Anda di halaman 1dari 9

BUKU JAWABAN UJIAN

(BJU) UAS TAKE HOME


EXAM (THE) SEMESTER
2020/21.1 (2020.2)

: IRA MAYA SARI


Nama Mahasiswa
Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042357521

Tanggal Lahir : 29 November 1987

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211 (Hukum Agraria)

Kode/Nama Program Studi : Ilmu Hukum S1

Kode/Nama UPBJJ : PADANG


Hari/Tanggal UAS THE : Sabtu /5 Desember 2020

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS
TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : IRA MAYA SARI


NIM : 042357521
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211 (Hukum Agraria)
Fakultas : Hukum
Program Studi : Ilmu Hukum S1
UPBJJ-UT : PADANG

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Padang Panjang, 5 Desember 2020

Yang Membuat Pernyataan

IRA MAYA SARI


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1 Agraria, hukum agraria dan administrasi pertanahan memiliki hubungan yang sangat
erat dalam memberikan kepastian hukum dan ketertiban. Apabila tidak terlaksana dengan
baik maka akan menimbulkan konflik nantinya.

A. Silahkan saudara analisis akibat hukumnya bila administrasi pertanahan tidak


mengkaitkan dengan agraria dan hukum agraria ?
Apabila administrasi pertanahan tidak dikaitkan dengan agraria dan hukum agraria, maka
tidak tercipta tertib hukum pertanahan yang meliputi segenap upaya menumbuhkan
kepastian hukum pertanahan sebagai perlindungan terhadap hak hak atas tanah dan
penggunaannya agar terdapat ketentraman masyarakat dan mendorong gairah
pembangunan.
Administrasi pertanahan harus tetap berpegang kepada aturan dan hukum yang berlaku.

B. Menurut analisis saudara, mengapa secara akademik menggunakan nomenklatur


hukum agraria atau politik agraria padahal materi yang diajarkan hanya berkaitan dengan
hukum tanah (agraria dalam arti sempit) ?
Menurut analisis saya, secara akademik menggunakan nomenklatur hukum agraria atau
politik agraria padahal yang dipelajari hanya berkaitan dengan hukum tanah (agraria dalam
arti sempit) disebabkan karena dalam kamus bahasa indonesia sendiri agraria berarti urusan
pertanahan atau tanah pertanian, juga urusan kepemilikan tanah. Dengan demikian urusan
agraria selalu dihubungkan dengan usaha pertanian. Istilah agraria di indonesia juga dipakai
dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.

2. Pada saat sebelum adanya UUPA, hak atas tanah dalam masyarakat yaitu hak
eigendom, hak opstal, hak erfpacht, hak sewa, hak pakai, dan hak pinjam. Selain hak-hak
tersebut, hak atas tanah yang eksis sebelum berlakunya UUPA adalah hak-hak adat.
A. Silahkan saudara analisis dari hak-hak diatas, hak manakah yang lebih diutamakan dan
memberikan perlindungan yang paling kuat bagi yang memiliki hak !
Sebelum saya ulas hak yang lebih utama dan memberikan perlindungan paling kuat bagi
yang memiliki hak, saya coba jelaskan terlebih dahulu pengertian masing masing hak
diantaranya:
a) Hak eigendom merupakan hak milih dalam pengaturan tanah
b) Hak Opstal merupakan hak kebendaan untuk mempunyai gedung bangunan atau
tanaman diatas tanah orang lain.
c) Hak erpacht merupakan hak guna usaha atau hak kebendaan untuk menikmati kegunaan
tanah kepunyaan pihak lain
d) Hak sewa adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan atau
mempunyai bangunan diatas tanah hak milik orang lain dengan membayar sejumlah
sewa tertentu dan batas waktu tertentu yang disepakati antara pemilik tanah dengan
pemilik hak sewa, dan pada zaman dahulu biasanya untuk disewakan sebagai
perkebunan.
e) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan tanah kepada pihak lain untuk dikembangkan
baik untuk dibangun properti atau lainnya yang sebelumnya dimiliki oleh negara atau tanah
milik orang lainnya,
f) Hak pinjam adalah hak untuk menggunakan tanah pihak lain yang didapat dari prosedur
peminjaman, pada jaman dulu digunakan untuk gereja dan badan sosial dengan jangka
waktu tertentu, dahulu digunakan untuk keperluan rumah sakit yang mendapat subsidi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Hak Eigendom sebagai hak individu tertinggi, sekaligus juga
merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam Hukum Tanah sebelum adanya
UUPA. Hak eigendom dikenal juga dengan sebutan hak milik, sehingga ini adalah hak yang lebih
utama dan memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik hak.

