Anda di halaman 1dari 17

KEPEMILIKAN HAK MILIK TANAH

Dosen Pengampu: Irwan Saleh Indrapraja, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Riehan Salsabil Putra (201000068)

Kelas B

Hukum Acara Perdata

Fakultas Hukum Universitas Pasundan

Tahun Ajaran 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan


Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat
dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Tak lupa penulis juga panjatkan
kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-NYA Makalah dengan
judul “Kepemilikan Hak Milik Tanah” ini dapat terselesaikan.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi Ujian
Tengah Semester Tiga yang diampu oleh Bapak Irwan Saleh Indrapradja, S.H.,
M.H. pada mata kuliah Hukum Acara Perdata.

Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran
dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.

Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
yang membutuhkan.

Purwakarta, 11 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.1.1 Pihak Penggugat (Pati) .................................................................................. 2
1.1.2 Pihak Tergugat (Suruga) ................................................................................ 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
1.3 Tujuan................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 4
2.1 Para Pihak yang Berada dalam Persidangan ........................................................ 4
2.2.1 Pihak Penggugat (Pati) .................................................................................. 4
2.2.2 Pihak Tergugat (Suruga) ................................................................................ 5
2.2 Ketentuan Pasal 118 HIR Dalam Kasus Persengketaan Tanah yang Dihadapi
Pati dan Suruga........................................................................................................... 6
2.3 Pertimbangan Hukum Hakim ............................................................................... 8
2.3.1 Ketentuan Pasal 163 HIR/283 RBG yang Digunakan Majelis Hakim .......... 9
2.3.2 Amar Putusan .............................................................................................. 12
BAB III KESIMPULAN............................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sengketa tanah merupakan tanah yang kepemilikannya dipermasalahkan
oleh dua pihak, dimana mereka saling berebut untuk mengklaim kepemilikan tanah
tersebut.1 Tanah sengketa adalah kasus yang bisa dibilang sering terjadi di
Indonesia. Sengketa tanah tidak dapat dihindari pada zaman sekarang. Hal tersebut
menuntut perbaikan dalam bidang penataan dan penggunaan tanah untuk
kesejahteraan masyarakat dan yang terutama kepastian hukum didalamnya.
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk penyelesaian sengketa tanah
dengan cepat guna menghindari penumpukan sengketa tanah, yang mana dapat
merugikan masyarakat karena tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut
dalam sengketa.2

Penyelesaian sengketa tanah pada umumnya ditempuh melaui jalur hukum


yaitu pengadilan. Kasus - kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan
landreform (penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah) penegakan
hukumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang melandasinya.
Pilihan penyelesaian sengketa tanah melalui perundingan (mediasi), melalui cara
perundingan mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan penyelesaian
melalui pengadilan yang memakan waktu, biaya, dan tenaga. Melalui perundingan
(mediasi) sesuai dengan sifat Bangsa Indonesia yang selalui menyelesaikan
masalah dengan musyawarah mufakat. Disamping itu, ketidak percayaan sebagian
masyarakat terhadapt lembaga peradilan dan kendala administratif
yangmelingkupi membuat pengadilan merupakan opsi terakhir penyelesaian
sengketa. Dalam hal ini penulis akan mengambil rumusan masalah dengan judul
“Kepemilikan Hak Milik Tanah”.3

1 Budi Sudarsono, “Sengketa Tanah: Pengertian, Contoh Kasus dan Penyelesaiannya”,


(https://prospeku.com/artikel/sengketa-tanah---3462, diakses pada tanggal 09 November 2021 pukul 12.57)
2 Digilib.unissula.ac.id.>pendahuluan (http://repository.unissula.ac.id/15667/6/Bab%20I.pdf, diakses pada tanggal

09 November 2021 pukul 13.17)


3 Keputusan Kepala badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis

Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, hlm 2.

1
Uraian kasus posisi dalam kasus tersebut yaitu:

1.1.1 Pihak Penggugat (Pati)


Pada tanggal 13 November 2018, Pati telah mengajukan gugatan
kepada PN Watampone yaitu mengenai sengketa tanah yang terletak di Desa
Lantoro, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone. Sebenarnya tanah sengketa
tersebut adalah milik penggugat yang diperoleh dari suami penggugat yang
bernama Muping (Alm). Lalu pada sekitar tahun 1989, Suruga datang
menemui Pati untuk meminjam tanah milik Pati yang berada di samping
rumah Pati untuk sementara mendirikan rumah kayu, karena Suruga saat itu
belum memiliki rumah. Oleh karena rasa kasihan, Muping (suami Pati)
mengizinkan Suruga untuk mendirikan rumah kayu sementara di tanah milik
Pati.

Pada tahun 1991 suami dari Pati yaitu Muping meninggal dunia,
lalu Suruga pun masih tetap tinggal berada di atas tanah sengketa dan belum
membongkar rumah kayunya. Lalu sekitar awal bulan Oktober 2018, Suruga
tiba-tiba saja membangun pondasi rumah di atas tanah sengketa tanpa seizin
dari Pati, pada saat itu Pati sebenarnya telah menegur Suruga namun
dihiraukan.

Pati telah berusaha menyelesaikan persengketaan tanah tersebut


dengan cara kekeluargaan dengan cara meminta bantuan pada Pemerintah
setempat yaitu Kepala Desa Lantoro, tetapi setelah Pati dipertemukan dengan
Suruga, Pemerintah setempat menyarankan Pati untuk menyelesaikan
perkara tersebut di Pengadilan Negeri Watampone, lalu Pati pun
menyetujuinya untuk menggugat Suruga atas persengketaan tanah.

1.1.2 Pihak Tergugat (Suruga)


Suruga bersama dengan kuasa hukumnya menolak atau
menyanggah seluruh dalil gugatan oleh Pati.
Suruga tidak mengakui bahwa tanah sengketa tersebut milik Pati
karena Suruga berpendapat bahwa yang dibeli pada waktu itu lain objeknya.
Suruga juga tidak mengakui bahwa tanah sengketa tesebut telah dibeli dari
A. Lummu binti A. Sultan, karena yang dibeli adalah sebelah timur objek
sengketa. Surga juga tidak mengakui bahwa Pati tidak pernah menguasai

2
objek sengketa. Dan Suruga juga tidak pernah mengakui bahwa Suruga
sendiri datang menemui suami Pati dengan maksud dan tujuan untuk
meminta izin mendirikan rumah sementara untuk Suruga di atas tanah objek
sengketa, karena di atas objek sengketa yang tinggal di atas objek sengketa
sebelumnya adalah milik orang tua Pati.
Berdasarkan hal tersebut, Suruga memohon kepada Majelis Hakim
untuk segera mempertimbangkan putusan yang akan dibuat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat kita tarik rumusan masalah
sebagai berikut:

1) Bagaimana ketentuan Pasal 118 HIR dalam kasus persengketaan tanah di


Kabupaten Bone, Watampone tersebut?
2) Bagaimana hasil putusan Pengadilan Negeri Watampone dalam menangani
kasus tersebut?

1.3 Tujuan
Tujuan untuk dibuatnya makalah ini diantara lain:
1) Untuk mengetahui ketentuan Pasal 118 HIR dalam kasus persengketaan tanah
di Kabupaten Bone, Watampone tersebut.
2) Untuk mengetahui hasil putusan Pengadilan Negeri Watampone dalam
menangani kasus tersebut.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Para Pihak yang Berada dalam Persidangan


Pengadilan Negeri Watampone dengan Majelis Hakim nya yakni yang
diketuai oleh Andi Juniman Konggoasa, S.H., M.H.; Panji P. Prasetyo, S.H., M.H.
dan Nur Kautsar Hasan, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota akan
memeriksa bahwa keterangan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak Penggugat
(Pati) dan Tergugat (Suruga) untuk dapat mempertimbangkan putusan yang akan
dibuat.

2.2.1 Pihak Penggugat (Pati)


Untuk menguatkan dalil gugatannya, Pati telah membawa dan
mengajukan barang bukti berupa foto copy “Surat Perjanjian Bersama,
tanggal 27 Desember 1987” dan beberapa saksi yaitu Nurdin bin Husen;
Ahmad Tang bin Madia; Muh. Waris bin Hafid; dan Sangkala.

Barang bukti berupa Surat Perjanjian tersebut berisi tentang adanya


peristiwa jual beli terhadap sebidang tanah yang terletak di Lantoro antara A.
Lummu sebagai penjual dan Muping sebagai pembeli dengan harga jual Rp.
70.000,- yang disaksikan dan ditandatangani oleh Petugas PPLKB Lantoro,
Kepala Dusun I Lantoro dan Kepala Desa Lantoro.

Selain barang bukti berupa surat tersebut, Pati tidak mengajukan


barang bukti lagi. Oleh karenanya, Majelis akan mempertimbangkan bukti
saksi-saksi yang dihadirkan oleh Pati, yaitu:

1) Nurdin bin Husen

Menurutnya bahwa Tanah sengketa terletak di Lantoro Desa Lantoro


dipinjamkan oleh Muping (suami Pati) kepada Suruga pada tahun 1987,
lalu Suruga dipinjamkan Tanah sengketa karena dulu tidak memilik
tempat tinggal.

Sewaktu suami Pati yang bernama Muping masih hidup dia mengatakan
kepada keluarganya kalau Tanah tersebut telah dibeli dari A. Lummu

4
dan Nurdi selaku saksi pernah melihat ada surat akta jual beli rumah
yang dibuat di Kepala Desa setempat.

2) Ahmad Tang bin Madia

Sebagaimana yang diketahui oleh Ahmad Tang bahwa Tanah sengketa


tersebut adalah Tanah milik Muping (suami Pati) dan Pati, Ahmad Tang
juga tahu tentang Tanah sengketa tersebut dari surat SPPT nya Pati dan
Ahmad Tang juga pernah melihat SPPT tersebut sekitar 2 hari yang lalu.

Ahmad Tang mengetahui dan menjadi saksi bahwa lebih dahulu ada
rumah Pati daripada rumahnya Suruga. Ahmad Tang melihat bahwa
Sangkala pernah mengerjakan rumah Suruga waktu hendak diperbaiki
dan dijadikan lebih besar.

3) Muh. Waris bin Hafid

Dia mengetahui bahwa Suruga memperoleh tanah sengketa tersebut


karena dipinjamkan oleh Muping (suami Pati). Dia juga mengetahui
bahwa yang menjual Tanah tersebut adalah H. A. Lummu, sedangkan
yang membelinya adalah Muping (suami Pati). Dia mengatakan bahwa
dia pernah melihat akta pembeliannya seharga Rp. 70.000,-.

4) Sangkala

Sangkala mengetahui bahwa Muping dan Pati merupakan suami isteri


yang sah. Dia juga mengetahui bahwa Tanah yang Suruga pinjam
Tanahnya Muping (suami Pati) tersebut juga Tanah yang ditempati oleh
Suruga. Dan dia juga melihat perjanjian jual belinya yaitu bukti P-1
berupa Surat Perjanjian Bersama.

2.2.2 Pihak Tergugat (Suruga)


Untuk menguatkan dalil sanggahannya, Suruga selaku tergugat
mengajukan pula barang bukti berupa bukti T-1 s/d T-4, diantaranya:

1) Bukti surat T-1 berupa Foto Copy Surat Pemberitahuan Pajak terhutang
Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2018 pada pokonya menunjukkan
adanya pembayaran pajak bumi dan bangunan atas nama Suruga;

5
2) Bukti surat T-2 berupa Surat Pemberitahuan Pajak terhutang Pajak Bumi
dan Bangunan tahun 2012 pada pokoknya menunjukkan adanya
pembayaran pajak bumi dan bangunan atas nama Suruga;
3) Bukti surat T-3 berupa Surat Pemberitahuan Pajak terhutang Pajak Bumi
dan Bangunan tahun 2010 pada pokoknya menunjukkan adanya
pembayaran pajak bumi dan bangunan atas nama Suruga;
4) Bukti surat T-4 berupa daftar himpunan Ketetapan Pajak dan
Pembayaran buku 1,2,3,4,5 tahun 2018 nomor 226 NOP 008.003-0 atas
nama wajib pajak Suruga (Tergugat) pada pokoknya menunjukkan
adanya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Suruga.

Berdasarkan keseluruhan barang bukti berupa surat T-1 s/d T-4


tersebut yang menandakan bahwa Suruga merupakan warga wajib pajak dan
telah membayar pajak atas sebidang Tanah yang terletak di Lantoro pada
tahun 2010, 2012, dan 2018. Namun, pembayaran pajak tersebut bukanlah
merujuk kepada alas hak berupa bukti kepemilikan, sehingga tidaklah dapat
membuktikan kalau Tanah sengketa tersebut adalah milik Suruga.

2.2 Ketentuan Pasal 118 HIR Dalam Kasus Persengketaan Tanah yang
Dihadapi Pati dan Suruga
HIR adalah singkatan dari Herzien Inlandsch Reglement yang sering
diterjemahkan menjadi Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui, yaitu hukum
acara dalam persidangan perkara perdata maupun pidana yang berlaku di pulau
Jawa dan Madura. Reglemen ini berlaku di jaman Hindia Belanda, tercantum di
Berita Negara (staatblad) No. 16 tahun 1848.4 Bunyi dari Pasal 118 HIR tersebut
yaitu:

1) Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan


Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani
oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua

4 Togar Sijabat, “Perbedaan Antara HIR dan RBG”


(https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54dc318596a4d/perbedaan-antara-hir-dan-rbg, diakses pada
tanggal 11 November 2021 pukul 07.15)

6
pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika
tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.
2) Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu
dimajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah seorang
dari tergugat itu, yang dipilih oleh penggugat. Jika tergugat-tergugat satu
sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama dan penanggung,
maka penggugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di
tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari pada orang
berutang utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat 2 dari pasal
6 dari reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan
kehakiman.
3) Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat tinggal
sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal, maka surat
gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal
penggugat atau salah seorang dari pada penggugat, atau jika surat gugat itu
tentang barang gelap, maka surat gugat itu dimasukkan kepada ketua
pengadilan negeri di daerah hukum siapa terletak barang itu.
4) Bila dengan surat syah dipilih dan ditentukan suatu tempat berkedudukan,
maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukkan surat gugat itu kepada
ketua pengadilan negeri dalam daerah hukum siapa terletak tempat
kedudukan yang dipilih itu.
Berdasarkan isi Pasal 118 HIR tersebut jika dihubungkan dengan kasus
sengketa tanah yang tengah dihadapi antara Pati dengan Suruga di Watampone,
Sulawesi Selatan. Dapat saya simpulkan bahwa;
Dalam penyelesaian sengketa tanah harus diselesaikan melalui pengadilan
terkait dengan hak kepemilikan tanah. Penyelesaian sengketa pertanahan yang
bersifat keperdataan oleh pengadilan, dilakukan melalui proses gugatan
berdasarkan ketentuan HIR. Secara umum, untuk gugatan perdata, pengajuan
gugatan didasarkan pada asas Actor Sequitur Forum Rei. Asas tersebut diatur
dalam Pasal 118 ayat (1). Namun, penerapan asas tersebut tidaklah mutlak,
setidaknya ada 7 patokan dalam menentukan kewenangan relatif pengadilan
berdasarkan Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, yakni: 1) Actor Sequitur Forum Rei
(gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal tergugat); 2) Actor
Sequitur Forum Rei dengan Hak Opsi (dalam hal ada beberapa orang tergugat,

7
gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal salah satu tergugat atas
pilihan penggugat); 3) Actor Sequitur Forum Rei Tanpa Hak Opsi, tetapi
berdasarkan tempat tinggal debitur principal (dalam hal para tergugat salah satunya
merupakan debitur pokok/debitur principal, sedangkan yang selebihnya
berkedudukan sebagai penjamin, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri
pada tempat tinggal debitur pokok/principal); 4) Pengadilan Negeri di Daerah
Hukum Tempat Tinggal Penggugat (dalam hal tempat tinggal atau kediaman
tergugat tidak diketahui); 5) Forum Rei Sitae (Gugatan diajukan ke Pengadilan
Negeri berdasarkan patokan tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi
objek sengketa); 6) Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili (para
pihak dalam perjanjian dapat menyepakati domisili pilihan yakni menyepakati
untuk memilih Pengadilan Negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan
sengketa yang timbul dari perjanjian); 7) Negara atau Pemerintah dapat Digugat
pada Setiap PN (dalam hal Pemerintah Indonesia bertindak sebagai penggugat atau
tergugat mewakili negara, gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri di mana
departemen yang bersangkutan berada).
Jadi berdasarkan narasi tersebut, Pati dapat mengajukan gugatan kepada
Suruga di Pengadilan Negeri Watampone, karena mengimplementasikan dari Asas
Actor Sequitur Forum Rei (gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat
tinggal tergugat) dan kebetulan domisili dari pihak Tergugat dan Penggugat sama
(tetanggaan) yaitu di Kota Watampone, Sulawesi Selatan. Dan juga dikarenakan
objek gugatannya adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada
Pengadilan Negeri di mana tanah itu berada atau mengacu pada Forum Rei Sitae
(gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan patokan tempat terletak
benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa).

2.3 Pertimbangan Hukum Hakim


Pengadilan Negeri Watampone dengan Majelis Hakim nya yakni yang
diketuai oleh Andi Juniman Konggoasa, S.H., M.H.; Panji P. Prasetyo, S.H., M.H.
dan Nur Kautsar Hasan, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota akan
memeriksa bahwa keterangan bukti-bukti yang diajukan Suruga tidak bersesuaian
dan tidak merujuk kepada alas hak kepemilikan sehingga tidak menguatkan dalil
bantahan. Lalu Majelis Hakim juga menimbang bahwa dikarenakan Pati dapat

8
membuktikan dalil gugatannya sedangkan Suruga tidak dapat membuktikan dalil-
dalil bantahannya, yang selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
petitium dari gugatan Penggugat, sebagai berikut:

• Yang pertama, terhadap petitium angka 1 Majelis Hakim akan


mempertimbangkannya terakhir, setelah Majelis Hakim
mempertimbangkan petitium-petitium setelahnya.
• Yang kedua, mengenai petitium angka 2, menyatakan menurut hukum
bahwa Tanah Perumahan sengketa adalah milik Pati yang diperoleh dari
suaminya yang bernama Muping (alm). Dimana Muping sendiri
memperoleh Tanah objek sengketa tersebut dengan cara membeli dari A.
Lummu pada tahun 1987 seharga Rp. 70.000,- oleh karenanya petitium
angka 2 tersebut dapatlah dikabulkan.
• Yang ketiga, oleh karena petitium angka 2 dikabulkan, maka petitium
angka 3 dan angka 4 dapatlah dikabulkan.
• Yang keempat, oleh karena gugatan Pati dinyatakan dikabulkan, maka Pati
dinyatakan sebagai pemenang dalam sidang ini dan Suruga sebagai pihak
yang kalah, maka Suruga dihukum untuk membayar biaya perkara yang
timbul, yang besarnya akan ditentukan dalam amar Putusan dan oleh
karenanya petitium angka 5 tersebut dapatlah dikabulkan.
• Yang terakhir, oleh karena petitium angka 2, angka 3, angka 4, dan angka
5, maka petitium angka 1 dapatlah dikabulkan.

2.3.1 Ketentuan Pasal 163 HIR/283 RBG yang Digunakan Majelis


Hakim
Dalam Pasal 163 HIR/283 RBG mengatur, barangsiapa yang
mengaku mempunyai hak atau suatu peristiwa, ia harus membuktikan adanya
hak atau peristiwa itu. Rumusan norma tersebut parallel dengan asas actori
incumbit prabotio. Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud maka
yang wajib membuktikan adalah orang yang mengaku mempunyai hak,
orang yang membantah dalil gugatan, orang yang menyebutkan suatu
perbuatan untuk menguatkan haknya. Hal sebagaimana diuraikan tersebut
dalam hukum acara perdata disebut dengan pembuktian.

Bunyi dari Pasal 163 HIR/283 RBG:

9
“barangsiapa mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu
perbuatan untuk menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang itu
harus membuktikan adanya hak atau kejadian itu.”
Pembuktian merupakan suatu upaya untuk meyakinkan hakim
tentang kebenaran dalil-dalil gugatan / bantahan dalil gugatan yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan di persidangan. Pembuktian dalam
hukum acara perdata dikenal dua macam, yakni: hukum pembuktian
materiil dan hukum pembuktian formil. Hukum pembuktian materiil
mengatur tentang dapat atau tidak diterimanya alat-alat bukti tertentu di
persidangan serta mengatur tentang kekuatan pembuktian suatu alat bukti.
Sedangkan hukum pembuktian formil mengatur tentang cara menerapkan
alat bukti. Hal-hal yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara adalah
peristiwanya atau kejadian-kejadian yang menjadi pokok sengketa, bukan
hukumnya, sebab yang menentukan hukumnya adalah Hakim. Dari
peristiwa yang harus dibuktikan adalah kebenarannya, kebenaran yang
harus dicari dalam hukum acara perdata adalah kebenaran formil, sedangkan
dalam hukum acara pidana adalah kebenaran materiil. Upaya mencari
kebenaran formil, berarti hakim hanya mengabulkan apa yang digugat serta
dilarang mengabulkan lebih dari yang dimintakan dalam petitum (vide-
Pasal 178 HIR/189 ayat (3) RBG). Hakim hanya cukup membuktikan
dengan memutus berdasarkan bukti yang cukup. Dalam memeriksa suatu
perkara perdata hakim setidaknya harus melakukan tiga tindakan secara
bertahap yakni: mengkonstantir yakni melihat benar tidaknya peristiwa
yang diajukan sebagai dasar gugatan, mengkualifisir peristiwa,
mengkonstituir yakni memberi hukumnya.

Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata sebagaimana


diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBG, yaitu: surat-surat, saksi-saksi,
pengakuan, sumpah, persangkaan hakim. Selain Pasal 164 HIR/284 RBG
pembuktian harus dikaitkan pula dengan Pasal 131 (1) HIR yang mengatur
tentang dibacakannya alat bukti yang diajukan oleh pihak oleh hakim di
persidangan untuk didengar pihak lawan, Pasal 137 HIR/163 RBG yang
mengatur tentang pihak lawan dapat meminta agar diperlihatkan kepadanya
bukti-bukti surat yang diajukan oleh pihak lawannya, Pasal 167 HIR tentang
pihak berperkara dapat meminta salinan bukti milik pihak lawannya.

10
Kekuatan pembuktian bersifat sempurna dan mengikat artinya, sempurna
berarti hakim harus menganggap semua yang tertera dalam akta yang
diajukan sebagai bukti itu merupakan hal yang benar, kecuali pihak lawan
dapat membuktikan dengan akta lain bahwa akta yang diajukan tidak benar.
Mengikat artinya hakim terikat dengan akta yang diajukan oleh pihak
sebagai bukti, selama akta tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan undang-
undang tentang sahnya suatu akta. Suatu alat bukti dianggap sah memiliki
nilai sebagai alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian, apabila
telah mencapai batas minimal pembuktian. Dalam hal ini terkait dengan alat
bukti permulaan yang merupakan alat bukti yang tidak memenuhi batas
minimal alat bukti, sehingga alat bukti tersebut tidak dapat diterima sebagai
bukti untuk mendukung dalil gugatan kecuali ditambah dengan paling
sedikit satu alat bukti lagi. Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan dalam acara
pembuktian di persidangan antara lain: segala sesuatu yang dianggap telah
diketahui oleh umum, hal-hal yang dilihat sendiri oleh hakim di persidangan
dalam proses persidangan, seperti pihak tergugat tidak hadir, hal-hal yang
diajukan oleh penggugat yang diakui oleh tergugat.

Pasal 163HIR/283 RBG mengatur beban pembuktian dibebankan


kepada pihak yang berkepentingan, tidak hanya kepada penggugat tetapi
bisa juga kepada tergugat, yakni ketika tergugat menyangkal dalil gugatan.
Pokok-pokok dalam ketentuan pasal tersebut pada intinya mengatur tentang
beberapa hal antara lain: dalam proses perdata soal pembuktian dilakukan
oleh para pihak yang berperkara bukan hakim, penggugat harus dapat
membuktikan hak-haknya yang digugat dan sebaliknya tergugat harus dapat
membuktikan penyangkalannya atas dalil-dalil gugatan penggugat, hakim
harus membagi beban pembuktian kepada para pihak dan juga harus
mengatur fakta yang harus dibuktikan baik oleh penggugat maupun tergugat
karena pembagian beban pembuktian sangat menentukan suatu perkara,
hakim harus menilai bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak apakah
fakta-fakta itu benar terjadi dengan bukti-bukti yang diajukan. Hal-hal lain
yang perlu menjadi pertimbangan hakim dalam pembuktian adalah sebagai
berikut: beban pembuktian yang terkait dengan siapa yang terlebih dahulu
membuktikan dan kapan beban pembuktian diberikan kepada penggugat

11
dan tergugat, alat-alat bukti apa saja yang sah menurut hukum, apakah alat
bukti tersebut telah mencapai batas minimal sehingga memiliki kekuatan
pembuktian.5

2.3.2 Amar Putusan


Mengingat Pasal-pasal dalam RBG, KUH Perdata, dan segala
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku khususnya yang
berkaitan dengan perkara ini:

Mengadili

• Dalam Eksepsi
- Menolak eksepsi dari Suruga selaku Tergugat untuk seluruhnya.
• Dalam Pokok Perkara
1) Menolak eksepsi dari Suruga selaku tergugat untuk seluruhnya;
2) Mengabulkan gugatan Pati selaku penggugat untuk seluruhnya;
3) Menyatakan menurut hukum bahwa Tanah Perumahan sengketa
adalah milik Pati yang diperoleh dari suaminya bernama Muping
(alm);
4) Menyatakan menurut hukum bahwa penguasaan Tegugat atas
Tanah Perumahan sengketa adalah penguasaan yang tanpa hak dan
melawan hukum;
5) Menghukum Suruga atau kepada siapa saja yang memperoleh hak
dari padanya atas Tanah Perumahan sengketa untuk mengosongkan
Tanah Perumahan Sengketa, kemudian menyerahkan Tanah
Perumahan sengketa kepada Pati dalam keadaan kosong;
6) Menghukum Suruga selaku tergugat untuk membayar biaya yang
timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 2.886.000,- (dua juta delapan
ratus delapan puluh enam ribu rupiah).

5 Michael Agustin, “Prinsip-Prinsip Dasar Pembuktian Dalam Hukum Acara Perdata”


(https://manplawyers.co/2019/09/18/prinsip-prinsip-dasar-pembuktian-dalam-hukum-acara-perdata/, diakses pada
tanggal 09 November 2021 pukul 14.38)

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1) Surat gugatan merupakan surat yang dibuat oleh orang yang merasa
dirugikan dan diajukan kepada pengadilan yang berwenang dengan
identitas baik pihak Penggugat maupun pihak Tergugat jelas dan lengkap
serta ada hubungan hukum dengan permasalahan atau peristiwa yang
merupakan alasan-alasan dari pada tuntutan atau petitum yang harus
dirumuskan dengan kata lain gugatan harus jelas, lengkap dan sempurna.
2) Penggugat adalah orang atau pihak yang merasa dirugikan / dilanggar
haknya oleh orang atau pihak lain (Tergugat).
3) Hukum acara adalah rangkaian aturan yang mengatur tata cara
mengajukan suatu perkara ke suatu badan peradilan (pengadilan), serta
cara-cara hakim memberikan putusan. Hukum acara mengatur cabang-
cabang hukum yang umum, seperti hukum acara pidana dan perdata.
Masing-masing negara yang memiliki yurisdiksi dan kewenangan
mahkamah yang beragam memiliki aturan yang berbeda-beda mengenai
hukum acara. Dalam kasus ini termasuk ke dalam hukum acara perdata
yang bersumber pada UU; Yurisprudensi; Doktrin; dan Kebiasaan.
Sedangkan definisi hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum acara
perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya
menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Michael. 2019. “Prinsip-Prinsip Dasar Pembuktian Dalam Hukum Acara


Perdata” (https://manplawyers.co/2019/09/18/prinsip-prinsip-dasar-
pembuktian-dalam-hukum-acara-perdata/) diakses pada tanggal 09 November
2021 pukul 14.38

Digilib.unissula.ac.id.>pendahuluan(http://repository.unissula.ac.id/15667/6/Bab%20I
.pdf) diakses pada tanggal 09 November 2021 pukul 13.17

Pemerintah Indonesia. 2007. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik


Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan
Penyelesaian Masalah Pertanahan. Jakarta: Sekretariat Negara

Sijabat, Togar. 2015. “Perbedaan Antara HIR dan RBG”,


(https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54dc318596a4d/perbed
aan-antara-hir-dan-rbg) diakses pada tanggal 11 November 2021 pukul 07.15

Sudarsono, Budi. 2021. “Sengketa Tanah: Pengertian, Contoh Kasus dan


Penyelesaiannya”, (https://prospeku.com/artikel/sengketa-tanah---3462)
diakses pada tanggal 09 November 2021 pukul 12.57

14

Anda mungkin juga menyukai