Teori kontrol sosial mempunyai pendekatan Berbeda: teori ini berdasarkan suatu asumsi
bahwa motifasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai
konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak
melakukan kejahatan. Teori-teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan
lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturannya efektif.
Teori-teori strain dan penyimpangan budaya keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan
tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para
penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilainilai budaya yaitu nilai-nilai budaya kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah
keberhasilan ekonomi. Karena orang-orang dari kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana
yang sah (legitimate means) untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan
beralih menggunakan sarana-sarana yang tidak sah (illegitimate means) di dalam keputusan
tersebut. Sangat berbeda dengan itu, teori-teori penyimpangan budaya mengklaim bahwa orangorang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik
dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya, manakala orang-orang kelas
bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma
konvensional.
1. Konsep Anomie
Teori Anomi lahir, tumbuh,dan berkembang berdasarkan kondisi social Pada
tahun 1930-an telah terjadi perubahan besar khususnya masyarakat Eropa pada struktur
masyarakat sebagai akibat depresi yaitu, tradisi yang menghilang dan telah terjadi
deregulasi di dalam masyarakat.
Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Emile Durkheim untuk
menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani tanpa, dan nomos: hukum atau peraturan.1 Dalam buku the division of labor
in society Emile Durkheim mempergunakan istilah Anomi untuk mendeskripsikan
keadaan deregulation di dalam masyarakat yang di artikan sebagai tidak di taatinya
aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu apa yang di
harapkan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan deviasi.
1 http://bantuanhukumfakhrazi.wordpress.com/2012/05/08/kriminologi-teori-anomi/
1
Riset Durkheim tentang suicide (1897) atau bunuh diri dilandaskan pada
asumsi bahwa rata-rata bunuh diri yang terjadi di masyarakat yang merupakan tindakan
akhir puncak dari suatu anomi: bervariasi atas dua keadaan sosial, yaitu social integration
dan social regulation
Durkheim mengemukakan bahwa bunuh diri atau suicidie berasal dari dari 3 kondisi
sosial yang menakan (strees) yaitu;2
a. deregulasi kebutuhan atau anomi,
b. regulasi yang keterlaluan atau fatalisme,
c. kurangnya integrasi struktural atau egoisme.
2. Pemikiran Teori Anomie
Berikut beberapa ungkapan teori anomie menurut beberapa ilmuwan;
a condition of hopelessness caused by a breakdown of rules of conduct, and loss of
belief and sense of purpose in society or in an individual (Chambers 20th Century
Dictionary)
as state of lawlessness existing at times of abrupt social change, and affecting in
particular the state of normlessness, which exists when the insatiable desires of
humans are no longer controlled by society (Durkheim, E., 1933, The Division of
Labour in Society, Glencoe, Illinois: Free Press).
a. Pemikiran Emile Durkheim tentang Anomie
Salah satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat dengan melihat pada
bagian-bagian
komponennya
dalam
mengetahui
bagaimana
masing-masing
berhubungan satu sama lain, contoh kita melihat kepada struktur dari suatu
masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika masyarakat stabil, maka
bagian-bagiannya beroperasi lancar, susunan-susunan sosial berfungsi. Masyarakat
seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerja sama, dan kesepakatan. Namun, jika bagianbagian
komponennya
tertata
dalam
satu
keadaan
yang
membahayakan
4 Ibid, hal. 59
3
"insatiable and bottomless abyss" (jurang yang tak pernah puas dan tak berdasar).
Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan
manusia sebagaimana ia mengatur makhluk lain. Akan tetapi, dengan satu ledakan
kemakmuran yang tiba-tiba, harapan-harapan orng menjadi berubah. Manakala
aturan-aturan lama tidak lagi menentukan bagaimana ganjaran/penghargaan
didistribusikan kepada anggota-anggota masyarakat itu, maka disana sudah tidak ada
lagi pengekang/pengendali atas apa yang orang inginkan. Sekali lagi sistem itu
menjadi runtuh. Jadi, "whether sudden change cause Great prosperity or a Great
depresion, the result is the same-anomie."
