PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Disusun untuk memenuhi tugas individu Hukum Konstitusi & Peraturan Perundang-
Undangan
Dosen Pengampu: Dr. H. Dudi Warsudin, S.H., M.H. / Ihsanul Ma’arif, S.H., M.H.
Disusun Oleh:
Kelas B
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhineka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
1 A. Hamid Attamimi. Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan. BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta:1982, hlm.
282-292.
2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta, Pasal 6
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa materi muatan yang terkandung dalam UUD 1945?
2. Apa materi muatan yang terkandung dalam TAP MPR?
3. Apa materi muatan yang terkandung dalam UU/Perppu?
4. Apa materi muatan yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah?
5. Apa materi muatan yang terkandung dalam Peraturan Presiden?
6. Apa materi muatan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Provinsi dan
Kota/Kabupaten?
BAB II
PEMBAHASAN
Terkait materi UUD Tahun 1945 apa yang merupakan materi mutan UUD Tahun
1945 tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011. Hal ini dapat dipahami karena kedudukan
dari UU No.12 Tahun 2011adalah lebih rendah dibandingkan dengan UUD, sehingga UU
No.12 tidak mengatur materi muatan UUD. Materi UUD Tahun 1945, dapat dilihat dalam
Batang Tubuh UUD Tahun 1945 yaitu: Pembukaan dan Pasal-Pasal (Pasal II Aturan
Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat
rumusan dari Pancasila, dan Pasal-Pasal Undang- Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab
(Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 72 Pasal (Pasal 1 sampai dengan pasal 37), ditambah
dengan 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA
dihapus, dalam amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD
1945. Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan
kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Secara
garis besar materi yang termuat dalam Batang Tubuh UUD Tahun 1945 adalah sebagai
berikut:
Selain hal tersebut UUD 1945 juga memuat 3 pasal tentang Aturan Peralihan dan 2
pasal tentang Aturan Tambahan.
Dengan demikian dari rumusan pasal tersebut ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dari segi kedudukan dan keberadaan Perppu:3
3 Pantja Astawa dan Suprin Na’a. Perihal Undang-Undang. Konstitusi Press, Jakarta:2006, hlm. 80
keadaan yang memaksa peraturan pemerintah itu, dari segi materinya dapat memuata
ketentuan-ketentuan yang sama dengan UU;
2. Dalam UUD Tahun 1945 tidak ada istilah resmi terkait Perpu, sehingga dapat
ditafsirkan bahwa istilah perpu dapat diganti dengan UU Darurat misalnya;
3. Perpu hanya dapat ditetapkan Presiden apabila ada kegentingan yang memaksa, yang
tidak boleh dicampur adukkan dengan pengertian keadaan bahaya. Dalam pengertian
“kegentingan yang memaksa” terkandung sifat darurat atau emergency yang
memberi dasar kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Perpu. Emergency
itu sendiri timbul dari penilaian subyektif Presiden belaka mengenai tuntutan
keadaan mendesak untuk bertindak cepat dan tepat mengatasi keadaan tersebut
(noodverordeningsrecht);
4. Pada dasarnya Perpu sederajat dengan atau memiliki kekuatan yang sama dengan
UU, DPR harus aktif mengawasi baik dalam penetapan maupun pengawasan Perpu;
5. Perpu bersifat sementara.
Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 12 UU No,12 Tahun 2011 yang menentukan
bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-
Undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian maka PP berisi pengaturan lebih lanjut
dari UU.J.A.H Logemann mengatakan: Dit is een zeer ruime bevoegheid, maar het moet
uitvoering blijven, geen aan vulling (ini adalah suatu kewenangan yang sangat luas, tetapi
ia (PP) harus tetap sebagai pelaksana belaka, tidak ada penambahan).4
Terkait materi yang memuat sanksi pidana, atau pemaksa, bila UU tidak
mencantumkannya maka dalam PP tidak boleh mencantumkan sanksi pidana maupun
sanksi pemaksa.
Selanjutnya dalam Pasal 5 Permendagri No. 80 Tahun 2015, ditentukan bahwa Perda
provinsi memuat materi muatan untuk mengatur:
1) Kewenangan provinsi;
2) Kewenangan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
3) Kewenangan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
4) Kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah kabupaten/kota
dalam satu provinsi; dan/atau
5) Kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
daerah provinsi.
4 Ibid, hlm. 60
1) Kewenangan kabupaten/kota;
2) Kewenangan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota;
3) Kewenangan yang penggunanya dalam daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam daerah
kabupaten/kota; dan/atau
5) Kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
daerah kabupaten/kota.
Selain materi tersebut, dalam Pasal 5 Permendagri No.80 Tahun 2015 disebutkan
bahwa ada materi lain yang dapat dimuat dalam Perda yaitu:
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusah masalah dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka
penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:
Buku
Astawa, Pantja dan Suprin Na’a. 2006 Perihal Undang-Undang. Jakarta: Konstitusi Press
Undang-Undang
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta.