Anda di halaman 1dari 10

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : AGID JUMOPA MOH QODIF

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043430027

Tanggal Lahir : MUKOMUKO, 05 JANUARI 2001

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211/ HUKUM AGRARIA

Kode/Nama Program Studi : 311/ ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 19/ BENGKULU

Hari/Tanggal UAS THE : MINGGU, 19 DESEMBER 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : AGID JUMOPA MOH QODIF

Nomor Induk : 043430027


Mahasiswa/NIM

Tanggal Lahir : MUKOMUKO, 05 JANUARI 2001

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211/ HUKUM AGRARIA

Kode/Nama Program Studi : 311/ ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 19/ BENGKULU

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
MUKOMUKO, MINGGU 19 DESEMBER 2021
Yang Membuat Pernyataan

Nama Mahasiswa
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. Badan Pertanahan Nasional dalam upaya mengubah pola pelayanan kepada masyarakat sebenarnya telah
melakukan pelayanan berbasis komputer sejak 1997. Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) atau Land
Office Computerization (LOC) dengan tujuan menciptakan tertib administrasi pertanahan, meningkatkan
kualitas informasi pertanahan BPN, untuk mempermudah pemeliharaan data pertanahan, menghemat space /
storage untuk penyimpanan data-data pertanahan dalam bentuk digital (paperless), meningkatkan
kemampuan SDM pegawai BPN di bidang teknologi informatika / komputer, melakukan standarisasi data
dan sistem informasi dalam rangka mempermudah pertukaran informasi pertanahan serta menciptakan suatu
sistem informasi pertanahan yang handal. Pertanyaan :
A. Silahkan saudara analisis landasan hukum mengenai sistem informasi dan manajemen Pertanahan

Nasional berdasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan !


B. Silahkan saudara analisis, apakah sistem informasi dan manajemen pertanahan dapat meminimalisir
permasalahan dalam pendaftaran hak atas tanah ?
Jawaban.
a. Menurut saya Pemerintah yang akan datang harus berani melakukan rule breaking terhadap
pengaturan sistem pertanahan secara menyeluruh, dengan mengejawantahkan secara nyata pengaturan
keagrariaan, dan dirancang dalam kebijakan hukum pertanahan yang mencakup aspek yang mendasar
(Kerangka Umum Kebijakan Agraria Nasional) yaitu prinsip pemenuhan hak-hak konstitusional
rakyat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan menghargai prinsip kesederajatan
manusia. Reformasi sistemik bidang pertanahan yang terpenting adalah: Secara umum Agraria
Reform (yang dicanangkan Soekarno) harus diwujudkan (diejawantahkan); BPN tidak sekedar
kembali ke kementrian Agraria, tetapi harus dengan terobosan kebijakan-kibijakan keagraria dan SDA
untuk pencapaian kesejahteraan rakyat, dengan otonomi bidang pertanahan dan berintegrasi dengan
pengaturan SDA, mineral dan energi; perlunya perubahan sistem secara komprehensif, meliputi
penerapan stelel publisitas progresif, sistem pra-pendaftaran tanah, penetapan asas akurasi dan asas
hak kodrati atas tanah, penerapan on line system pada semua lini bidang pertanahan, pembentukan
lembaga mediasi (ADR) ditingkat desa dan hakim ad hoc pada tingkat MA.
b. Manajemen Pertanahan adalah suatu usaha serta kegiatan dari suatu organisasi dan manajemen yang
kaitannya dengan penyelenggaraan kebijakan pemerintah pada bidang pertanahan dengan
mengerahkan berbagai bentuk sumber daya untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Upaya-upaya pemerintah di bidang pertanahan untuk menentukan dan
mencapai sasaran yang diinginkan dengan pemanfaatan sumber daya baik itu sumber daya manusia
maupun material dilakukan melalui koordinasi dengan menjalankan fungsi-fungsi seperti : Planning
(perencanaan), Executing (pelaksanaan rencana), Organizing (penataan), Persuading (memberi
dorongan dan pengertian), Leading (memimpin), Evaluating (mengevaluasi).
Secara umum pelaksanaan kegiatan manajemen pertanahan dalam praktik sehari-hari, mencakup
kegiatan:
1. Merencanakan penyediaan tanah serta penggunaan tanah

2. Mempertimbangkan aspek guna tanah

3. Mengadakan dan menata penguasaan tanah

4. Membuat koordinasi atas penanganan masalah pertanahan baik yang sifatnya administratif, yuridis perdata,
atau yuridis administratif.

5. Meningkatkan pelayanan pertanahan

6. Mengawasi pelaksanaan penggunaan tanah

Kemudian untuk masalah-masalah yang sering muncul (sengketa) dalam hukum pertanahan antara lain:
1. Masalah sengketa kepemilikan (historis)

Masalah pertanahan yang muncul biasanya karena perbedaan persepsi terhadap sejarah pada tanah tersebut.

2. Masalah sengketa peruntukkan dan penggunaan

Masalah pertanahan yang muncul biasanya karena perbedaan persepsi terhadap peruntukkan dan penggunaan
pada tanah tersebut.

3. Masalah sengketa kewenangan lintas sektoral

Masalah pertanahan yang muncul pada penggunaan tanah pada skala besar oleh beberapa sektor secara
bersamaan.

Penyebab-penyebab munculnya permasalahan-permasalahan pertanahan seperti di atas antara lain:

1. Adanya sekelompok orang yang dengan sengaja membuka lahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian
tanpa memperhitungkan apakah wilayah tersebut telah dikuasai oleh pihak lain atau pemerintah.

2. Ada pembudayaan sifat praktis pada bertransaksi jual - beli tanah karena pengaruh hukum adat setempat

3. Banyaknya peralihan hak milik tanah secara kekeluargaan yang hanya dilakukan secara lisan.
4. Kurangnya kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya tertib administrasi dalam pengadaaan surat-
surat tanah.

5. Kurangnya kualitas SDM dari aparatur pemerintah dalam masalah pertanahan.

6. Kurang tertibnya administrasi terhadap surat-surat tanah di pemerintah desa sehingga bisa menyebabkan
perkara pertanahan di masa datang.

7. Mahalnya biaya proses kepengurusan surat-surat tanah.

8. Adanya penerbitan surat-surat tanah yang tidak disertai batas-batas yang akurat sehingga menimbulkan
ketidakjelasan pada batas-batas wilayah tanah tersebut.
9. Adanya upaya beberapa oknum yang menggadakan atau memalsukan surat-surat tanah untuk suatu tujuan
tertentu.

10. Adanya pemecahan surat tanah dengan tidak meminta izin kepada pihak yang sah.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

KESIMPULAN :

Jadi sesuai dengan pembahasan di atas maka yang disebut sebagai Manajemen Pertanahan adalah upaya-
upaya pemerintah di bidang pertanahan untuk menentukan dan mencapai sasaran yang diinginkan dengan
pemanfaatan sumber daya baik itu sumber daya manusia maupun material. sistem informasi dan manajemen
pertanahan dapat meminimalisir permasalahan dalam pendaftaran hak atas tanah. Sedangkan untuk penyebab
timbulnya permasalahan dalam hukum pertanahan telah dijelaskan pada pembahasan di atas.

2. Salah satu peralihan hak atas tanah adalah melalui proses jual beli. Peralihan hak atas tanah melalui jual
beli di daerah-daerah yang terpencil masih sangat minim pengetahuan akan hukum dan informasinya yang
sangat kurang. Sehingga potensi untuk terjadinya sengketa yang disebabkan oleh banyak hal misalnya karena
sertifikat ganda, sertifikat palsu atau pun masih banyak tanah-tanah yang merupakan hak milik masyarakat
desa yang belum memiliki sertifikat. Pertanyaan :
A. Silahkan saudara analisis, syarat formil dan syarat materiil peralihan hak atas tanah melalui jual beli !
B. Silahkan saudara analisis, apakah tanah yang sedang bermasalah diperbolehkan untuk dipindahtangankan
melalui jual beli ?
Jawaban.
a. Prosedur peralihan hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan PP No. 24 Tahun1997 harus
memenuhi syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil tertuju pada subjek dan objek hak yang
hendak diperjualbelikan. Maksudnya, penjual berhak adalah subjek yang berhak untuk menjual tanah
dan pembeli memenuhi syarat sebagai pemegang hak dan objek atau tanah yang diperjualbelikan
tidak dalam sengketa. Sedangkan syarat formil jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta
jual beli (AJB) yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat pembuat akta tanah. Untuk menjamin
kepastian hukum peralihan hak atas tanah melalui jual beli menurut PP Nomor 24 Tahun 1997, maka
jual beli hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak atas tanah yang
dibuktikan dengan bukti kepemilikan yang sah dari penjual. Karena dengan adanya bukti kepemilikan
hak atas tanah, berarti penjual adalah orang atau pihak yang sah menurut hukum untuk menjual.
b. Peralihan hak atas tanah secara yuridis hanya dapat dilakukan dengan akta yang dibuat di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) untuk selanjutnya didaftarkan pada Badan Pertanahan
Nasional (“BPN”), hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 sebagai
berikut :
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Atas kewenangannya tersebut, PPAT harus melakukan penelitian atas data fisik dan data yuridis atas
bidang tanah tersebut, salah satunya adalah PPAT berkewajiban meneliti apakah tanah tersebut bersih
dari sengketa atau masih dalam sengketa, jika berstatus sebagai tanah sengketa, maka PPAT wajib
untuk menolak pembuatan akta peralihan hak atas tanah tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
39 ayat (1) huruf f PP 24/1997 sebagai berikut:
PPAT menolak untuk membuat akta, jika obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam
sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya.
Dengan demikian, apabila tanah masih dalam sengketa di pengadilan (objek gugatan), maka BPN
melalui PPAT wajib untuk menolak pembuatan akta peralihan tanah tersebut secara tertulis kepada
pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.