B. Silahkan saudara analisis mengenaiperbandingan hak-hak adat sebelum berlakunya


UUPA dan setelah berlakunya UUPA!
Perbandingan hak-hak adat sebelum berlakunya UUPA dan setelah berlakunya UUPA:
Dalam mengatur kedudukan tanah ini sebelum kemerdekaan, oleh masyarakat Indonesia
diberlakukan hukum adat masing-masing daerah yang ada, selain itu juga ada hukum perdata
dari Belanda yang menjadi pegangan oleh pemerintah Belanda yang ketika itu menduduki
wilayah-wilayah Indonesia.
Setelah masa kemerdekaan, pada tanggal 24 September 1960 disahkan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria oleh Presiden Sukarno, sehingga
dengan lahirnya Undang-Undang ini tidak ada lagi perbedaan antara hukum adat dengan hukum
perdata Belanda yang berkaitan dengan masalah pertanahan.
Pengaturan hak atas tanah merupakan salah satu kewajiban negara untuk mengaturnya demi
terwujudnya kepastian hukum serta terjaganya hak-hak masing-masing pihak. Selain kepastian
hukum, aturan hukum yang ada dalam negara ini juga memberikan perlindungan hukum bagi
pengakuan hak-hak warga negaranya.
Pendaftaran tanah merupakan amanat dari Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, secara jelas disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1)
UUPA bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Selanjutnya, dengan adanya amanat undang-undang ini maka pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960 tentang Pendaftaran Tanah yang mana kemudian
direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Pengertian Pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu
yang membebaninya.
Secara jelas dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah ini menyebutkan yaitu ayat (1)
bahwa obyek pendaftaran tanah meliputi: a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, b. Tanah hak pengelolaan, c. Tanah
wakaf, d. Hak milik atas satuan rumah susun, e. Hak tanggungan, f. Tanah negara. Ayat (2)
bahwa dalam tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan
tanah negara dalam daftar tanah.
Tujuan utama dari pendaftaran tanah adalah adanya jaminan kepastian hukum bagi hak atas
tanah tersebut. Dan ayat ini ditujukan kepada pemerintah selaku penanggungjawab dalam hal
pengaturan pendaftaran tanah. Sedangkan Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan
kepada pemegang hak, sehingga ada hak dan kewajiban antara pemerintah dengan pemegang
hak atas tanah.
Pasal 23 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya
dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam Pasal 19. Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa pendaftaran termasuk dalam
ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut. Pasal 32 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hak guna
usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan
hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat (2) menyatakan bahwa pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus
karena jangka waktunya berakhir. Pasal 38 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hak guna
bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam Pasal 19. Ayat (2) menyatakan bahwa pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-
hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Sedangkan konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA
untuk masuk sistem dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990:1).
Ketentuan konversi mengenai hak-hak tanah telah diatur dalam pada Ketentuan-Ketentuan
Konversi UUPA Pasal II ayat 1 yaitu: hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana
atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 1, seperti yang disebut dengan nama
sebagai dibawah, yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini, yaitu hak agrarisch
eigendom, milik, yayasan, andarbeni hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant sultan,
landirijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikilir dan hak-hak lain
dengan nama apapun, juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai
berlakunya undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1), kecuali jika
yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21. Kemudian
dilanjutkan pada ayat 2 yang berbunyi yaitu hak-hak tersebut dalam ayat 1 kepunyaan orang
asing warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing dan badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah sebagai yang
dalam Pasal 21 ayat (2) menjadi hak guna usaha atau hak guna bangunan sesuai dengan
peruntukan tanahnya, sebagai yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria
Kemudian dalam Pasal VI mengenai Ketentuan Konversi di UUPA menyatakan bahwa Hak-hak
atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam
pasal 41 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai
berlakunya Undang-undang ini, yaitu : hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen,
ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hak-hak lain dengan nama
apapun juga, yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya
Undang-undang ini menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat (1) yang memberi wewenang
dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya
Undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
Pada Pasal VII ayat (1) menerangkan secara rinci bahwa hak gogolan, pukulen, atau sanggan
yang bersifat tetap yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini menjadi hak milik
tersebut pada Pasal 20 ayat (1). Ayat (2) menyatakan hak gogolan, pekulen atau sanggan yang
tidak bersifat tetap menjadi hak pakai tersebut pada Pasal 41 ayat (1), yang memberi wewenang
dan kewajiban sebagai yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya udang-
undang ini. Ayat (3) menyatakan bahwa jika ada keragu-raguan apakah sesuatu hak gogolan,
pekulen atau sanggan bersifat tetap atau tidak tetap, maka menteri agrarialah yang memutuskan.
Mengenai hak gogolan, pekulen atau sanggan diatur dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Agraria
Nomor 2 Tahun 1960 yang berbunyi: 1. Konversi hak-hak gogolan, pekulen atau sanggan yang
bersifat tetap menjadi hak milik sebagai yang dimaksud dalam Pasal VII ayat (1) Ketentuan-
ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria dilaksanakan dengan surat keputusan
penegasan Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan. 2. Hak gogolan, sanggan atau pekulen
bersifat tetap kalau para gogol terus menerus mempunyai tanah gogolan yang sama dan jika
meninggal dunia gogolnya itu jatuh pada warisnya tertentu. 3. Kepala Infeksi Agraria
menetapkan surat keputusan tersebut pada ayat (1) pasal ini dengan memperhatikan
pertimbangan sifat tetap atau tidak tetap dari hak gogolan itu menurut kenyataannya. 4. Jika ada
perbedaan pendapat antara Kepala Inspeksi Agraria dan Bupati/Kepala Daerah tentang soal
apakah sesuatu hak gogolan bersifat tetap atau tidak tetap, demikian juga jika desa yang
bersangkutan berlainan pendapat dengan kedua pejabat tersebut, maka soalnya dikemukakan
lebih dahulu kepada Menteri Agraria untuk mendapat keputusan.
untuk itu. Misalnya untuk tanah dilakukan balik nama pendaftaran tanah di Badan Pertanahan
Nasional. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan bunyi Pasal 616 KUHPerdata : “Penyerahan atau
penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akte yang
bersangkutan dengan cara ditentukan seperti dalam Pasal 620.

3. Menurut KUHPerdata dan UUPA, tanah merupakan benda tetap yang memiliki
perbedaan dengan benda bergerak dalam hal eigendom, lavering, verjaring, dan
bezit.Sehingga, dalam proses penyerahan dan proses jual beli memiliki perbedaan dengan
benda bergerak
A. Silahkan saudara analisis proses lavering yang berkaitan dengan tanah dan kaitkan
dengan pendaftaran tanah !
proses lavering yang berkaitan dengan tanah dan dikaitkan dengan pendaftaran tanah.
penyerahan terhadap benda tidak bergerak dapat dilakukan dengan dengan penyerahan secara
nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (yuridische levering). penyerahan atau
pengalihan hak milik terhadap benda tidak bergerak tidak cukup dilakukan dengan penyerahan
secara nyata kekuasaan atau fisik atas benda tersebut saja.
Tapi justru yang menentukan perpindahan hak milik atas benda itu adalah pada penyerahan
secara yuridis (yuridische levering) yang dapat dilakukan dengan cara membuat akta
penyerahan yang disebut akta van transport. Jika obyeknya adalah tanah dan peralihannya jual-
beli maka lebih dulu para pihak wajib membuat Akta Jual Beli di hadapan PPAT (Pejabat
Pembuat Akta Tanah) dan kemudian didaftarkan di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan
untuk itu. Misalnya untuk tanah dilakukan balik nama pendaftaran tanah di Badan Pertanahan
Nasional. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan bunyi Pasal 616 KUHPerdata : “Penyerahan atau
penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akte yang
bersangkutan dengan cara ditentukan seperti dalam Pasal 620.

B. Menurut analisis saudara, apakah tanah yang dikuasai oleh masyarakat adat dapat
memiliki sertipikat!
Untuk jenis tanah milik masyarakat hukum adat tidak bisa disertifikatkan begitu saja. Kalau pun
ada, tanah milik masyarakat hukum adat dapat dilepaskan dengan cara tukar guling (ruislag)
atau melalui pelepasan hak atas tanah tersebut terlebih dahulu oleh kepala adat. Penyertifikatan
tanah adat dalam istilah hukum pertanahan dikenal dengan pendaftaran tanah untuk pertama
kali, yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang
belum didaftar. Kegiatan ini ada dua jenis, pertama, pendaftaran tanah secara sistematis, yang
diprakarsai oleh pemerintah. Yang kedua, pendaftaran tanah secara sporadis yang dilakukan
mandiri/atas prakarsa pemilik tanah. Kedua kegiatan ini tidak perlu didahului dengan proses jual
beli. Dari 2 proses tersebut yang akan dilakukan adalah jenis yang kedua, yaitu secara sporadis.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan meminta bantuan PPAT yang wilayah kerjanya sesuai
dengan letak objek tanah yang akan didaftarkan. Jadi tanah yang dikuasai masyarakat adat
dapat disertifikatkan jika telah ada pewarisan atau proses pelepasan hak dari kepala adat.

4.Setiap pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah haruslah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk di dalamnya pengadaan tanah
untuk kepentingan umum. Pemerintah harus membentuk panitia pelaksana pengadaan
tanah untuk memberikan hak berupa ganti rugi kepada masyarakat yang haknya dicabut
demi kepentingan umum tersebut.
A. Silahkan saudara analisis upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat
untuk menolak ganti rugi tersebut?
upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menolak ganti rugi
Pengaturan mengenai keberatan dan penitipan ganti kerugian pengadaan tanah dapat
merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri Dalam
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Keberatan adalah permohonan yang diajukan secara tertulis ke pengadilan oleh pihak yang
berhak terhadap bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan musyawarah penetapan
ganti kerugian. Sementara itu, ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.
Pengadilan berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan keberatan terhadap
bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang ditetapkan berdasarkan musyawarah penetapan
ganti kerugian. Keberatan tersebut diajukan dalam bentuk permohonan.
Jadi masyarakat dapat mengajukan upaya hukum dalam bentuk permohonan ke pengadilan
negeri. Pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri
setempat dalam waktu paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.

B. Silahkan saudara analisis apakah peraturan perundang-undangan yang berkaitan


dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dikesampingkan dengan
adanya perjanjian antara pemerintah setempat dengan masyarakat?
Peraturan perundang undangan tidak dapat dikesampingkan hanya karena adanya perjanjian
pemerintah dengan masyarakat. Dalam UU no 2 tahun 2012 pasal 8 “Pihak yang Berhak dan
pihak yang menguasai Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum wajib mematuhi
ketentuan dalam Undang-Undang ini:.
Dalam Pasal 9 ayat 2 “Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan
pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil”
Jadi pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dilakukan sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku agar sah secara hukum dan tidak timbul permasalahan dikemudian hari.

----- Terimakasih ----


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai