Anda di halaman 1dari 37

MENGKAJI PROSEDUR PENDAFTARAN TANAH DAN PENERAPAN

AZAS AMAN DALAM PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH

A. Latar Belakang Masalah


Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti
yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja
sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya
tempat manusia berkubur. Selain itu tanah memiliki lima jenis rent yaitu rent
ricardian, rent lokasi, rent lingkungan, rent sosial, rent politik yang menyebabkan
tanah dapat memberi manfaat kepada manusia.
Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia, yaitu
karena kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia
hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan
tanah. Manusia akan hidup senang serba kecukupan kalau mereka dapat
menggunakan tanah yang dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan
manusia akan dapat hidup tenteram dan damai kalau mereka dapat menggunakan
hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum yang
berlaku untuk mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.
Tersedianya tanah merupakan kunci eksistensi manusia dan pengaturan serta
penggunaannya merupakan kebutuhan yang sangat penting. Tanah dalam
pembangunan nasional merupakan salah satu modal dasar yang strategis.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur baik dalam materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dalam ruang
lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berkedaulatan
rakyat serta kehidupan berbangsa bernegara yang tertib, aman dan dinamis untuk
mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata bagi segenap rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dilaksanakan suatu
program pembangunan yang terpadu dan menyeluruh dan berkelanjutan termasuk
dalam bidang pertanahan.

1
Betapa pentingnya tanah bagi manusia sehingga diatur dalam Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 yang menyatakan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Berdasarkan ketentuan tersebut kita mengetahui bahwa kemakmuran masyarakat
adalah tujuan utama dalam pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia.
Sebagai implementasi dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, pada tanggal 24
September 1960 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang lebih dikenal dengan UUPA
yang termuat dalam Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960.
Untuk mewujudkan salah satu tujuan dalam UUPA adalah meletakkan dasar-
dasar untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
seluruh rakyat Indonesia, maka diadakan pendaftaran tanah, sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA, “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal 19 UUPA merupakan instruksi kepada Pemerintah agar di seluruh
wilayah Republik Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat recht kadaster
artinya yang bersifat menjamin kepastian hukum. Adapun Peraturan Pemerintah
yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA adalah Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 yang mulai diundangkan pada tanggal 8 Juli 1997 di dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1997 yang mengatur mengenai
Pendaftaran Tanah.
Berkenaan dikeluarkannya PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah diharapkan dapat mencegah konflik-konflik di bidang pertanahan yang sering
terjadi pada masa sekarang. Menurut Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran
tanah bertujuan:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar,
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.

2
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah
terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah tersebut,
sebagai konsekuensi logisnya maka telah meningkat pula berbagai masalah
pertanahan yang dalam beberapa tahun terakhir ini muncul ke permukaan dan
menjadi pusat perhatian masyarakat luas. Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan
masyarakat berupa pengaduan dan pernyataan tidak puas yang disampaikan baik
melalui media massa, atau melalui kotak pos 5000 maupun langsung kepada
pimpinan Badan Pertanahan Nasional.
Masyarakat masih beranggapan bahwa pelayanan di bidang pertanahan masih
terlalu sulit dan berbelit-belit dalam prosedur, lamanya waktu pemrosesan serta biaya
yang tinggi. Penyebabnya bisa dikarenakan pelayanan kantor pertanahan yang kurang
optimal. Hal ini menunjukkan adanya tuntutan masyarakat akan perlunya
keterbukaan dalam pelaksanaan tugas, prosedur pembayaran yang sederhana,
kepastian waktu dan biaya yang harus dibayar oleh masyarakat dalam penyelesaian
urusan hak atas tanahnya, serta berbagai kemudahan dalam pelayanan maupun
perlindungan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
Seiring dengan nafas otonomi daerah, bahwa secara tersurat penyelenggaraan
pemerintahan daerah harus diwarnai dengan transparansi dan akuntabel agar tercapai
good governance. Kondisi yang demikian berlaku bagi semua lembaga
pemerintahan yang ada di daerah. Termasuk Kantor Pertanahan atau Badan
Pertanahan Nasional, merupakan satu lembaga yang menyelenggarakan pelayanan di
daerah, setidaknya dalam memberikan pelayanan harus transparan.
Penyelenggaraan pengelolaan tanah, khususnya yang berkaitan dengan
pengelolaan dan penguasaan dan hak-hak atas tanah (land tenure and land right)
diperlukan lembaga yang berhak memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak
atas tanah, sehingga akan lebih mudah bagi seseorang untuk mempertahankan haknya

3
terhadap gangguan pihak lain. Dalam hal ini lembaga yang dimaksud adalah Badan
Pertanahan Nasional untuk tingkat pusat dan (sedang untuk daerah namanya Kantor
Pertanahan) sebagai organisasi publik yang berhak menyelenggarakan pengelolaan
pertanahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pertanahan.
Semakin kompleksnya permasalahan pertanahan baik dalam proses
penyediaannya, terlebih dalam hubungannya dengan status penggunaan tanah dengan
berbagai perubahannya, maka akan berakibat pula pada semakin kompleksnya
permasalahan dalam proses pelayanan di bidang pertanahan. Di satu sisi disebabkan
oleh semakin meningkatnya permintaan pelayanan dan di lain pihak yaitu aparat
pertanahan juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan secara cepat, benar,
murah, tepat waktu, memuaskan dan menjamin kepastian hukum. Dengan melihat
kondisi di atas maka perlu dilakukan upaya-upaya terobosan demi peningkatan
percepatan pelayanan.
Sesuai dengan fungsi Kantor Pertanahan sebagai pelaksana pembinaan dan
pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan dan sebagai pelaksana
pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dan sejalan dengan
agenda kebijakan Kantor Pertanahan yaitu meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan
pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia, maka
dalam melaksanakan pendaftaran tanah, harus berpedoman pada asas-asas
pendaftaran tanah yang telah ditetapkan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Salah satu dari asas pendaftaran tanah adalah asas aman yaitu
bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan secara teliti dan cermat
sehingga menghasilkan sertipikat tanah yang dapat memberikan jaminan kepastian
hukum bagi pemegang hak.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam makalah singkat ini adalah : Bagaimana prosedur
penerbitan sertipikat serta penerapan azas Aman dalam pendaftaran tanah
khususnya terkait dalam penerbitan sertipikat ?

4
C. Pembahasan
1. Landasan Teori
a. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Bidang pertanahan di Indonesia pada dasarnya diatur dan bersumber pada
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal tersebut mengatur
tentang pemanfaatan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Sebagai pelaksanaan dari pasal tersebut maka dikeluarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
(UUPA).
UPA adalah undang-undang yang memuat dasar-dasar pokok di bidang
Agraria yang merupakan landasan dalam hukum Agraria di tanah air juga dapat
diharapkan memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya alam di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Untuk pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan
memerlukan tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap, jelas
dilaksanakan secara konsisten, dan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang
efektif (Boedi Harsono, 1999:68).
Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang
berkepentingan akan dengan mudah dapat mengetahui kemungkinan-
kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan
tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperoleh, hak-hak yang melekat
pada tanah tersebut, serta larangan-larangan yang terdapat dalam penguasaan
tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan
ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan
dengan pengusaan dan penggunaan tanah yang dimiliki.
Untuk memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah,
UUPA telah meletakkan kewajiban kepada Pemerintah untuk melaksanakan
pendaftaran tanah yang ada di seluruh Indonesia, di samping bagi pemegang hak

5
untuk mendaftarkan hak atas tanah yang ada padanya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku (Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, 1985:19).
Ketentuan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah diatur dalam
beberapa peraturan perundang-undangan, seperti :
1) Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19 ayat (1), 23 ayat (1), 32 ayat (1)
dan 38 ayat (1);
2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
menggantikan PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;
3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997
tentang ketentuan pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah;
Pada Pasal 19 ayat (1) UUPA menjelaskan kewajiban pemerintah untuk
melaksanakan pendaftaran tanah, “Untuk menjamin kepastian hukum oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Ketentuan pasal tersebut merupakan suatu instruksi bagi pemerintah agar di
seluruh wilayah Republik Indonesia diadakan pendaftaran tanah yang bersifat
recht kadaster yang berarti menjamin kepastian hukum.

b. Pengertian Pendaftaran Tanah


Pendaftaran berasal dari kata “cadastre” yaitu suatu istilah teknis untuk
satu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan (alas
hak) dari suatu bidang tanah. “cadastre” berasal dari bahasa latin
“Capisastrum” yang berarti suatu register atau capita atau urut yang diperbuat
untuk pajak tanah romawi (caputatip terreus). Arti yang tegas “cadastre”
adalah record (rekaman) lahan-lahan, nilai-nilai tanah dan pemegang haknya dan
untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian “cadastre” merupakan sarana
yang tepat, memberikan uraian dan identifikasi dari lahan sebagai “Continuous
Recording” (rekaman berkesinambungan) hak atas tanah (A.P Parlindungan,
1994:11-12).

6
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya (Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997).
Dari ketentuan Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 tersebut bahwa
pendaftaran tanah dapat dipertegas sebagai berikut :
1) Pendaftaran awal, yang mendaftarkan hak atas tanah untuk pertama kali
dan harus tetap terpelihara;
2) Pendaftaran hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan
jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru (HGB
atau Hak pengelolaan di atas hak milik);
3) Hak-hak yang timbul dari rumah susun dan bagian-bagian dari rumah
susun;
4) Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis (A.P Perlindungan,
1999:73).
Dari pengertian yang diuraikan di atas, apabila diperinci maka
pendaftaran tanah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
(a) Suatu rangkaian kegiatan
Pendaftaran tanah ialah berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan
pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi
kesatuan demi tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan bagi masyarakat.
(b) Terus-menerus
Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah yang selalu berkelanjutan. Data
yang sudah terkumpul dan tersedia harus selalu dipelihara dalam arti

7
disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian, hingga
tetap sesuai dengan keadaan yang terkini.
(c) Teratur
Bahwa kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku karena akan menjadi alat bukti menurut
hukum. Sehingga kegiatan pendaftaran tanah ini melalui suatu ketentuan yang
sangat teliti dan terarah.
(d) Data tanah
Data yang dikumpulkan dalam pendaftaran tanah terdiri dari dua data, yaitu :
1) Data fisik, adalah informasi mengenai letak tanah, batas-batas tanah, berupa
luas bidang tanah, termasuk keterangan mengenai bangunan atau bagian
bangunan diatasnya.
2) Data yuridis, adalah informasi mengenai jenis hak atas tanah, individu
pemegang hak tersebut, serta peralihan dan pembebanan dengan hak-hak
lain.
(e) Wilayah
Adalah mencakup kesatuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa
atau kelurahan (Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997).
(f) Tanah tertentu
Berarti menuju pada bidang tanah sebagai obyek pendaftaran tanah dan hak-hak
yang melekat padanya. Kata "tanah-tanah tertentu" menunjuk kepada obyek
pendaftaran tanah. Ada kemungkinan yang di daftar hanyalah sebagian tanah
yang dipunyai dengan hak yang ditunjuk. Urutan kegiatan pendaftaran tanah
adalah "pengumpulan" data-datanya, "pengolahan", "penyimpanan"nya, dan
kemudian "penyajiannya". Bentuk penyimpanannya bisa berupa tulisan,
gambar/peta dan angka-angka di atas kertas, micro film atau dengan
menggunakan bantuan komputer. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi baik data
pendaftaran untuk pertama kalinya maupun pemeliharaannya kemudian.

8
Dalam penyajiannya daripada pihak yang meminta diterbitkan surat tanda
bukti hak yang kemudian disebut sertipikat. Pelaksanaan pendaftaran tanah
meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu :
1) Pendaftaran untuk tanah yang belum terdaftar sama sekali yang dikenal
dengan istilah pendaftaran tanah pertama kali atau initial registration.
Pendaftaran tanah pertama kali, meliputi :
a) Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak meliputi semua objek
pendaftaran tanah yang belum di daftar wilayah atau bagian wilayah
suatu desa/kelurahan. Pendaftaran secara sistematik diselenggarakan atas
prakarsa Pemerintah didasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang
dan tahun dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.
b) Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran
tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara
individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan
atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak
atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
2) Pendaftaran tanah terhadap obyek yang telah terdaftar dalam bentuk
pemeliharaan data pendaftaran tanah atau maintenance. Pemeliharaan data
pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan
data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama,
surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang
terjadi kemudian. 12 Perubahan itu misalnya terjadi sebagai akibat
beralihnya, dibebaninya atau berubahnya nama pemegang hak yang telah di
daftar, hapusnya atau diperpanjangnya jangka waktu hak yang sudah
berakhir, pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah yang
haknya sudah di daftar. Agar data yang tersedia di Kantor Pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan yang mutakhir, dalam Pasal 36 ayat (2) ditentukan,

9
bahwa para pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan
perubahan-perubahan yang dimaksudkan kepada Kantor Pertanahan
Mengenai pendaftaran tanah di Indonesia diatur berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menggantikan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961, karena sejalan dengan perkembangan yang ada dimana
perlu adanya penyempurnaan-penyempurnaan berkaitan dengan pelaksanaan
pendaftaran tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikeluarkan
berdasar pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
UUPA, yang menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hal yang dimaksudkan dalam pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut
ditegaskan oleh ayat (2) Yang menyebutkan pendaftaran tanah meliputi
kegiatan :
a. Pengukuran pemetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran hak- hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah akan
menghasilkan pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Di dalam peta
pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh keterangan tentang letak, luas
dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang berupa
pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak akan diperoleh keterangan-
keterangan tentang status dari tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya
dan subyek dari haknya. Kegiatan terakhir adalah pemberian tanda bukti hak
atas tanah yang lazim disebut dengan sertipikat.
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 19 UUPA, maka pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Sedangkan pengertian
pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24

10
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah: "Pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus,
berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pembukuan dan
penyajian data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya."
Pengertian Pendaftaran Tanah menurut Boedi Harsono (2003: 56)
Pendaftaran tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh
Negara/ Pemerintah secara terus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan
keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di
wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi
kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di
bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.
Kata-kata "suatu rangkaian kegiatan" menunjuk kepada adanya berbagai
kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah yang berkaitan satu dengan
yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada
tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan bagi rakyat.

c. Tujuan pendaftaran tanah


Pendaftaran tanah merupakan sejumlah rangkaian dari proses yang
mendahuluinya, sehingga suatu bidang tanah terdaftar, dan demikian pula prosedur
apa yang harus dilaksanakan dan demikian pula hal-hal yang menghalangi
pendaftaran tersebut ataupun larangan-larangan bagi para pejabat dalam
pendaftaran tanah tersebut.
Pendaftaran tanah ini melalui suatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah
sehingga tidak mungkin asal saja, terlebih lagi tujuan dari pendaftaran tersebut
bukan sekedar untuk menerbitkan sertipikat hak atas tanah. (A.P Parlindungan,

11
1999:8). Tujuan dari pendaftaran tanah menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 adalah :
1) untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan;
2) untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
3) untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Sedangkan menurut Budi Harsono tujuan dari pendaftaran tanah adalah agar
dari kegiatan tersebut dapat diciptakan suatu keadaan, dimana:
(a) Orang-orang dan badan-badan hukum yang mempunyai tanah dengan mudah
dapat membuktikan, bahwa merekalah yang berhak apa yang dipunyai, dan
tanah manakah yang dihaki. Tujuan itu dicapai dengan memberikan surat
tanda bukti hak kepada pemegang hak yang bersangkutan.
(b) Siapapun yang memerlukan dapat mudah memperoleh keterangan
yang dapat dipercaya mengenai tanah-tanah yang terletak di wilayah
pendaftaran yang bersangkutan (baik ia calon pembeli/kreditur) yang ingin
memperoleh kepastian, apakah keterangan yang diberikan kepadanya oleh calon
penjual/debitur itu benar. Tujuan ini dicapai dengan memberikan sifat terbuka
bagi umum pada data yang disimpan. Untuk terselenggaranya tertib
administrasi pertanahan. Menurut Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto
(1985: 21) tujuan daripada pendaftaran tanah itu adalah sebagai berikut:
1) Memberikan Kepastian Obyek Kepastian mengenai bidang teknis, yaitu
kepastian mengenai letak, luas dan batas-batas tanah yang bersangkutan, hal
ini diperlukan untuk menghindari sengketa di kemudian hari baik dengan
pihak yang menyerahkan maupun dengan pihak-pihak. yang siapa yang
berhak atasnya/siapa yang mempunyai dan ada atau tidaknya hak-hak dan

12
kepentingan pihak lain (pihak ketiga). Kepastian mengenai status hukum
dari tanah yang bersangkutan diperlukan karena dikenal tanah-tanah dengan
berbagai status hukum yang masing-masing memberikan wewenang dan
meletakkan kewajiban-kewajiban yang berlainan kepada pihak-pihak yang
mempunyai hal mana akan berpengaruh pada harga tanah.
2) Memberikan Kepastian Hak Ditinjau dari segi yuridis mengenai status
hukumnya, siapa yang berhak atasnya (siapa yang mempunyai) dan ada atau
tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak lain (pihak ketiga). Kepastian
mengenai status hukum dari tanah yang bersangkutan diperlukan karena
dikenal tanah dengan berbagai status hukum yang masing-masing
memberikan wewenang dan meletakkan kewajiban-kewajiban yang
berlainan kepada hak-hak yang mempunyai, hal mana akan berpengaruh
pada harga tanah.
3) Memberikan Kepastian subyek Kepastian mengenai siapa yang mempunyai,
diperlukan untuk mengetahui dengan siapa kita harus berhubungan untuk
dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah mengenai ada atau
tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak ketiga. Diperlukan untuk
mengetahui perlu atau tidaknya diadakan tindakan-tindakan tertentu untuk
menjamin penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan secara
efektif dan aman.

d. Obyek Pendaftaran Tanah


Pendaftaran tanah menurut Pasal 9 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997
dilaksanakan terhadap obyek-obyek sebagai berikut :
1) bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
2) tanah hak pengelolaan;
3) tanah wakaf;
4) hak milik atas satuan rumah susun;
5) hak tanggungan;

13
6) tanah Negara
Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka kepada
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah,
kecuali dalam hal pendaftaran tanah terhadap obyek bidang tanah yang berstatus
tanah Negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak
diterbitkan sertipikat.

e. Penyelenggaraan dan Pelaksana Pendaftaran Tanah


Dalam ketentuan Pasal 5 PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Lebih lanjut pada Pasal 6 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur
pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan kecuali
kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh peraturan pemerintah ini atau perundang-
undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat lain.
Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor
Pertanahan dibantu oleh panitia ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk. Mengenai susunan Panitia Ajudikasi terdiri dari seorang Ketua
Panitia merangkap anggota yang dijabat oleh seorang Pegawai Kantor Pertanahan
dan beberapa anggota yang terdiri dari Pegawai Kantor Pertanahan dan Kepala
Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau Pamong Desa/Kelurahan yang
ditunjuk. Panitia Ajudikasi juga dibantu oleh Satuan Tugas (Satgas) Pengukuran
dan Pemetaan, Satgas Pengumpul Data Yuridis, dan Satgas Administrasi (Pasal 8
PP Nomor 24 Tahun 1997).
Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah adalah desa atau kelurahan,
dengan perkecualian bagi tanah Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengelolaan, Hak
Tanggungan dan Tanah Negara Satuan wilayahnya adalah Kabupaten atau
Kotamadya, karena umumnya Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan, Hak
Tanggungan dan Tanah Negara, serta obyek Hak Tanggungan dapat meliputi
beberapa desa atau kelurahan.

14
f. Asas-asas Pendaftaran Tanah
Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia juga berpedoman
pada asas-asas pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah yang diselenggarakan
berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Penjelasan Pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997
berpedoman pada asas-asas sebagai berikut :
1) Azas sederhana, yaitu pendaftaran tanah hendaknya diselenggarakan dengan
ketentuan-ketentuan pokok, dan prosedur yang dapat dengan mudah dipahami
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
2) Azas aman, penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan secara teliti dan
cermat sehingga menghasilkan sertipikat tanah yang dapat memberikan
jaminan kepastian hukum bagi pemeganh hak.
3) Azas terjangkau, pendaftaran tanah diselenggarakan dengan tetap
memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
Pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
4) Azas mutakhir, pendaftaran tanah memerlukan kelengkapan yang memadai
dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya, untuk
itu diperlukan kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang
terjadi di kemudian hari. Azas mutakhir menuntut dipeliharanya data
pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data
yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di
lapangan.
5) Azas terbuka dimaksudkan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai
data yang benar setiap saat.

g. Beberapa Sistem Pendaftaran Tanah


Sistem pendaftaran tanah yang digunakan dalam hukum tanah nasional kita
adalah sistem pendaftaran hak (Titles Registrations) dan bukan sistem pendaftaran
akta (Deeds Registrations). Hal ini terlihat dengan adanya buku tanah sebagai
dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis yang dihimpun dan disajikan

15
serta diterbitkan sertipikat sebagai surat tanda bukti yang di daftar. Sistem
pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara yang satu akan berbeda dengan
negara yang lain hal tersebut tergantung pada asas hukum yang dianut negara
tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Sistem pendaftaran yang sangat
berkaitan dengan apa yang didaftarkan, bagaimana bentuk hasil, penyimpanan,
penyajian data yuridisnya serta bentuk tanda bukti tanah tersebut. Sistem
pendaftaran tanah ada dua macam, yaitu:
1) Sistem pendaftaran akta (Registration of deeds)
Dalam melakukan pendaftaran tanah yang didaftarkan adalah aktanya
dan bentuk penyajian dari data tanahnya juga berbentuk akta. Akta asli dari
tanah tersebut akan disimpan di Kantor Pertanahan dan pemilik hak diberikan
salinan akta yang digunakan sebagai bukti kepemilikan hak atas tanahnya.
Sistem ini mempersulit pihak-pihak yang ingin mengetahui informasi tentang
tanah tersebut karena yang dihasilkan dari pendaftaran tanah tersebut adalah
tumpukan akta-akta yang dimungkinkan juga terjadi kesalahan data.
2) Sistem pendaftaran hak (Registration of Title)
Sistem pendaftaran akta (Registration of deeds) yang dinilai kurang
efektif memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang haknya dan
dirasa prosesnya terlalu riskan untuk dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan
dalam pembuatan akta/data-data pertanahan. Oleh Torrens di Australia
diciptakannya sistem baru yaitu sistem pendaftaran hak (Registration of Title).
Dalam sistem ini yang didaftarkan dalam proses pendaftaran hak adalah hak
atas tanahnya. Dari pendaftaran tersebut akan dihasilkan data tanah yang
berupa buku tanah yang akan disimpan di Kantor Pertanahan. Sedangkan alat
buktinya yaitu sertipikat hak atas tanah itu sendiri terdiri dari salinan buku
tanah dan surat ukur, sehingga pihak yang berkepentingan akan suatu informasi
yang berkaitan dengan tanah tersebut dapat dengan mudah melihat kebenaran
data yang tertuang dalam buku tanah tersebut yang disimpan di kantor
pertanahan.

16
h. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
Data yang telah ada di Kantor Pertanahan mempunyai sifat "terbuka" bagi
umum yang memerlukan, sehingga calon pembeli dan calon kreditor dengan mudah
bisa memperoleh keterangan yang diperlukannya untuk mengamankan perbuatan
hukum yang akan dilakukan.
Pertanyaan yang timbul adalah, sejauh mana orang boleh mempercayai
kebenaran data yang disajikan itu? Sejauh mana hukum melindungi kepentingan
orang yang melakukan perbuatan hukum mengenai tanah yang haknya sudah di
daftar, berdasarkan data yang disajikan di Kantor Pertanahan atau yang tercantum
dalam surat tanda-bukti hak yang diterbitkan atau di daftar oleh pejabat Kantor
Pertanahan, jika kemudian ternyata data tersebut tidak benar? Hal ini tergantung
dari sistem publikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah
tersebut. Ada dua sistem publikasi, yaitu :
1) Sistem Publikasi Positif Sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem
pendaftaran hak, sehingga ada Register atau buku tanah sebagai bentuk
penyimpanan dan penyajian data yuridis, sedangkan sertipikat sebagai surat
tanda bukti hak. Pendaftaran atau pencatatan nama seseorang dalam register
membuat orang menjadi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, bukan
perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan. Dengan selesainya dilakukan
pendaftaran atas nama penerima hak, pemegang hak yang sebenarnya menjadi
kehilangan haknya. la tidak dapat menuntut pembatalan perbuatan hukum yang
memindahkan hak bersangkutan kepada pembeli, tetapi dalam keadaan tertentu
ia hanya bisa ganti kerugian kepada Negara.
Dalam sistem publikasi positif, orang yang dengan itikad baik dan dengan
pembayaran (uthe purchaser in good faith and for value") memperoleh hak dari
orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang hak dalam Register,
memperoleh apa yang disebut suatu indefeasible title (hak yang tidak dapat
diganggu gugat) dengan didaftarnya namanya sebagai pemegang hak dalam

17
Register. Juga jika kemudian terbukti bahwa yang terdaftar sebagai pemegang
hak tersebut bukan pemegang hak yang sebenarnya.14
2) Sistem Publikasi Negatif dalam sistem publikasi negatif bukan pendaftaran,
tetapi sahnya perbuatan hukum yang menentukan berpindahnya hak kepada
pembeli. Pendaftaran tidak membuat orang memperoleh tanah dari pihak
yang tidak berhak, menjadi pemegang haknya yang baru. Dalam sistem ini
berlaku asas yang dikenal sebagai nemo plus juris, yang berasal dari Hukum
Romawi yaitu "nemo plus juris in alium transferre potest quam ipse hebet”,
bahwa orang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa
yang ia sendiri punyai.
Data yang disajikan dalam pendaftaran dengan sistem publikasi negatif
tidak boleh begitu saja dipercaya kebenarannya atau Negara tidak menjamin
kebenaran data yang disajikan, sehingga pembeli yang sudah melakukan
pendaftaran masih menghadapi kemungkinan gugatan dari orang lain yang dapat
membuktikan bahwa ia pemegang hak sebenarnya. Untuk mengatasi kelemahan
sistem publikasi negatif adalah Acquisitieve verjaring, yaitu memperoleh tanah
karena daluwarsa.
Indonesia Hukum Tanah Indonesia menganut sistem publikasi yang
bersifat negatif dengan mengandung unsur-unsur positif, karena pendaftaran
tanah akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat seperti yang dinyatakan Pasal 19 ayat (2), 23 ayat (2), 32
ayat (2), 38 ayat (2) UUPA. Hal ini dibuktikan dengan ciri adanya buku tanah
sebagai dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis bidang tanah yang
bersangkutan, yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sebagai surat
tanda bukti hak yang di daftar. Sebagai konsekuensi atas sistem ini, maka
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
memberikan jaminan kekuatan hukum atas sertipikat yang diterbitkan adalah
mempunyai kekuatan hukum yang kuat, karena juga merupakan alat pembuktian
yang kuat (Pasal 32 ayat (2)) sepanjang dapat dibuktikan sebaliknya. Makna
jaminan demikian, maka tanda bukti hak harus dianggap sebagai sempurna

18
sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya. Sistem ini, pada dasarnya refleksi dari
kondisi administrasi negara kita yang belum sempurna, sehingga sulit untuk
menjamin penuh suatu produk hukum yang dilahirkan dari kegiatan pendaftaran
tanah adalah sempurna dan menjadi alat pembuktian yang sempurna pula.
Pemerintah juga tidak mau berlepas diri dari tanggung jawab hukumnya untuk
memberikan perlindungan hukum terhadap hak kebendaan subyek hukum yang
telah mendaftar, sehingga untuk menciptakan keseimbangan perlindungan
hukum bagi pihak-pihak yang beritikad baik yang mendaftarkan haknya maupun
pihak ketiga lainnya.

i. Kegiatan Pendaftaran Tanah


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran
tanah di Indonesia dilaksanakan melalui dua kegiatan, yaitu :
1) Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration)
Adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran
tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
a) Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
b) Pembuktian hak dan pembukuannya;
c) Penerbitan sertipikat;
d) Penyajian data fisik dan data yuridis;
e) Penyimpanan daftar umum dan dokumen
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui dua cara, yaitu :
(1) Pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa atau kelurahan.
(2) Pendaftaran tanah secara sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam

19
wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual
atau massal.

2) Pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)


Adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan
data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat buku tanah
dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi pendaftaran peralihan dan
pembebanan hak (Pasal 37 sampai dengan Pasal 46 PP Nomor 24 Tahun 1997)
Sesuai dengan Pasal 37 PP Nomor 24 Tahun 1997 Peralihan hak atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun akta PPAT
tersebut dapat dikecualikan terhadap keadaan tertentu untuk daerah-daerah
terpencil dan belum ditunjuk PPAT, yang bisa dibuktikan dengan alat bukti
lain yang menurut Kepala Kantor Pertanahan setempat kebenarannya dianggap
cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.
Dalam hal kegiatan perubahan data pendaftaran tanah lainnya dilakukan
pelaksanaan pemeliharaan data pendaftaran tanah, yang terdiri dari :
a) Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah;
b) Pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah;
c) Pembagian hak bersama.

j. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3639) pelaksanaan pendaftaran
tanah meliputi : Pendaftaran tanah untuk pertama kali, dimana pendaftaran pertama

20
kali adalah suatu kegiatan pendaftaran tanah dimana obyek yang akan didaftarkan
belum pernah terdaftar. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :
1) Pengumpulan data dan pengelolaan data fisik.
2) Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya.
3) Penerbitan sertipikat.
4) Penyajian data fisik dan data yuridis.
5) Penyimpanan data umum dan dokumen.
Sedangkan Pemeliharaan data pendaftaran tanah yang meliputi: a)
pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, b) pendaftaran perubahan data tanah
lainnya (Boedi Harsono, 2005 : 487). Lebih lanjut Boedi Harsono mengatakan
bahwa kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi tiga bidang kegiatan
:
a) Bidang fisik atau ”teknik kadastral”
Kegiatan bidang fisik mengenai tanah, untuk memperoleh data mengenai
letaknya, batas-batasnya, luasnya, bangunan-bangunan dan atau tanaman-
tanaman penting yang ada diatasnya. Setelah dipastikan letak tanah yang akan
dikumpulkan data fisik kegiatannya dimulai dengan penetapan batas-batasnya
serta pemberian tanda-tanda batas di tiap sudutnya. Selanjutnya diikuti dengan
pengukuran dan pembuatan peta data fisiknya. Penetapan batas-batas tanah
dilakukan atas penunjukan pemegang hak yang bersangkutan yang disetujui
oleh pemegang hak yang bersangkutan yang disetujui oleh pemegang hak atas
tanah yang berbatasan. Kegiatan ini menghasilkan peta pendaftaran yang
melukiskan semua tanah yang ada di wilayah pendaftaran yang sudah diukur.
Untuk tiap bidang tanah yang haknya didaftarkannya dibuat apa yang disebut
surat ukur.
b) Bidang yuridis
Kegiatan bidang yuridis bertujuan untuk memperoleh data mengenai
haknya, siapa pemegang haknya, dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang
membebaninya. Pengumpulan data tersebut menggunakan alat pembuktian
berupa dokumen dan lain-lainnya.

21
c) Penerbitan dokumen tanda bukti hak
Bentuk kegiatan pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang
merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang
digunakan. Dokumen tanda bukti hak ini di Indonesia bisa diterjemahkan
sebagai sertipikat (Boedi Harsono, 2005:74-75)

k. Pengertian Sertipikat Hak Atas Tanah


Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf hak
milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan (Pasal 1 angka 20 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah, maka yang dimaksudkan dengan "Sertifikat" adalah Surat
Tanda Bukti Hak yang terdiri Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur, diberi sampul
dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Secara fisik, sertipikat hak atas tanah terdiri dari : a) sampul luar, b) sampul
dalam, c) buku tanah, d) surat ukur. Jadi salinan buku tanah (berisi data yuridis
yang mencakup keterangan mengenai data yuridis mengenai haknya: haknya apa,
siapa pemegang haknya, ada atau tidak adanya hak pihak lain.) dan surat ukur
(berisi data fisik mengenai tanahnya: lokasinya, batasbatasnya, luasnya bangunan
dan tanaman yang ada di atasnya), kemudian dijilid menjadi satu dan diberi
sampul disebut Sertipikat Hak Atas Tanah, yang kemudian diserahkan kepada
pemegang hak sebagai alat bukti yang kuat. (Pasal 19 ayat (2) huruf c dan Pasal 32
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
Sertipikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan
sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.
Sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam

22
buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang
dikuasakan olehnya.

l. Fungsi Sertipikat Hak Atas Tanah


Produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah berupa sertipikat hak atas
tanah, yang mempunyai banyak fungsi bagi pemiliknya dan fungsinya itu tidak
dapat digantikan dengan benda lain. Fungsi sertipikat hak atas tanah tersebut
adalah :
1) Fungsi Pertama, sertipikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian
yang kuat. Inilah fungsi yang paling utama sebagaimana disebut dalam Pasal
19 ayat (2) huruf c UUPA. Seseorang atau badan hukum akan mudah
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah bila telah
jelas namanya tercantum dalam sertipikat itu. Diapun dapat membuktikan
mengenai keadaan-keadaan dari tanahnya itu, misalnya luas, batas-batasnya,
bangunan-bangunan yang ada, jenis haknya beban-beban yang ada pada hak
atas tanah itu.dan sebagainya. Semua keterangan yang tercantum dalam
sertipikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima (oleh hakim)
sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat
membuktikan sebaliknya. Kalau ternyata apa yang termuat di dalamnya ada
kesalahan, maka diadakan perubahan dan pembetulan seperlunya. Dalam hal
ini yang berhak mengadakan pembetulan itu bukan pengadilan, melainkan
Badan Pertanahan Nasional sebagai instansi yang membuatnya. Pihak yang
merasa dirugikan karena kesalahan dalam sertipikat itu, mengajukan
permohonan untuk perubahan atas sertipikat dimaksud, dengan melampirkan
Putusan Pengadilan yang menyatakan tentang adanya kesalahan dimaksud.
2) Fungsi Kedua, sertipikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi
pihak bank/kreditur untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.
Dengan demikian, bila pemegang hak atas tanah itu seorang pengusaha

23
misalnya, maka sudah tentu akan memudahkan baginya mengembangkan
usahanya itu karena kebutuhan akan modal mudah diperoleh.
3) Fungsi Ketiga, bagi pemerintah, adanya sertipikat hak atas tanah juga sangat
menguntungkan walaupun kegunaan itu kebanyakan tidak langsung. Adanya
sertipikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah
terdaftar pada Kantor Agraria. Data tentang tanah yang bersangkutan secara
lengkap telah tersimpan di Kantor Pertanahan, dan bila sewaktu-waktu
diperlukan dengan mudah diketemukan. Data sangat penting untuk perencanaan
kegiatan pembangunan misalnya pengembangan kota, pemasangan pipa-pipa
irigasi, kabel telpon, penarikan pajak bumi dan bangunan, dan sebagainya.

m. Kekuatan Pembuktian Sertipikat Hak Atas Tanah


Ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA yang menyatakan bahwa
pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat. Dengan digunakannya kata-kata “kuat”, maka dapat dilihat bahwa sistem
publikasi yang digunakan negatif, sebab jika yang digunakan sistem publikasi
positif, maka kata yang tepat adalah mutlak, sehingga sertipikat hanya merupakan
bukti yang kuat dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak.
Kekuatan pembuktian sertipikat diatur juga dalam Pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang
menyatakan bahwa: “selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data
yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar,
baik dalam pembuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan,
sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan
buku tanah yang bersangkutan dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang
sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima)
tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu ia tidak mengajukan gugatan pada
Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain
tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang
lain atau badan hukum yang mendapatkan persetujuannya”.

24
Artinya bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data
yuridis yang tercantum harus diterima sebagai data yang benar selama data
tersebut sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang
ada di Kantor Pertanahan. Sehingga, sertipikat hak atas tanah masih dapat
digugurkan, dicabut atau dibatalkan apabila ada pembuktian sebaliknya yang
menyatakan ketidakabsahan sertipikat tersebut, baik karena adanya putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau karena ada cacad hukum
administratif atas penerbitannya.

2. Prosedur Penerbitan Sertifikatatas Tanah Pada Umumnya.


Prosedur pendaftaran tanah yang dilakukan secara prosedural diawali
dengan pemberitahuan oleh petugas dari BPN ke desa-desa atau wilayah, lalu desa
atau wilayah memberi pengumuman pada masyarakat setempat, masyarakat yang
menghendaki tanahnya untuk didaftarkan dicek oleh desa apakah termasuk
memenuhi persyaratan untuk mengikuti penerbitan sertifikat tanah. Jika sudah
maka warga/masyarakat yang bersangkutan langsung membuat Surat Permohonan
dan langsung diserahkan pada Kantor Pertanahan yang membawahi wilayahnya.
Prosedur dalam kegiatan penerbitan sertifikat tanah yang diterapkan
meliputi :
a. Permohonan, yang dimaksud adalah permohonan mendaftarkan hak baru
berdasarkan alat bukti :
1) Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak
yang bersangkutan (Menteri Agraria/KBPN) atas tanah yang dikuasai oleh
negara atau tanah hak pengelolaan.
2) Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak
milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna
bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk
mengajukan permohonan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten

25
Sragen, para warga biasanya melampirkan : a) Surat Permohonan dan Surat
kuasa, jika permohonannya dikuasakan. (biasanya pemohon mengajukan
surat permohonan langsung tanpa surat kuasa); b) Identitas diri pemohon
dan atau kuasanya (berupa fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku); c)
Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir sebagai bukti kepemilikan
tanah sebelum berlakunya PP No. 10/1961; atau Bukti
pemilikan/penguasaan tanah secara tertulis para warga lebih banyak
menunjukkan petuk ataupun girik sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; d) Bukti penguasaan secara fisik atas
bidang tanah yang bersangkutan dalam bentuk surat pernyataan penguasaan
itu dilakukan dengan itikad baik, tidak pernah diganggu gugat dan tidak
sedang dalam sengketa; e) Kesaksian dari Kepala Desa/Lurah/Tetua Adat;
f) Identitas Pemohon Warga Negara Indonesia; g) Bukti pelunasan SPPT
PBB terakhir.
b. Pengukuran/pemeriksaan data fisik (penetapan dan pemasangan tanda batas,
pengukuran, pemetaan) oleh petugas yang ditunjuk (panitia A).
Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang tanah, petugas ukur dari
Kantor Pertanahan terlebih dahulu menetapkan batas-batas bidang tanah dan
pemohon memasang tanda-tanda batas. Penetapan batas dilakukan setelah
pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon pengukuran dan kepada
pemegang hak atas bidang yang berbatasan. Pemberitahuan dilakukan
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum penetapan batas dilakukan.
Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas dilaksanakan maka
dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah.
c. Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah oleh panitia A.
Dalam hal ini diadakan penelitian ke lokasi di mana tanah yang
dimohonkan berada, mengecek di buku tanah C desa, meneliti dokumen yang
merupakan alat bukti tertulis. Jika semua sudah sesuai dan dokumen tersebut
sudah lengkap maka Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada
Kantor Pertanahan menyiapkan pengumuman. Jika dokumen tersebut tidak

26
lengkap maka penelitian data yuridis bidang tanah tersebut dilanjutkan oleh
Panitia A. Setelah penelitian data yuridis selesai, Panitia A menyerahkan
hasilnya kepada Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah yang selanjutnya
menyiapkan pengumuman data fisik dan data yuridis. Hasil penelitian data
yuridis oleh Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dan atau Panitia A
dicantumkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas.
d. Pengumuman data fisik dan data yuridis di kantor pertanahan dan kantor
desa/kelurahan beserta pengesahannya.
Pengumuman tersebut ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi
yang berkepentingan mengajukan permohonan atas data fisik dan data yuridis
mengenai bidang tanah yang dimohon pendaftarannya dan diumumkan selama
60 (enam puluh) hari. Pengumuman di tempel pada papan pengumuman Kantor
Pertanahan, di Kantor Kepala Desa/Kelurahan bersangkutan maupun melalui
media massa. Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, maka data fisik dan
data yuridis tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan berita
acara Pengesahan data fisik dan data yuridis. Apabila pada waktu pengesahan
data fisik dan data yuridis masih ada kekurang-lengkapan dan atau masih ada
keberatan yang masih belum diselesaikan, maka pengesahan tersebut dilakukan
dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap atau permasalahan yang
belum diselesaikan. Kepada pihak yang mengajukan keberatan disampaikan
pemberitahuan tertulis agar segera mengajukan ke Pengadilan.
e. Pengakuan Hak
Penegasan Hak/konversi diberikan oleh kepala kantor pertanahan dengan
memperhatikan alat bukti tertulis, keterangan saksi maupun pernyataan yang
bersangkutan. Untuk pengakuan hak tidak diperlukan penerbitan surat
keputusan pengakuan hak.
f. Pembukuan Hak
Berdasarkan alat bukti hak baru, penegasan konversi dan pengakuan hak,
hak atas tanah, hak pengelolaan dan tanah wakaf dibukukan dalam buku tanah.

27
Apabila data fisik dan data yuridis tidak lengkap atau masih disengketakan
dibukukan dengan catatan dalam buku tanah mengenai hal-hal yang kurang
lengkap atau disengketakan. Penandatanganan buku tanah dilakukan oleh
kepala kantor pertanahan, apabila kepala kantor pertanahan berhalangan maka
dapat dilimpahkan kewenangan menandatangani buku tanah kepada kepala
seksi pengukuran dan pendaftaran tanah.
g. Penerbitan Sertipikat
Untuk hak milik yang sudah di daftar dalam buku tanah dan memenuhi
syarat untuk diberikan tanda bukti haknya diterbitkan sertipikat. Sertipikat
adalah tanda bukti hak untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak
milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Penandatanganan sertipikat
dilakukan oleh kepala kantor BPN, apabila berhalangan maka dapat
melimpahkan kewenangannya untuk menanda tangani sertipikat tersebut
kepada kepala seksi pengukuran dan pendaftaran tanah. Sertipikat diserahkan
kepada pemegang hak atau kuasanya.
Dari penjelasan tersebut diatas bahwa prosedur pendaftaran tanah yang
secara umum dilakukan di wilaah kabupaten/kota di Indonesia mengacu pada
payung hukum yang mengatur tentang hal itu. Peraturan yang mengatur tentang itu
adalah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 tahun 1997.

3. Penerapan Asas Aman Pendaftaran Tanah


Asas-asas yang dipergunakan dalam penyelenggaran pendaftaran tanah
mengacu dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, yaitu :
a. Asas sederhana, Kantor Pertanahan telah membuat ketentuan-ketentuan pokok
maupun prosedur pendaftaran tanah dapat dengan mudah dipahami oleh pihak-
pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak yang kesemuanya

28
sudah terpampang di brosur, pamflet, komputer, dan lain-lain. Asas aman, di
Kantor Badan Pertanahan Nasional telah dilaksanakan sistem penyelenggaraan
tanah yang sangat teliti, mulai dari pengecekan berkas berkas permohonan baik
mengenai data diri si pemohon maupun mengenai data-data lain yang
diperlukan tentang keterangan tanah yang bersangkutan dari pihak desa, semua
ini dilakukan di loket pertama, setelah semua data yang diajukan telah
dinyatakan lengkap oleh petugas selanjutnya berkas-berkas tersebut diserahkan
ke loket kedua untuk dilakukan entry data memasukan data-data berkas yang
telah dilengkapi tersebut dan langsung disimpan dalam komputer loket yang
juga langsung terhubung dengan komputer pusat, hingga akhirnya semua data
tersimpan dengan aman dalam data base Kantor Pertanahan.

b. Asas terjangkau, guna menerapakan asas terjangkau dengan sebenar-benarnya


maka Kantor Pertanahan telah menentukan beberapa tarif pendafataran tanah
secara terbuka dan disebarkan melalui situs internet, sms, brosur-brosur, famflet
sehingga setiap warga masyarakat dapat mengetahui berapa biaya yang
diperlukan untuk mendaftarakan status tanah mereka dari awal hinga akhir
jadinya sertipikat tanah, berikut kami tampilkan besaran biaya yang dibutuhkan
yaitu;
1) daftar tarif biaya pelayanan bidang pertanahan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 tahun 2002.
Tabel . Brosur Biaya Pendaftaran Tanah

No. Jenis Pelayanan Satuan Tarif


I. PENDAFTARAN TANAH
1 Konversi/Pengakuan Hak Bidang Rp. 25.000
2 Pendaftaran dari SK Pemberian Hak
II INFORMASI PERTANAHAN Bidang Rp. 25.000
1 Surat Ukur dengan kertas
2 Titik Dasar Teknik Orde 2 Bidang Rp. 45.000
3 Titik Dasar Teknik Orde 3 Bidang Rp. 30.000

29
4 Salinan/ Kutipan Warkah Bidang Rp. 25.000
5 Peta Pendaftran Blue Print Lembar Rp. 400.000
6 Peta Pendaftaran Tana Digital Peta Dasar/Peta Lembar Rp. 500.000
Dasar Pendaftaran/Peta Garis/ Peta Tata Guna
7 Tanah (Blue Print) Lembar Rp. 30.000
2) Tarif biaya pengukuran dan pemetaan bidang tanah Kantor Pertanahan
untuk Jawa Tengah (SK. KAKANWIL BPN PROP. JATENG
NO.600/134/33/2006/Tgl.24-01-2006)
Tabel . Brosur Biaya Gradasi Pengukuran

BIAYA UKUR (Rp)


No GRADASI
SPORADIS SISTEMATIS
1 1-100 39.900 30.000
2 101-200 60.300 45.300
3 201-300 77.500 58.200
4 301-400 93.100 69.800
5 401-500 107.600 80.700
6 501-600 121.300 91.000
7 601-700 134.500 100.900
8 701-800 147.200 110.400
9 801-900 159.600 119.700
10 901-1000 171.600 128.700
11 1.001-1.250 200.600 150.500
12 1.251-1.500 228.400 171.300
13 1.501-1.750 255.400 191.500
14 1.751-2.000 281.600 211.200
15 2.001-2.500 332.300 249.300
16 2.501-3000 381.400 286.100
17 3.001-3.500 429.200 321.900
18 3.501-4.000 476.000 357.000
19 4.001-4.500 522.000 391.500
20 4.501-5.000 567.300 425.500
21 5.001-5.500 612.000 459.000
22 5.501-6.000 656.200 492.200
23 6.001-6.500 699.900 525.000

30
24 6.501-7.000 743.300 557.500
25 7.001-7.500 786.300 589.700
26 7.501-8.000 828.900 621.700
27 8.001-8.500 871.300 653.500
28 8.501-9.000 913.400 685.100
29 9.001-9.500 955.300 716.500
747.700
30 9.501-10.000 996.900

c. Asas mutakhir, hal ini tercermin dari kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaan dan kesinambungan pemeliharaan data pendaftaran tanah,
terpeliharanya data pendaftaraan tanah secara terus menerus dan
berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Dengan fasilitas yang sangat
memadai dan modern di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sehingga isi yang
terkandung dalam asas mutakhir benar-benar bisa terlaksana. Berikut ini
sebagian contoh data tentang kelengkapan peralatan yang canggih dan modern
di Kantor Kabupaten Wilayah /Kota misalnya pekerjaan yang didasarkan pada
sistem LOC yang disebut dengan Land Ofice Computerization, melalui dari
entry data permohonan, pembuatan peta digital, hingga penyimpanan data di
data base. berikut penjelasan penerapan pemetaan secara digital sebagai
realisasi dari LOC. Proses Pemetaan bidang-bidang tanah di Kantor Pertanahan
Kabupaten/kota. Kebanyakan sudah dilaksanakan secara digital. Proses
pemetaan digital ini menggunakan Sistem Aplikasi Pemetaan 99 yang
digabungkan dengan Sistem LOC yang telah dijalankan di Kantor Pertanahan
utamanya di Kabupaten/Kota.
Sistem Aplikasi Pemetaan 99 dapat dibentuk dari Data awal sebagai
berikut: 1) Base Map Digital yang dapat dibentuk dari: a) Iconos; b)
Quick Bird; c) Peta Foto; d) Peta Garis; e) Digital Bakosurtanal.
2) Peta Manual yang didigit 3) Data Entry Surat Ukur/Gambar Situasi dan
Buku Tanah.
Aplikasi Pemetaan 99 ini menggunakan soft ware AutoCad Map dan

31
Oracle. Sedangkan Sistem Aplikasi LOC yang dijalankan di Kantor Pertanahan
Kabupaten Sragen saat ini menggunakan program procas tools dan simtanas.
Program Procas Tools menggunakan software Cosmos, Smallworld, dan
Multibase. Simtanas sendiri Menggunakan Software SmallWorld dan
Multibase.
Sesuai Sistem Aplikasi Pemetaan 99, maka proses pemetaan digital
yang dijalankan di Kantor Pertanahan menggunakan Peta Citra Satelit Ikonos
dan hasil digitasi peta garis yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Kedua jenis peta tersebut digabungkan membentuk Peta Dasar Digital.
Sehingga Peta Dasar Pendaftaran yang digunakan disebut Peta Dasar
Pendaftaran Digital.
Untuk membentuk Peta Dasar Pendaftaran Digital, dibutuhkan Peta
Citra Satelit dan Peta-peta garis yang telah didigit. Peta garis yang tersedia di
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota misalnya Peta Bandung Urban
Development Project (BUDP), Peta Desa Ujung Berung Kulon (UBK), dan
Peta Ajudikasi. Hasil digitasi peta garis tersebut kemudian ditumpang-
susunkan (overlay) dengan Peta Citra Satelit. Jadi fungsi Peta Citra Satelit
adalah sebagai landasan dari hasil digitasi peta garis.
Peta Citra Satelit digunakan sebagai landasan dari hasil digitasi peta
garis karena bentuk geografi bidang tanah dari peta citra satelit tersebut terlihat
lebih jelas memuat objek-objek geografis yang ada di sekitarnya. Dengan
adanya Peta Citra Satelit yang seperti ini akan memudahkan proses pemetaan
bidang-bidang tanah terutama dalam mencocokkan bentuk bidang yang akan
dipetakan.
Tahap awal pemetaan, pekerjaan digitasi peta-peta garis untuk
pembuatan Peta Dasar diserahkan kepada pihak ketiga. Karena, jumlah peta
yang harus didigit sangat banyak sehingga akan memakan waktu yang sangat
lama jika dikerjakan oleh pegawai Pertanahan sendiri. Di samping itu
pekerjaan pemetaan digital ini membutuhkan keseriusan yang tinggi untuk
menjamin akurasi dan presisi data yang dihasilkan. Proses pemetaan

32
selanjutnya akan dikerjakan oleh pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
sendiri. Pekerjaan tumpang susun (overlay) untuk pembuatan Peta Dasar
Pendaftaran Digital ini mengacu pada koordinat TM-3 sebagaimana petunjuk
0

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997. Sehingga


untuk proses pemetaan selanjutnya tidak memerlukan lagi transformasi
koordinat.
Soft ware yang digunakan dalam proses digitasi adalah Auto Cad. Soft
ware Auto Cad dipilih karena soft ware ini mudah untuk diedit dan dalam
penggunaannya sudah familiar dengan pegawai Kantor Pertanahan
Kabupaten /Kota. Hasil digitasi yang dikerjakan oleh pihak ketiga harus
diverifikasi kembali dengan Surat Ukur. Oleh sebab itu hasil digitasi pihak
ketiga harus diedit dan diperiksa kembali.
Proses pemetaan selanjutnya adalah memetakan bidang-bidang tanah
yang telah terdaftar pada Peta Dasar Pendaftaran Digital. Pekerjaan ini
dilakukan oleh pegawai kantor pertanahan sendiri. Selain itu untuk
mempercepat proses pemetaan, kembali pekerjaan ini melibatkan pihak ketiga.
Walaupun dibantu oleh pihak ketiga, pekerjaan ini dilaksanakan di Kantor
Pertanahan. Dengan pertimbangan untuk mempermudah penilaian dalam hal
akurasi dan presisi pekerjaan pemetaan yang dilakukan.
Dalam proses pemetaan digital ini dapat dibagi menjadi 2 pekerjaan,
yaitu pemetaan untuk bidang-bidang tanah yang baru diukur pada pendaftaran
tanah pertama kali, pemecahan, penggabungan, pemisahan, dan lain-lain serta
pemetaan untuk bidang-bidang tanah yang telah terdaftar namun belum
terpetakan dalam peta pendaftaran. Untuk bidang tanah yang baru diukur, hasil
ukurannya langsung dipetakan pada Peta Dasar yang telah dikelompokkan
berdasarkan kelurahan, kemudian diberikan Nomor Identifikasi Bidang (NIB).
Sedangkan untuk bidang-bidang tanah yang telah terdaftar namun belum
terpetakan didigit dari Surat Ukur, kemudian dipetakan pada Peta Dasar dengan
melihat posisi bidang tanah yang tertera pada Surat Ukur.

33
Proses memetakan bidang-bidang tanah baik yang baru diukur
maupun yang sudah terdaftar pada Peta Dasar Pendaftaran Digital oleh kantor
pertanahan Kabupaten/Kota diberi istilah verifikasi. Dalam proses verifikasi
tersebut bidang tanah yang telah terpetakan sekaligus diberi NIB sesuai dengan
NIB yang tertera dalam Surat Ukur. Untuk bidang tanah yang belum ada NIB
secara otomatis NIB akan diberikan pada saat proses entri Surat Ukur.
Untuk memperlancar dan mempercepat proses verifikasi, setiap ada
peralihan hak, pembebanan hak, cek sertifikat, dan kegiatan pemeliharaan data
pendaftaran tanah lainnya yang tidak memerlukan pengukuran diwajibkan
untuk dipetakan ulang di Peta Dasar Digital. Di samping itu proses verifikasi
juga dilakukan dengan melihat arsip surat ukur yang ada di kantor pertanahan
Kabupaten/Kota.
Dalam proses verifikasi, tidak semua bidang tanah yang sudah
terdaftar mudah untuk diverifikasi. Untuk bidang tanah yang susah diverifikasi,
dicek pada arsip Gambar Ukur dengan melihat sketsa lokasi. Jika masih
kesulitan maka harus di cek di lapangan langsung.
Pemetaan digital mempunyai banyak kelebihan dan keuntungan
yaitu:
1) Data yang telah dimasukkan lebih mudah untuk diedit dan diperbaiki;
2) Dalam pemanggilan data kembali bila dibutuhkan mudah dan cepat;
3) Penyimpanan data tidak membutuhkan tempat yang luas;
4) Pencetakan hasil dapat dibuat dengan berbagai skala;
5) Dalam proses pengolahan, analisis, dan manipulasi data lebih fariatif,
sehingga informasi yang dihasilkan lebih beragam;
6) Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan, analisis, dan manipulasi data
cepat;
7) Teknik overlay/tumpang susun lebih mudah;
8) Dapat dimodifikasi dengan berbagai data untuk menghasilkan informasi
baru;
9) Keuntungan biaya pada waktu yang akan datang.

34
D.Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan :
a. Prosedur penerbitan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
umumnya mengacu pada ketentuan dalam pasal-pasal dalam Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No.3 tahun 1997 walaupun masih diperlukan
pertimbangan-pertimbangan lain dalam pelaksanaannya.
b. Asas aman yang diterapkan di Kantor Pertanahan dalam proses sertipikasi
mengacu prosedur yang beralaku berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 dan pasal 4
ayat (1) PP No. 14 Tahun 1997.

2. Saran

a. Pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah melalui mekanisme perundang-undangan


yang berlaku perlu tetap dilanjutkan dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat. Aparat pertanahan harus semakin sering melakukan penyuluhan di
desa-desa lainnya guna meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang arti
pentingnya sertipikat tanah sebagai alat bukti kepemilikan tanah yang
berkekuatan hukum kuat.
b. Penerapan asas aman hendaknya dipertahankan dengan tujuan untuk
mendapatkan kepastian hukum dalam pertanahan sesuai dengan peraturan
pertanahan, dan Kantor Pertanahan sebaiknya lebih banyak lagi melakukan
penyuluhan ke berbagai desa agar memberikan pengertian kepada masyarakat
bahwa pengurusan tanah tidak serumit dan semahal yang mereka (masyarakat).

35
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, 1983, Beberapa Aspek Hukum Agraria, Alumni, Bandung.

AP. Parlindungan, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung : Mandar Maju.

Bactiar Effendy, 1993, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Pelaksanaannya, Bandung:


Alumni.

Budi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum


Tana , Jakarta : Djambatan.

____________, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang- Undang


Pokok Agraria, Isi dan pelaksanaannya, Jakarta : Djambatan.

Chandra, S, 2005, Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonanan di


Kantor Pertanahan), PT Grasindo, Jakarta.

Chomzah, Ali Achmad. 2002. Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I Pemberian
Hak Atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II Sertipikat dan
Permasalahannya. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, 1985, Eksistensi Prona sebagai Pelaksanaan
Mekanisme Fungsi Agraria, Jakarta: Ghalia.

Hermit, Herman, 2004, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan
Tanah Pemda, Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia, Penerbit
Mandar Maju, Bandung.

Perangin, Effendi. 1996. Praktek Pengurusan Sertipikat Hak Atas Tanah. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun


1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

36
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.

Prakoso, Djoko. 1985. Eksistensi Prona sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi Agraria,
Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sutedi, Adrian. 2006. Kekuatan Hukum Berlakunya Sertifikat sebagai Tanda Bukti Hak
Atas Tanah. Jakarta : BP. Cipta Jaya.

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

37

Anda mungkin juga menyukai