BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta
melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan
dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia
masih memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan
manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan
adanya hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masvarakat.
Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1
pihak melakukan wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar -
besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang
bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan
tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya
dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan
kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 62 tahun Indonesia merdeka, negara masih
belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) baru sebatas menandai
dimulainya era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang
menjadi kepemilikan individual.
Terkait dengan banyak mencuatnya kasus sengketa tanah ini, Kepala Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan, bahwa terdapat sedikitnya terdapat 2.810 kasus
sengketa tanah skala nasional. Kasus sengketa tanah yang berjumlah 2.810 kasus itu
tersebar di seluruh indonesia dalam skala besar. Yang bersekala kecil, jumlahnya lebih
besar lagi.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memberikan arah, penulis bermaksud membuat suatu perumusan masalah sesuai
dengan arah yang menjadi tujuan dan sasaran penulisan dalam paper ini. Perumusan
masalah menurut istilahnya terdiri atas dua kata yaitu rumusan yang berarti ringkasan atau
kependekan, dan masalah yang berarti pernyataan yang menunjukkan jarak antara rencana
dengan pelaksanaan, antara harapan dengan kenyataan. Perumusan masalah dalam paper
ini berisikan antara lain :
1) Apa arti dari sengketa Tanah ?
2) Bagaimana penyelesaian kasus penyelesaian sengketa tanah antara militer dengan
warga masyarakat di jawa timur ?
3) Sejauh mana kekuatan sertifikat sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa tanah ?
C. TUJUAN
Adapun beberapa tujuan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui sejauh mana kekuatan sertifikat sebagai alat bukti dalam
penyelesaian sengketa tanah.
2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian terbaik terhadap tanah yang dijadikan obyek
sengketa tersebut .
3. Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa mengenai cara
menangani suatu sengketa atas tanah .
4. Dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang bagaimana proses penguasaan
tanah, jaminan hukumnya, serta penyelesaian mengenai sengketa tanah bagi para
mahasiswa.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. DEFINISI SENGKETA TANAH
Akhir-akhir ini kasus pertanahan muncul ke permukaan dan merupakan bahan pemberitaan
di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan tersebut
adalah sangat bervariasi yang antara lain :
© Harga tanah yang meningkat dengan cepat.
© Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan / haknya.
© Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.
Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest)
di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara
perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan
badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna
kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud
antara lain dapat diberikan respons / reaksi / penyelesaian kepada yang berkepentingan
(masyarakat dan pemerintah),
Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai
sengketa hak atas tanah, yaitu :
Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau
badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status
tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian
secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
BAB III
PEMBAHASAN
A. SERTIFIKAT
Sertifikat adalah buku tanah dan surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama-sama
dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan)
yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah,
prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara
administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
B. Saran
Sebagai saran, agar kita bias mempelajari hokum agraria di Indonesia terutama mengenai
pengertian dari sengketa tanah, bagaimana penyelesaiakan terhadap sengketa tanah,
sertifikat sebagai kekuatan alat nukti dalam penyelesaian sengketa tanah.
DAFTAR PUSTAKA