Anda di halaman 1dari 12

MATERI MUATAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Disusun untuk memenuhi tugas individu Hukum Konstitusi & Peraturan Perundang-
Undangan

Dosen Pengampu: Dr. H. Dudi Warsudin, S.H., M.H. / Ihsanul Ma’arif, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Riehan Salsabil Putra (201000068)

Kelas B

Hukum Konstitusi & Peraturan Perundang-Undangan

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah “materi muatan peraturan perundangan” diperkenalkan oleh A. Hamid S.
Attamimi, yang disampaikan secara lisan dalam Lokakarya mengenai Pengembangan Ilmu
Hukum, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal 22 Pebruari 1979. Naskahnya
diselesaikan sesudahnya, dimuat dalam Majalah Hukum dan Pembangunan, Nomor 3
Tahun 1979.1 A.Hamid S Attamimi secara tidak langsung mengartikan materi muatan
peraturan perundang-undangan sebagai materi yang harus dimuat dalam masing-masing
jenis peraturan perundang-undangan.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 13 UU NO.12 Tahun 2011 disebutkan bahwa:


Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam
Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan. Dengan demikian apa yang merupakan materi suatu peraturan
perundang-undangan adalah berbeda-beda tergantung jenis, fungsi dan materinya. Dalam
menyusun materi muatan peraturan perundang-undangan ada beberapa asas yang harus
dipenuhi yaitu:2

a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhineka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

1 A. Hamid Attamimi. Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan. BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta:1982, hlm.
282-292.
2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta, Pasal 6
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa materi muatan yang terkandung dalam UUD 1945?
2. Apa materi muatan yang terkandung dalam TAP MPR?
3. Apa materi muatan yang terkandung dalam UU/Perppu?
4. Apa materi muatan yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah?
5. Apa materi muatan yang terkandung dalam Peraturan Presiden?
6. Apa materi muatan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Provinsi dan
Kota/Kabupaten?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Materi Muatan Dalam UUD 1945


UUD adalah merupakan hukum dasar negara. Atau the basic of the national legal
order / Sebagai the basic of the national legal order maka UUD atau konstitusi akan
menjadi sumber bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada dibawahnya.
Perbedaan antara UUD dengan peraturan perundang-undangan yang ada dibawahnya,
salah satunya adalah dari segi materi muatan.

Terkait materi UUD Tahun 1945 apa yang merupakan materi mutan UUD Tahun
1945 tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011. Hal ini dapat dipahami karena kedudukan
dari UU No.12 Tahun 2011adalah lebih rendah dibandingkan dengan UUD, sehingga UU
No.12 tidak mengatur materi muatan UUD. Materi UUD Tahun 1945, dapat dilihat dalam
Batang Tubuh UUD Tahun 1945 yaitu: Pembukaan dan Pasal-Pasal (Pasal II Aturan
Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat
rumusan dari Pancasila, dan Pasal-Pasal Undang- Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab
(Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 72 Pasal (Pasal 1 sampai dengan pasal 37), ditambah
dengan 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA
dihapus, dalam amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD
1945. Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan
kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Secara
garis besar materi yang termuat dalam Batang Tubuh UUD Tahun 1945 adalah sebagai
berikut:

1) Bentuk dan Kedaulatan;


2) MPR (Pasal 2-3);
3) Kekuasaan Pemerintahan Negara (Pasal 4-16);
4) Kementrian Negara (Pasal 17);
5) Pemerintahan Daerah (Pasal 18);
6) DPR (Pasal 19-22B);
7) DPD (Pasal 22C);
8) Pemilihan Umum (Pasal 22E);
9) Hak Keuangan (Pasal 23-23D);
10) BPK (Pasal 23E);
11) Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24-25);
12) Wilayah Negara (Pasal 25A);
13) Warga Negara dan Penduduk (Pasal 26-28)
14) HAM (Pasal 28A-28J);
15) Agama (Pasal 29);
16) Pertahanan dan Keamanan Negara (Pasal 30);
17) Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31-32);
18) Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial (Pasal 33-34);
19) Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (Pasal 35-36);
20) Perubahan UUD.

Selain hal tersebut UUD 1945 juga memuat 3 pasal tentang Aturan Peralihan dan 2
pasal tentang Aturan Tambahan.

2.2 Materi Muatan TAP MPR


Dalam UU No.12 Tahun 2011 tidak termuat materi muatan Ketetapan MPR. Dalam
Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b, hanya menyebutkan bahwa: “Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat” adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus
2003. Dengan demikian yang menjadi materi Ketetapan MPR yang masih diakui adalah
materi ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang masih berlaku, sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor: I/MPR/2003.

2.3 Materi Muatan Undang-Undang


Dalam Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan:

1) Materi muatan yang harus diatur dengan UU berisi:


a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.

Salah satu materi muatan Undang-Undang adalah “perintah suatu Undang-Undang


untuk diatur dengan Undang-Undang”. Hal ini tidak sesuai dengan asas preferensi, bahwa
undang-undang yang berlaku belakangan menyampingkan undang-undang yang berlaku
terdahulu (lex posteriore derogat lex priori), dan bukannya undang-undang terdahulu
menentukan materi muatan undang-undang yang kemudian dibentuk. Materi muatan yang
harus diatur dengan Undang-Undang berisi pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat dalam sejumlah
pasal UUD 1945 dengan penanda “dengan undang-undang” atau “dalam ndang-undang”.

2.4 Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)


Dalam KRIS dan UUDS Tahun 1950 Perpu disebut dengan istilah UU Darurat.
Istilah UU Darurat ini menggambarkan pengertiannya sebagai emergency law (emergency
legislation). Perpu sebagai salah satu jenis peraturan perundangundangan diatur dalam
Pasal 22 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa: (1) dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-
undang; (2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam persidangan yang berikut, dan (3) jika tidak mendapat persetujuan, maka
Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.

Dengan demikian dari rumusan pasal tersebut ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dari segi kedudukan dan keberadaan Perppu:3

1. Bahwa dilihat dari segi jenis/bentuknya Perpu adalah Peraturan Pemerintah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun 1945, Namun dalam

3 Pantja Astawa dan Suprin Na’a. Perihal Undang-Undang. Konstitusi Press, Jakarta:2006, hlm. 80
keadaan yang memaksa peraturan pemerintah itu, dari segi materinya dapat memuata
ketentuan-ketentuan yang sama dengan UU;
2. Dalam UUD Tahun 1945 tidak ada istilah resmi terkait Perpu, sehingga dapat
ditafsirkan bahwa istilah perpu dapat diganti dengan UU Darurat misalnya;
3. Perpu hanya dapat ditetapkan Presiden apabila ada kegentingan yang memaksa, yang
tidak boleh dicampur adukkan dengan pengertian keadaan bahaya. Dalam pengertian
“kegentingan yang memaksa” terkandung sifat darurat atau emergency yang
memberi dasar kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Perpu. Emergency
itu sendiri timbul dari penilaian subyektif Presiden belaka mengenai tuntutan
keadaan mendesak untuk bertindak cepat dan tepat mengatasi keadaan tersebut
(noodverordeningsrecht);
4. Pada dasarnya Perpu sederajat dengan atau memiliki kekuatan yang sama dengan
UU, DPR harus aktif mengawasi baik dalam penetapan maupun pengawasan Perpu;
5. Perpu bersifat sementara.

Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Materi


muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan
Undang-Undang.Dengan demikian apa yang menjadi materi muatan Perpu adalah sama
dengan materi muatan UU sebagaimana telah disebutkan diatas.

2.5 Materi Muatan Peraturan Pemerintah


Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun 1945 menyebutkan: Presiden menetapkan
peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa PP hanya dapat ditetapkan oleh Presiden jika ada
UU induknya. Kewenangan Presiden untuk menetapkan PP adalah merupakan salah satu
wujud dari fungsi Presiden sebagai kepala pemerintahan, yakni kepala kekuasaan
eksekutif dalam negara, sehingga dalam rangka menjalankan UU, Presiden mempunyai
kekuasaan untuk menetapkan PP (pouvoir reglementair).

Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 12 UU No,12 Tahun 2011 yang menentukan
bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-
Undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian maka PP berisi pengaturan lebih lanjut
dari UU.J.A.H Logemann mengatakan: Dit is een zeer ruime bevoegheid, maar het moet
uitvoering blijven, geen aan vulling (ini adalah suatu kewenangan yang sangat luas, tetapi
ia (PP) harus tetap sebagai pelaksana belaka, tidak ada penambahan).4

Terkait materi yang memuat sanksi pidana, atau pemaksa, bila UU tidak
mencantumkannya maka dalam PP tidak boleh mencantumkan sanksi pidana maupun
sanksi pemaksa.

2.6 Materi Muatan Peraturan Presiden


Pasal 13 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan
Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan.

2.7 Materi Muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota


Dalam Pasal 14 UU No.12 Tahun 2011 disebutkan bahwa Materi muatan Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus
daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selanjutnya dalam Pasal 5 Permendagri No. 80 Tahun 2015, ditentukan bahwa Perda
provinsi memuat materi muatan untuk mengatur:

1) Kewenangan provinsi;
2) Kewenangan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
3) Kewenangan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
4) Kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah kabupaten/kota
dalam satu provinsi; dan/atau
5) Kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
daerah provinsi.

Sedangkan Perda Kabupaten/Kota memuat materi muatan untuk mengatur yang


diantaranya:

4 Ibid, hlm. 60
1) Kewenangan kabupaten/kota;
2) Kewenangan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota;
3) Kewenangan yang penggunanya dalam daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam daerah
kabupaten/kota; dan/atau
5) Kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
daerah kabupaten/kota.

Selain materi tersebut, dalam Pasal 5 Permendagri No.80 Tahun 2015 disebutkan
bahwa ada materi lain yang dapat dimuat dalam Perda yaitu:

a. Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan


penegakan/pelaksanaan Perda seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
c. Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d. Perda dapat memuat ancaman sanksi yang bersifat mengembalikan pada keadaan
semula dan sanksi administratif.
e. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
- Teguran lisan;
- Teguran tertulis;
- Penghentian sementara kegiatan;
- Penghentian tetap kegiatan;
- Pencabutan sementara izin;
- Pencabutan tetap izin;
- Denda administratif; dan/atau
- Sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusah masalah dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka
penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:

1. Undang-Undang Dasar 1945


Memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, Hak Asasi Manusia
(HAM), prosedur perubahan UUD, larangan mengubah sifat tertentu dari UUD, dan
memuat cita-cita serta asas ideologi negara.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)
Berdasarkan pada Tap MPR Nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap
Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR dari Tahun 1960-
2002 menyatakan bahwa, terdapat 139 ketetapan MPRS/MPR yang dikelompokkan
dalam 6 hal, yakni mengatur dan memberikan tugas kepada Presiden, penetapan
(beschikking), mengatur ke dalam (internet regelingen), deklaratif, rekomendasi,
dan perundang-undangan.
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Untuk UU dan Perpu memiliki materi muatan yang sama, yaitu mengenai pengaturan
lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945, perintah Undang-Undang untuk diatur
dengan Undang-Undang, pengesahan perjanjian internasional, tindak lanjut atas
putusan Mahkamah Konstitusi, dan pemenuhan kebutuhan hukum dalam
masyarakat.
4. Peraturan Pemerintah
Memuat materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
5. Peraturan Presiden
Memuat materi yang diperintahkan oleh UU, seperti pelaksana Peraturan Pemerintah
atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
6. Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Memuat materi perihal penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan,
serta menampung kondisi khusus daerah atau penjabaran lebih lanjut mengenai
peraturan yang lebih tinggi. Selain itu, juga terdapat materi mengenai ketentuan
pidana yang hanya terdapat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah I dan II.
Dimana pada Peraturan Daerah terdapat ketentuan pidana berupa kurungan paling
lama 6 bulan dan denda paling banyak Rp.50.000.00,00. (lima puluh juta rupiah).
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Astawa, Pantja dan Suprin Na’a. 2006 Perihal Undang-Undang. Jakarta: Konstitusi Press

Attamimi, A. Hamid. 1982. Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta:


BPHN Departemen Kehakiman

Undang-Undang
Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai