Anda di halaman 1dari 11

Nama : Agis Dahlia

NIM : A1011191283

Kelas : A / Reguler

Mata Kuliah : Kriminologi

Teori anomi dikemukakan oleh Robert. K. Merton. Teori ini


berorientasi pada kelas. Konsep anomi sendiri diperkenalkan oleh seorang
sosiolog Prancis yaitu Emile Durkheim (1893), yang mendefinisikan
sebagai keadaan tanpa norma (deregulation) di dalam masyarakat. Keadaan
deregulation atau normlessness tersebut, kemudian menimbulkan perilaku
deviasi. Oleh Merton konsep ini selanjutnya diformulasikan untuk
menjelaskan keterkaitan antara kelas sosial dengan kecenderungan adaptasi
sikap dan perilaku kelompok. (Suyatno. ScBI.jpl. 8 Juni 2006).

Kata anomie telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok


manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena
tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun
implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap
aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling
memangsa dan bukan kerja sama. Merton mendasarkan analisanya pada
bahaya-bahaya yang melekat dalam setiap bentuk ketidaksesuaian antara
kebutuhan manusia dengan caracara yang dapat digunakan untuk
memenuhinya. Dalam teorinya, Merton melihat bahwa tahap-tahap tertentu
dari struktur sosial akan meningkatkan keadaan ketika pelanggaran
terhadap aturan-aturan masyarakat akan menghasilkan tanggapan yang
”normal”. Merton berusaha untuk menunjukkan bahwa beberapa struktur
sosial dalam kenyataannya telah membuat orang-orang tertentu di
masyarakat untuk bertindak menyimpang daripada mematuhi norma-norma
sosial. (Susanto, 2011: 96). Menurut Merton terdapat dua unsur struktur
sosial dan kultural yang dianggap penting untuk menyusun teori tersebut.
Yang pertama, terdiri atas tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan yang
sudah membudaya yang meliputi kerangka aspirasi dasar manusia seperti
dorongan hidup orisinal manusia. Tujuan tersebut sedikit banyak
merupakan kesatuan, tingkatannya tergantung dari fakta empiris, dan
didasari oleh urutan nilai, seperti berbagai tingkat sentimen dan makna.
Yang kedua, terdiri atas aturan-aturan dan caracara kontrol yang diterima
untuk mencapai tujuan tersebut.

Merton mengemukakan bahwa dalam setiap masyarakat terdapat


tujuantujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan,
tetapi di dalam kenyataannya tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-
sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah
dalam mencapai tujuan. Dengan demikian, akan timbul penyimpangan
penyimpangan dalam mencapai tujuan. Namun, dalam perkembangannya
Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang
tersedia, tetapi lebih pada perbedaan struktur kesempatan. Tidak meratanya
sarana-sarana serta perbedaan struktur kesempatan akan menimbulkan
frustasi di kalangan warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam
mencapai tujuan sehingga menimbulkan konflik, ketidakpuasan, frustrasi,
dan penyimpangan-penyimpangan yang berakibat pada timbulnya keadaan
manakala para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap
tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat
dalam masyarakat, dan hal ini dinamakan anomi. Kemudian, Merton
mengemukakan lima cara untuk mengatasi keadaan anomi (Hendrojono,
2005: 83-84), yaitu:

1) konformasi (conforming) yaitu suatu keadaan manakala warga


masyarakat tetap menerima tujuan dan sarana-sarana yang terdapat
dalam masyarakat karena adanya tekanan moral;

2) inovasi (innovation) yaitu suatu keadaan ketika tujuan yang terdapat


dalam masyarakat diakui dan dipelihara, tetapi mereka mengubah
sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut;

3) ritualisme (ritualism) yaitu suatu keadaan ketika warga masyarakat


menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana-sarana yang
telah ditentukan;

4) penarikan diri (retriatisme) yaitu keadaan ketika para warga


menolak tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam
masyarakat;
5) pemberontakan (rebellion) adalah suatu keadaan ketika tujuan dan
sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha
untuk mengubah seluruhnya. Rebellion membawa manusia keluar dari
struktur sosial yang ada dan menggantinya pada yang baru yakni
pemisahan terhadap tujuan dan cara-cara yang berlaku secara sengaja.

Pemikiran Emile Durkheim tentang Anomie

Salah satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat dengan melihat


pada bagian-bagian komponennya dalam mengetahui bagaimana masing-
masing berhubungan satu sama lain, contoh kita melihat kepada struktur
dari suatumasyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika masyarakat
stabil, maka bagian-bagiannya beroperasi lancar, susunan-susunan sosial
berfungsi. Masyarakatseperti itu ditandai oleh kepaduan, kerja sama, dan
kesepakatan. Namun, jika bagian- bagian komponennya tertata dalam satu
keadaan yang membahayakanketeraturan/ketertiban sosial, susunan
masyarakat itu disebut dysfunctional (tidak berfungsi). Demikianlah
perspektif struktural functionalist yang dikembangkan oleh Emile
Durkheim sebelum akhir abad ke-19.

Ilustrasi terbaik dari konsep Durkheim tentang anomie adalah dalam


satu diskusitentang bunuh diri (suicide) yang terjadi di negaranya, Prancis,
dan bukan tentangkejahatan. Ketika Durkheim menganalisa data statistik ia
mendapati bahwa angka bunuh diri meningkat selama perubahan ekonomi
yang tiba-tiba (sudden economicchange), baik perubahan. Itu depresi hebat
ataupun kemakmuran yang tidak terduga. perubahan yang cepat orang tiba-
tiba terhempas kedalam salah satu cara /jalan hidupyang tidak dikenal
(unfimiliar). Aturan-aturan (rules) yang pernah membimbingtingkah laku
tidak lagi dipegang.Adalah titik sulit untuk mengerti mengapa dalam
keadaan seperti diatas(kejatuhan ekonomi tiba-tiba) angka bunuh diri
meningkat, tapi mengapa orang juga jatuh dalam keputusannya seperti itu
ketika terjadi kemakmuran mendadak? MenurutDurkheim faktor-faktor
yang sama telah bekerja dalam kedua situasi itu. Bukanlah jumlah uang
yang ada yang menyebabkan hal itu, melainkan sudden change(perubahan
mendadak).
Orang yang tiba-tiba mendapatkan kekayaan lebih banyakdari yang
pernah mereka impikan memiliki kecenderungan meyakini bahwa
tiadasatupun yang mustahil.Menurut Emile, teori Anomi terdiri dari tiga
perspektif, yaitu:

 Manusia adalah mahluk social


 Keberadaan manusia sebagai mahluk social
 Manusia cenderung hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat
tergantung pada masyarakat tersebut sebagai koloni

Durkheim berpendapat bahwa kondisi Anomi dapat menjelaskan setidaknya


2 jenis fenomena bunuh diri;

1) Durkheim menemukan bahwa kenaikan tajam atau penurunan


kesejahteraanekonomi masyarakat dikaitkan dengan tingkat
peningkatan bunuh diri. Tingkat bunuh diri terendah selama masa
stabilitas ekonomi Salah satu lingkup kehidupan sosial bidang
perdagangan dan industri sebenarnyadalam keadaan kronis anomie
(1951: 254., penekanan ditambahkan).
2) Durkheim menganalisis bagaimana regulasi yang tidak memadai
hasratseksualjuga bisa menghasilkan tingkat tinggi bunuh diri
anomik antarakelompok-kelompok sosial tertentu.Durkheim
mempercayai bahwa hasrat-hasrat manusia adalah tak terbatas,
satu"insatiable and bottomless abyss" (jurang yang tak pernah puas
dan tak berdasar).Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis
yang ketat untuk kemampuanmanusia sebagaimana ia mengatur
makhluk lain. Akan tetapi, dengan satu ledakankemakmuran yang
tiba-tiba, harapan-harapan orng menjadi berubah. Manakala aturan-
aturan lama tidak lagi menentukan bagaimana ganjaran/penghargaan
di distribusikan kepada anggota-anggota masyarakat itu, maka
disana sudah tidak adalagi pengekang/pengendali atas apa yang
orang inginkan. Sekali lagi sistem itu menjadi runtuh. Jadi, "whether
sudden change cause epopeioedepeion, he result is the same-
anomie."
Robert Merton selanjutnya mengung-kapkan bahwa perilaku
menyimpang diang-gap sebagai suatu tingkah laku abnormal karena
perilaku tersebut berpangkal pada in-dividu. (Atmasasmita, 1992:25-26)
Tingkah laku menyimpang muncul karena ada se-jumlah orang yang
merasakan kesen- jangan antara cita-cita yang dimiliki (goal) dengan cara
yang tersedia untuk mencapai cita-cita tersebut. Dalam setiap masyarakat
terdapat dua jenis norma sosial, yaitu tujuan sosial (social goals) dan
sarana- sarana yang tersedia (acceptable means). Secara ideal dalam se-tiap
masyarakat terdapat tujuan yang ingindicapai dan ada sarana-sarana yang
sah un- tuk mencapainya. Dalam praktik, tidak seti-ap orang dapat
menggunakan sarana-sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan. Kare na
itu, banyak orang yang memaksakan ke-hendak untuk mencapai cita-cita,
meskipun cara yang digunakan melanggar hukum (ille-gitimate means).
Cara mencapai tujuan yang melanggar hukum inilah yang disebut kejaha-
tan. Van Dijk, at all. menyatakan bahwa ano- mi sebagaimana diuraikan di
atas dapat terja- di karena dalam masyarakat di negara-negara barat lebih
banyak mengutamakan pencapai- an kesejahteraan secara material dan
dalam rangka memperoleh status sosial yang tinggi. Dick, Grande and
Toornvliet 1996: 133)

Ketidaksesuaian antara fakta den-gan angan-angan tersebut berakibat


pada ketegangan (strain) dan frustrasi yang pada gilirannya akan
menimbulkan respons psiko-fisis pada individu dan berakhir dengan
terjadinya kekerasan atau perlawanan. (Wi-dodo, 2013:67) Van Dijk et all.,
menyatakan bahwa, individu dapat mereaksi ketegangan (strain) dengan
berbagai cara, yaitu dapat menerima tujuan (+), menolak (), atau mem-
buang dan menggantinya dengan tujuan lain (±). Penerimaan, penolakan
dan penggantian ini dapat pula diterapkan sebagai sara- nanya. (Dick, Sagel
Grande, and Toornvliet1996: 134)

Contoh Anomi (Anomie)

Dari penjelasan mengenai definisi di atas, contoh kasus nyata dalam


kehidupan sehari-hari mengenai anomi (anomie) misalnya saja perilaku
menyimpang, seperti KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang mana
prilaku tersebut pada hekaktnya sudah dinyatakan terlarang, lantaran
prilaku ini tidak hanya merugikan pada diri sendiri akan tetapi merugikan
dalam kehidupan bermasyarakat. Dampak yang ditimbulkan dari kondisi ini
adalah kepercayaan dan melunturkan budaya malu diri sendiri, selain itu
juga merugikan banyak pihak yang harus bersusah payah karena prilaku
salah seorang pejabat. Kasus ini di gambaran dalam tindakan Kerupsi E-
KTP yang berjalan di Indonesia, E-KTP bukan hanya merugikan
masyarakat secara umum, akan tetapi kondisi ini merugikan kepercyaan
yang dari anggota dewan untuk memenang amanah rakyat.

Oleh karena itulah dalam ciri khas dalam tindakan atau prilaku yang
tergolong bentuk anomi (anomie) ini antara lain adalah sebagai berikut;

 Pemberontakan, yaitu perbutan yang dilakukan oleh seseorang


secara individu atau kelompok orang untuk menolak sarana dan
tujuan-tujuan, yang mana sara dan tujuan tersebut disahkan oleh
masyarakatnya secara legal dan malah memilih untuk menggantinya
dengan cara baru. Contohnya, pemberontakan yang dilakukan di
Papua dengan menamakan diri sebagai OPM (Organisasi Papua
Merdeka) yang terus menerus melakukan pemberontakan pada
pemerintahan yang sah, yakni NKRI.
 Ritualisme, adalah tindakan yang dijalankan oleh seseorang secara
konvensional, akan tetapi dari tindakan tersebut melupakan tujuan
yang sebenarnya ada. Cara-cara yang dilakukan bahwa tetap menjadi
kebiasaan akan tetapi yang perlu diingat fungsi dan maknanya sudah
hilang. Contohnya, banyak siswa di lingkungan pendidikan yang
tertib mengikuti upacara bendera hanya sekadar untuk ikut peraturan
sekolah dan bukan untuk semangat nasionalisme.

Teori bunuh diri dan jenis-jenis bunuh diri menurut teori Durkheim

Selain konsepsinya tentang solidaritas mekanis organis, Durkheim


sangat terkenal dengan studinya tentang kecenderungan orang untuk
melakukan bunuh diri. Dalam bukunya yang kedua, Suicide dikemukakan
dengan jelas hubungan antara pengaruh integrasi social terhadap
kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Durkheim dengan tegas
menolak anggapan lama bahwa penyebab bunuh diri yang disebabkan oleh
penyakit kejiwaan sebagaimana teori-teori psikologi mengatakannya. Dia
juga menolak anggapan Gabriel Tarde bahwa bunuh diri akibat imitasi.
Durkheim juga menolak teori yang menghubungkan bunuh diri dengan
alkoholisme. Durkheim menolak teori bunuh diri karena kemiskinan,
kenyataan orang-orang lapisan atas tingkat bunuh dirinya lebih tinggi
dibandingkan orang-orang dari lapisan atas. Dari hasil penelitiannya
Negara-negara miskin seperti Italia dan Spanyol justru memiliki angka
bunuh diri yang lebih rendah dibandingkan dengan Negara-negara Eropa
yang lebih makmur seperti Perancis dan Jerman.

Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya


kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sara
penelitian dengan menghubungkannya dengan derajat integrasi sosial dari
suatu kehidupan masyarakat. Untuk membuktikan teorinya, Durkheim
memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam
masyarakat, yaitu kesatuan agama, keluarga dan kesatuan politik. Dalam
kesatuan agama, Durkheim membuat kesimpulan bahwa penganut-penganut
agama Protestan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan
bunuh diri dibandingkan dengan penganut agama Katholik.Hal ini
dikarenakan perbedaan derajat integrasi sosial di antara penganut agama
Katolik dengan Protestan. Penganut agama Protestan memperoleh
kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran-
ajaran kitab suci. Pada agama Katolik tafsir agama lebih ditentukan oleh
para pater. Oleh karena itu kepercayaan bersama dari penganut Protestan
menjadi berkurang, hingga sekarang ini terdapat banyak gereja (sekte-
sekte). Integrasi yang rendah dari penganut agama protestan itulah yang
menyebabkan angka laju bunuh diri dari penganut ajaran ini lebih besar
dibandingkan dengan penganut ajaran Katolik.

Dalam kesatuan keluarga, Durkheim menunjukkan bahwa angka laju


bunuh diri lebih banyak terdapat pada orang-orang yang tidak kawin
daripada mereka yang sudah kawin. Kesatuan keluarga yang lebih besar
umumnya terintegrasi mengikat anggota-anggotanya untuk saling
membantu. Dalam kesatuan politik, Durkeim menyebutkan bahwa dalam
keadaan damai, golongan militer ummunya lebih besar kecenderungan
bunuh dirinya dibandingkan golongan masyarakat sipil. Sedangkan dalam
suasana perang, golongan militer justru lebih sedikit melakukan bunuh diri
bila dibandingkan golongan sipil karena mereka lebih terintegrasi dengan
baik (disiplin keras). Dalam situasi perang justru kecenderungan bunuh diri
lebih rendah dibandingkan situasi damai. Dalam masa revolusi/pergolakan
politik, anggota-anggota masyarakat justru lebih terintgrasi dalam
menghadapi musuh-musuhnya.

Durkheim mendefinisikan bunuh diri sebagai setiap kematian yang


merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari suatu perbuatan positif
atau negatif oleh korban itu sendiri, yang mengetahui bahwa perbuatan itu
akan berakibat seperti itu. Definisi itu terlampau luas, sebab didalamnya
juga termasuk kematian para prajurit yang mengajukan dirinya untuk
melaksanakan tugas yang sukar, ataupun kematian seorang ayah yang ingin
menyelamatkan anaknya dari arus kencang yang bergolak. Hal ini akan
berakibat negatif dalam penalaran seperti yang akan ternyata kemudian.

Durkheim membagi bunuh diri dalam beberapa jenis yaitu :

- Bunuh diri egoistis (egoistic suicide) Yaitu yang merupakan akibat


dari kurangnya integrasi dalam kelompok. Misalnya, lebih banyak orang
Protestan yang bunuh diri dari pada orang Katolik. Sebab orang Katolik
lebih terikat pada komunitas keagamaan sedangkan dalam Protestan
terdapat anjuran yang kuat untuk bertanggung jawab secara individual.
Kenyataan ini dinyatakan secara tepat sekali di dalam rumusan bahwa
seorang Protestan dipaksa untuk bebas.

- Bunuh diri anomi (anomie suicide). Anomi adalah suatu situasi


dimana terjadi suatu keadaan tanpa aturan, dimana kesadaran kolektif tidak
berfungsi. Jenis bunuh diri ini terjadi dalam waktu krisis dan bukannya
krisis ekonomi saja. Bunuh diri ini juga terjadi bilamana sekonyong-
konyong terjadi kemajuan yang tidak terduga.

- Altruistic Suicide, adalah bunuh diri karena merasa dirinya menjadi


beban masyarakat. Bunuh diri ini sifatnya tidak menuntut hak, sebaliknya
memandang bunuh diri itu sebagai suatu kewajiban yang dibebankan oleh
masyarakat. Contoh : Harakiri orang jepang.

- Bunuh diri Fatalistik. Merupakan lawan dari bunuh diri anomi, dan
yang timbul dari pengaturan kelakuan secara berlebih-lebihan, misalnya
dalam rezim yang sangat keras dan otoriter.
Hubungan antara Korupsi dengan Teori Anomi dalam Kriminologi

Dalam konsep anomi milikRobert K.Merton, bahwasanya didalam


tatanan masyarakat terdapat sebuah pembagian kelasatau struktursosial.
Dimana dibedakan antara kelas bawah dan kelas atas. Kelas bawah adalah
kelompok dari masyarakat ekonomi kebawah atau miskindan kelas atas
adalah kelompok orang yang berpendidikan atau kaya. Dan masyarakat
diikat oleh sebuah tujuan atau cita-cita yang sama. Kalangan kelas bawah
akan sulit untuk naik ke tingkat yang lebih atas. Di situlah timbul adanya
sebuah disparitas pemerataan sarana-sarana untuk mewujudkan tujuan
tersebut. Aturan-aturan yang semestinya mengatur tingkah laku dalam
bermasyarakat telah luntur dengan adanya pembagian kelas atau struktur
sosial tersebut. Masyarakat dari kalangan kelas bawah telah lepas kontrol
hingga mengindahkan aturan yang berlaku. Hal tersebut yang
mengakibatkan masyarakat kelas bawah yang mempunyai jabatan yang
tinggi lebih cenderung untuk melakukan korupsi untuk menaikkan tingkat
sosialnyasecara instan. Mereka lupa bahwa apa yang mereka lakukan itu
adalah salah. Minimnya sarana untuk mencapai kemakmuran atau tujuan
dalam hidupnya dibatasi oleh sebuah kebijakan yang dinilai tidak berpihak
kepadanya. Tidak hanya itu, nafsu yang tidak terbatas dari para manusia
membawanya kepada sebuah pemikiran yang tidak lagi rasional.

Menurut Prof. Dr. Abintoro bahwa korupsi itu sama sepertipencurian


dalam KUHP, namun objek barang dari korupsi adalah uangNegara yang
notabene adalah uang rakyat. Korupsi terjadi karena adanya sebuah
kesempatan dari para pejabat, kesempatan itu berupa jabatan yang
diembannya sehingga memuluskan niatnya itu.Korupsi sendiri telah
mendapat perhatian besar bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak,
hampir semua lembaga negara tidak luputdengan praktik korupsi.Karena
kasus korupsi biasanya melibatkan parapemegang kekuasaan yang biasa
disebut Kejahatan Krah Putih (WhiteCollar Crime) Kasus terbaru seperti
penyuapan di tubuh Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga yang
diagungkan di negeri ini oleh para Yustisiabel atau pencari keadilan
tercoreng dengan tertangkapnya ketua Mahkamah Konstitusi M. Akil
Mochtar. Bukan saja pemerintah yang sangat dekat dengan masalah-
masalah birokrasi yang dikatakan ladangb asah korupsi, namun sekarang di
lingkungan-lingkungan lembaga penegakan hukum telah terjangkiti juga
oleh penyakit yang bernama korupsi.
Jika kita lihat penjatuhan pidana bagi para koruptor
dirasamasihringan dan tidak menimbulkan efek jera. Itulah salah satu
penyebab terjadinya korupsi yaitu tidak adanya sanksi tegas. Andaikan saja
koruptor diancam dengan pidana mati, niscaya mungkin koruptor
akanberpikir panjang untuk melakukan korupsi. Hal itu terbukti di negara
China. Setelah diberlakukannya pidana mati bagi para koruptor, angka
pejabat korupsi menurun drastis. Di Indonesia belum diberlakukan aturan
yang semacam itu, mungkin angka pejabat korupsi juga akan mengalami
penurunan dan mungkin akan tidak ada lagi.Budaya korupsi di Indonesia
yang sudah ada sejak dulu telah membawa ancaman yang cukup serius di
dalam pembangunan Negara. Mengapa mengancam, karena uang Negara
yang seharusnya untuk kemakmuran rakyat telah dikeruk oleh sekalangan
para maling Negara untuk memuaskan nafsu keduniawiannya saja. Mereka
sudah lupa bahwa di luar sana masih banyak nasib saudara kita yang
kelaparan, kemiskinan, pengangguran yang seharusnya dibantu.Dikaitkan
dengan teori anomi milik Durkheim cukup masuk akal. Karena menurut
Durkheim, terjadinya anomi karena adanya sebuah perubahan mendadak
(sudden change). Orang melakukan korupsi bukan hanya karena tuntutan
ekonomi dan struktur sosial, melainkan juga mengenai tidak berlakunya
patokan-patokan atau nilai-nilai akibat tidak berfungsinya bagian-bagian
komponen dalam masyarakat. Dari penjelasan teori anominya di atas,
Durkheim mempercayai bahwa hasrat-hasrat manusia adalah tak terbatas,
“insatiable and bottomlessabyss” (jurang yang tak pernah puas dan tak
berdasar). Wibawa hukummerosot drastis dan orientasi materialistis
menguat.

Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketatuntuk


kemampuan manusia sebagaimana ia mengatur makhluk lain seperti
binatang-binatang. Jadi disini Durkheim melihat orang yang tiba-tiba
mendapatkan kekayaan lebih banyak dari mereka yang impikan memiliki
kecenderungan meyakini bahwa tiada satupun yang mustahil. Disitulah
timbul pemikiran bahwa semakin orang tinggi jabatannya, maka semakin
tinggi pula hasrat untuk melakukan kejahatan. Kita seharusnya kembali
kepada hakekat dari hukum itu, yang mempunyai tujuan pokok hukum yaitu
menciptakan tatanan masyarakatyang tertib, menciptakan ketertiban dan
keseimbangan.
Dalam mencapainya perlu adanya pemenuhan yang seimbang antar
masyarakat sehingga tidak ada lagi kelompok masyarakat yang merasa
dipinggirkan. Pada akhirnya terciptalah masyarakat yang tertib terhadap
aturan(hukum) sebagai patokan-patokan dalam hidup bermasyarakat

Anda mungkin juga menyukai