2. Landreform yang dalam arti lebih sempit berupa penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan
tanah, merupakan bagian pokok dalam konsep reforma agraria (agrarian reform). Semenjak era
reformasi, telah terjadi perkembangan yang menggembirakan, di mana telah cukup banyak pihak yang
membicarakan dan peduli dengan permasalahan ini, meskipun masih terbatas pada tingkat wacana.
Namun demikian, sampai sekarang belum berhasil disepakati bagaimana landreform dan agrarian
reform (pembaruan agraria) tersebut sebaiknya untuk kondisi di Indonesia. Pertanyaan:
A. Silahkan saudara analisis, kendala pelaksanaan landreform di indonesia !
B. Silahkan saudara analisis, bagaimana pelaksanaan land reform pada era presiden Jokowi, berikan
dasar hukumnya !
Jawaban.
a. Dari paparan di atas, kondisi yang dihadapi untuk mengimplementasikan program landreform di
Indonesia sangat berat, dalam kondisi ekonomi dan politik yang belum mapan, setelah beberapa
tahun dilanda krisis multidimensi. Beratnya permasalahan yang ditanggung bahkan sudah terasa
semenjak dalam tataran wacana, yang masih merupakan langkah awal ke tahap perencanaan. Namun
demikian, beberapa tahun trakhir ini, khusus- nya semenjak kejatuhan pemerintahan Orde Baru, telah
nampak kegairahan yang besar pada sebagian pihak dalam membicarakan tentang reforma agraria dan
landrefrom secara terbuka. Memasuki abad ke 21 ini, dukungan internasional dan lembaga-lembaga
donor dapat dikatakan negatif terhadap ide reforma agraria. Ditambah dengan kondisi politik dan
keuangan dalam negeri yang masih sulit, maka wajar kalau kalangan elite politik menjadi tidak
berani dalam memperjuangkan kebijakan ini. Peluang landreform semakin kecil jika diingat,
bahwa sesungguhnya belum tumbuh kesadaran yang kuat pada golongan elit, bahkan
masyarakat, bahwa segala permasa-lahan pembangunan pertanian dan pedesaan yang kita hadapi
sekarang ini dapat diselesaikan secara mendasar, yaitu melalui perbaikan struktur penguasaan
dan pemilikan tanah pertanian (=landreform). Meskipun demikian, salah satu peluang yang
lebih realistis adalah melaksanakan program landreform secara terbatas, yaitu untuk wilayah-
wilayah yang tekanan penduduk dan konflik pertanahannya masih ringan, terutama di luar
Jawa. Ide ini dapat menjadi satu point yang menarik, karena dengan segala permasalahan
yang dihadapi ini, berpikir untuk melakukan reforma agraria secara serentak dan menyeluruh
dapat dikatakan hampir mustahil. Landreform terbatas di sebagian wilayah banyak diterapkan
negara-negara lain, misalnya di India dan Jepang. Agar diperoleh hasil yang optimal, maka
program landreform harus dilaksanakan dengan kesiapan unsur-unsur pembaruan agraria yang
lain. Redistribusi lahan di satu wilayah hanya akan meningkatkan kesejahteraan, jika disiapkan
unsur-unsur lain seperti infrastruktur, bentuk-bentuk usaha yang akan dikembangkan oleh
masyarakat, dukungan permodalan untuk usahatani, serta teknologi dan pasar. Pelaksanaan
landreform yang terlepas dari konteks pembaruan agraria hanya akan menghasilkan anarkhi,
konflik, penelantaran tanah dan maraknya jual beli lahan yang bisa saja akan memperparah
ketimpangan. Karena itu, jika satu wilayah akan menjalankan landreform maka seluruh pihak
harus mendukung dan siap dengan kebijakan dan peranannya masing-masing.
b. Pengamat Ekonomi Universitas Gajah Mada(UGM) Revrisond Baswir, mengatakan pasca Presiden
Soekarno pelaksanaan reformasi agraria atau distribusi ulang lahan pertanian (landreform) di
Indonesia sempat terhenti. Pelaksanaan itu baru bisa kembali dilakukan setelah 50 tahun atau pada
masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, pelaksanaan landreform adalah
bagian penting dari revolusi Indonesia, hal itu sebagaimana dikatakan oleh Bung Karno yang
kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan landreform tahap pertama yakni pada 1963. Namun, pasca
pengambilalihan kekuasaan oleh Soeharto pada 1966-1967, pelaksanaan reforma agraria cenderung
berhenti sama sekali. "Pelaksanaan reforma agraria baru dimulai kembali setelah pemerintahan
Jokowi-JK naik ke tampuk pemerintahan pada akhir 2014," kata Baswir dalam keterangan resminya,
Sabtu (12/1/2019). Baswir mengungkapkan, komitmen Presiden Jokowi akan itu tertuang dalam
Perpres No 45 tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017, maka pada tahun 2017 dan
2018 terbit Perpres No 88 tahun 2018 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
dan Perpres No 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria. "Pada tingkat implementasi, berdasarkan
data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) realisasi program perhutanan sosial
pada tahun 2017 adalah seluas 1.917.890,07 hektar, sedangkan realisasi program reforma agraria
adalah seluas 5 juta hektar lahan tersertifikasi," paparnya. Senada dengan Baswir, Ketua Umum
Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan, perjuangan reforma agraria menemukan
jalannya kembali di tahun 2018 dengan Deklarasi Hak Asasi Petani yang disahkan oleh Sidang Umum
PBB (New York, Amerika Serikat) pada 19 November 2018 dan diundangkannya Peraturan Presiden
No 86 tentang Reforma Agraria pada 24 September 2018. Menurutnya, kebanyakan di negara lain
pasca merdeka mereka langsung mengerjakan reforma agraria, meski pada pelaksanaannya reforma
agraria tidak mudah. "Misal Evo Morales (presiden Bolivia) yang berkuasa penuh saja masih bisa
"dibendung" dalam pelaksanaan reforma agraria, begitu juga Bung Karno beberapa tahun setelah
diundangkannya UU Pokok Agraria mendapat tantangan yang besar," tukasnya. Ketua Umum Serikat
Tani Nasional Ahmad Rifai mengatakan, bagi - bagi sertifikat yang dilakukan Presiden Jokowi
sebenarnya merupakan bagian akhir dari reforma agraria. Menurutnya, pelaksanaan reforma agraria
secara menyeluruh tidaklah mudah, sebab reforma agraria hanya dapat di jalankan dalam
pemerintahan progresif revolusioner. "Dan catatan sejarah sejak UU Pokok Agraria tantangan dalam
menjalani reforma agraria tidaklah semudah sebagaimana bunyi-bunyian atau teori yang normatif,
saya melihatnya pemerintah saat ini menjalankan reforma agraria dengan pendekatan yang soft,
moderat dan mulai dari pinggir untuk menghadapi penguasaan sumber daya agraria oleh segelintir
orang,"

4. Pada awalnya reforma agraria diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria. Namun, pada
perkembangannya pemerintah membuat aturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut. Dalam
reforma agraria yang diatur dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 mengenai objek redistribusi tanah
berupa redistribusi tanah untuk pertanian dan redistribusi tanah untuk non pertanian. Pertanyaan:
A. Silahkan saudara analisis, bagaimana hak kepemilikan bersama dalam redistribusi tanah pertanian?
B. Silahkan saudara analisis, apakah objek redistribusi tanah untuk non-pertanian dapat menjadi hak
milik ?
Jawaban.
a. Landreform merupakan program Pemerintah berupa proses redistribusi dan atau redistribusi tanah
untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T)
berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Salah satu program
Landreform adalah redistribusi dari tanah negara dimana di kabupaten setempat terdapat tanah
negara yang sudah dikelola masyarakat atau petani penggarap sebagai sumber penghidupan
mereka. Redistribusi tanah pertanian hanya dapat diberikan dengan status hak milik, karena batas
minimum pembagian tanahnya lebih sedikit dibandingkan dengan status Hak Guna Usaha (HGU)
dan juga dapat menyesuaikan sesuai dengan jumlah tanah yang akan diredistribusikan. Cara
perolehan hak atas tanah melalui redistribusi tanah pertanian diawali dengan diterbitkannya Surat
Penegasan Obyek Landreform, Pengukuran tanah, diterbitkannya Surat Keterangan Redistribusi
yang berisi daftar nama penerima, dan diakhiri dengan penerbitan Sertifikat Hak Milik sebagai
tanda bukti kepemilikan tanah yang diperoleh melalui Redistribusi tanah pertanian.

b. Menurut Perpres ini, objek redistribusi tanah meliputi:


a. tanah HGU dan HGB yang telah habis masa berlakunya serta tidak dimohon perpanjangan
dan/atau tidak memohon pembaruan haknya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah haknya
berakhir;

b. tanah yang diperoleh dari kewajiban pemegang HGU untuk menyerahkan paling sedikit 20%
(dua puluh persen) dari bidang HGU yang berubah menjadi HGB karena perubahan peruntukan
rencana tata ruang;

c. tanah yang diperoleh dari kewajiban menyediakan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
luas Tanah Negara yang diberikan kepada pemegang HGU dalam proses pemberian,
perpanjangan, atau pembaruan haknya;

d. tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan negara dan/atau hasil perubahan batas
kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai sumber
TORA meliputi: 1. Tanah dalam kawasan hutan yang telah dilepaskan sesuai peraturan
perundang-undangan menjadi TORA; 2. Tanah dalam kawasan hutan yang telah dikuasai oleh
masyarakat dan telah diselesaikan penguasaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

e. Tanah Negara bekas tanah terlantar yang didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan
negara melalui Reforma Agraria;

f. tanah hasil penyelesaian Sengketa dan Konflik Agraria;

g. tanah bekas tambang yang berada di luar kawasan hutan;

i. tanah timbul;

j. tanah yang memenuhi persyaratan penguatan hak rakyat atas tanah meliputi: 1. Tanah yang
dihibahkan dalam bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan; 2. Tanah hasil konsolidasi yang
subjeknya memenuhi kriteria Reforma Agraria; 3. Sisa tanah sumbangan tanah untuk
pembangunan dan tanah pengganti biaya pelaksanaan Konsolidasi Tanah yang telah disepakati
untuk diberikan kepada pemerintah sebagai TORA; atau 4. Tanah Negara yang dikuasai
masyarakat;
k. tanah bekas hak erpacht, tanah bekas partikelir dan tanah bekas eigendom yang luasnya lebih
dari 10 bouw yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai objek redistribusi; dan tanah kelebihan maksimum, tanah absente, dan tanah
swapraja/bekas swapraja yang masih tersedia dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan sebagai objek redistribusi tanah.

Objek redistribusi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud meliputi: a. Redistribusi tanah
untuk pertanian; dan b. redistribusi tanah untuk non-pertanian, bunyi Pasal 8 Perpres ini.

Disebutkan dalam Perpres ini, redistribusi tanah untuk pertanian sebagaimana dimaksud
diredistribusi kepada Subjek Reforma Agraria dengan luasan paling besar 5 (lima) hektar sesuai
dengan ketersediaan TORA, dengan pemberian sertifikat hak milik atau Hak Kepemilikan
Bersama.

Subjek Reforma Agraria

Subjek Reforma Agraria, menurut Perpres ini, terdiri atas: a. orang perseorangan; b. kelompok
masyarakat dengan hak kepemilikan bersama; atau c. badan hukum.

Untuk orang perseorangan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. WNI; b. berusia paling
rendah 18 tahun atau sudah menikah; dan c. bertempat tinggal di wilayah objek redistribusi tanah
atau bersedia tinggal di wilayah redistribusi tanah.

Sedangkan pekerjaan orang perseorangan tersebut di antaranya adalah: a. petani gurem yang
memiliki luas tanah 0,25 ha atau lebih kecil dan/atau petani yang menyewa tanah yang luasannya
tidak lebih 2 ha; b. petani penggarap yang mengerjakan atau mengusahakan sendiri tanah yang
bukan miliknya; c. buruh tanah yang mengerjakan atau mengusahakan tanah orang lain dengan
mendapat upah; d. guru honorer yang belum berstatus sebagai PNS; e. pekerja harian lepas; f.
pegawai swasta dengan pendapatan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak; g. Pegawai Negeri
Sipil paling tinggi golongan III/a yang tidak memiliki tanah; dan h. anggota TNI/Polri berpangkat
paling tinggi Letnan Dua/Inspektur Dua atau yang setingkat.

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, bunyi Pasal 33 Peraturan
Presiden Nomor 86 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H. Laoly pada 27 September 2018 itu.

Anda mungkin juga menyukai