Adapun pemikiran Durkheim sebagai berikut:
Kejahatan itu normal ada di semua masyarakat. Tidak mungkin menghilangkan kejahatan
Terdapat tingkat kriminalitas tertentu yang akan sehat bagi kualitas organisasi sosial
masyarakat
Kriminalitas menjadi tidak sehat apabila hukum tidak cukup lagi mengatur interaksi
antar berbagai elemen masyarakat
Umumnya, anomi terjadi akibat faktor pembagian kerja yang tidak seimbang antara
lain karena:
i.
ii.
iii.
Saat terjadi gejolak industrial & finansial, anomi terjadi, sebagai hasil dari kurangnya
norma atau aturan sosial terkait aspirasi dan kemauan manusia
Kejahatan lalu dikaitkan dengan hilang atau melemahnya norma dan aturan sosial
selaku kontrol social
Struktur sosial yang berbentuk kelas-kelas dan ini menyebabkan perbedaanperbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan (Lower class) mempunyai kesempatan
yang Lebih kecil dalam mencapai tujuan bila dibandingkan dengan mereka yang
mempunyai kelas yang lebih tinggi (Uper Class). Keadaan ini menimbulkan
ketidakpuasan, frustasi dan munculnya penyimpangan-penyimpangan dikalangan
warga yang tidak mempunyai kesempatan mencapai tujuan tersebut. Situasi ini akan
menimbulkan keadaan para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap
sarana-sarana/kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat. Keadaan ini
yang dinamakan anomie.
Kondisi ini kemudian menimbulkan suatu pilihan dari para warga masyarakat
tersebut untuk menyesuaikan diri tunduk kepada kenyataan atau menolak salah satu
antara tujuan dan cara yang tersedia di dalam masyarakat yang bersangkutan.
Robert Merton mengemukakan 5 (lima) model alternatif penyesuaian diri terhadap
keadaan anomie. Secara skema akan di sajikan dalam tabel berikut; tanda - (negatif /
min) sama dengan menolak, tanda +(tanda positif /plus) sama dengan menerima, dan
tanda (plus min) berarti tidak saja menolak selain itu juga menghendaki
perombakan menyeluruh/mengubah sistem yang ada.
Tipologi Adaptasi Individual Robert K. Merton
No
1.
2.
3.
4.
5.
Model Adaptasi
Conformity
Inovation
Ritualism
Retreatism
Rebelion
Tujuan
Cara yang
Kebudayaan
+
+
melembaga
+
+
5. Rebellion (Pemberontakan), yakni suatu keadaan di mana tujuan dan saranasarana yang terdapat dalam $asyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti atau
mengubah seluruhnya.
Adapun Pemikiran Robert K. Merton mengennai anomie:
Anomie terjadi ketika kebutuhan dan keinginan melampaui apa yang dapat dipenuhi
melalui socially acceptable ways
Bila masyarakat ingin tetap sehat, kesediaan seseorang untuk tetap mempergunakan
cara-cara yang sah perlu dihargai.
Jika tekanannya pada tujuan tanpa kendali pada bagaimana mencapainya, situasi
anomik terjadi
Selain kesenjangan antara cara dan tujuan, kriminalitas juga disebabkan oleh
perasaan diperlakukan tidak adil atau karena kesempatan berbeda
Merton secara tematis mengarahkan perhatian orang terhadap situasi aktual di mana
terjadi krisis dalam suatu konteks sosial budaya tertentu. Kontek yang melingkupi ini
dipisahkan secara analitis atas aspek struktur kultural di satu sisi, dan aspek struktur sosial
disisi lain. Di sini struktur kultural didefinisikan sebagai seperangkat nilai-nilai normatif
yang terorganisir yang mengatur perilaku umum bagi para anggota masyarakat atau
kelompok tertentu. Sedangkan struktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang
terorganisir di dalam mana para anggota masyarakat atau kelompok tersebut terlibat.
Krisisnya muncul manakala nilai-nilai kultural yang mengatur pemilihan tujuan dan alat
yang ada terancam karena dalam kapasitas yang terstruktur. Secara sosial para anggota
masyarakat tidak mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai normatif tersebut.
Kesenjangan di ataslah yang kemudian dipahami sebagai penyebab gejala anomie,
yaitu suatu kondisi relatif kekaburan norma di dalam suatu masyarakat. Yang terjadi
adalah kerusakan atau distorsi pada struktur kultural dalam mengatur perilaku umum
anggota masyarakat. Pemahaman praktisnya, dengan demikian, mengacu pada kehadiran
kendala-kendala dalam kondisi aktual sedemikian rupa sehingga mengakibatkan
7
pemilihan tujuan dan alat yang sesuai dengan aturan-aturan dan nilai-nilai normatif
cenderung tidak bisa dioreintasikan ataupun di wujudkan dalam tindakan orang-orang
yang bersangkutan.6
Orientasi subjektif individu, sementara itu, telah menjelaskan hubungan antara
variabel tindakan voluntaristik dan variabel-variabel sosiologis lain, seperti strata sosial,
jenis kelamin dan lain-lain. Herbert H. Hyam menyebutkannya dengan istilah sistem nilai.
Individu, manakala dia menganalisa hubungan antara posisi yang rendah (lapisan sosial)
dan kelangkaan mobilitas ke atas, karena orang-orang lapisan kebawah pada gilirannya
justru malah mereduksi tindakan-tindakan voluntaristik yang akan memperbaiki posisinya
yang rendah, karena secara responsif mereka menurunkan tingkat orientasi mobilitas ke
atas. Proses pengambilan keputusan ini terjadi dalam orientasi subjektif yang melibatkan
segala dimensinya, atau dalam perekayasaan sistem nilai individu, sehingga pada
akhirnya melahirkan tindakan praktis yang mungkin tipikal lapisan sosial tertentu.
Hyman mencoba merevisi analisa Merton yang menekankan bahwa gejala anomie
lebih cenderung terjadi pada orang-orang lapisan bawah karena frustasi mereka dalam
mengejar tujuan kultural sukses ekonomis, sementara aksesibilitas atas dasar pemilikan
alat untuk itu terbatas. Hyman menyoroti asumsi Merton yang menyebutkan bahwa tujuan
kultural keberhasilan dalam aktualitasnya diserap dan dioreintasikan oleh individuindividu lapisan bawah, sementara itu juga sepatutnya jika mereka sendiri menyadari
bahwa alat untuk tujuan itu tak tersedia pada mereka. Pada satu titik waktu tertentu, kata
Hyman menanggapi,hal itu memang benar. Namun tampaknya juga benar bahwa dalam
perseptif waktu yang lebih luas jika individu terus meyakini bahwa alat-alat untuk
keberhasilan di masa depan tetap tersedia atau menunggunya, maka frustasinya akan
berkurang dan perilaku menyimpannya mungkin tak terjadi. Sebaliknya jika individu
menekankan perhatian pada peluang-peluangnya sejauh yang bisa dimilikinya, dan
menyesuaikan tingkat penyerapan tujuan kultural tentang keberhasilan,maka tekanan ke
arah perilaku menyimpang juga berkurang. Relevansinya,dengan demikian,adalah pada
diferensial yang mungkin terjadi dalam tingkat penyerapan tujuan kultural tentang
keberhasilan diantara lapisan-lapisan sosial yang berbeda, juga diferensial dalam
aksebilitas relatif yang bisa diharapkan,berdasarkan perekayasaan. Orientasi subjektif atau
sistem nilai individual yang di lakukan dalam perspektif waktu tertentu.
6 Khanafi Zain, Imam, Gejala Anomie dalam Orientasi Okupasional (Menelusuri Orientasi koneksi
Anomik Pelajar dan Lulusan beberapa SMA di Jakarta dalam menghadapi Krisis Transisi Status),
Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok 1992, hal 27 - 31
8
Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya
sendiri.
10