Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa


hakikat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang
harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-
masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal
kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah
keabsahan berbagai macam lembaga hukum. Filsafat hukum memiliki
objek yaitu hukum yang dibahas dan dikaji secara mendalam sampai pada
inti atau hakikatnya. Hukum merupakan sesuatu yang berkenaan dengan
manusia. manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya dalam
suatu pergaulan hidup. Hukum berfungsi untuk ,engatur hubungan antara
manusia dengan manusia lainnya, walaupun tidak semua perbuatan
manusia diatur dalam hukum, hanya perbuatan yang dianggap perbuatan
hukum saja lah yang diatur dalam hukum.

Hukum ITE sendiri adalah suatu cabang hukum yang mengatur


tentang perbuatan manusia yang berkenaan dengan cyberspace, atau dunia
maya. Hukum ITE tersebut mengatur tentang informasi dan transaksi
elektronik, dan telah dimuat dalam Undang Undang no.11 tahun 2008. UU
ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia,
yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar
wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Seiring dengan berlakunya UU ITE di indonesia,terdapat juga


pemberitaan yang mengatakan bahwa UU ITE sendiri memiliki pengaruh
yang buruk terhadap masyarakat Indonesia. Maka dari itu, penulis akan
membahas tentang UU ITE,pengaruhnya, dan juga bagaimana UU ITE jika
dilihat dari salah satu aliran Filsafat Hukum,yaitu aliran Utilitarianisme.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang membuat UU ITE dikatakan memiliki pengaruh buruk bagi
masyarakat di Indonesia?
2. Bagaimanakah UU ITE tersebut jika dilihat menurut aliran
Utilitarianisme?

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGARUH UNDANG-UNDANG ITE BAGI MASYARAKAT


INDONESIA

Sebelum membahas tentang pengaruh Undang-Undang ITE bagi


masyarakat indonesia, ada baiknya jika kita mengenal terlebih dahulu tentang
tujuan ITE itu sendiri, dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

 mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi


dunia;
 mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
 meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
 membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk
memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung
jawab; dan
 memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.

Namun, maraknya penyalahgunaan dalam bidang informasi dan


transaksi elektronik menyebabkan indonesia perlu membentuk dan
memberlakukan Undang-Undang khusus tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik tersebut karena dikhawatirkan akan menimbulkan masalah
kedepannya, selain itu, hukum juga harus berkembang seiring dengan
berkembangnya masyarakat. Lalu, bagaimanakah Undang-Undang ITE bisa
disebut sebagai Undang-Undang yang dapat merugikan masyarakat?
Dalam Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh pemerintah terdapat 3 pasal mengenai

2
pencemaran nama baik, penodaan agama, dan ancaman online. Sejak
adanya UU ITE yang awalnya untuk melindungi kepentingan publik,
negara dan swasta dari kejahatan siber (cyber crime). Akan tetapi banyak
disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk mengkriminalisasikan masyarakat
yang memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan keluhan, opini, isi
pikirannya, berpolemik, hingga menyampaikan pendapat dan kritik
terhadap pemerintah maupun pihak swasta. Karena penetapannya yang
dilakukan secara sepihak oleh pemerintah tanpa melibatkan pihak lain.

Sejak diberlakukannya UU ITE tersebut, membuat para masyarakat


pengguna internet menjadi semakin takut dalam mengungkapkan
pemikirannya, utamanya masyarakat yang biasa bersuara kritis. Dalam UU
ITE yang sering digunakan adalah pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran
nama baik dan penghinaan. Pelanggar UU ini akan dikenakan sanksi pidana
maksimal 6 tahun penjara atau denda maksimal 1 milyar, yang membuat
masyarakat pengguna media sosial menjadi semakin geram.

Berdasarkan data Southeast Asia Freedom of Expression Network


(SAFEnet), sepanjang 2016 ada lebih dari 200 pelaporan ke polisi atas
dasar tuduhan pencemaran nama baik, penodaan agama, dan ancaman,
yang berbasiskan UU ITE. SAFENET juga mencatat munculnya 4 (empat)
pola pemidanaan baru yaitu aksi balas dendam, barter hukum,
membungkam kritik dan terapi kejut yang sangat berbeda, jika tidak dapat
disebut menyimpang dari tujuan awal ketika UU ITE dibentuk. Yang
sebagian pelapornya adalah orang-orang yang lebih memiliki kuasa
dibanding mereka yang dilaporkan.

Dengan banyaknya isu SARA (penistaan agama), pasal ini dibawa-


bawa untuk menakuti masyarakat. UU ITE menjadi alat bagi para penguasa
untuk membungkam suara kritis masyarakat terhadap kinerja mereka.
Dengan bukti yang menguat, dengan adanya berbagai fakta bahwa

3
sebagian besar UU ITE yang dilaporkan mengenai kritikan tajam kepada
pemerintah maupun orang-orang yang berkuasa. Selain itu banyak juga
yang menyalahgunaan UU ITE untuk menyelesaikan permasalahan yang
bersifat pribadi yang seharusnya dapat diselesaikan dengan cara
kekeluargaan namun dapat beujung ke meja hijau dengan membawa UU
ITE.
Masyarakatpun mendesak agar UU ITE tahun 2008 direvisi
sehingga penerapannya tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu,
yang pada akhirnya lahirlah UU ITE No. 19 Tahun 2016 hasil revisi dari
UU No. 11 Tahun 2008. Akan tetapi undang-undang yang disahkan pada
Oktober 2016 itu tak jauh beda dengan UU sebelumnya.

Pasal pencemaran nama baik dan Hak untuk Dilupakan merupakan


dua sorotan utama revisi Undang-undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang
sudah berjalan sejak 28 November 2016 lalu. Tak banyak yang menyadari
ada pasal lain yang berpotensi merugikan masyarakat. Di dalam UU ITE,
terdapat Pasal 26 Ayat 1c yang menjelaskan bahwa "hak pribadi merupakan
hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data
seseorang." Poin ini dianggap berpotensi melanggar privasi masyarakat.
Dalam pembahasan tersebut, telah jelas bahwa Undang-Undang ITE
memiliki pasal-pasal yang dapat merugikan masyarakat.

2. UNDANG-UNDANG ITE MENURUT ALIRAN UTILITARIANISME

Aliran utilitarianisme ini dipelopori oleh Jeremy Bentham,John


Stuart Mill,dan Rudolf von Jhering. Dengan memegang prinsip manusia
akan melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-
besarnya dan mengurangi penderitaan, Bentham mencoba menerapkannya
di bidang hukum. atas dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan diukur
apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Demikian pun
dengan perundang-undangan, baik buruknya ditentukan pula oleh ukuran
tersebut diatas. Jadi, Undang-undang yang banyak memberikan

4
kebahagiaan pada bagian terbesar masyarajat akan dinilai sebagai undang-
undang yang baik.1

Mengapa dikatakan “utilitarianisme”? karena utilitarianisme berasal


dari kata “utility” bermanfaat, berguna. Maka istilah inipun kemudian
ditemukan dalam tujuan hukum yakni “kemanfaatan”. Maka tujuan hukum
disamping keadilan dalam pencapaian tujuan filsufisnya, adalah juga harus
bermanfaat, sebagaimana yang diharapkan oleh Jeremey Bentham (1748-
1832) “The Gretest Happiness of the Greates Number”.

Maksud dari Bentham mengemukakan ide tersebut tidak lain


memandang bahwa ukuran baik-buruk suatu perbuatan manusia tergantung
kepada apakah perbuatan itu mengandung kebahagiaan atau tidak. Sebagai
salah ilustrasi yang ditawarkan Bentham (M.P Golding, 1978:75) suatu
pemidanaan harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan dan betapa
kerasnya pidan itu tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk
mencegah dilakukannya penyerangan tertentu. Pemidanaan hanya dapat
diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan yang
lebih besar.

Prinsip-prinsip dasar ajaran Bentham dapat dijelaskan sebagai


berikut. Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan
kebahagiaan kepada individu-individu, barulah kepada orang banyak. ”the
greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-
besarnya dari sebanyak-banyaknya orang). Prinsip ini harus diterapkan
secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama. Untuk
mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-
undangan harus mencapai empat tujuan: (1) to provide subsistence (untuk
memberi nafkah hidup); (2) to Provide abundance (untuk memberikan
nafkah makanan berlimpah); (3) to provide security (untuk memberikan
perlindungan); dan (4) to attain equity (untuk mencapai persamaan).

1
Prof.(Emeritus) Dr.H.Lili Rasidji,S.H,S.Sos,.LL.M,Liza Sonia Rasidji,S.h,M.H,Dasar-Dasar Filsafat
dan Teori Hukum,Citra Aditya Baikti,2019 (Cetakan ke-12), Hal.64

5
Undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian
terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Lebih
lanjut Bentham berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum semata-
mata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan
mayoritas rakyat. Ajaran Bentham yang sifat individualis ini tetap
memperhatikan kepentingan masyarakat, agar kepentingan idividu yang
satu dengan individu yang lain tidak bertabrakan maka harus dibatasi tidak
terjadi homo homini lupus. Menurut Bentham agar tiap-tiap individu
memiliki sikap simpati kepada individu lainnya sehingga akan tercipta
kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat akan terwujud. Bentham
menyebutkan“The aim of law is the greatest happines for the greatest
number”

Dalam aliran utilitarianisme, telah disebutkan bahwa undang-


undang yang baik adalah undang-undang yang dapat memberikan
kebahagiaan bagi masyarakat. Lalu, bagaimanakah dengan undang-undang
ITE terkait dengan pencemaran nama baik yang dinilai malah merugikan
masyarakat?

Pembangunan nasional yang merupakan proses dari kelanjutan yang


senantiasa tanggap terhadap dinamika yang terjadi dalam masyarakat,
dengan adanya Globalisasi informasi, Indonesia sebagai masyarakat
informasi dunia sehingga mengharuskan yang mulai berkembang saat ini,
merupakan dampak dari dunia industry yang di awali oleh inggris di abad
19. Dengan berkembangnya dunia maka kehidupan menjadi sangat mudah,
pendidikan, ekonomi, dan kesehatan dapat diketahui dengan cepat.

Internet dalam masa ini, bukan lagi kebutuhan sukender melainkan


merupakan kebutuhan primer yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
masyarakat. Hal ini bisa dirasakan dengan aneka hal yang terjadi di
kehidupan dunia dapat dirasakan teknologi informasi, baik pendidikan,

6
ekonomi, politik dan kesehatan dari fonemena ini negara dengan kekuasan
yang diberikan oleh hukum dituntut untuk membuat peraturan dengan
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Dalam kehidupan sekarang, pemerintah dengan mengesahkan UU


ITE (Informasi dan transaksi elektronik) yang terus berkembang pesat
maka penggunaan dan pemanfaatannya harus digunakan dan di manfaatkan
untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan
indonesia, secara aman dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial
budaya masyarakat Indonesia.

Permanfaatan teknologi yang terus berkembang berperan penting


dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian Indonesia untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Yang di rasakan akhir-akhir ini,
ada anggapan dari beberapa tokoh masyarakat terciptannya UU ITE bukan
lagi yang terdapat di pasal 4 poin (a), (d) dan (e). karena mereka merasa
teresolasi dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi.
Malah sebagian masyarakat beranggapan dengan adanya UU ITE mereka
terasa dibatasi dalam menyatakan pendapat yang dalam sedangkan pasal
28E ayat (3) UUD 1945 "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat" dan pasal 28F UUD 1945"

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh


informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
meyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia". Sebenarnya anggapan masyarakat tersebut tidak sepenuhnya
benar dan tidak sepenuhnya salah.

Wakil ketua lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK), Hasto


Atmojo, mengatakan pihaknya telah banyak menangani kasus yang
berkaitan dengan UU ITE. Ia menilai, UU ITE lebih banyak merugikan
rakyat kecil, Hasto berpendapat, UU ITE perlu segera di revisi atau

7
dilakukan judicial review. "saya desak dilakukan revisi atau judicial review
terhadap undang-undang ini (UU ITE) karena dalam praktiknya ini banyak
mencelakakan orang kecil," hasto mengatakan, ia pernah mendapatkan data
bahwa pihak yang memanfaatkan UU ITE sebanyak 35 persen adalah
pejabat dan 29 persen adalah profesional. Sementara, sebagian besar yang
menjadi korban adalah mereka yang awam terkait UU ITE.

Keberadaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik


hanya menguntungkan penguasa untuk kepentingannya. Karena itu Pasal
27 ayat (3) dari Undang-undang Nomor 11/2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) harus segera direvisi karena justru mematikan
kebebasan berpendapat dan mengkritik. Contohnya saja terdapat Baiq
Nuril dijerat karena pada tahun 2012, ketika masih menjadi guru honorer di
SMAN 7 Mataram, ia merekam pembicaraan telpon Kepala Sekolah –
inisial M – yang menceritakan pengalaman seksualnya bersama perempuan
lain yang bukan istrinya, disertai kalimat-kalimat bernada pelecehan
terhadap M. Baiq merekam pembicaraan telpon itu karena merasa
terganggu dan dilecehkan M; dan sekaligus membantah kabar tak sedap
bahwa ia memiliki hubungan gelap dengan M. Dalam persidangan
terungkap bahwa Baiq Nuril menceritakan soal rekaman ini kepada rekan
kerjanya, Imam Mudawin, yang kemudian disebarkan hingga ke Dinas
Pemuda dan Olahraga Mataram. Ironisnya M justru melaporkan Baiq Nuril
ke polisi, bukan Imam yang menyebarluaskan rekaman.

Pengadilan Negeri Mataram pada Juli 2017 memutuskan Baiq Nuril


tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota, tetapi jaksa
mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung, yang pada 26
September memutus Baiq Nuril bersalah, menjatuhkan hukuman enam
bulan penjara dan denda 500 juta rupiah subsider tiga bulan penjara.

Selain itu, UU ITE juga dianggap menguntungkan


pemerintah/pengausa karena penguasa dinilai lebih kebal hukum, dan
masyarakat yang mengkritik pemerintah di sosial media akan terjerat

8
Undang-Undang ITE meskipun pendapat atau kritik yang mereka
sampaikan benar adanya. Jika penguasa/pemerintah tidak dapat dikritik
baik di media sosial/secara langsung,lalu bagaimana negara Indonesia akan
memiliki pemerintahan yang baik?

Undang-Undang ITE dianggap kurang memberikan kebahagiaan


bagi masyarakat karena sepanjang berlakunya Undang-Undang ITE,
masyarakat telah dibatasi dalam berpendapat, maupun mengkritik para
penguasa. Padahal membatasi orang lain dalam berpendapat sudah
dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Jika dikaitkan dengan aliran
Utilitarianisme, maka Undang-Undang ITE bukanlah undang-undang yang
baik , karena Undang-Undang ITE lebih cenderung menguntungkan
penguasa, dan membungkam pendapat maupun kritik masyarakat awam di
media sosial,yang seharusnya mereka pun berhak untuk menyuarakan
pendapatnya baik secara langsung maupun melalui media sosial.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam aliran utilitarianisme, telah disebutkan bahwa undang-


undang yang baik adalah undang-undang yang dapat memberikan
kebahagiaan bagi masyarakat. Undang-Undang ITE dianggap kurang
memberikan kebahagiaan bagi masyarakat karena sepanjang berlakunya
Undang-Undang ITE, masyarakat telah dibatasi dalam berpendapat,
maupun mengkritik para penguasa. Jadi, jika dikaitkan dengan aliran
utilitarianisme, Undang-Undang ITE dirasa kurang memberikan
kebahagiaan bagi masyarakat, dan bertentangan dengan aliran tersebut.

B. SARAN

Pemerintah selaku pembuat Undang-Undang seharusnya


memberikan pemahaman kepada masyarakat atas pentingnya UU ITE,
sehingga masyarakat paham apa dampak adanya UU ITE bagi masyarakat
dan apa dampak apabila UU ITE tidak ada dan hilanglah pemahaman
bahwa UU ITE adalah senjata yang powerful, dan bagaimana penggunaan
teknologi informasi oleh masyarakat sesuai atau tidakkah penggunaan
teknologi informasi dengan prinsip dasar dan nilai-nilai yang terdapat
dalam masyarakat indonesia. Selain itu, pemerintah seharusnya berlaku
adil, dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengkritik dan
berpendapat terkait pemerintahan maupun para penguasa, dan para
penguasa yang dikritik pun harus menerima segala kritikan masyarakat,
bukan dengan menjadikan UU ITE sebagai senjata untuk melindungi diri
sendiri dan menjadikan ancaman bagi masyarakat.

10
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Rasidji ,Lili,S.H,S.Sos,.LL.M, Rasidji ,Liza Sonia,S.h,M.H,Dasar-Dasar Filsafat dan
Teori Hukum,Citra Aditya Baikti,2019
B. INTERNET
https://www.kompasiana.com/moh41360/5cbac5e33ba7f756d87a04e2/pen
garuh-undang-undang-ite-dalam-kehidupan-masyarakat?page=all
https://www.voaindonesia.com/a/korban-korban-uu-ite-yang-paling-
disorot/4663869.html
https://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/utilitarianisme-dan-tujuan-
perkembangan-hukum-multimedia-di-indonesia/
http://www.rmoljateng.com/read/2018/12/03/14610/UU-ITE-
Membungkam-Suara-Kritis-Masyarakat-

11

Anda mungkin juga menyukai