Anda di halaman 1dari 10

Teori Anomi

Teori kontrol sosial mempunyai pendekatan Berbeda: teori ini berdasarkan suatu asumsi
bahwa motifasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai
konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak
melakukan kejahatan. Teori-teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan
lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturannya efektif.
Teori-teori strain dan penyimpangan budaya keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan
tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para
penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilainilai budaya yaitu nilai-nilai budaya kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah
keberhasilan ekonomi. Karena orang-orang dari kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana
yang sah (legitimate means) untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan
beralih menggunakan sarana-sarana yang tidak sah (illegitimate means) di dalam keputusan
tersebut. Sangat berbeda dengan itu, teori-teori penyimpangan budaya mengklaim bahwa orangorang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik
dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya, manakala orang-orang kelas
bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma
konvensional.
1. Konsep Anomie
Teori Anomi lahir, tumbuh,dan berkembang berdasarkan kondisi social Pada
tahun 1930-an telah terjadi perubahan besar khususnya masyarakat Eropa pada struktur
masyarakat sebagai akibat depresi yaitu, tradisi yang menghilang dan telah terjadi
deregulasi di dalam masyarakat.
Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Emile Durkheim untuk
menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani tanpa, dan nomos: hukum atau peraturan.1 Dalam buku the division of labor
in society Emile Durkheim mempergunakan istilah Anomi untuk mendeskripsikan
keadaan deregulation di dalam masyarakat yang di artikan sebagai tidak di taatinya
aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu apa yang di
harapkan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan deviasi.
1 http://bantuanhukumfakhrazi.wordpress.com/2012/05/08/kriminologi-teori-anomi/
1

Riset Durkheim tentang suicide (1897) atau bunuh diri dilandaskan pada
asumsi bahwa rata-rata bunuh diri yang terjadi di masyarakat yang merupakan tindakan
akhir puncak dari suatu anomi: bervariasi atas dua keadaan sosial, yaitu social integration
dan social regulation
Durkheim mengemukakan bahwa bunuh diri atau suicidie berasal dari dari 3 kondisi
sosial yang menakan (strees) yaitu;2
a. deregulasi kebutuhan atau anomi,
b. regulasi yang keterlaluan atau fatalisme,
c. kurangnya integrasi struktural atau egoisme.
2. Pemikiran Teori Anomie
Berikut beberapa ungkapan teori anomie menurut beberapa ilmuwan;
a condition of hopelessness caused by a breakdown of rules of conduct, and loss of
belief and sense of purpose in society or in an individual (Chambers 20th Century
Dictionary)
as state of lawlessness existing at times of abrupt social change, and affecting in
particular the state of normlessness, which exists when the insatiable desires of
humans are no longer controlled by society (Durkheim, E., 1933, The Division of
Labour in Society, Glencoe, Illinois: Free Press).
a. Pemikiran Emile Durkheim tentang Anomie
Salah satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat dengan melihat pada
bagian-bagian

komponennya

dalam

mengetahui

bagaimana

masing-masing

berhubungan satu sama lain, contoh kita melihat kepada struktur dari suatu
masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika masyarakat stabil, maka
bagian-bagiannya beroperasi lancar, susunan-susunan sosial berfungsi. Masyarakat
seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerja sama, dan kesepakatan. Namun, jika bagianbagian

komponennya

tertata

dalam

satu

keadaan

yang

membahayakan

keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu disebut dysfunctional (tidak


berfungsi). Demikianlah perspektif struktural functionalist yang dikembangkan oleh
Emile Durkheim sebelum akhir abad ke-19.3
Durkheim meyakini bahwa jika sebuah masyarakat sederhana berkembang
menuju satu masyarakat modern dan kota maka, kedekatan (intimacy) yang
dibutuhkan untuk melanjutkan satu satu set norma-norma umum (a common set of
2 http://oviefendi.wordpress.com/makalah/teori-anomie/
3 Santoso, Topo dan Achjani, Eva, Kriminologi, Rajawali Press, jakarta, 2005, Hal. 58
2

ruise) akan merosot. Kelompok-kelompok menjadi terpisah-pisah, dan dalam


ketiadaan satu set aturan-aturan umum, tindakan-tindakan dan harapan-harapan orang
di satu sektor mungkin bertentangan dengan tindakan dan harapan orang lain.
Dengan tidak dapat di prediksinya perilaku, sistem tersebut secara bertahap akan
runtuh, dan masyarakat itu berada dalam kondisi anomie.4
Ilustrasi terbaik dari konsep Durkheim tentang anomie adalah dalam satu diskusi
tentang bunuh diri (suicide) yang terjadi di negaranya, Prancis, dan bukan tentang
kejahatan. Ketika Durkheim menganalisa data statistik ia mendapati bahwa angka
bunuh diri meningkat selama perubahan ekonomi yang tiba-tiba (sudden economic
change), baik perubahan. Itu depresi hebat ataupun kemakmuran yang tidak terduga.
perubahan yang cepat orang tiba-tiba terhempas kedalam salah satu cara /jalan hidup
yang tidak dikenal (unfimiliar). Aturan-aturan (rules) yang pernah membimbing
tingkah laku tidak lagi dipegang.
Adalah titik sulit untuk mengerti mengapa dalam keadaan seperti diatas
(kejatuhan ekonomi tiba-tiba) angka bunuh diri meningkat, tapi mengapa orang juga
jatuh dalam keputusannya seperti itu ketika terjadi kemakmuran mendadak? Menurut
Durkheim faktor-faktor yang sama telah bekerja dalam kedua situasi itu. Bukanlah
jumlah uang yang ada yang menyebabkan hal itu, melainkan sudden change
(perubahan mendadak). Orang yang tiba-tiba mendapatkan kekayaan lebih banyak
dari yang pernah mereka impikan memiliki kecenderungan meyakini bahwa tiada
satupun yang mustahil.
Menurut Emile, teori Anomi terdiri dari tiga perspektif, yaitu:

Manusia adalah mahluk social

Keberadaan manusia sebagai mahluk social

Manusia cenderung hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat


tergantung pada masyarakat tersebut sebagai koloni

Durkheim berpendapat bahwa kondisi Anomi dapat menjelaskan setidaknya 3 jenis


fenomena bunuh diri;

4 Ibid, hal. 59
3

Durkheim menemukan bahwa kenaikan tajam atau penurunan kesejahteraan


ekonomi masyarakat dikaitkan dengan tingkat peningkatan bunuh diri. Tingkat

bunuh diri terendah selama masa stabilitas ekonomi


Salah satu lingkup kehidupan sosial bidang perdagangan dan industri sebenarnya

dalam keadaan kronis anomie (1951: 254., penekanan ditambahkan).


Durkheim menganalisis bagaimana regulasi yang tidak memadai hasrat
seksualjuga bisa menghasilkan tingkat tinggi bunuh diri anomik antara
kelompok-kelompok sosial tertentu.
Durkheim mempercayai bahwa hasrat-hasrat manusia adalah tak terbatas, satu

"insatiable and bottomless abyss" (jurang yang tak pernah puas dan tak berdasar).
Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan
manusia sebagaimana ia mengatur makhluk lain. Akan tetapi, dengan satu ledakan
kemakmuran yang tiba-tiba, harapan-harapan orng menjadi berubah. Manakala
aturan-aturan lama tidak lagi menentukan bagaimana ganjaran/penghargaan
didistribusikan kepada anggota-anggota masyarakat itu, maka disana sudah tidak ada
lagi pengekang/pengendali atas apa yang orang inginkan. Sekali lagi sistem itu
menjadi runtuh. Jadi, "whether sudden change cause Great prosperity or a Great
depresion, the result is the same-anomie."
Adapun pemikiran Durkheim sebagai berikut:

Kejahatan itu normal ada di semua masyarakat. Tidak mungkin menghilangkan kejahatan

Terdapat tingkat kriminalitas tertentu yang akan sehat bagi kualitas organisasi sosial
masyarakat

Kriminalitas menjadi tidak sehat apabila hukum tidak cukup lagi mengatur interaksi
antar berbagai elemen masyarakat

Anomi selalu menghasilkan tingkat kejahatan yang berlebihan

Umumnya, anomi terjadi akibat faktor pembagian kerja yang tidak seimbang antara
lain karena:
i.
ii.
iii.

Kombinasi konflik industrial & finansial


Pembagian kelas yg ketat dan tidak alamiah
Pembagian kerja yang abnormal; pekerja menjadi teralienasi dari pekerjaannya

Saat terjadi gejolak industrial & finansial, anomi terjadi, sebagai hasil dari kurangnya
norma atau aturan sosial terkait aspirasi dan kemauan manusia

Kejahatan lalu dikaitkan dengan hilang atau melemahnya norma dan aturan sosial
selaku kontrol social

b. Pemikiran Robert K. Merton tentang Anomie


Seperti halnya Durkheim, Robert Merton mengaitkan masalah kejahatan dengan
anomie. Tetapi konsepsi Merton tentang anomie agak berbeda dengan konsepsi
anomie dari Durkheim. Masalah sesungguhnya, menurut Merton, tidak di ciptakan
oleh sudden social change (perubahan sosial yang cepat) tetapi oleh social structure
(structure social) yang menawarkan tujuan-tujuan yang sama untuk semua
anggotanya tanpa memberi sarana yang merata untuk mencapainya. Kekurangpaduan
antara apa yang diminta oleh budaya (yang mendorong kesuksesan) dengan apa yang
diperbolehkan oleh struktur (yang mencegahnya memperoleh kesuksesan), dapat
menyebabkan norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif untuk membimbing
tingkah laku. Merton meminjam istilah "anomie" dari Durkheim guna menjelaskan
keruntuhan sistem norma ini.
. Konsep Merton tentang Anomie berbeda dengan apa yang digunakan oleh
Durkheim, yang memberi batasan Anomie sebagai suatu keadaan tanpa norma atau
tanpa harapan (Normless). Tipologi. Merton tentang adaptasi pada Anomie dikenal
sebagai teori ketegangan. Teori ini menganggap bahwa kejahatan muncul. Sebagai
akibat apabila individu tidak dapat mencapai tujuan-tujuan mereka.melalui saluran
legal atau menarik diri dari pergaulan sosial karena kemarahannya (Agnew, 1991;
273)5
Merton berpendapat, bahwa dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan
tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya, untuk mencapai tujuan tersebut
terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Karena dalam kenyataannya tidak
setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia sehingga menimbulkan
keadaan yang tidak merata dalam sarana dan kesempatan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya Merton tidak lagi menekankan pada tidak
meratanya sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaanperbedaan struktur kesempatan. Menurut Merton dalam setiap Masyarakat terdapat.
5 Irawan, Benny, Mekanisme Penerimaan Penghukuman dan Pembinaan oleh terpidana Penjara
(analogi terhadap mekanisme penyesuian diri pada teori Anomie dan struktur social Robert K. Merton
terhadap 2 orang Terpidana dan 2 Orang Bekas Terpidana, Universitas indonesia Fakultas Ilmu Sosial
dan ilmu Politik Jurusan Kriminologi Program Pasca Sarjana, Depok, 2002. Hal 15
5

Struktur sosial yang berbentuk kelas-kelas dan ini menyebabkan perbedaanperbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan (Lower class) mempunyai kesempatan
yang Lebih kecil dalam mencapai tujuan bila dibandingkan dengan mereka yang
mempunyai kelas yang lebih tinggi (Uper Class). Keadaan ini menimbulkan
ketidakpuasan, frustasi dan munculnya penyimpangan-penyimpangan dikalangan
warga yang tidak mempunyai kesempatan mencapai tujuan tersebut. Situasi ini akan
menimbulkan keadaan para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap
sarana-sarana/kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat. Keadaan ini
yang dinamakan anomie.
Kondisi ini kemudian menimbulkan suatu pilihan dari para warga masyarakat
tersebut untuk menyesuaikan diri tunduk kepada kenyataan atau menolak salah satu
antara tujuan dan cara yang tersedia di dalam masyarakat yang bersangkutan.
Robert Merton mengemukakan 5 (lima) model alternatif penyesuaian diri terhadap
keadaan anomie. Secara skema akan di sajikan dalam tabel berikut; tanda - (negatif /
min) sama dengan menolak, tanda +(tanda positif /plus) sama dengan menerima, dan
tanda (plus min) berarti tidak saja menolak selain itu juga menghendaki
perombakan menyeluruh/mengubah sistem yang ada.
Tipologi Adaptasi Individual Robert K. Merton
No
1.
2.
3.
4.
5.

Model Adaptasi
Conformity
Inovation
Ritualism
Retreatism
Rebelion

Tujuan

Cara yang

Kebudayaan
+
+

melembaga
+
+

1. Conformity (conformitas), yaitu suatu keadaan dimana warga masyarakat tetap


menerima tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanya
tekanan moral.
2. Inovation (Inovasi), yaitu keadaan dimana tujuan yang terdapat di masyarakat
diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana-sarana yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Ritualism (Ritualisme), yakni keadaan di mana warga masyarakat menolak tujuan
yang telah di tetapkan dan memilih sarana-sarana yang telah di tentukan.
4. Retreatism (Penarikan diri), yakni keadaan dimana warga masyarakat menolak
tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat.
6

5. Rebellion (Pemberontakan), yakni suatu keadaan di mana tujuan dan saranasarana yang terdapat dalam $asyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti atau
mengubah seluruhnya.
Adapun Pemikiran Robert K. Merton mengennai anomie:

Anomie terjadi ketika kebutuhan dan keinginan melampaui apa yang dapat dipenuhi
melalui socially acceptable ways

Keinginan manusia sebenarnya didefinisikan oleh masyarakat itu sendiri. Setiap


masyarakat menciptakan hal-hal yang dianggap berharga dan layak diupayakan
pemenuhannya

Bila masyarakat ingin tetap sehat, kesediaan seseorang untuk tetap mempergunakan
cara-cara yang sah perlu dihargai.

Jika tekanannya pada tujuan tanpa kendali pada bagaimana mencapainya, situasi
anomik terjadi

Selain kesenjangan antara cara dan tujuan, kriminalitas juga disebabkan oleh
perasaan diperlakukan tidak adil atau karena kesempatan berbeda
Merton secara tematis mengarahkan perhatian orang terhadap situasi aktual di mana

terjadi krisis dalam suatu konteks sosial budaya tertentu. Kontek yang melingkupi ini
dipisahkan secara analitis atas aspek struktur kultural di satu sisi, dan aspek struktur sosial
disisi lain. Di sini struktur kultural didefinisikan sebagai seperangkat nilai-nilai normatif
yang terorganisir yang mengatur perilaku umum bagi para anggota masyarakat atau
kelompok tertentu. Sedangkan struktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang
terorganisir di dalam mana para anggota masyarakat atau kelompok tersebut terlibat.
Krisisnya muncul manakala nilai-nilai kultural yang mengatur pemilihan tujuan dan alat
yang ada terancam karena dalam kapasitas yang terstruktur. Secara sosial para anggota
masyarakat tidak mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai normatif tersebut.
Kesenjangan di ataslah yang kemudian dipahami sebagai penyebab gejala anomie,
yaitu suatu kondisi relatif kekaburan norma di dalam suatu masyarakat. Yang terjadi
adalah kerusakan atau distorsi pada struktur kultural dalam mengatur perilaku umum
anggota masyarakat. Pemahaman praktisnya, dengan demikian, mengacu pada kehadiran
kendala-kendala dalam kondisi aktual sedemikian rupa sehingga mengakibatkan
7

pemilihan tujuan dan alat yang sesuai dengan aturan-aturan dan nilai-nilai normatif
cenderung tidak bisa dioreintasikan ataupun di wujudkan dalam tindakan orang-orang
yang bersangkutan.6
Orientasi subjektif individu, sementara itu, telah menjelaskan hubungan antara
variabel tindakan voluntaristik dan variabel-variabel sosiologis lain, seperti strata sosial,
jenis kelamin dan lain-lain. Herbert H. Hyam menyebutkannya dengan istilah sistem nilai.
Individu, manakala dia menganalisa hubungan antara posisi yang rendah (lapisan sosial)
dan kelangkaan mobilitas ke atas, karena orang-orang lapisan kebawah pada gilirannya
justru malah mereduksi tindakan-tindakan voluntaristik yang akan memperbaiki posisinya
yang rendah, karena secara responsif mereka menurunkan tingkat orientasi mobilitas ke
atas. Proses pengambilan keputusan ini terjadi dalam orientasi subjektif yang melibatkan
segala dimensinya, atau dalam perekayasaan sistem nilai individu, sehingga pada
akhirnya melahirkan tindakan praktis yang mungkin tipikal lapisan sosial tertentu.
Hyman mencoba merevisi analisa Merton yang menekankan bahwa gejala anomie
lebih cenderung terjadi pada orang-orang lapisan bawah karena frustasi mereka dalam
mengejar tujuan kultural sukses ekonomis, sementara aksesibilitas atas dasar pemilikan
alat untuk itu terbatas. Hyman menyoroti asumsi Merton yang menyebutkan bahwa tujuan
kultural keberhasilan dalam aktualitasnya diserap dan dioreintasikan oleh individuindividu lapisan bawah, sementara itu juga sepatutnya jika mereka sendiri menyadari
bahwa alat untuk tujuan itu tak tersedia pada mereka. Pada satu titik waktu tertentu, kata
Hyman menanggapi,hal itu memang benar. Namun tampaknya juga benar bahwa dalam
perseptif waktu yang lebih luas jika individu terus meyakini bahwa alat-alat untuk
keberhasilan di masa depan tetap tersedia atau menunggunya, maka frustasinya akan
berkurang dan perilaku menyimpannya mungkin tak terjadi. Sebaliknya jika individu
menekankan perhatian pada peluang-peluangnya sejauh yang bisa dimilikinya, dan
menyesuaikan tingkat penyerapan tujuan kultural tentang keberhasilan,maka tekanan ke
arah perilaku menyimpang juga berkurang. Relevansinya,dengan demikian,adalah pada
diferensial yang mungkin terjadi dalam tingkat penyerapan tujuan kultural tentang
keberhasilan diantara lapisan-lapisan sosial yang berbeda, juga diferensial dalam
aksebilitas relatif yang bisa diharapkan,berdasarkan perekayasaan. Orientasi subjektif atau
sistem nilai individual yang di lakukan dalam perspektif waktu tertentu.
6 Khanafi Zain, Imam, Gejala Anomie dalam Orientasi Okupasional (Menelusuri Orientasi koneksi
Anomik Pelajar dan Lulusan beberapa SMA di Jakarta dalam menghadapi Krisis Transisi Status),
Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok 1992, hal 27 - 31
8

Di atas masalah diferensiasi penyerapan tujuan kultural dan aksesibilitas


relatifnya,gejala anomie pada dasarnya tetap relevan diungkap sejauh norma-norma
umum yang ada dikalahkan oleh kepentingan pribadi yang mengejar kepuasan dengan
jalan apa pun asal efektif. Lebih-lebih dalam masyarakat perkotaan yang cenderung
terkotak-kotak dan penuh persaingan,pribadi-pribadi itu hidup dalam iklim yang sulit
untuk mempercayai satu sama lain dan tidak menunjang pada hubungan-hubungan antar
manusia yang stabil. Situasi anomik juga mengarah pada sulitnya untuk untuk bisa
meramalkan perilaku-perilaku orang lain, di samping munculnya keyakinan yang kuat
akan faktor keberuntungan.
Gagasan tentang anomie justru telah secara berlebihan diperluas hingga mencakup
banyak variasi baik dari kondisi-kondisi sosial maupun keadaan-keadaan psikis:
disorganisasi personal, keretakan kultural, hilangnya saling percaya antar manusia
(reciprocal distrust), dan sebagainya.7

ANOMIE SEBAGAI KEKACAUAN PADA DIRI INDIVIDU


Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakatsekitarnya mengalami perubahanperubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih
umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang
umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar
bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia
berpendapat bahwapembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern
sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang
kebaikan komunitas yang lebih luas.
Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia
mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara yang
sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie
akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namun tidak
dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial.
7 Leo Srole, Socila Integration and Certain colloaries: An exploratory Study, dalam American
Sociological Review Vol. 30, hal 712-713
9

Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya
sendiri.

ANOMIE SEBAGAI KEKACAUAN MASYARAKAT


Kata anomie telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu
masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama
yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap
aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan
bukan kerja sama.
Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.Anomie sebagai
kekacauan sosial tidak boleh dikacaukan dengan anarkhi. Kata anarkhi menunjukkan tidak
adanya penguasa, hierarkhi, dan komando, sementara anomie menunjukkan tidak adanya
aturan, struktur dan organisasi. Banyak penentanganarkhisme mengklaim bahwa anarkhi dengan
sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua anarkhis akan mengatakan bahwa
komando yang hierarkhis sesungguhnya menciptakan kekacauan, bukan keteraturan (lih.
misalnya Law of Eristic Escalation).

10

Anda mungkin juga menyukai