Anda di halaman 1dari 22

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG

DIBATALKAN PTUN

Oleh:
Rosian Yulianto
NIM.S.351608039
Rusianyulianto91@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to determine the cause of the cancellation of the certificate by the
Administrative Court and the responsibility of BPN on the certificate that the
PTUN abort. This study includes normative legal research using Secondary Data.
Material Legal used primary legal material, Secunder Law Material and material
Tertiary Law. How to search data with Library Studies. The results of the study
note that the cancellation of a certificate by the Administrative Court shall be
made against a disputing certificate, such as cases such as Double Dual Dispute
and Original But False Certificate (legal and administrative defects). All these
problems arise in the process of land registration of the implementation of
judicial decisions by BPN is only limited to a permanent legal TUN Court ruling.
But the exception is in paragraph (2) for reasons of the object of the decision
there are other contradictory decisions; against the object of the verdict is being
placed seizure of collateral; against the object of the decision being the object of
the lawsuit in another case; other reasons set forth in legislation.

Keywords: Responsibility, Certificate Cancel

A.    Pendahuluan
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat
mendasar.Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga
setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir
semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung
selalu memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih
memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi
kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan
menguasainya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu
sengketa tanah di dalam masvarakat.Sengketa tersebut timbul akibat adanya
perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan

1
wanprestasi. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika
pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3
disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA.

Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang berlandaskan


atas hukum (Rechtstaat) sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), (Negara
Indonesia adalah Negara hukum) dalam arti bahwa segala sesuatau yang ada
di Negara Indonesia dalam bentuk apapun sudah diatur dalam undang-undang
atau aturan yang berlaku. Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk
mencukupi kebutuhan, baik yang langsung untuk kehidupannya seperti
bercocok tanam atau tempat tinggal, maupun untuk melaksanakan usaha,,
seperti untuk tempat perdagangan, industri, pertanian. Perkebunan,
pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya.1
Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang
menyatakan bahwa” Bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-
besar kemakmuran rakyat” ini jelas bahwa yang di maksud pada pasal 33
UUD 1945 adalah kemakmuran rakyatlah yang utamakan dalam pemanfaatan
sumber daya alam yang ada (Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan
yang terkandung didalamnya), dalam melaksanakan hal tersebut dibidang
pertanahan dikeluarkan UUPA. Dari penjelasan umum UUPA dapat diketahui
bahwa Undang-Undang ini merupakan unifikasi Hukum pertanahan.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut dalam rangka menjamin
kepastian hak dan kepastian hukum atas Tanah, UUPA telah menggariskan
adanya keharusan untuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh

1 Elza Syarief, Menuntaskan sengketa tanah melalui pengadilan khusus pertanahan.


KPG, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, hlm. 143

2
Indonesia, sebagaimana yang telah diamanatkan pasal 19 UUPA. Pasal
tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari pendaftaran tanah di
Indonesia, antara lain:2
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebaga alat
pembuktian yang kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan
masyarakat, keperluan lalu lintas, sosial, ekonomi serta kemunkinan
penyelenggaraan, menurut pertimbangan menteri Agraria
4. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa
rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut.
Ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut merupakan ketentuan
yang ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran
diseluruh Indonesia, yang sekaligus merupakan dasar hukum bagi pelaksana
pendaftaran tanah dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah
yang yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Untuk itu maka setiap
hak-hak atas tanah yang tersurat dalam UUPA harus didaftarkan sesuai
peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas sesuai
dengan Pasal 19 UUPA tahun 1960, maka perlu adanya pembentukan suatu
badan atau lembaga yang bergerak dibidang pertanahan agar tidak terjadi
penyalagunaan hak-hak pertanahan, yaitu Badan Pertanahan Nasiaonal,

2 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria

3
Tujuan dibentuknya Badan Pertanahan Nasional adalah untuk
membuat sistem pengelolaan masalah pertanahan di Indonesia,3dasar
pembentukan BPN adalah keputusan Presiden No.26 Tahun 1988. Directorat
Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri pun di ubah menjadi lembaga
pemerintah non departemen untuk menjadi lembaga ini, kemudian sebagai
panduan operasional BPN, pimpinan lembaga ini mengeluarkan SK No.
11/KBPN/1988 jo keputusan kepala BPN No. 1 tahun 1989 tentang
organisasi dan tata kerja BPN dipropinsi dan kabupaten/kotamadya. Tugas
Badan Pertanahan Nasional adalah mengelolah dan mengembangkan
administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan
perundang-undangan lain yang meliputih pengaturan penggunaan,
penguasaan, pemeliharaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah. 4 Pengurusan
dan pendaftaran tanah, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan masalah
pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden. Sedangkan
fungsi dari Badan Pertanahan Nasional adalah merumuskan kebijakan dan
perencanaan penguasaan dan pengurusan tanah; merumuskan kebijakan dan
perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan prinsip tanah mempunyai
fungsi social; melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran
tanah; melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah; melaksanakan penelitian
dan pengembangan dibidang pertanahan serta pendidikan dan pelatihan
pegawai dan hal-hal yang ditetapkan oleh Presiden.
Badan Pertanahan Nasional mengupayakan solusi penyelesaian
sengketa pertanahan berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku
dengan memperhatikan rasa keadilan dan menghormati hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Dalam era keterbukaan sekarang setiap aspek
pelayanan harus jelas dasar hukumnya dan transparan.untuk meminimalkan
sengketa pertanahan maka peran yang dimainkan BPN sebagai pelayanan
masyarakat antara lain:5

3 Elza Syarief, Op. Cit, hlm. 142


4 Ibid hlm. 142
5Ibid, hlm. 147

4
1) Menelah dan mengolah data dan untuk menyelesaikan perkara dibidang
pertanahan.
2) Menampung gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori jawaban,
menyiapkan memori banding, memori/kontra memori kasasi,
memori/kontra memori peninjauan kasasi atas perkara yang diajukan
melalui peradilan terhadap perorangan dan badan hukum yang merugikan
Negara.
3) Mengumpulkan data masalah dan sengketa pertanahan.
4) Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan mengenai keputusan
penyelesaian sengketa atas tanah.
5) Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan hak atas tanah
yang cacat administrasi dan berdasarkan kekuatan putusan.
Setelah adanya pembentukan badan yang bergerak di bidang
pertanahan, maka di wajibkan kepada seluruh penduduk atau masyarakat
Indonesia untuk melakukan pendaftaran tanah. Sesuai aturan yang berlaku
sebagaimana yang telah di muat oleh undang-undang no 5 tahun 1960 tentang
undang-undang pokok agrarian atau yang sering di singkat UUPA pasal 19
dan peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1961( pp No 10/1961) tentang
Pendaftaran Tanah sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran Tanah adalah
rangkain kegiatan yang di lakukan pemerintah secarah terus menerus,
berkesinambungan dan teratur yang meliputi (i) pengumpulan, (ii)
pengolahan, (iii) pembukuan, dan (iv) penyajian serta (v) pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk (iv) pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya,(pasal 1
angka(1) PP No.24/ 1997).6
Pendaftaran tanah diselengarakan dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah

6 Florianus SP Sangun” Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah" visi Media, 2007, hlm. 14

5
sistem negatif tetap, dan mengandung unsur positif, karena akan
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat,(pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2) pasal 32
ayat (2) dan pasal 38 ayat (2) UUPA)7. Kita ambil contoh misalnya dalam
Kasus yang sudah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor : 03/G/2012/PTUN-BKL, antara
Merekta Bangun, SKM.MARS , Kewarganegaraan Indonesia, Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil, tempat tinggal Jl. Basuki Rahmat Desa Tanjung Raman
Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara melawan Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Tengah, Tempat kedudukan di
Kabupaten Bengkulu Tengah. Dengan objek sengketa Sertifikat Hak Milik
(SHM) Nomor 197 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten
Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor 1594/1998 Luas 20.000 m2
Atas Nama H. Nur Said,SH. dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 202
Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara
dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 4577/1998 Luas 3.350 m2 atas nama H. Nur
Said,SH. dengan permasalahan Sertifikat Hak Milik yang ganda atas tahan
(overlopping). Dengan permasalahan singkat Sertifikat Hak Milik Nomor:
06/TP Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu
Utara dengan Gambar Situasi Tanah (GST)Nomor. 159/ PT/BU/1981 luas
6.210 m2 atas nama I.S Meliala, SH, telah ditumpangi dengan Sertifikat Hak
Milik Nomor: 197 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten
Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor 1594/1998 atas nama H.
Nur Said, S.H. seluas 6.210m2 dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 07/TP
Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara
dengan Gambar Situasi Tanah (GST) Nomor. 158/ PT/BU/1981 luas 19.200
m2 atas nama I.S Meliala.,SH, telah ditumpangi dengan Sertifikat Hak Milik
Nomor: 197 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten
Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 1594/1998 atas nama H.
Nur Said, SH seluas 13.390 m2. Dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor:

7 Op.Cit, hlm. 1

6
202 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu
Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 4577/1998 atas Nama H. Nur Said,
SH, seluas 3.350 m2.
DALAM POKOK PERKARA : ----------------------------------------------------
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian dan menolak untuk
selain dan selebihnya ; --------------------------------------------------------------
2. Membatalkan Sertipikat Hak Milik Nomor: 202/Desa Talang Pauh tanggal
01 Pebruari 1999 terakhir tercatat atas nama Oloan Simanjuntak ; -----------
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik Nomor:
202/Desa Talang Pauh tersebut di atas ; ------------------------------------------
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.
234.000 (dua ratus tiga puluh empat ribu rupiah) ;------------------------------
Demikian diputuskan oleh HERRY WIBAWA, S.H., M.H., Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu. Banyak putusan pengadilan
khususnya Pengadilan Tata Usaha Negara yang sudah mempunyai Kekuatan
Hukum Tetap (inkrah) yang belum mendapat tindak lanjut dari BPN
(eksekusi) karena BPN tidak ataupun lalai bahkan tidak tegas dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka menjamin kepastian
hukum serta membela kepentingan pemegang atau pemilik hak atas tanah
tersebut. Misalnya dalam kasus yang terjadi di Jakarta yaitu kasus tanah
Meruya, dimana rencana eksekusi yang dilakukan pemilik tanah adalah PT
Portanigra yang yang membeli tanah tersebut seluas 44 Ha sekitar tahun
1972 yang lalu dari Juhri cs sebagai koordinator penjualan tanah Rencana
eksekusi yang akan dilakukan oleh PT Portanigra mendapatkan perlawanan
dari masyarakat yang menempati tanah yang telah memiliki tanda bukti
kepemilikan atas tanah dimaksud. Juhri Cs, ternyata setelah menjual tanah
tersebut kepada PT Portanigra, menjual lagi tanah itu kepada perorangan,
Perusahaan , Pemda dan berbagai instansi. Masyarakat dan berbagai instansi
yang membeli dari Juhri Cs kemudian memiliki berbagai tanda bukti hak
(sertifikat) atas tanah itu. Atas tindakan Juhri Cs, pengadilan telah
menetapkan bahwa tindakan Juhri Cs adalah bertentangan dengan hukum,

7
dan mereka telah dipidana pada tahun 1987 – 1989 atas perbuatan penipuan,
pemalsuan dan penggelapan. Melalui hal tersebut di atas, Dalam Makalah ini
mencoba menganalisis tentang “Tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional
Atas Sertifikat Yang Dibatalkan PTUN”.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam makalah ini adalah :
1.    Apa yang menyebabkan terjadinya pembatalan sertifikat oleh PTUN?
2.    Apa yang menjadi tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan
PTUN?

C. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat Yuridis Normatif. Jenis Data menggunakan Data
Sekunder. Sumber Data menggunakan Sumber Datas Sekunder meliputi bahan
Hukum Primer, Bahan hukum Sekunder dan bahan Hukum Tersier. Cara
Pencarian data dengan cara Studi Pustaka. Metode Pengolahan Dan Analisis
Data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu data-data yang terkumpul
berkaitan penyelesaian sengketa sertifikat hak milik atas tanah, akan diolah
dengan cara mensistematisasikan bahan-bahan hukum yaitu dengan membuat
klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Data yang diolah kemudian
diinterprestasi dengan menggunakan cara penafsiran hukum dan kontruksi
hukum dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif, dimana menguraikan
data-data yang menghasilkan data deskriptif dalam mencapai kejelasan
masalah yang akan dibahas dan untuk mengungkapkan kebenaran yang ada.
D. Pembahasan
1.   Penyebab Terjadinya Pembatalan Sertifikat Oleh PTUN.
Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam
bahasas latin agre berarti tanah atau sebidang tanah .agrarius berarti
persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga

8
urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan
tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai
arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Begitu
pentingnya tentang tanah terkadang banyak permasalahan yang muncul
sebagai akibat kepemilikan tanah yang berakibat pembatalan sertipikat.

Ada sebab pasti ada akibat. Untuk itu pembatalan sertifikat yang
dilakukan oleh PTUN diawali dengan munculnya keputusan tata usaha
yang merugikan pihak lain yaitu sertifikat. Untuk itu atas keputusan tata
usaha yang merugikan tersebut, maka muncullah apa yang dinamakan
sengketa. Keputusan atau ketetapan harus dibatalkan apabila keputusan
tersebut bertentangan dengan udang-undang, dan kepentingan umum.
Seperti dalam Pasal 53 ayat (2) UU Peradilan Tata Usaha Negara
mengenai alasan pengajuan gugatan yaitu Keputusan Tata Usaha Negara
yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Keputusan TUN dapat berupa keputusan yan sah atau sesuai
dengan prosedur yang seharusnya atau legal, tapi ada juga keputusan yang
tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya tau ilegal. Keputusan yang
tidak sesuai dengan prosedur tersebut dapat dikatakan dengan cacat
adminstrasi ataupun cacat hukum. Keputusan yang tidak sah tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum.
Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak sah dapat dibatalkan
yaitu dengan mengajukan gugatan kepengadilan dengan alasan-alasan atau
dasar gugatan. Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan,
selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999, yaitu :
“Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai
keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas
tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak

9
yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak
lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.”8
Sengketa pertanahan khususnya sengketa yang berkaitan langsung
dengan sertifikat hak milik, merupakan sengketa Hukum Administrasi
Negara. Terjadinya suatu sengketa karena adanya objek yang
disengketakan, artinya ada pangkal tolak sengketa yang timbul akibat
adanya tindakan hukum pemerintah. Di dalam kepustakan hukum
administrasi, sengketa yang terjadi disebut sengketa administrasi, karena
objek yang menjadi sengketa adalah keputusan administrasi (beschikking),
yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara.9
Di dalam hukum positif Indonesia, kedua alat ukur dimaksud
dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, Pasal 53 Undang-Undang
dimaksud memuat alasan-alasan yang digunakan untuk menggugat
pemerintah atas keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan yang
menimbulakan kerugian bagi pihak yang terkena Keputusan Tata Usaha
Negara dimaksud. Secara lengkap Pasal 53 dimaksud adalah sebagai
berikut:
Pasal 53
(1)   Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang
yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa
disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
(2)   Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:

8 Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1


Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan
9 H. Sadjijono, Bab-bab Pokok Hukum Administrasi Negara, Laksbang
PRESSindo,Yokyakarta, 2008, hlm. 135.

10
a.       Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.      Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
asas-asas umum pemerintahan yang baik.10
Dari sekian banyak permasalahan dalam pertanahan lebih
dinominasi sengketa yang berorientasi pada sertifikat. Seperti kita ketahui
bersama bahwa, sertifikat merupakan surat resmi yang dibuat dan
dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan kepastian terhadap status
kepemilikan tanah, dan juga berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat.
Sertifikat tanah merupakan output atau produk dari pada Badan Pertanahan
yang bersifat konkrit, individual dan final.
Sengketa pertanahan yang sering mengakibatkan PTUN
menjatuhkan putusan pembatalan atas sertifikat adalah sengketa
kepemilikan atas tanah. penerbitan sertifikat yang dilakukan deangan
itikad buruk atau secara melawan hukum. Asal mula terjadinya
permasalahan tersebut dapat diuraikan mulai dari pendaftaran tanah
sampai diterbitkannya sertifikat, dan oleh karena sertifikat tersebut, maka
terjadilah sengketa kepemilikan atas tanah lebih khusus lagi permasalahan
atas Sertifikat. Administrasi pertanahan yang kurang tertib juga menjadi
salah satu faktor pemicu terjadi sengketa pertanahan. Bukti penguasaan
tanah yang tidak jelas dan tidak ada dokumentasinya akan mengakibatkan
pertikaian antar warga dalam memperebutkan hak atas tanah. Sengketa
sertifikat yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian Badan Pertanahan
Nasional. Sengketa sertifikat hak milik atas tanah merupakan sengketa
yang terjadi atas status keabsahan sertifikat hak milik yang dipunyai
seseorang atau badan hukum perdata. Untuk itu pembatalan sertifikat oleh
PTUN, dilakukan terhadap sertifikat yang memiliki sengketa, misalnya
kasus-kasus seperti sengketa Sertifikat Ganda dan Sertifikat Asli Tapi
Palsu (cacat hukum dan administrasi). Semua permasalahan ini muncul

10Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

11
pada proses pendaftaran tanah. Kasus-kasus tersebut di atas merupakan
penyebab terjadinya pembatalan sertifikat oleh BPN.
Untuk permasalahan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.      Sertifikat Ganda
Yang dimaksud dengan Sertifikat Ganda adalah surat
keterangan kepemilikan (dokumen) dobel yang diterbitkan oleh
Badan Pertanahan Nasional yang mengakibatkan adanya
pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu bagian atas
sebagian yang lain.11 Maka dapat disimpulkan bahwa Sertifikat
Ganda adalah sertifikat-sertifikat yang menguraikan satu bidang
tanah yang sama. Jadi dengan demikian satu bidang tanah
diuraikan dengan 2 (dua) sertifikat atau lebih yang berlainan
datanya. Hal semacam itu disebut pula Sertifikat Tumpang Tindih,
baik sebagian maupun keseluruhan tanah tersebut.
Terdapat pula kasus dimana sebidang tanah oleh Kantor
Pertanahan diterbitkan lebih dari satu sertifikat, sehingga
mengakibatkan ada pemilikan bidang tanah hak saling bertindihan,
seluruhnya atau sebagian. Hal ini terjadi antara lain sebagai akibat
kesalahan penunjukkan batas tanah oleh pemohon/pemilik sendiri
sewaktu petugas Kantor Pertanahan melakukan pengukuran atas
permohonan yang bersangkutan.
Sertifikat ganda disebabkan karena Badan Pertanahan
Nasional tidak teliti dalam melakukan pendaftaran tanah.
Kerjasama yang baik antara Badan Pertanahan Nasional dan
Pejabat Adminstrasi terkait sangatlah membantu dalam upaya
pencegahan terjadinya sertifikat ganda. Biasanya sertifikat ganda
atas tanah terjadi dalam proses pendaftaran tanah pertama kalinya
karena biasanya dokumen awal yang dimasukkan adalah Bukti
Girik dan Bukti Pembayaran Pajak oleh si pemohon, dan juga

11 H. Ali Achmad Chomzah, hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 127

12
hanya berdasarkan keterangan lurah ataupun saksi yang
mempunyai tanah yang berbatasan dengan tanah milik pemohon.
Hal-hal yang juga dapat mengakibatkan terjadinya sertifikat ganda
adalah faktor kebutuhan ekonomi dan moral yang buruk sehingga
setiap orang karena kepentingan juga karena ditunjang dengan
moral yang buruk, sengaja dengan melawan hukum melakukan
perbuatan yang merugikan orang lain.
2.      Sertifikat Asli Tapi Palsu.
Berdasarkan beberapa kasus mengenai sertifikat hak atas
tanah terungkap bahwasanya terdapat penerbitan sertifikat oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang ternyata surat-
surat bukti sebagai dasar penerbitan sertifikat tidak benar atau
dipalsukan.12 Berdasarkan beberapa kasus mengenai sertifikat hak
atas terungkap bahwa terdapat penerbitan sertifikat oleh Kantor
pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang ternyata surat-surat bukti
sebagai dasar penerbitan sertifikatnya tidak benar atau
dipalsukan.13 Seperti kita ketahui bersama, bahwa penerbitan
sertifikat bukan saja dilakukan oleh BPN, tapi juga ada dokumen-
dokumen yang harus diurus oleh pejabat administrasi terkait,
seperti Lurah, Camat, Notaris/PPAT, adakalahnya dalam proses
pembuatan dokumen di pejabat administrasi terkait, mereka
melakukan pemalsuan dokumen-dokumen tersebut. Sertifikat
semacam ini tentunya harus dibatalkan dan dinyatakan tidak
berlaku dan ditarik dari peredaran. Sertifikat jenis ini adalah
produk dari BPN itu sendiri, tapi dokumen-dokumen
pendukungnya sengaja dipalsukan.
Sertifikat asli tapi palsu disebabkan oleh karena, Kurang
telitinya Badan Pertanahan Nasional dalam memeriksa dokumen
pendaftaran tanah, merupakan faktor utama yang menyebabkan

12 Elza Syarief,op. cit, hlm. 213


13 Elza Syarief,op. cit. hlm. 213

13
terjadinya sertifikat asli tapi palsu. Koordinasi atau kerjasama yang
kurang baik antara Badan Pertanahan Nasional dan Pejabat
Administrasi terkait, sehingga pejabat-pejabat administrasi terkait
lainnya memandang sebelah mata Badan Pertanahan Nasional, dan
akibatnya oleh oknum-oknum tertentu yang beritikad buruk
menggunakan kesempatan ini untuk penerbitan sertifikat.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, undang-undang
memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak yang
merasa dirugikan oleh karena keputusan tersebut untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pasal 48 ayat (1) menyebutkan: Dalam hal suatu Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administrasi Sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka Sengketa
Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan secara administratif
yang tersedia. Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan 2
(dua) cara yakni :
1.      Melalui Upaya Adminitrasi (vide Pasal 48 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986).
Cara ini merupakan prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang
atau badan hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu keputusan
Tata Usaha Negara.
Bentuk upaya administrasi adalah :
a.       Banding Administrasi, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang
dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang
mengeluarkan keputusan. Prosedur yang dapat ditempuh oleh
seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap
Keputusan Tata Usaha Negara yang penyelesaiaan sengketa Tata
Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara tersebut dilakukan oleh atasan dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara mengeluarkan Keputusan itu, atau instansi lain dari

14
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan yang tersebut. Biasanya banding administrasi dilakukan
dengan prosedur pengaduan surat banding administrasi
(administratief beroep) yang ditujukan kepada atasan pejabat atau
instansi lain dan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang
Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.14
b.      Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan
sendiri yang dilakukan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan keputusan itu. Prosedur upaya administrasi yang
dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak
puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang penyelesaiaan
sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dilakukan sendiri oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara mengeluarkan Keputusan itu.
Upaya penyelesaian sengketa sertifikat atas tanah melalui upaya
administrasi dapat dilakukan dengan mekanisme, melakukan pengaduan
atau permohonan kepada pihak Badan Pertanahan Nasional, bahwa telah
terjadi permasalahan sertifikat tanah. Setelah Badan Pertanahan menerima
laporan, maka Badan Pertanahan Nasional akan segera mengecek semua
data-data yang ada di kantor Badan Pertanahan Nasional serta memeriksa
bukti-bukti yang ada yaitu data fisik dan data yuridis serta dokumen-
dokumen lain yang terkait. Setelah semua berkas telah diperiksa, Badan
Pertanahan Nasional akan melakukan penyelesaian atas permasalahan
tersebut dengan jalan melakukan mediasi atau musyawarah melalui
instansi atau Badan Pertanahan Nasional itu sendiri dengan menunjuk
seorang mediator yaitu Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dan apabila
dalam upaya administrasi telah mendapat penyelesaian secara damai, maka
Badan Pertanahan Nasional akan segera melaksanakan putusan dalam

14 W. Riawan Tjandra. Op.cit , hlm. 41

15
tahap upaya administrasi tersebut. Apabila dalam upaya administrasi
tersebut terbukti bahwa salah satu pihak melakukan pemalsuan sertifikat
atau pemalsuan keterangan bahkan dokumen-dokumen terkait lain, maka
dengan segera Badan Pertanahan Nasional Membatalkan ataupun
mencabut sertifikat tersebut.
2.  Melalui Gugatan
Subjek atau pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha
Negara ada dua pihak yaitu :
a.  Penggugat yaitu, seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara baik di pusat
maupun di daerah.
b.  Tergugat yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya.
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah merupakan badan atau
instansi yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara
Tata Usaha Negara. Perkara Tata Usaha Negara bermula dari adanya
Keputusan Badan Tata Usaha Negara yang merugikan salah satu pihak,
yang terlebih dahulu sudah atau harus melalui upaya administrasi.

B. Tanggung Jawab BPN atas Sertifikat Yang Dibatalkan PTUN


Hak merupakan kekuasaan, kewenangan, kepentingan yang dilindungi
hukum. Didalam hukum Indonesia, mengatur mengenai hak atas kebendaan
baik benda bergerak, maupun tidak bergerak. Kepemilikan benda khususnya
benda tidak bergerak harus dibuktikan keabsahan kepemilikan atas benda
tersebut. Kepemilikan hak atas tanah dapat dibuktikan dengan sertifikat hak
milik atas tanah, dimana sertifikan sebagai dokumen penting dan sah sebagai
bukti dan dasar kepastian hukum kepemilikan atas tanah. Sertifikat merupakan
produk hukum Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Badan Pertanahan

16
Nasional, oleh karenanya BPN bertanggung jawab atas segalah permasalahan
yang terjadi berkaitan degan sertifikat atas tanah. Sertifikan merupakan tanda
bukti hak kepemilikan atas tanah.
Pembatalan hak atas tanah berdasrkan ketentuan Pasal 1 angka 12
PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999, yaitu :
“Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena
keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau
melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.”
Jadi pembatalan sertifikat atas dasar cacat hukum administratif dan
Melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 105 PMNA/ Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999
pembatalan hak ats tanah dilakukan dengan keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional atau melimpahkan kepada Kantor Wilayah atau pejabat
yang ditunjuk. Jadi pada prinsipnya hak atas tanah hanya dapat dibatalkan
dengan surat keputusan pembatalan yang kewenangan penerbitannya sesuai
dengan pelimpahan wewenang yang diatur dalam PMNA/ Kepala BPN Nomor
9 tahun 1999.
Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif, menurut
Pasal 107 PMNA/ Kepala BPN No. 9 tahun 1999, diterbitkan apabila terdapat :
1.      Kesalahan Prosedur;
2.      Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
3.      Kesalahan Subyek hak;
4.      Kesalahan obyek hak;
5.      kesalahan jenis hak;
6.      kesalahan perhitungan luas;
7.      terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
8.      terdapat ketidakbenaran pada data fisik dan/atau data yuridis; atau
9.      Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.
Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum adminisi yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, atas dasar :
1.      Permohonan pemohon

17
Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi yang
diterbitkan :
a.      Pengajuan permohonan pembatalan diajukan secara tertulis, dapat
diajukan langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Atau
Melalui Kepala Kantor Pertanahan yang memuat :
1.    Keterangan mengenai diri pemohon.
-   Perorangan : Nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal
dan pekerjaan disertai foto copy surat bukti identitas, surat
bukti kewarganegaraan.
- Badan Hukum : nama, tempat, kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya disertai foto copynya
2.      Keterangan mengenai tanahnya meliputi data yuridis dan data
fisik :
-    memuat nomor dan jenis hak disertai foto copy surat
keputusan dan atau sertipikat
-   letak, batas, dan luas tanah disertai foto copy Surat Ukur
atau Gambar Situasi
-   Jenis penggunaan tanah ( pertanian atau perumahan)
3.    Alasan permohonan pembatalan disertai keterangan lain sebagai
data pendukungnya.
b.      Atas permohonan dimaksud, pejabat yang berwenangmenerbitkan
surat keputusan pembatalan hak atau penolakan pembatalan hak dan
disampaikan kepada pemohon.
2. Tanpa permohonan pemohon.
Pembatalan hak atas tanah yang diterbitkan tanpa adanya
permohonan pemohon :
a.   Kepala Kantor Pertanahan mengadakan penelitian data yuridis dan data
fisik.
b.  Hasil penelitian disertai pendapat dan pertimbangan disampaikan kepada
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Badan Pertanahan Nasional sesuai
dengan kewenangannya.

18
c.  Kepala Kantor Wilayah meneliti data yuridis dan data fisik dan apabila
telah cukup mengambil keputusan, menerbitkan keputusan
pembatalannya dan disampaikan kepada pemohon.
d. Dalam hal kewemangan pembatalan ada pada Kepala Badan Pertanahan
Nasional, hasil penelitian Kepala Kantor Wilayah disertai pendapat dan
pertimbangannya disampaikan kepada Kepala Badan Pertanahan
Nasional.
e.  Kepala Badan Pertanahan Nasional meneliti data yuridis dan data fisik
dan apabila telah cukup mengambil keputusan, menerbitkan keputusan
pembatalannya dan disampaikan kepada pemohon.
Untuk permasalahan tersebut di atas hanyalah sebatas kesalahan
hukum administrasi yang dioleh BPN, untuk itu penyelesaiannya dapat
dilakukan melalui upaya administratif, juga ada kemungkinan melalui upaya
hukum pengadilan. BPN bertanggung jawab atas sertifikat yang
dikeluarkannya. Pasal 54 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan menerangkan
bahwa :
(1)   BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah
untuk tidak melaksanakannya.
(2)   Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a.    terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;
b.   terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;
c.   terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam
perkara lain;
d.  alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.15
Atas dasar hukum di atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan
putusan pengadilan oleh BPN hanyalah sebatas Putusan Pengadilan TUN
15 Pasal 54 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus
Pertanahan.

19
yang berkekuatan hukum tetap. Tetapi pengecualiannya adalah pada ayat
(2) dengan alas an alas an tersebut di atas.
Pembatalan hak atas tanah melaksanakan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap hanya dapat diterbitkan berdasarkan permohonan
pemohon, hal ini ditegaskan dalam Pasal 124 ayat (1) PMNA/Kepala BPN
Nomor 9 yahun 1999, selanjutnya dala ayat (2), Putusan Pengadilan
dimaksud bunyi amarnya, meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai
kekuatan hukum atau intinya sama dengan itu.
Pasal 55
(1)   Tindakan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat berupa:
a.   pelaksanaan dari seluruh amar putusan;
b.   pelaksanaan sebagian amar putusan; dan/atau
c.    hanya melaksanakan perintah yang secara tegas tertulis pada amar
putusan.
(2)   Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan dan/atau
pembatalan hak atas tanah, antara lain:
a.   perintah untuk membatalkan hak atas tanah;
b.   menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum hak
atas tanah;
c.    menyatakan tanda bukti hak tidak sah/tidak berkekuatan hukum;
d.   perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku
tanah;
e.    perintah penerbitan hak atas tanah; dan
f.    amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya,
beralihnya atau batalnya

D. Penutup
1. Kesimpulan
a. Penyebab terjadinya pembatalan sertifikat oleh PTUN

20
Terjadinya permasalahan tersebut terjadi mulai dari pendaftaran tanah
sampai diterbitkannya sertifikat, dan oleh karena sertifikat tersebut,
maka terjadilah sengketa kepemilikan atas tanah lebih khusus lagi
permasalahan atas Sertifikat. Administrasi pertanahan yang kurang
tertib juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadi sengketa
pertanahan, Bukti penguasaan tanah yang tidak jelas dan tidak ada
dokumentasinya sehingga menimbulkan cacat hukum Administrasi
apabila tgerjadi sengketa yang berakibat sertifikat dibatalkan.
b. Tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN?
Atas dasar hukum di atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan putusan
pengadilan oleh BPN hanyalah sebatas Putusan Pengadilan TUN yang
berkekuatan hukum tetap. Tetapi pengecualiannya adalah pada ayat
(2) dengan alasan alasan terhadap obyek putusan terdapat putusan lain
yang bertentangan; terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita
jaminan; terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan
dalam perkara lain; alasan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Saran
Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugasnya harus bertindak
secara profesional dan penuh dedikasi sehingga kesa lahan-kesalahan
dalam pendaftaran tanah dapat dihindarkan. Ketelitian dan kecermatan
dalam menilai kebenaran data yang diperlukan sebagai dasar pendaftaran
dalam hal ini juga perlu ditingkatkan.

DAFTA PUSTAKA

Arie S. Hutagalung, 2005, Perlindungan Pemilikan Tanah dari Sengketa Menurut


Hukum Tanah Nasional, Tebaran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga
Pemberdayaan Hukum Indonesia

Eko Yulian Isnur, 2012, Tata Cara Mengurus Segala Macam Surat Rumah Dan
Tanah,Yogyakarta: Pustaka Yustisia

21
Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa Diluar Pengadilan,
Jakarta: Visimedia

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2008, Hukum Pendaftaran Tanah,
Jakarta: Mandar Maju,

Sunario Basuki, Garis Besar Hukum Tanah Indonesia Landasan Hukum


Penguasaan dan Penggunaan Tanah, Program Spesialis Notariat FHUI.

Sunario Basuki, Ketentuan Hukum Tanah Nasional ( HTN ) yang Menjadi Dasar
dan Landasan Hukum Pemilikan dan Penguasaan Tanah, Program
Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria

22

Anda mungkin juga menyukai