Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : MUHAMMAD ANNAS


………………………………………………………………………………………..

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043111511


………………………………………………………………………………………..

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211/HUKUM AGRARIA


………………………………………………………………………………………..

Kode/Nama UPBJJ : 79 / UPBJJ KUPANG


………………………………………………………………………………………..

Masa Ujian : 2021/22.1 (2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Tanah memiliki peran yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup
umat manusia. Peran tersebut ditunjukkan mulai dari awal diciptakannya
manusia hingga hari berpulangnya manusia itu sendiri pasti
membutuhkan tanah. Manusia hidup diatas tanah dan juga memperoleh
bahan pangan dengan cara memanfatkan tanah. Meningkatnya jumlah
penduduk secara tidak langsung mengakibatkan kebutuhan akan tanah
semakin meningkat. Di samping meningkatnya kebutuhan pembangunan
juga untuk pemukiman dan kebutuhan tanah kepentingan lain, dan saat
itu tanah yang tersedia jumlahnya mulai terasa sangat terbatas terbatas
(dalam arti tidak bertambah). Kondisi ini dapat memicu meningkatnya
konflik pertanahan seperti penguasaan tanah tanpa hak, penggarapan
tanah liar, dan tumpang tindihnya penggunaan lahan.

Tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan


tanah otomatis akan menimbulkan permasalahan pertanahan
sebagaimana dikemukakan di atas. Tidak jarang di atas tanah yang
dimiliki atau dikuasai masih memunculkan orang bersengketa, baik
antara pemilik dan bahkan yang bukan pemilik yang menginginkan tanah
tersebut, maupun dengan pihak lain yang pernah merasakan bahwa tanah
itu pernah menjadi miliknya atau bahkan dengan pemerintah. Sengketa
bisa muncul di akibatkan ketidak jelasan status kepemilikan tanah,
penguasaan tanah secara ilegal dan lain sebagainya.

Pentingnya tanah bagi kehidupan mustinya harus digunakan sesuai


dengan fungsi dan mafaat tanah yang bersangkutan. Terdapat kewajiban
bagi pemegang hak atas tanah, baik perorangan, badan hukum, maupun
sekelompok orang secara bersama-sama untuk selalu menjaga dan
memelihara tanah yang dimilikinya. Oleh karena mengingat strategisnya
fungsi tanah, maka pemerintah memerlukan perangkat hukum yang
tertulis, lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten. Maka di
undangkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan UUPA.

Berbicara tentang UUPA berarti berbicara tentang tanah, salah satunya


tentang proses pendaftaran tanah, yaitu berbicara bagaimana jaminan dan
kepastian hukum serta perlindungan hukum mengenai hak-hak atas tanah
bagi seluruh warga Negara Indonesia dapat di lindungi secara sah tanpa
adanya cacat hukum dan cacat administrasi pertanahan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang di
maksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang di
lakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yurisdis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang - bidang tanah dan satuan rumah susun
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah serta hak-hak
tertentu yang membebaninya.
Terselenggaranya pendaftran tanah di bertujuan untuk menyediakan
informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh
data yang diperlukan dalam rangka mengadakan pembuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang
sudah terdaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik
merupakan dasar perwujudan tertib administrasi pertanahan. Kepastian
hukum akan tanah merupakan sesuatu hal yang mutlak yang harus ada
guna menjaga kestabilan penggunaan tanah dalam pembangunan serta
mewujudkan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi sesame
masyarakat yang mau berhubungan dengan tanah tersebut. Kepastian
hukum yang dimaksudkan dalam pendaftaran tanah akan membawa
akibat diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah (sertifikat) oleh BPN
sebagai lembaga penyelenggara administrasi negara kepada yang berhak,
dan dapat diandalkan pemilik atas miliknya untuk berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat terhadap hak-hak atas tanah seseorang tersebut.

2. Fungsi manajemen pertanahan :


- penatagunaan tanah, dengan kegiatan penataan, peruntukan,
penggunaan, dan penyelesaian tanah secara berkesinambungan dan
teratur berdasarkan asas manfaat, lestari, optimal, seimbang dan serasi.
- penataan penggunaan tanah, yang meliputi fungsi pengawasan
pembatasan penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah untuk
melaksanakan proses bahwa setiap pemilik tanah harus menggarap
tanahnya sendiri.
- pengurusan hak tanah, wewenang untuk mengatur hubungan hukum
antara orang dan perbuatan hukum mengenai bumi/tanah.
- pengukuran dan pendaftaran tanah, menjamin kepastian hukum
dibidang pertanahan juga memberikan perlindungan hukum terhadap
pemegang hak atas tanah dan hakhak lain yang terdaftar agar dapat
dibuktikan bahwa dirinya adalah sebagai pemegang hak yang sah.
Dijelaskan dalam Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang
catur tertib pertanahan. Keppres tersebut mengatur tentang landasan
pokok kebijakan pertanahan yang digunakan untuk menata kembali
penguasaan, pemiikan, dan penggunaan tanah sehingga dapat tercipta
suasana yang menjamin terciptanya pembangunan. Pemerintah lalu
mengeluarkan berbagai kebijakan yang tercatat dalam UUPA guna
memberikan keadilan bagi seluruh lapisan ,asyarakat dalam upaya
perolehan dan pemanfaatan tanah sebagai kebutuhan yang esensial.

Sumber : buku materi pokok ADPU4335

3. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu


masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak
dalam lingkungan wilayahnya. Setiap anggota masyarakat hukum adat
berhak dengan bebas mengolah dan memanfaatkan tanah dan sumber
daya alam yang ada dalam kawasan tersebut. Orang luar tidak berhak
kecuali atas izin dari masyarakat hukum adat. Hak ulayat kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat mendudukkan pada tempat yang
sewajarnya dalam negara Indonesia dewasa ini, seperti yang tergambar
dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agriaria (UUPA) menentukan bahwa Pelaksanaan hak ulayat dan
hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undangundang dan peraturan- peraturan yang lebih tinggi.
Konsep dasar hak menguasai oleh negara di Indonesia dimuat dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penjelasan
otentik tentang pengertian bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya (disebut sumber daya alam selanjutnya
disingkat SDA) dikuasai oleh negara, termuat dalam UUPA mulai
berlaku pada tanggal 24 September 1960. Pasal 2 UUPA yang
merupakan aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD, menjelaskan
pengertian hak menguasai SDA oleh negara.
Hubungan hukum antara negara dengan sumber daya alamnya
melahirkan hak menguasai sumber daya alam oleh negara. Hubungan
antara masyarakat hukum adat dengan sumber daya alam di lingkungan
wilayah adatnya melahirkan hak ulayat. Idealnya hubungan hak
menguasai oleh negara dan hak ulayat terjalin secara harmonis dan
seimbang.

Anda mungkin juga menyukai