Anda di halaman 1dari 4

ISIP4130-3

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2021/22.1 (2021.2)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : ISIP4130/Pengantar Ilmu Hukum/ PTHI
Tugas :3

1. Januari-April 2020 Terjadi 22 Peristiwa Kekerasan Menimpa Pembela HAM Lembaga


Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyatakan perlindungan terhadap pembela atau
pejuang hak asasi manusia (HAM) masih menjadi persoalan yang belum tersentuh penuh
secara hukum. Tahun ini misalnya, Elsam mencatat ada 22 peristiwa pelanggaran dan
kekerasan terhadap pembela HAM yang terjadi dalam kurun Januari-April 2020.
"Dari identifikasi 22 kasus terhadap pembela HAM atas lingkungan, sebanyak 69 korban
individu dan 4 kelompok komunitas masyarakat adat," papar Direktur Eksekutif ELSAM
Wahyu Wagiman dalam diskusi daring, Kamis (23/7/2020). Peristiwa tersebut terjadi di 10
wilayah. Para korban umumnya merupakan masyarakat adat, petani, termasuk jurnalis.
Adapun pelaku yang paling banyak dilaporkan melakukan pelanggaran adalah aktor
negara yaitu kepolisian dan pihak perusahaan atau korporasi.
"Baru 4 bulan, sudah terjadi 69 korban. Kalau ini tidak ditangani segera, bisa jadi catatan
ini akan meningkat pada bulan-bulan berikutnya," celetuknya. Jumlah itu menambah
catatan pelanggaran HAM yang juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019,
Elsam mencatat adanya 127 individu dan 50 kelompok pembela HAM atas lingkungan
yang menjadi korban kekerasan. Tahun sebelumnya, data Komisi Orang Hilang dan
Korban tindak Kekerasan (Kontras) tercatat 156 peristiwa penyerangan yang ditujukan
pada pembela HAM. Sementara, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia juga
mendokumentasikan ada 131 pembela HAM yang menjadi korban penyerangan.
"Bahkan, LBH Pers juga menyatakan adanya laporan kasus kekerasan itu tidak hanya
menimpa aktivis, tapi juga menimpa jurnalis, khususnya yang meliput isu-isu lingkungan,"
ujar dia. Melihat masih tingginya pelanggaran tersebut, Wahyu menagih komitmen
pemerintah dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis
pembela HAM, masyarakat, maupun jurnalis. salah satunya, mendorong agar DPR
melakukan revisi terhadap UU HAM dan memasukkan substansi yang menjamin
perlindungan terhadap pembela HAM, seperti menambah pengertian mengenai pembela
HAM dan perlindungannya serta menambah tugas dan fungsi Komnas HAM. Selain itu,
meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera
mengesahkan rancangan peraturan menteri (Rapermen) Anti-SLAPP yang diharapkan
mampu melindungi aktivis dan pembela HAM atas lingkungan. Begitu juga meminta agar
adanya institusi nasional seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan
Ombudsman membangun mekanisme perlindungan pembela HAM.
Telaah oleh saudara berdasarkan kasus di atas, Bagaimana agar sistem hukum di Indonesia
dapat bekerja dengan baik dalam penegakan HAM!
Jawab :
Penerapan hukum kepada pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ini
berpedoman pada Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi
Manusia, di mana dalam Undang-undang tersebut disebut tentang pengadilan ad hoc yang
dipakai untuk mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Lembaga yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia adalah pengadilan Ad
Hoc Hak Asasi Manusia, yang tidak beda dengan pengadilan biasa, khususnya pengadilan
pidana. Sebab pada hakekatnya pengadilan pidana juga mengadili pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang bersifat khas adalah bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan
dengan kesepakatan internasional.
Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di wilayah
Indonesia yaitu melalui pengadilan Ad Hoc apabila waktu terjadinya pelanggaran Hak
Asasi Manusia sebelum Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak
Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut setelah
Undang-undang ini maka diselesaikan melalui pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila
terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut sebelum Undang-undang ini dapat
juga diselesaikan melalui alternatif penyelesaian yaitu melalui Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
Hak Asasi Manusia menurut prinsip Islam tidak dapat terlepas dari Al Qur’an dan As
Sunnah karena dari kedua sumber tersebut menjadi suatu kaidah-kaidah petunjuk dan
bimbingan bagi seluruh umat manusia.

2. Januari-April 2020 Terjadi 22 Peristiwa Kekerasan Menimpa Pembela HAM Lembaga


Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyatakan perlindungan terhadap pembela atau
pejuang hak asasi manusia (HAM) masih menjadi persoalan yang belum tersentuh penuh
secara hukum. Tahun ini misalnya, Elsam mencatat ada 22 peristiwa pelanggaran dan
kekerasan terhadap pembela HAM yang terjadi dalam kurun Januari-April 2020.
"Dari identifikasi 22 kasus terhadap pembela HAM atas lingkungan, sebanyak 69 korban
individu dan 4 kelompok komunitas masyarakat adat," papar Direktur Eksekutif ELSAM
Wahyu Wagiman dalam diskusi daring, Kamis (23/7/2020). Peristiwa tersebut terjadi di 10
wilayah. Para korban umumnya merupakan masyarakat adat, petani, termasuk jurnalis.
Adapun pelaku yang paling banyak dilaporkan melakukan pelanggaran adalah aktor
negara yaitu kepolisian dan pihak perusahaan atau korporasi.
"Baru 4 bulan, sudah terjadi 69 korban. Kalau ini tidak ditangani segera, bisa jadi catatan
ini akan meningkat pada bulan-bulan berikutnya," celetuknya. Jumlah itu menambah
catatan pelanggaran HAM yang juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019,
Elsam mencatat adanya 127 individu dan 50 kelompok pembela HAM atas lingkungan
yang menjadi korban kekerasan. Tahun sebelumnya, data Komisi Orang Hilang dan
Korban tindak Kekerasan (Kontras) tercatat 156 peristiwa penyerangan yang ditujukan
pada pembela HAM. Sementara, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia juga
mendokumentasikan ada 131 pembela HAM yang menjadi korban penyerangan.
"Bahkan, LBH Pers juga menyatakan adanya laporan kasus kekerasan itu tidak hanya
menimpa aktivis, tapi juga menimpa jurnalis, khususnya yang meliput isu-isu lingkungan,"
ujar dia. Melihat masih tingginya pelanggaran tersebut, Wahyu menagih komitmen
pemerintah dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis
pembela HAM, masyarakat, maupun jurnalis. salah satunya, mendorong agar DPR
melakukan revisi terhadap UU HAM dan memasukkan substansi yang menjamin
perlindungan terhadap pembela HAM, seperti menambah pengertian mengenai pembela
HAM dan perlindungannya serta menambah tugas dan fungsi Komnas HAM. Selain itu,
meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera
mengesahkan rancangan peraturan menteri (Rapermen) Anti-SLAPP yang diharapkan
mampu melindungi aktivis dan pembela HAM atas lingkungan. Begitu juga meminta agar
adanya institusi nasional seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan
Ombudsman membangun mekanisme perlindungan pembela HAM.
Bagaimana jaminan Hak Asasi Manusia ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata Negara?
Jawab :
Sebagai negara hukum, Indonesia menjunjung tinggi HAM. Indikasinya bisa dilihat dari
pernyataan luhur yang tertuang pada alinea pertama dan alinea keempat Pembukaan UUD
1945. Kemudian dalam Ketetapan MPR No. XVII/ MPR/1998, UU No. 39 Tahun 1999
dan Amandemen UUD 1945 Pasal 28 A-J.
Namun demikian pengaturan HAM dalam konstruksi hukum Indonesia terjadi overlapping
antara undang-undang.dan UUD, penempatannya tidak sesuai dengan hierarki tata urut
perundang-undangan yang berlaku di Indo-nesia.
Agar penempatan substansi HAM sesuai dengan hierarki tata urut perundang-undangan di
Indonesia, seharusnya UU No. 39 Tahun 1999 dicabut dan digantikan dengan UU baru
yang substansinya menjabarkan dan menyesuaikan dengan substansi yang ada dalam UUD
1945.

3. Januari-April 2020 Terjadi 22 Peristiwa Kekerasan Menimpa Pembela HAM Lembaga


Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyatakan perlindungan terhadap pembela atau
pejuang hak asasi manusia (HAM) masih menjadi persoalan yang belum tersentuh penuh
secara hukum. Tahun ini misalnya, Elsam mencatat ada 22 peristiwa pelanggaran dan
kekerasan terhadap pembela HAM yang terjadi dalam kurun Januari-April 2020.
"Dari identifikasi 22 kasus terhadap pembela HAM atas lingkungan, sebanyak 69 korban
individu dan 4 kelompok komunitas masyarakat adat," papar Direktur Eksekutif ELSAM
Wahyu Wagiman dalam diskusi daring, Kamis (23/7/2020). Peristiwa tersebut terjadi di 10
wilayah. Para korban umumnya merupakan masyarakat adat, petani, termasuk jurnalis.
Adapun pelaku yang paling banyak dilaporkan melakukan pelanggaran adalah aktor
negara yaitu kepolisian dan pihak perusahaan atau korporasi.
"Baru 4 bulan, sudah terjadi 69 korban. Kalau ini tidak ditangani segera, bisa jadi catatan
ini akan meningkat pada bulan-bulan berikutnya," celetuknya. Jumlah itu menambah
catatan pelanggaran HAM yang juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019,
Elsam mencatat adanya 127 individu dan 50 kelompok pembela HAM atas lingkungan
yang menjadi korban kekerasan. Tahun sebelumnya, data Komisi Orang Hilang dan
Korban tindak Kekerasan (Kontras) tercatat 156 peristiwa penyerangan yang ditujukan
pada pembela HAM. Sementara, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia
jugamendokumentasikan ada 131 pembela HAM yang menjadi korban penyerangan.
"Bahkan, LBH Pers juga menyatakan adanya laporan kasus kekerasan itu tidak hanya
menimpa aktivis, tapi juga menimpa jurnalis, khususnya yang meliput isu-isu lingkungan,"
ujar dia. Melihat masih tingginya pelanggaran tersebut, Wahyu menagih komitmen
pemerintah dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis
pembela HAM, masyarakat, maupun jurnalis. salah satunya, mendorong agar DPR
melakukan revisi terhadap UU HAM dan memasukkan substansi yang menjamin
perlindungan terhadap pembela HAM, seperti menambah pengertian mengenai pembela
HAM dan perlindungannya serta menambah tugas dan fungsi Komnas HAM.
Selain itu, meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera
mengesahkan rancangan peraturan menteri (Rapermen) Anti-SLAPP yang diharapkan
mampu melindungi aktivis dan pembela HAM atas lingkungan. Begitu juga meminta agar
adanya institusi nasional seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan
Ombudsman membangun mekanisme perlindungan pembela HAM.
Analisis oleh saudara terkait konflik agraria yang terjadi di Indonesia yang beririsan
dengan HAM. Serta bagaimana upaya yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan konflik
tersebut.
Jawab :
Adanya tumpukan kasus konflik agraria menyiratkan pertanyaan tentang keefektifan
pendekatan resolusi konflik yang digunakan. Bagaimana pendekatan resolusi konflik
diterapkan dalam membantu para pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan damai di
antara mereka, dan bahkan menuju kerjasama yang diharapkan bersifat jangka panjang.
Conflict Resolution Unit (CRU) bekerja sama dengan Program Forest and Climate Change
(FORCLIME) memprakarsai proyek pendokumentasian pengalaman dan pembelajaran
mediasi multipihak dalam upaya pengelolaan dan penyelesaian konflik agraria di
Indonesia. Dokumentasi ini mencoba merekam pembelajaran dari pengalaman mediasi
dan sekaligus membuat analisis kritis pengalaman tim mediator yang terlibat yang
didukung baik oleh CRU maupun oleh FORCLIME. Hasil pendokumentasian dan
pengkajian tersebut disusun menjadi sebuah buku berjudul “Seka Sengketa”.
Mediasi sebagai sebuah metode penyelesaian konflik menjadi efektif ketika dijalankan
dengan memperhatikan tahapan atau prinsip-prinsip mediasi seperti kerahasiaan,
imparsial, dan independen, serta mempertimbangkan aspek lain seperti nilai-nilai yang
dipegang oleh para pihak, kondisi para pihak atau yang lainnya. Aspek lain tersebut bisa
beragam dan berbeda di antara satu kasus dengan kasus lainnya.
Karena itulah, catat pihak CRU, mediasi adalah sebuah seni penyelesaian konflik, yang
perlu didukung upaya pemutakhiran pengetahuan. Seni, karena setiap proses mediasi
untuk menyelesaikan konflik mengedepankan tidak hanya akal sehat, tetapi juga rasa dan
nurani, serta mempertimbangkan keunikan dari setiap kasus. Dan karena konflik sangat
beririsan dengan emosi para pihak, mediator dituntut untuk senantiasa berempati dan
secara kreatif terus berusaha menemukan pilihan-pilihan kesepakatan yang dapat
membantu para pihak menyelesaikan permasalahannya.
Dari informasi didapat InfoSAWIT, Di dalam buku ini terdapat delapan studi kasus
penyelesaian konflik lahan dan sumber daya alam dengan objek maupun subjek konflik
yang beragam. Dokumentasi ini juga diperkaya dengan analisis lintas kasus untuk
metodologi dan kebijakan. Setiap kasus menyediakan pembelajaran pada setiap tahapan
proses mediasi.
Selain itu, pengkajian juga mencakup aspek manajerial dukungan kepada proses
penyelesaian konflik, yang sangat terkait dengan kemampuan dan ketersediaan waktu dan
sumber daya. Dimulai dari pemilihan kasus, penapisan kasus, asesmen untuk melihat
kelayakan kasus untuk dimediasi, proses mediasi hingga monitoring hasil kesepakatan.
Tujuh dari kasus yang ditulis di dalam buku ini adalah kasus penyelesaian konflik yang
didukung oleh CRU dan FORCLIME, sementara satu kasus merupakan contoh bagaimana
suatu pendekatan resolusi konflik digunakan dalam pengembangan usaha.
Khusus untuk sektor sawit, dalam sebuah penelitian dilakukan Daemeter untuk CRU,
menunjukkan bahwa kerugian berwujud yang langsung dialami bisnis kelapa sawit akibat
dari konflik sosial dapat mencapai US$ 2,5 juta, mewakili 51% hingga 88% dari biaya
operasional perkebunan kelapa sawit, atau 102% hingga 177% dari biaya investasi per
hektar per tahun.
Kerugian biaya terbesar disebabkan hilangnya pendapatan operasional perkebunan dan
waktu kerja para karyawan yang dialokasikan untuk menanggulangi konflik sosial
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai