Jawaban :
Catur Tertib Bidang Pertanahan dimuat dalam Keppres No. 7 Tahun 1979, meliputi:
Jawaban :
Pihak yang berwenang untuk mengadili suatu perkara land reform adalah pengadilan land
reform daerah dari daerah tempat letak tanah yang tersangkut didalam perkara itu.
Keistimewaan lainnya yang menonjol dari pengadilan land reform terletak pada susunannya,
yang merupakan keunikan dalam sejarah pengadilan di Indonesia, yaitu ikut sertanya wakil-
wakil organisasi petani sebagai hakim anggota. Tiap pengadilan land reform (pusat dan
daerah) terdiri dari satu kesatuan majelis atau lebih, tiap-tiap kesatuan majelis itu terdiri atas
seorang Hakim dari pengadilan umum sebagai anggota, tiga orang wakil organisasi-
organisasi massa petani sebagai anggota. Didalam penjelasan UU tersebut diatas ketiga
organisasi massa petani harus mencerminkan poros Nasakom (terwakili unsur-unsur
golongan nasionalis, agama dan golongan komunis).
Berhubung dengan praktek peradlan land reform belum berjalan lancar, antara lain
disebabkan karena wilayah hukum tiap pengadilan land reform daerah terlalu luas, maka
diusahakan umtuk memperbanyak jumlah pengadilan menjadi kurang lebih 150 sesuai
dengan banyaknya Pengadilan Negeri (Keputusan Presidium Kabinet tanggal 15 maret 1967
No.58/U/KEP/3/1967 ).
3. Jelaskan tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum!
Jawaban :
3. Kalau semua persyaratan sudah dipenuhi barulah panitia mulai berfungsi dengan
melakukan penelitian dan inventarisasi
5. Apabila tidak ada halangan yang disebutkan pada angka (4) tersebut berulah kegiatan
selanjutnya diteruskan. Langkah berikutnya ialah sesuai dengan tugas panitia lalu
mengadakan panelitian status hukum dari tanah yang akan dilepaskan. Berdasarkan penilaian
ini akan dapat ditentukan bahwa tanah yang bersangkutam adalah :
6. Melakukan penaksiran ganti kerugian dan mengusulkan ganti kerugian yang harus
diberikan
7. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah menganai
rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut. Berbagai kasus timbul disebutkan oleh
ketidakjelasan rencana, karena itu dalam suasana demokrasi keterbukaan dalam hubungan ini
perlu dijaga.
8. Dilaksanakan musyawarah antara panitia, pemegang hak, dan instansi pemerintah yang
memerlukan tanah.
9. Bagaimana setelah musyawarah dilakukan ada dua keuntungan yang terjadi, mereka
hasil memperoleh kesepakatan tentang ganti kerugiannya atau mereka tidak berhasil
menyepakati bentuk dan ganti kerugian berkenaan dengan pengadaan tanah yang
bersangkutan.
10. Keppres NO. 55 Tahun 1993 tidak mengatur lebih jauh bagaimana langkah selanjutnya
setelah musyawarah diperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Akan tetapi dari tugas panitia yang disebut dalam Pasal 8 dapat disimpulkan, instansi yang
memerlukan tanah menyerahkan uang ganti kerugian kepada pemegang hak dengan disaksi
oleh panitia.
11. Bagaimana kalau masyarakat sudah berhasil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19,
panitia mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian yang
ditetapkan sepihak oleh panitia.
12. Dalam Kappres No.55 Tahun 1993 ditetapkan satu jembatan perhubungan, yang tidak
kita jumpai dalam peraturan pembebasan tanah, bilamana keputusan gebernur tetap tidak
disetujui oleh pemegang hak, maka proses penyelesaian selanjutnya beralih pada proses
pencabutan hak sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 1961.