahapan Keterangan
Tahap I Catat keadaan umum dan sikap pasien
Mulai pemeriksaan dari tangan, karena membuat pasien merasa aman.
Pemeriksa tanda vital
Lihat kedua tangan pasien. Adakah terdapat luka? Bekas ikatan pada
pergelangan tangan? Catat jika terdapat bukti jejas
Tahap II Pada lengan bawah : perhatikan adakah luka tangkisan saat pasien
mengangkat lengannnya? Adanya luka memar, lecet, robek, dan tusuk.
Pada orang kulit hitam luka memar sulit dilihat dengan demikian rasa
nyeri dan pembengkakan merupakan bukti yang penting. Tusukan jarum
intravena harus dicatat juga.
Tahap III Lengan atas : permukaan dalam lengan atas dan ketiak di amati dengan
hati-hati jika terdapat luka memar.
Adanya memar pada lengan atas sering ditunjukan jika korban menahan
tangannya. Jika pakaian ditarik ke atas, dapat terlihat segaris bercak
merah.
Tahap IV Wajah : apakah terdapat perdarahan pada hidung? Lakukan rabaan
secara gentle pada daerah rahang, mata, apakah terdapat nyeri yang
menandakan adanya memar.
Mulut : dilihat secara hati-hati dan di amati apakah terdapat luka memar,
lecet pada mukosanya, atau adanya gigi patah?. Adanya bercak
perdarahan pada atap mulut menandakan adanya penetrasi. Lakukan
swab oral jika ada indikasinya.
Tahap V Telinga : daerah belakang telinga apakah apakah terdapat bayangan
memar, gunakan otoskop untuk melihat gendang telinga
Tahap VI Kulit : raba kulit kepala untuk adakah pembengkakan ataupun nyeri,
curiga adanya hematoma.
Jika terdapat rambut rontok, harus dikumpulkan dengan sarung tangan.
Tahap VII Leher : jika terdapat memar dapat menunjukkan serangan ganas. Jejak
memar dapat dilihat dari kalung dan perhiasan pada telinga dan leher.
Memar bekas gigitan harus di catat dan lakukan swab air liur sebelum
menyentuh leher pasien
Tahap VIII
Tahap IX Perut : Pasien berbaring, lihat apakah terdapat luka. Perabaan pada
daerah perut harus dilakukan kecuali ada cedera internal atau untuk
mendeteksi kehamilan.
Tahap X Kaki : di mulai dari bagian depan kaki.
Paha bagian dalam : adakah luka memar bekas jari-jari pelaku dan adanya
trauma tumpul. Pola luka memar biasanya simetris.
Lutut : adakah luka lecet di lutut pasien.
Pergelangan kaki : Sangat penting untuk melihat adanya
perlawanan.Telapak kaki juga penting di periksa.
Tahap XI Disarankan, jika mungkin lakukan pemeriksaan belakang kaki dan
pemeriksaan bokong.
Beberapa bukti harus dikumpulkan menggunakan kapas basah ( seperti
semen, air liur dan darah ) atau pinse ( untuk rambut, rumput, dan tanah.
Adanya tato juga harus didokumentasikan dalam catatan pemeriksa
bersamaan dengan deskripsi singkat tentang ukuran dan bentuk tato.

Tanda-tanda kekerasan juga dapat ditemukan dengan melakukan pemeriksaan pakaian . pakaian ditelliti
sehelai, demi sehelai apakah terdapat : robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada
pakaian. Kancing terputus akibat tarikan.
8.3. Menentukan umur
Memperkirakan umur merupakan pekerjaan palinng sulit, oleh karena tidak ada satu metode apapun
yang dapat memastikan umur seseorang dengan tepat, walaupun pemeriksaannya sendiri memerlukan
berbagai sarana serta keahlian.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan umur pada seserang. Salah satunya
adalah dengan memperkirakan usia dengan pertumbuhan gigi.
Pertumbuhan gigi permanen pada orang dewasa

Gigi Maxila Mandibula


Central incisor 7-8 tahun 6-7 tahun
Lateral incisor 8-9 tahun 7-8 tahun
Cuspid 11-12 tahun 9-11 tahun
First bicuspid 10-12 tahun 10-11 tahun
Second bicuspid 10-12 tahun 11-12 tahun
First molar 6-7 tahun 6-7 tahun
Second molar 12-13 tahun 11-13 tahun
Third molar 17-24 tahun 17-24 tahun

Cara lain untuk menentukan usia seseorang adalah dengan melihat perkembangan dari organ
seks sekunder bedasarkan tanner stage
Tahap
Rambut Pubis Payudara
SMR

1 Pre-remaja Pre-remaja

Jarang, kurang berpigmen, lurus, tepi Payudara dan papilla menonjol seperti
2
medial labia bukit kecil, diameter areola bertambah

Lebih gelap, mulai keriting, makin Payudara dan areola membesar, tidak ada
3 lebat pemisahan kontur

Kasar, keriting, lebat, tetapi kurang Areola dan papilla membentuk bukit kecil
4 lebat dibandingkan dengan orang sekunder
dewasa

Segitiga peminim dewasa, menyebar Matur, putting menonjol, areola


5 ke permukaan medial paha merupakan bagian dari kontur payudara
keseluruhan

Pertumbuhan sempurna pada rambut pubis terjadi pada usia 14-15 tahun, sedangkan maturasi
sempurna pada buah dada terjadi pada usia 15-16 tahun. Hal ini dapat menunjukan bahwa ketia seorang
wanita telah sampai usia 15 tahun maka sudah mengalami perkembangan seks sekunder yang lengkap.
8.4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin

Penentuan sama sulitnya dengan memperkirakan umur seseorang. Hal ini dikarenakan manusia ingin
dilihat dari berbagai sisi seperti biologis, sosial, atau manusia seutuhnya bedasarkan undang-undang.
Seccara biologis jika persetubuhan itu dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan, pengertian pantas
tidaknya buat kawin tergantung dari : apakah korban telah siap untuk dibuahi yang dimanifestasikan
dengan sudah pernah mengalami menstruasi.
Apbila dilihat pada undang-undang perkawinan, yaitu bab II (syarat-syarat perkawinan) pada pasal 7
ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya diinzkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pikah wanita
sudah mencapai umur 16 tahun. Dengan demikian terbentur lagi pada masalah penentuan umur yang
sulit diketahui kepastian akan hasilnya.

9. Pengumpulan barang bukti dalam kasus kejahatan seksual4


9.1. Pengumpulan, penyimpanan, dan pengiriman air mani.
9.1.1. Barang bukti yang mengandung bercak harus dikeringkan sebelum dikirim
o Pakaian, kirim seluruhnya dalam kantung kertas yang terpisah, jangan terlalu banyak dimanipulasi dan
jangan menuentuh atau melipat daerah dimana diduga terdapat bercak.
o Selimut, speri, sarung bantal dan lain-lainnya, kirim seluruhnya dengan baik sebagaimana seharunya.
o Kendaraan
Ambil dan kirim seluruh tempat duduk
Bila dipandang perlu untuk melakukan pemeriksaan kendaraan konsultasikan dahulu
dengan pihak laboratorium

9.2. Lubang-lubang tubuh manusia


Pada pengumpulan barang bukti pada lubang-lubang tubuh, korban tidak diperkenankan membersihkan
bagian tubuh/lubang yang dicedrai oleh karena akan merusak semua barang bukti.
Contoh dari dalam vagina
Harus diperiksa se-segera mungkin
Dokter harus membersihkan vagina dengan memakai sedikit mungkin (5-10 ml) aquadest
Seluruh sedian apus harus ditaruh dalam tabung reaksi yang kering. Tabung diberi label
identitas.
Seluruh tabung reaksi harus ditaruh dalam lemari pendingin sampai dikirim ke laboratorium.
Dubur
Pada kasus khusus (sodomi, hubungan kelamin melalui dubur) haurs diambil sediaan apus dan
disimpan dalam tabung reaksi yang kering
Rongga mulut
Pada kasus khusus (fellatio, hubungan kelamin melalui mulut) sediaan apus harus diambil dalam
beberapa tempat rongga mulut dan disimpan dalam tabung reaksi yang kering

9.3. Rambut kemaluan


o Rambut kemaluan korban harus disisir dengan ssir bersih untuk mengumpulkan rambut yang terlepas
yang mungkin berasal dari rambut yang terlepas yang mungkin berasal dari rambut sang pelaku yang
terlepas.

10.Pemeriksaan laboratorium pada kejahatan seksual

10.1. Pemeriksaan Air mani dan sperma

Pada laki-laki yang sehat air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang mengandung
sekitar 60 juta sperma setiap mililiternya dan sebanyak 90% dari jumlah tersebut dalam keadaan
bergerak. Sperma masih dapat diketemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina sampai 4-5 jam
setelah persetubuhan. Padwa orang yang hidup, sperma dapat diketemukan (tidak bergerak) sampai
sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan. Barang bukti yang diperiksa untuk air mani dan sperma dapat
berupa cairan vaginal dan pakaian.4
10.2. Pemeriksaan Sperma pada cairan vaginal
10.2.1. Teknik pengambilan sampel

10.2.1.1. Pengambilan sampel dari cairan vagina


Pengambilan sampel dari cairan vagina dapat menggunakan spekulum atau tidak (blind). Cairan vaginal
diambil pada fornix posterior.4

10.2.1.2. Pengambilan sampel dari bercak pakaian


Gunting pakaian yang mengandung bercak sebesar 5 mm x 5 mm.
10.2.1.3. Rongga mulut
Spermatozoa dan air mani sering menumpuk pada rongga antara gigi dan gusi pada dagu bawah.

10.2.2. Pemeriksaan tanpa pewarnaan

Pemeriksaan dilakukan dengan cara berikut : satu tetes cairan vaginal diletakan pada gelas objek dan
kemudian ditutup, pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran 500 kali
10.2.3. Pemeriksaan dengan pewarnaan
10.2.3.1. Malachitegreen

Buat sediaan apus cairan vagina (biasa diambil pada fornix posterior), keringkan di udara, fiksasi dengan
api kemudian diwarnai mula-mula denga malachitegreen 1% (dalam air), selama 10-15 menit cuci
dengan air dan warnai lagi dengan Eosin yellowish 1% (dalam air) selama satu menit, cuci dengan air,
keringkan baru diperiksa dibawah mikroskop. Pewarnaan juga dapat dilakukan dengan gram H.E dan
Methylene blue yang kemudian diwarnai dengan Eosin. Akan terlihat bagian basis kepala sperma
bewarna ungu, bagian hidung merah muda.4

10.2.3.2. Pewarnaan Baecchi

Bercak pada pakaian diambil, diwarnai dengan pewarnaan baeechi selama 2 menit kemudian dicuci
dengan HCL 1%, dehidrasi dengan alkohol 70%, 85%, dan alkohol absolut, bersihkan dengan xilol,
keringkan dan letakan pada kertas saring. Dengan jari pakaian yang mengandung bercak tersebut
diambil 1-2 helai benang dan diruraikan sampai menjadi serabut pada gelas objek, teteskan canada
balsem kemudian tutup dengan gelas penutup, selanjutnya diperriksa dibawah mikroskop dengan
pembesaran 500 kali. Akan terlihat kepala seperma bewarna merah, bagian ekor biru muda.4
10.3. Pemeriksaan air mani

Pemeriksaan air mani dapat dilakukan dengan cara menggunakan reaksi fosfatase dengan menggunakan
reagen fosfatase asam.4

10.3.1. Cairan vaginal

Cairan vagina ditaruh diatas kertas saring dan didiamkan sampaoi menjadi kering, kemudian disemprot
dnegan reagen, akan timbul warna ungu dalam beberapa detik.4

10.3.2. Bercak pada pakaian


Kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquades diletakan pada pakaian atau bahan yang akan
diperiksa selama 5 sampai 10 menit, kemudian kertas sarng diangkat dan dikeringkan.4

11. Pemeriksaan laboratorium lain4

Jenis pemeriksaan Barang bukti yang Metode Hasil yang diharapkan


diperiksa
Toksikologis Darah dan urin Thin layer Adanya obat-obat
chomatograph, yang dapat
mikrodiffusi, dll meurunkan atau
menghilangkan
kesadaran
Penentuan golongan Cairan vaginal yang Serologis (A-B-O Golongan darah dari
daerah berisi air mani dan grouping test) air mani berbeda
darah dengan golongan
darah dari korban
DAFTAR PUSTAKA

1. (WHO) WHO. Guidelines for medico-legal care for victims of sexual violence. Geneva: World
Health Organization; 2003.
2. Jason Payne-James RJ, Steven B Karch, John Manlove. Simpson's Forensic Medicine 13th Ed.
London: Hodder Arnold; 2011.
3. Indonesia BKFFKU. Ilmu Kedokteran Forensik. Arif Budiyanto WW, Siswandi Sudiono, dkk.,
editor. Jakarta: Universitas Indonesia; 1997.
4. dr. Abdul Mun im Idries dALT. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan.
Jakarta: Sagung Seto; 2011.
5. Soesilo R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia; 1976. p. 209.
6. DR. Y. A. Triana Ohoiwutun SH, M.H. Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi
Hukum pada Ilmu Kedokteran).

Anda mungkin juga menyukai