Anda di halaman 1dari 3

Aspek Demografis dari Fear of Crime

Fear of crime (FOC) dapat didefinisikan sebagai suatu reaksi


emosional yang ditandai dengan adanya perasaan terancam bahaya
dan kecemasan terutama dalam hal fisik dan hal lain berkaitan dengan
kejahatan.
FOC dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: ketakutan aktual dan
ketakutan antisipatif.
Ketakutan aktual adalah ketakutan yang tidak saja ditentukan oleh
jenis-jenis situasi yang menakutkan, tetapi juga seberapa sering orang
tersebut menemukan dirinya berada dalam situasi yang menakutkan
secara konkrit.
Sedangkan ketakutan antisipatif adalah ketakutan yang muncul
ketika seseorang mengalami hal yang sama yang pernah dialaminya,
baik sebagai korban atau saksi.
Secara umum, FOC merujuk pada perilaku seseorang untuk
membangun rasa aman terhadap barang-barang miliknya atau hal-hal
lain yang berkaitan dengan risiko yang disandang orang tersebut.
FOC juga sering dipergunakan sebagai dasar justifikasi kebijakan
pemerintah untuk menurunkan angka kejahatan.
Hasil survei menemukan bahwa orang yang memiliki risiko yang tinggi
adalah mereka yang memiliki FOC rendah. Sedangkan orang yang
memiliki FOC tinggi adalah mereka yang memiliki risiko menjadi
korban yang rendah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa FOC
berkaitan dengan gaya hidup dan aktifitas rutin seseorang.
Menurut Lucia Zender, FOC berhubungan dengan tingkat kejahatan
dan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kejahatan.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi FOC
menurut Garofalo, antara lain:
a. Risiko menjadi korban Karakteristik individu berupa umur, jenis
kelamin, ras dan pendapatan dianggap memiliki hubungan langsung
(kuat) dengan risiko viktimisasi dan FOC. Misalnya, laki-laki lebih
berisiko ketimbang perempuan, namun perempuan lebih memiliki
FOC daripada laki-laki. FOC dan risiko menjadi korban akan
menurun seiring dengan kenaikan pendapatan.
b. Pengalaman Viktimisasi, Berdasarkan hasil survei, hanya sedikit
orang yang mengalami langsung atau menjadi korban langsung dari
peristiwa kejahatan.
c. Sosialisasi, Peran Gender Usia dan jenis kelamin memiliki
pengaruh yang lebih kuat terhadap FOC, ketimbang pengalaman
viktimisasi. Sosialisasi tradisional yang ‘menuntut’ peran
perempuan yang pasrah dan pasif merupakan salah satu cara untuk

1
menciptakan rasa takut. Perempuan diajarkan untuk bergantung
pada laki-laki. Sosialisasi peran gender ini nantinya akan membuat
perempuan lebih mengekspresikan rasa takut daripada laki-laki.
d. Media Massa, Walaupun ada bukti yang menyatakan bahwa
media mempengaruhi rasa takut publik, namun masyarakat
seringkali menganggap kejahatan yang terjadi tidak seserius yang
digambarkan media massa. Adanya pengingkaran dari masyarakat
bahwa kejahatan yang digambarkan media adalah fenomena yang
jauh darinya.
e. Official Barriers Against Crime, Keyakinan masyarakat terhadap
polisi memainkan peranan terhadap FOC. Orang yang menilai
kinerja polisi buruk, memiliki FOC yang tinggi.
FOC dapat dikurangi dengan menurunkan tingkat kejahatan riil. Selain
itu, FOC juga dapat dikurangi dengan meningkatkan kehadiran
personel polisi di tengah-tengah masyarakat.
Pendapat lainnya disampaikan oleh Koichiro Ito bahwa ada empat
klasifikasi faktor penyebab FOC, yaitu :
a. Pengetahuan akan kejahatan, baik sumber langsung (pengalaman
sendiri sebagai korban) maupun sumber tidak langsung (cerita
korban) dan dari media massa.
b. Presepsi diri terhadap kerentanan menjadi korban
c. Presepsi terhadap keadaan lingkungan
d. Sikap/Kepercayaan pada sistim peradilan pidana
Dampak FOC adalah membatasi ruang gerak, perilaku dan
kehidupan seseorang. Sehingga hal itu diyakini telah menurunkan
kualitas hidup manusia dan merusak solidaritas sosial.
Selain itu, menurut Van der Wurff (1989) FOC dapat
diasosiasikan menjadi empat komponen psikologi sosial, yaitu :
a. Attractivity (kemenarikan). Mengacu pada bagaimana orang
melihat dirinya atau kepemilikannya sebagai suatu sasaran
kejahatan yang menarik.
b. Evil Intent (maksud jahat). Berhubungan dengan peran pelaku
kejahatan. Bagaimana orang memberi tingkatan sejauh mana orang
lain atau kelompok lain memiliki niat jahat terhadap dirinya.
c. Power. Mengacu pada kepercayaan dan perasaan seseorang untuk
mengontrol kemungkinan atau ancaman terjadinya kejahatan.
Kepercayaan akan kemampuan diri sendiri akan menurunkan
sensitifitas terhadap kejahatan.
d. Criminalizeable Space (tempat dimana mungkin terjadi
kejahatan). Kondisi dimana suatu situasi yang ada berkesan
mengundang terjadinya kejahatan, dalam pandangan korban.

2
Namun selain faktor-faktor tersebut di atas, ada juga faktor lainnya
yang turut berperan penting dalam menimbulkan FOC, yaitu faktor
demografis.
Hindelang, Gottfredson dan Garofalo (1978) menyatakan bahwa
perbedaan demografi akan mengakibatkan perbedaan gaya hidup.
Selanjutnya, perbedaan gaya hidup akan berhubungan erat dengan
munculnya kemungkinan situasi-situasi yang berbahaya atau tidak
pada orang tersebut.
Berangkat dari perspektif tersebut, dapat dikatakan bahwa gaya hidup
merupakan faktor kritis yang bisa meminimalkan terjadinya fear of
crime. Dalam konteks ini, gaya hidup didefinisikan sebagai kegiatan
sehari-hari yang bersifat rutin maupun kegiatan-kegiatan konvensional
dan rekreasi. Misalnya orang-orang yang tinggal di wilayah pedesaan
dengan mereka yang tinggal di perkotaan akan memiliki fear of crime
yang lebih rendah. Orang yang tinggal di perkotaan cenderung
memiliki gaya hidup yang aktif, seperti pergi nongkrong di café hingga
malam, perempuan mengendarai mobilnya sendirian pada malam hari,
dan lain sebagainya. Gaya hidup seperti ini kemudian menjadi suatu
aktivitas yang rutin di perkotaan, dan menyebabkan ia terbaca polanya
oleh si pelaku kejahatan sehingga orang di perkotaan rentan untuk
menjadi korban kejahatan. Sedangkan di daerah pedesaan orang
cenderung memiliki gaya hidup yang lebih sederhana, seperti pergi ke
sawah dan kembali ke rumah pada sore hari sehingga kebanyakan
orang ada di rumah pada malam hari. Selain itu, tawaran hiburan yang
diberikan di desa lebih terbatas, sehingga jarang orang berada di luar
rumah hingga malam.
Unsur demografis ini memang tak bisa dilepaskan dari seseorang,
karena lingkungan di tempat ia berada akan mempengaruhi gaya
hidup dan aktivitas rutinnya. Seseorang yang memiliki gaya hidup
dimana ia dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi hingga larut
malam akan cenderung memiliki fear of crime yang tinggi. Walau tentu
saja, kemampuan ekonomi dan pendapatan keluarga juga akan
menjadi faktor yang turut menentukan. Hale menyatakan bahwa
keterbatasan material dan sumberdaya sosial menyebabkan seseorang
akan kurang mampu mengatasi viktimisasi sehingga ia memiliki fear of
crime yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai