Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 3 KRIMINOLOGI

SOAL :

1. Coba saudara uraikan fenomena bunuh diri dengan pendekatan Teori Anomi?

JAWAB :

Bunuh diri anomic adalah situasi di mana ada situasi tanpa aturan di mana kesadaran kolektif tidak
terganggu. Dalam suasana kritis di mana kebutuhan dasar tidak terpenuhi dan dihadapkan pada
ketidakmampuan untuk menerapkan/tidak mengoperasikan aturan sosial, orang merasa tersesat
dalam kehidupan sosial.

Anomie suicide, lebih terfokus pada keadaan moral di mana individu berada terkait dengan
hilangnya cita-cita, tujuan, dan standar hidup seseorang. Bunuh diri yang fatal, terjadi ketika nilai
dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan dirasa berlebihan.

Menurut Upe (2010: 102), keadaan anomi ini dapat melanda seluruh masyarakat ketika terjadi
perubahan sosial, politik, hukum, dan budaya pada masyarakat secara revolusioner. Kendati
demikian, dilain pihak masyarakat belum sepenuhnya menerima perubahan karena nilai-nilai lama
pada masyarakat belum begitu dipahami, sementara nilai-nilai yang baru belum jelas.

SUMBER :

- Modul Universitas Terbuka HKUM 4205.56


- http://etheses.uin-malang.ac.id/ Bunuh Diri
- https://journal.trunojoyo.ac.id BUNUH DIRI DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI
SOAL :

2. Berdasarkan ilustrasi diatas mengapa teori Diferrerential Association dari Sutherland


dikelompokkan sebagai teori yang membahas proses sosial dan kejahatan ?

JAWAB :

Differential Association Edwin H. Sutherland (1934) dalam bukunya, Principle of Criminology,


mengenalkan teori kriminologi yang ia namakan dengan istilah “teori asosiasi diferensial” di
kalangan kriminologi Amerika Serikat, dan ia orang pertama kali yang memperkenalkan teori ini8
. Dalam teorinya tersebut, Sutherland berpendapat bahwa perilaku kriminal merupakan perilaku
yang dipelajari di dalam lingkungan sosial, artinya semua tingkah laku dapat dipelajari dengan
berbagai cara.

Dapat di simpulkan Teori Differential Association adalah Teori yang menyatakan bahwa pelaku
melakukannya karena mencontoh dari dalam lingkungan sosial dan didasarkan pada :

- Bahwa setiap orang akan menerima dan mengakui pola-pola perilaku yang dapat
dilaksanakan.
- Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku dpaat menimbulkan inkonsistensi dan
ketidakharmonisan. Kemudian pada tahun 1947, Sutherland mengenalkan versi keduanya,
ia menekankan bahwa semua tingkah laku itu dapat dipelajari dan ia menganti pengertian
social disorganization dengan differential social organization.

Dengan demikian, teori ini menentang bahwa tidak ada tingkah laku (jahat) yang diturunkan dari
kedua orangtua. Dengan kata lain, pola perilaku jahat tidak diwariskan akan tetapi dipelajari
melalui suatu pergaulan yang akrab.

Kesimpulan yang dapat diambil dari Teori differential association dari penjelasan diatas sebagai
berikut :

- Perbedaan Kelompok dapat mempengaruhi perbedaan atau membentuk perbedaan


Kepribadian manusia
- Tumbuhnya seseorang dalam pergaulan kelompok yang melakukan
pelanggaranpelanggaran hukum adalah karena individu yang bersangkutan menyetujui
pola perilaku yang salah daripada menyetujui perilaku yang normal

Jadi menurut penulis Teori differential association adalah penyebab terjadinya perilaku criminal
dapat dipelajari dari lingkungan sekitar.

SUMBER :
- Modul Universitas Terbuka HKUM 4205.56
- https://eprints.umm.ac.id/ Differential Association

SOAL :

3. Jelaskan perbedaan perspektif konflik dan perspektif fungsional menurut Ralf Dahrendorf
?

JAWAB :

Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Menurut Ralf Dahrendorf, konflik akan muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem. Oleh
sebab itu, konflik tidak mungkin melibatkan individu ataupun kelompok yang tidak terhubung
dalam sistem.

Teori Dahrendorf memaparkan jika relasi-relasi di struktur sosial ditentukan oleh kekuasaan.
Adapun kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan atas kontrol dan sanksi yang memungkinkan
pemilik kekuasaan memberikan perintah dan meraih keuntungan dari mereka yang tidak berkuasa.

Dalam pandangan Dahrendorf, konflik kepentingan menjadi sesuatu yang tidak dapat terhindarkan
dari relasi antara pemilik kekuasaan dan mereka yang tidak berkuasa. Awalnya, Dahrendorf
merumuskan teori konflik sebagai teori parsial yang diterapkan untuk menganalisis fenomena
sosial. Kemudian, ia melihat masyarakat memiliki dua sisi yang berbeda, yakni kerja sama dan
konflik.

Oleh sebab itu, Dahrendorf menganalisis konflik sosial dengan perspektif dari sosiologi
fungsionalisme struktural untuk menyempurnakan teorinya. Dia juga mengadopsi teori perjuangan
kelas Marxian untuk menyusun teori kelas dan pertentangan kelas dalam masyarakat industry.

Ia menghubungkan antara pemikiran fungsional mengenai struktur dan fungsi masyarakat dengan
teori konflik antarkelas sosial. Tidak hanya itu, Dahrendorf juga tidak melihat masyarakat sebagai
suatu hal yang statis, tetapi dapat berubah oleh adanya konflik sosial yang terjadi.

Perspektif fungsional

Teori Fungsionalisme structural masyarakat dalam kondisi yang statis atau tepatnya bergerak
dalam kondisi keseimbangan. Fungsionalis menekankan keteraturan masyarakat, sedangkan
teoritisi konflik melihat pertikaian dan konflik dalam system sosial. Fungsionalis menyatakan
bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas.
Teoritisi konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan
perubahan. Fungsionalis cenderung melihat masyarakat secara informal diikat oleh norma, nilai
dan moral. Teoritisi konflik melihat apa pun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal
dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Fungsionalis memusatkan
perhatian pada kohesi yang diciptakan oleh nilai bersama masyarakat. Teoritisi konflik
menekankan pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.

SUMBER :

- Modul Universitas Terbuka HKUM 4205.56


- http://digilib.uinsby.ac.id/ BAB II TEORI KONFLIK RALF DAHRENDORF
- https://www.gramedia.com/literasi/teori-konflik/

Anda mungkin juga menyukai